PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas dan dijabarkan berturut-turut mengenai latar
belakang dari judul yang diangkat oleh penulis, masalah yang muncul dari judul
yang telah diangkat, tujuan dari pembahasan masalah, dan manfaatnya bagi
mahasiswa dan kampus, serta sistematika penulisan dari makalah ini.
Arsitektur Indonesia
1
gencarnya membangun bangunan pendidikan ketika itu. Selain HMS, ada juga HIS,
Tweede Klasse School, dan Holandsch Chineesche School yang dibangun
beriringan tahun itu.
Berdasarkan hubungan bentuk dan jenis bangunan yang terdapat diantara
bangunan yang ada di dalam Benteng Fort Rotterdam dengan bangunan di SMA N
1 Singaraja, penulis akan mengangkat sebuah judul yaitu Komparasi Arsitektur
Vernakular Belanda antara Benteng Fort Rotterdam dan Bangunan SMA N 1
Singaraja
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mahasiswa
Arsitektur Indonesia
2
Mahasiswa dapat menambah wawasan mengenai arsitektur
vernakular Belanda yakni pada Benteng Fort Rotterdam dan bangunan SMA
N 1 Singaraja. Selain itu, mahasiswa dapat mengetahui Peran yang
ditimbulkan bagi perkembangan arsitektur di Indonesia.
2. Untuk Kampus
Kampus dapat menjalankan tugasnya dalam mengamalkan Tri
Dharma Perguruan Tinggi (Pembelajaran, Penelitian, dan Pengabdian
Masyarakat). Selain itu, kampus dapat menambah sarana pembelajaran bagi
mahasiswa atau sebagai pembanding dalam pelaksanaan mata kuliah lain.
Arsitektur Indonesia
3
BAB IV PEMBAHASAN
Di bagian pembahasan akan diuraikan analisa mengenai elemen-
elemen arsitektur vernakular Belanda yang terdapat pada bangunan di
dalam Benteng Fort Rotterdam dan bangunan SMA N 1 Singaraja dan
dikaitkan dengan Peran bagi perkembangan arsitektur di Indonesia.
BAB V PENUTUP
Pada bagian penutup terdapat kesimpulan dari pembahasan dan
juga saran- saran sebagai usaha dalam mengembangkan makalah dan
pembacanya.
Arsitektur Indonesia
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan pustaka mengenai definisi dan
pengertian Arsitektur Kolonial, Definisi dan Pengertian Arsitektur Vernakular
Belanda, perkembangan Arsitektur Kolonial di Indonesia, periodisasi Arsitektur
Kolonial di Indonesia dan aliran yang mempengaruhi perkembangan Arsitektur
Kolonial di Indonesia yang di dapat dari berbagai literatur, baik buku maupun
internet.
Arsitektur Indonesia
5
diperkenalkan di Indonesia oleh seorang Gubernur Jendral Herman Willen
Daendels yang menjalankan tugas di Hindia Belanda dengan nama Indische Empire
Style (tahun 1800-an sampai tahun 1902)
Arsitektur kolonial yang ada di Indonesia merupakan arsitektur yang
berkembang selama masa kolonial, ketika Indonesia menjadi negara jajahan bangsa
Belanda pada tahun 1600-1942 yaitu 350 tahun penjajahan Belanda di Indonesia.
Arsitektur kolonial menyiratkan adanya akulturasi diiringi oleh proses adaptasi
antara dua bangsa berbeda. Proses adaptasi yang dialami oleh dua bangsa terbentuk
dengan apa yang dinamakan arsitektur kolonial.
Arsitektur kolonial mencakup penyelesaian masalah-masalah yang
berhubungan dengan perbedaan iklim, ketersediaan material, cara membangun,
ketersediaan tenaga kerja, dan seni budaya yang terkait dengan estetika. Ditinjau
dari proses akulturasi yang terjadi, terdapat dua faktor yang mempengaruhi
terbentuknya arsitektur kolonial Belanda, yaitu faktor budaya setempat dan faktor
budaya asing Eropa atau Belanda. Arsitektur kolonial Belanda merupakan
bangunan peninggalan pemerintah Belanda dan bagian kebudayaan bangsa
Indonesia yang merupakan aset besar dalam perjalanan sejarah bangsa.
