Anda di halaman 1dari 8

BIOGRAFI SALAHUDIN AL-AYUBI

(1138 – 1193 )

Dunia mengenalnya sebagai salah satu pemimpin terbesar. Dia juga salah satu tokoh terbesar
dalam Perang Salib. Namanya dikenal luas karena dia bisa menaklukkan kerajaan Yerusalem
yang kemudian dipimpin oleh Guy The Lusignan dari Raja Yerusalem. Pasukan Shalahuddin
dikenal sebagai tentara pemberani di bawah kepemimpinannya. Inilah biografi dan profil
lengkap. Dinamai sebagai Salahuddin Al-Ayubi di dunia barat saat Saladin lahir dari keluarga
Kurdi di kota Tikrit (140km barat laut Baghdad) di dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa
tenor sepuluh tahunnya dihabiskan untuk belajar di Damaskus di lingkungan penguasa Suriah
yang dipimpin Zangid, Nur Ad-Din atau Nuruddin Zangi.

Profil
Nama              : Salah al-Din Yusuf Ibn Ayyub (Shalahuddin Al-Ayyubi )
Lahir                 : Tahun 532 H/ 1138 M 
Ayah                : Najmuddin Ayyub
Kota kelahiran  : Tikrit,(kurdi)
Dinasti               : Ayyubiyyah
Meninggal        : 4 Maret-1193 M. di Damaskus, Syria
Dimakamkan    : Masjid Umayyah, Damaskus, Syria

Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, Damaskus diserahkan kepada purtanya yang
masih kecil Sultan Salih Ismail didampingi oleh para wali. Di bawah para Wali terjadi perebutan
kekuasaan di antara putra-putra Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nuruddin menjadi terpecah-
pecah. Salahuddin al-Ayyubi pergi ke Damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia
mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin yang tidak menginginkan persatuan. Akhirnya
Salahuddin melawannya dan menyatakan diri sebagai Raja untuk wilayah Mesir dan Syan pada
tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul, Iraq.

Salahuddin al-Ayyubi berasal dari orang Kurdi. Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya
Asaduddin Syirkuh bermigrasi meninggalkan kampung halamannya di dekat Danau Fan dan
pindah ke Tikrit (Irak). Salahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak pada tahun 532 H / 1137 M, saat
ayahnya menjadi penguasa Saljuk di Tikrit. Saat itu, ayah dan pamannya melayani Imaduddin
Zanky, gubernur Saljuk untuk Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil menangkap daerah
Balbek, Lebanon 534 H / 1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Salahuddin) terpilih sebagai
Gubernur Balbek dan menjadi asisten dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud. Selama masa ini di
Balbek, Salahuddin mengisi masa mudanya dengan mengikuti strategi perang, strategi, dan
teknik politik. Setelah itu, Salahuddin melanjutkan pendidikannya ke Damaskus untuk belajar
teologi Sunni selama 10 tahun,

Perjalanan Hidup Saladin


Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, namanya telah terpateri di hati sanubari pejuang muslim yang
memiliki jiwa patriotik dan heroik, telah terlanjur terpahat dalam sejarah perjuangan umat islam
karena mampu menyapu bersih, menghancur leburkan tentara salib yang merupakan tentara
gabungan pilihan dari seluruh benua Eropa. Sangat jarang dunia menyaksikan sikap patriotik dan
heroik penggabungan dengan kemanusiaan seperti pada pejuang besar. Rasa tanggung jawab
terhadap Islam (Islam) telah menjadi baktikan dan terbukti dalam menghadapi serangan tentara
ke tanah suci Palestina selama 20 tahun, dan akhirnya dengan ketekunan, khasiat dan kemampuan
untuk mengusir Eropa di bawah kepemimpinan Richard Lionheart dari Inggris. Harus diingat,

Dalam menumbuhkan wilayah kekuasaannya Salahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan


para Crusader Eropa, terkecuali 1 hal yang tercatat adalah Salahuddin sempat mundur dari
peperangan Battle of Montgisard melawan Kingdom of Jerussalem (kerajaan singkat di
Jerussalem pada saat perang salib). Namun, mundurnya Salahuddin tersebut mengakibatkan
Raynald of Chatillon pimpinan perang dari The Holy Land Jerussalem memprovokasi muslim
dengan mengganggu perdagangan dan jalur Laut Merah yang digunakan sebagai jalur Jamaah
Haji ke Makkah dan Madinah. Lebih buruk lagi Raynald mengancan menyerang 2 kota suci
tersebut, hingga akhirnya Salahuddin kembali menyerang Kingdom of Jerussalem pada tahun
1187 M dalam perang Battle of Hittin, sekaligus mengeksekusi hukuman mati pada Raynald dan
menangkap Rajanya, Guy of Lusignan.