Arsitektur Indonesia
6
Gambar 2.2 Bangunan
vernakular Belanda di
Amsterdam
Sumber: via google image
Arsitektur Indonesia
7
2. Dinding rumah ada yang terbuat dari sirap, batu bata (kemudian
ditempeli dengan batu alam)
3. Bentuk fasad simetris
4. Terdapat cerobong asap
5. Terdapat gable yang mengakhiri atap (atap pelana)
6. Kolom-kolom berbentuk dasar persegi, umumnya tanpa ornamen
dan diperlihatkan berjajar pada fasad bangunan
7. Terdapat beranda atau ruang transisi sebelum masuk ke dalam
bangunan
8. Tidak terdapat overstek pada atap bangunan
9. Penggunaan dormer, tower
Karakter yang digunakan pada arsitektur vernakular Belanda yang lain adalah
penggunaan warna-warna hangat seperti jeruk merah, krem, putih , dan hitam.
Selain itu, bukaan didominasi bentuk persegi panjang.
Arsitektur Indonesia
8
modern seperti administrasi pemerintah kolonial, rumah sakit, sekolah atau fasilitas
militer. Bangunan bangunan inilah yang disebut dikenal dengan bangunan
kolonial.
Kolonialisme di Indonesia dan bangsa Belanda dimulai ketika ekspedisi
Cornelis de Houtman berlabuh di pantai utara Jawa guna mencari rempah-rempah.
Pada perkembangan selanjutnya terjadi hubungan dagang antara bangsa Indonesia
dengan orang-orang Belanda. Hubungan perdagangan tersebut lambat laun berubah
drastis menjadi hubungan antara penjajah dan terjajah, terutama setelah
didirikannya VOC. Penjajahan Belanda berlangsung sampai tahun 1942, meskipun
sempat diselingi oleh Inggris selama lima tahun yaitu antara 1811-1816. Selama
kurang lebih 350 tahun bangsa Belanda telah memberi pengaruh yang cukup besar
terhadap kebudayaan Indonesia. Mereka membangun rumah dan pemukimannya di
beberapa kota di Indonesia yang biasanya terletak dekat dengan pelabuhan. Dinding
rumah mereka terbuat dari kayu dan papan dengan penutup atap ijuk. Namun karena
sering terjadi konflik mulailah dibangun Benteng Fort. Hampir di setiap kota besar
di Indonesia. Dalam Benteng Fort tersebut, mulailah bangsa Eropa membangun
beberapa bangunan dari bahan batu bata. Batu bata dan para tukang didatangkan
dari negara Eropa. Mereka membangun banyak rumah, gereja dan bangunan-
bangunan umum lainnya dengan bentuk tata kota dan arsitektur yang sama persis
dengan negara asal mereka.. Setelah memiliki pengalaman yang cukup dalam
membangun rumah dan bangunan di daerah tropis lembab, maka mereka mulai
memodifikasi bangunan mereka dengan bentuk-bentuk yang lebih tepat dan dapat
meningkatkan kenyamanan di dalam bangunan.
Arsitektur Indonesia
9
teras. Bangunan ini tidak mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas,
atau tidak beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat. Contohnya
adalah Fort Rotterdam yang dibangun ulang oleh Gubernur Jendral
Speelman dengan gaya vernakular Belanda pada abad ke-16.
Arsitektur Indonesia
10
Menurut Risa (2014), bangunan dengan gaya arsitektur Neo Klasik
memiliki karakter seperti:
I. Denah simetris dengan satu lantai, terbuka, pilar di serambi depan
dan belakang dan didalamnya terdapat serambi tengah yang
mejuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lainnya.
II. Pilar menjulang ke atas (gaya Yunani atau Romawi) dan terdapat
gevel atau mahkota di atas serambi depan dan belakang.
Arsitektur Indonesia
11
I. Menggunakan Gevel (gable) pada tampak depan bangunan
Bentuk gable sangat bervariasi seperti curvilinear gable, stepped
gable, gambrel gable, pediment (dengan entablure).