Kita sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu bisa melahirkan orang sebaik itu.
Terutama ketika orang hanya mencoba menghidpkan kembali apa yang gagah berani dari abad
ke-12 tapi meredam apa yang sabar dan damai dari sebuah zaman yang penuh peperangan.
Bahkan ketika Salahuddin al-Ayyubi wafat dan rakyat membuka peti hartanya ternyata hartanya
tak cukup untuk biaya pemakamannya, karena hartanya banyak ia berikan kepada rakyatnya yang
membutuhkan.

“Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja”

Inilah kata-kata bukti semangat dan kasih sayang Salahuddin Yusuf al-Ayyubi. Kata-kata mutiara
ini adalah yang akan dipegang oleh penguasa sekarang dan kepemimpinan Salahuddin al-Ayyubi
yang kami harapkan muncul dalam milenium yang melelahkan ini, meski ini adalah harapan yang
hampir tidak mungkin, tapi kami berharap ada Salahuddin- Salahuddin baru akan memimpin
dengan kebijaksanaan luar biasa. Kisah kepemimpinan dan Suri Contohnya masih harus diingat
oleh banyak orang non-Barat baik melalui puisi, novel dan saksi sejarah.
Saat Salahuddin menjadi Sultan, kondisi umat islam dalam kondisi yang mngenaskan secara
rukhyah. Penyakit Wahn (cinta dunia dan takut mati). Penyakit hati ini menyebar dan tumbuh di
dalam hati sebagian besar kaum muslimin sehingga api jihad benar-benar padam. Sebagaimana
kita tahu bahwa semangat jihad adalah modal yang tidak dimiliki oleh ummat lain. Sejarah
membuktikan bahwa semangat jihad inilah yang manurunkan keridhaan Allah atas setiap
kemenangan umat islam. Seperti Kemenangan Perang Badr, Kemenangan perang Yarmuk,
Kemenangan perang Khandak, dan Kemenangan perang lainnya. Di sisi lain ukhuwah umat
muslim sangatlah hancur. Secara politik umat islam terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan dan
kesultana walaupun masih dalam satu kekhalifahan Abbasyah yang berpusat di Baghdad.

Melihat kondisi seperti itu, Salahuddin berpikir bahwa untuk melawan Pasukan Salib tidak hanya
membutuhkan pasukan dalam jumlah besar, melainkan juga api jihad yang berkobar-kobar dalam
setiap jiwa kaum muslimin. Salahuddin ingin membangkitkan semangat jihad dengan
menghadirkan kembali semangat juang dan kepahlawanan Rasulullah Muhammad SAW.
Kemudian Salahuddin menggagas sebuah festival yang dinamai dengan Maulid Nabi Muhammad
SAW. Tujuan dari festival ini adalah untuk mengembalikan semangat juang Rasulullah dengan
mempelajari sirah-sirahnya. Di festival ini, dikaji habis-habisan sirah nabawiyah (sejarah Nabi)
dan Atsar (perkataan) sahabat, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai perjuangan (jihad).

Mula-mula, gagasan Salahuddin ditentang oleh ulama, karena kegiatan ini bid'ah (kegiatan yang
tidak pernah dilakukan oleh Nabi). Salahuddin menegaskan bahwa acara ini bukan kegiatan ritual
bid'ah yang dilarang, tapi itu hanya aktivitas yang memicu Syiar. Kemudian Salahuddin meminta
persetujuan dari Khalifah Abbasiyah, seorang Nashir di Baghdad. Dan Khalifah setuju.
Salahuddin sendiri tidak tinggal di istana megah. Ia justru tinggal di Mesjid kecil bernama al-
Khaganah di Via (jalan Do-lorossa, dekat Gereja makam suci. Kantornya terdiri dari 2 ruangan
berpenerangan minim yang luasnya tak mampu menampung 6 orang yang duduk berkeliling.
Salahudi sangat menghindari korupsi yang sering menghinggapi para Raja pemenang perang).