Arsitektur Indonesia
12
Gambar 2.11 Variasi Bentuk Dormer
Sumber: via google image
Arsitektur Indonesia
13
Gambar 2.12 Gereja Pohsarang di Kediri merupakan
Penginggalan Belanda
Sumber: via google image
Arsitektur Indonesia
14
Beranda depan dan belakang sangat luas dan terbuka
Diujung beranda terdapat barisan pilar atau kolom bergaya Yunani
Pilar menjulang ke atas sebagai pendukung atap
Terdapat gevel dan mahkota diatas beranda depan dan belakang
Terdapat central room yang berhubungan langsung dengan beranda
depan dan belakang, kiri kananya terdapat kamar tidur
Daerah servis dibagian belakang dihubungkan dengan rumah induk
oleh galeri. Beranda belakang sebagai ruang makan
Terletak ditanah luas dengan kebun di depan, samping dan belakang
3. Gaya Neogothic
Denah tidak berbentuk salib tetapi berbentuk kotak
Tidak ada penyangga( flying buttress) karena atapnya tidak begitu
tinggi
Disebelah depan dari denahnya disisi kanan dan kiri terdapat tangga
yang dipakai untuk naik ke lantai dua yang tidak penuh
Terdapat dua tower ( menara ) pada tampak mukanya, dimana tangga
tersebut ditempatkan dengan konstruksi rangka khas gothic
Jendela kacanya berbentuk busur lancip
Arsitektur Indonesia
15
Plafond pada langit-langit berbentuk lekukan khas gothic yang terbuat
dari besi
5. Art Deco
Gaya yang ditampilkan berkesan mewandan menimbulkan rasa
romantisme
Pemakaian bahan bahan dasar yang langka serta material yang
mahal
Bentuk massif
Atap datar
Perletakan asimetris dari bentukan geometris
Dominasi garis lengkung plastis
Arsitektur Indonesia
16
BAB III
GAMBARAN OBJEK
Pada bab ini akan diulas mengenai tinjauan objek yang akan dibahas yaitu
Benteng Fort Rotterdam dan SMA N 1 Singaraja. Substansi yang akan diulas adalah
mengenai lokasi, fungsi, dan arsitekturnya.
3.1 Benteng Fort Rotterdam
1. Lokasi
Arsitektur Indonesia
17
Lokasi Benteng Fort Rotterdam: Jl. Ujung Pandang, Bulogading, Kota
Makassar, Sulawesi Selatan
Arsitektur Indonesia
18
Lokasi : Jl. Ujung Pandang, Bulogading, Kota Makassar,
Sulawesi Selatan
Tahun dibangun : 1545
Dibangun oleh : Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung (Raja
Gowa X)
Fungsi : Benteng Pertahanan
Dibangun ulang : 1667 oleh Gubernur Jenderal Speelman (Belanda)
Arsitektur Indonesia
19
Lokasi Benteng Fort Rotterdam: Jl. Pramuka No.4 Singaraja,
Buleleng, Bali.
2. Sejarah
Arsitektur Indonesia
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Benteng Fort Rotterdam adalah salah satu benteng yang megah dan menawan
yang terdapat di Makasar, Sulawesi Selatan. Pada awalnya, benteng ini disebut
sebagai benteng Jumpandang atau Ujung Pandang. Benteng ini merupakan
peninggalan sejarah Kesultanan Gowa, Kesultanan ini pernah Berjaya sekitar abad
ke-17 dengan ibu kota Makassar.
Benteng Fort Rotterdam adalah benteng paling megah dan keasliannya masih
terpelihara hingga kini. Benteng Fort Rotterdam dibangun oleh Raja Gowa ke X
yang bernama Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung atau Karaeng
Tunipalangga Ulaweng pada tahun 1545 M.
Pada awalnya bentuk benteng ini adalah segi empat, seperti halnya arsitektur
benteng gaya Portugis. Benteng Fort Rotterdam terbuar dari campuran batu dan dan
tanah liat yang dibakar hingga kering. Pada tanggal 9 Agustus 1634, Sultan Gowa
ke XIV membuat diinding tembok dengan batu padas hitam yang berasal dari
Arsitektur Indonesia
21
daerah Maros. Kemudian, dinding tembok kedua dekat pintu gerbang dibangun
pada tanggal 23 Juni 1635.
Pada tahun 1655 hingga 1669 benteng ini sempat hancur karena armada
perang Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jendral Admiral Cornelis Janszoon
Speelman menyerang Kesultanan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin.
Akhirnya sebagian benteng hancur setelah diserang selama satu tahun. Akhirnya,
Sultan Gowa dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18
November 1667. Kemudian, Gubernur Jendral Speelman membangun kembali
benteng yang hancur dengan model arsitektur Belanda. Benteng tersebut kemduian
dinamakan Fort Rotterdam, yang merupakan nama tempat kelahiran Speelman.
1. Fungsi Bangunan
Pada masa Kolonial Belanda, Benteng Ujung Pandang dibangun
kembali dan ditata sesuai dengan arsitektur Belanda. Pada saat itu, benteng
dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan penampungan rempah-rempah
Belanda di Indonesia.
Pada masa kolonial Jepang, benteng ini beralih fungsi menjadi pusat
studi pertanian dan bahasa. Sementara setelah Indonesia merdeka, benteng
ini dijadikan sebagai pusat komando yang kemudian beralih fungsi menjadi
pusat kebudayaan dan seni Makassar.
Benteng ini amat mudah dikenali mengingat bangunannya yang
sangat mencolok dibandingkan dengan gedung perkantoran ataupun rumah
disekitarnya. Memasuki pintu utama benteng ini, nuansa kejayaan masa
lalu terekam jelas melalui dinding benteng yang masih kokoh.
Sebagai pusat kebudayaan dan seni, saat ini dalam kompleks benteng
terdapat Museum Nageri La Gilago yang menyimpan beragam koleksi
prasejarah, numismatik, keramik asing, sejarah hingga naskah serta
etnografi. Kebanyakan benda kebudayaan yang dipamerkan berasal dari
suku-suku di Sulawesi seperti suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja.
Benteng Ujung Pandang memang memiliki keunikan tersendiri.
Sebagai bangunan sejarah, benteng ini merupakan bukti nyata kisah panjang
masa kolonialisme yang pernah ada di bumi nusantara. Selain itu, benteng
ini juga menjadi saksi bisu sejarah panjang kota Makassar.
Arsitektur Indonesia
22
Saat ini, Benteng Fort Rotterdam difungsikan sebagai museum
penyimpanan barang-barang pada masa kolonial Belanda. Barang-barang
yang disimpan di sini antara lain:
a. Koleksi nusantara
b. Koleksi keramik
c. Alat-alat Tradisional Perikanan dan Kelautan
d. Sepeda dan Bendi
e. Koleksi Peralatan Menempa Besi dan Hasilnya
f. Koleksi Peralatan Tenun Tradisonal
g. Alat Senjata
2. Arsitektur
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah
sebuah benteng bergaya Vernakular Belanda peninggalan Kerajaan Gowa-
Tallo dan Kolonial Belanda. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah
liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan
Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang
bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Saat ini bahan
konstruksi pada benteng Rotterdam telah menggunakan bahan bahan yang
digunakan pada bangunan saat ini seperti penggunaan batu bata dan semen
, dan penggunaan penutup atap genteng.
Arsitektur Indonesia
23
a. Tinggi bangunan didominasi bangunan dua lantai
Bangunan-bangunan yang ada di Benteng Fort Rotterdam di
dominasi oleh bangunan dua lantai. Unsur ini tentunya diadopsi dari
bangunan Vernakular Belanda di mana tinggi bangunan di sana
rata-rata adalah satu setengah hingga dua lantai.
Arsitektur Indonesia
24
sisinya. Unsur ini juga ditemukan di bangunan Benteng Fort
Rotterdam.
Gable yang
Mengakhiri
Atap Pelana
Arsitektur Indonesia
25
bentuk lainnya. Unsur ini ditemukan pada bangunan di dalam
Benteng Fort Rotterdam, sehingga dapat dikatakan bahwa Benteng
Fort Rotterdam mengadopsi gaya Arsitektur Vernakular Belanda.
Arsitektur Indonesia
26
1. Fungsi Bangunan
2. Arsitektur
SMA N 1 Sinagaraja adalah sebuah bangunan pendidikan
penginggalan Belanda pada tahun 1914. Dapat dilihat pada fasad
bangunannya bahwa arsitektur SMA N 1 Singaraja terlihat mengadopsi
Arsitektur Indonesia
27
aristektur Vernakular Belanda. Terdapat beberapa karakteristik arsitektur
Vernakular Belanda, diantaranya:
a. Tinggi bangunan dua lantai
Bangunan SMA N 1 sebagai bangunan pendidikan, sehingga
sengaja dibangun tiga lantai untuk memenuhi fungsi sebagai
tempat untuk kegiatan belajar mengajar dan untuk menanmpung
jumlah siswanya. Walaupun ini kurang memenuhi unsur sebagai
bangunan Vernakular Belanda. Bentuk yang monumental dapat
mewakilinya.
Arsitektur Indonesia
28
c. Terdapat gable yang mengakhiri atap (atap pelana)
Bangunan Vernakular Belanda sangat khas dengan tembok
gable di mana gable ini biasanya mengkahiri atap pelana di kedua
sisinya. Unsur ini juga ditemukan di bangunan SMA N 1 Singaraja.
Gable yang
Mengakhiri
Atap Pelana
Arsitektur Indonesia
29
e. Terdapat beranda atau ruang transisi sebelum masuk ke dalam
bangunan
Ruang Transisi
Arsitektur Indonesia
30
4.4 Peran Arsitektur Vernakular Belanda pada Benteng Fort Rotterdam dan
SMA N 1 Singaraja
Gaya arsitektur kolonial di Indonesia seolah lekat dengan perjalanan
panjang negeri ini dalam bingkai pembangunan menuju kemerdekaan. Bangunan-
bangunan bergaya kolonial banyak tersebar diberbagai kota di tanah air sebagai
dampak dari pengaruh kolonialisme. Ditinjau dari objek yaitu Benteng Fort
Rotterdam dan SMA N 1 Singaraja, dapat diuraikan peran arsitektur kolonial
terhadap perkembangan arsitektur di Indonesia, sebagai berikut.