Salahuddin meninggal pada tanggal 4 Maret 1193 di Damaskus. Para pengurus jenazahnya
sempat terperangah karena Salahuddin tidak mempunyai harta. Ia hanya mempunyai selembar
kain kafan lusuh yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanannya dan uang senilai 66 dirham
Nasirian (mata uang Suriah waktu itu) di dalam kotak besinya. Untuk mengurus penguburan
panglima alim tersebut, mereka harus berhutang terlebih dahulu.

“Di Eropa, Salahuddin al-Ayyubi atau Saladin telah menyentuh alam khayalan para penyanyi
maupun para penulis novel zaman sekarang, dan masih tetap dinilai sebagai suri tauladan kaum
ksatria”, ungkap Hitti. Sifat penyayang dan belas kasihan Salahuddin ketika peperangan sangat
jauh berbeda dibanding kekejaman Perang Salib. Ahli sejarah Kristian pun mengakui mengenai
hal itu. Penulis Barat, Lane-Poole mengagumi kebaikan hati Salahuddin yang mampu mencegah
dan meredam amarah umat islam dari upaya balas dendam. Lane-Poole juga melukiskan
Salahuddin telah menunjukkan ketinggian akhlaknya ketika orang Kristian menyerah kalah.
“Tentaranya sangat bertanggung jawab, menjaga peraturan setiap jalan, mencegah segala bentuk
kekerasan sehingga tidak ada kedengaran orang Kristian dianiaya.”

Perdagangan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi:


1138 M : Salahuddin al-Ayyubi lahir di Tikrit
1152 M : Salahuddin mulai bekerja di bawah pimpinan penguasa Syria Nuruddin.
1164 M : Mulai menunjukkan kemampuannya dalam strategi militer melawan tentara Perang
Salib di Palestina.
1169 M : Salahuddin menjadi wakil komandan militer Syria
1171 M : Salahuddin menekan penguasa Fatimiyah di Mesir dan menjadi pemimpin Mesir.
Kemudian dia menggabungkan Mesir dengan khalifah Abbasiyah
1174 M : Penguasa Syria, Nuruddin meninggal. Salahuddin mengembang Basis.
1183 M : Penaklukkan kota di utara Suriah, Aleppo
1186 M : Penaklukkan Mosul di Iraq
1187 M : Dengan kekuatan baru, menyerang kerajaan latin Jerussalem dengan pertempuran
sengit selama 3 bulan.
1189 M : Perang Salib III meluas di Palestina setelah Jerussalem di kontrol Salahuddin
1192 M : Menandatangani perjanjian dengan King Richard I dari Inggris yang membagi wilayah
pesisir untuk Kaum Kristen dan Jerussalem untuk kaum muslimin
1193 M : Meninggal di Damaskus tidak lama detelah jatuh sakit

Profil Kehidupan Salahuddin Al Ayyubi


Salahudin Al-Ayubi atau tepatnya Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau
Saladin/salahadin (menurut lafal orang Barat) adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh
(sejarah) Islam. Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah perayaan hari lahir Nabi
Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud atau maulid, berasal dari kata milad
yang artinya tahun, bermakna seperti pada istilah ulang tahun. Berbagai perayaan ulang tahun di
kalangan/organisasi muslim sering disebut sebagai milad atau miladiyah, meskipun maksudnya
adalah ulang tahun menurut penanggalan kalender Masehi.
Selain belajar Islam, Shalahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin
Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya
Shalahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimid
(turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).

Dinobatkannya Shalahuddin menjadi sultan Mesir membuat kejanggalan bagi anaknya Nuruddin,
Shalih Ismail. Hingga setelah tahun 1174 Nuruddin meninggal dunia, Shalih Ismail bersengketa
soal garis keturunan terhadap hak kekhalifahan di Mesir. Akhirnya Shalih Ismail dan
Shalahuddin berperang dan Damaskus berhasil dikuasai Sholahuddin. Shalih Ismail terpaksa
menyingkir dan terus melawan kekuatan dinasti baru hingga terbunuh pada tahun 1181.
Shalahuddin memimpin Syria sekaligus Mesir serta mengembalikan Islam di Mesir kembali
kepada jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Menaklukkan Jerusalem