Arsitektur Indonesia
31
Adanya kolonialisme juga mempengaruhi perkembangan
arsitektur di Indonesia. Perkembangan baik dari segi jenis, material,
langgam/gaya, serta perkawinan/ kombinasi arsitektur. Hal ini dapat
dilihat dari objek Benteng Fort Rotterdam dimana terdapat perbedaan
material yang digunakan, serta langgam/ gaya bangunan yang timbul lain
daripada bangunan disekitarnya. Kombinasi dari arsitektur eropa dan lokal
ini menghasilkan akulturasi dengan budaya setempat. Hal tersebut juga
dapat dilihat pada bangunan SMA N 1 Singaraja di mana terdapat
kombinasi di mana bangunan utama tetap dipertahankan dengan gaya
arsitektur Vernakular Belanda dan di sekitarnya dibangun bangunan
dengan langgam arsitektur Bali.
Arsitektur Indonesia
32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Arsitektur kolonial Belanda khususnya arsitektur Vernakular Belanda
berperan dan memberi pengaruh terhadap perkembangan desain arsitektur di
Indonesia. Masuknya Belanda ke Indonesia memberi perubahan pada tampilan
arsitektur tradisional di Indonesia. Menyebabkan adanya hubungan tipologi
bangunan antara di daerah yang satu dengan daerah lainnya seperti yang ada di
Benteng Fort Rotterdam dan SMA N 1 Singaraja di mana tipologi bangunannya
saling berhubungan.
Selain itu, arsitektur Kolonial juga memiliki peran terhadap perkembangan
Indonesia khususnya di bidang arsitektur. Indonesia menjadi lebih kaya akan
tipologi arsitektur, tidak hanya arsitektur vernakular Indonesia tetapi juga arsitektur
Kolonial Belanda. Tentunya hal ini wajib dilestarikan dan dijaga sebagai bagian
dari sejarah kelam Indonesia.
5.2 Saran
Sebagai bangunan yang sudah berdiri sejak jaman kolonial Belanda, ada
baiknya keberadaan bangunan Benteng Fort Rotterdam dan bangunan SMA N 1
Singaraja dijaga dan dirawat sehingga kesan kolonial yang ada pada bangunan
masih terasa dan dapat dipertahankan dengan baik. Dengan begitu bangunan ini
mampu menjadi saksi sejarah dari adanya jaman penjajahan di Indonesia dan
khususnya di Sulawesi dan Bali. Selain itu, kedua bangunan tesebut juga sebagai
pendukung kawasan Heritage, sehingga tidak hanya sebagai keperluan ekonomi,
pariwisata, dan romantisme belaka, namun kawasan ini juga memiliki manfaat
untuk menjaga kesinambungan (kontinyunitas), meningkatkan kualitas peradaban,
dan agar generasi mendatang tidak kehilangan jejak.
Arsitektur Indonesia
33
DAFTAR PUSTAKA
Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di
Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset
Redaksi Koran Buleleng. 2016. Sempadan Tradisional dan Sempadan Kolonial
Bersanding Sebagai Warisan Sejarah. Diakses dari
http://www.koranbuleleng.com/2016/03/30/sempadan-tradisional-dan-
sempadan-kolonial-bersanding-sebagai-warisan-sejarah/ pada tanggal 20
Oktober 2016 pukul 20.00
Riyanto, Sugeng, dkk. 2016. Studi Potensi Lansekap Sejarah untuk Pengembangan
Wisata Sejarah di Kota Singaraja. E- Jurnal, Prodi Arsitektur Pertamanan,
Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Santoso, Triwinarto Joko. 2013. Tradisionalisme dalam Arsitektur Kolonial
Belanda di Kota Malang. Jurnal RUAS, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya, Malang.
Sujaya, I Made. 2014. Sekolah Pertama di Bali; Hogere Middelbare School.
Diakses dari http://www.balisaja.com/2014/05/inilah-sekolah-pertama-di-
bali.html pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 20.00
Sumalyo, Yulianto. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Wikipedia. 2016. Fort Rotterdam. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Fort_Rotterdam pada tanggal 20 Oktober 2016
pukul 20.00
Arsitektur Indonesia
34