Dalam menumbuhkan wilayah kekuasaannya Shalahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan


para Crusader dari Eropa, terkecuali satu hal yang tercatat adalah Shalahuddin sempat mundur
dari peperangan Battle of Montgisard melawan Kingdom of Jerusalem (kerajaan singkat di
Jerusalem selama Perang Salib). Namun mundurnya Sholahuddin tersebut mengakibatkan
Raynald of Châtillon pimpinan perang dari The Holy Land Jerusalem memrovokasi muslim
dengan mengganggu perdagangan dan jalur Laut Merah yang digunakan sebagai jalur jamaah
haji ke Makkah dan Madinah. Lebih buruk lagi Raynald mengancam menyerang dua kota suci
tersebut, hingga akhirnya Shalahuddin menyerang kembali Kingdom of Jerusalem di tahun 1187
pada perang Battle of Hattin, sekaligus mengeksekusi hukuman mati kepada Raynald dan
menangkap rajanya, Guy of Lusignan.

Akhirnya seluruh Jerusalem kembali ke tangan muslim dan Kingdom of Jerusalem pun runtuh.
Selain Jerusalem kota-kota lainnya pun ditaklukkan kecuali Tyres/Tyrus. Jatuhnya Jerusalem ini
menjadi pemicu Kristen Eropa menggerakkan Perang Salib Ketiga atau Third Crusade.

Perang Salib Ketiga ini menurunkan Richard I of England ke medan perang di Battle of Arsuf.
Shalahuddin pun terpaksa mundur, dan untuk pertama kalinya Crusader merasa bisa
menjungkalkan invincibilty Sholahuddin.

Dalam kemiliteran Sholahuddin dikagumi ketika Richard cedera, Shalahuddin menawarkan


pengobatan di saat perang di mana pada saat itu ilmu kedokteran kaum Muslim sudah maju dan
dipercaya.
Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, di mana Jerusalem
tetap dikuasai Muslim dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya
Shalahuddin meninggal dunia di Damaskus setelah Richard kembali ke Inggris. Bahkan ketika
rakyat membuka peti hartanya ternyata hartanya tak cukup untuk biaya pemakamannya, hartanya
banyak dibagikan kepada mereka yang membutuhkannya.

 "... anakku," kata pesan Sultan kepada anaknya, az-Zahir, sebelum kematian, "... Jangan
menyebarkan darah ... karena darah yang terciprat tidak akan tertidur." 

Selain mengagumi Muslim, Shalahuddin atau Saladin / Eropa Kristen, cerita perang dan
kepemimpinannya ditulis dalam puisi dan sastra Eropa, salah satunya adalah Walter Talisman
(1825) milik Walter Scott.
Masa lalu memang tidak mudah pergi meskipun kita seperti tak ingin menengoknya. Bahkan di
salah satu tembok Masjid Umayyah yang dulu adalah Katedral Yahya Pembaptis yang dipermak
jadi masjid yang indah di tahun 700-an itu, seorang sejarawan masih menemukan sisa inskripsi
ini: “Kerajaan-Mu, ya, Kristus, adalah kerajaan abadi….”

Tapi jika masa lalu tidak mudah untuk pergi, dari mana bagian Saladin akan mendatangi kita
sekarang? Dari kuburan kuburan, mitos apa yang akan kita jalani? Kisah Saladin adalah kisah
perang. Sejak dia mendengar cerita mengerikan tentang bagaimana agama-agama menunjukkan
kemampuan mereka untuk mengilhami keberanian dan inspirasi pengorbanan - yang diperlukan
dalam bentuk pembunuhan.
Tapi sebagian besar kisah Saladin – yang tersebar baik di Barat maupun di Timur dari sejarah
Perang Salib yang panjang di abad ke- 12 itu – adalah juga cerita tentang seorang yang
pemberani dalam pertempuran, yang sebenarnya tak ingin menumpahkan darah. Saladin merebut
Jerusalem kembali di musim panas 1187. Tapi menjelang serbuan, ia beri kesempatan penguasa
Kristen kota itu untuk menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat.
Dan ketika pasukan Kristen itu akhirnya kalah juga, yang dilakukan Saladin bukanlah
menjadikan penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan sebagian besar
mereka, tanpa dendam, meskipun dulu, di tahun 1099, ketika pasukan Perang Salib dari Eropa
merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke
sinagog untuk dibakar.
Dalam kehidupan 55 tahun, itulah yang tampaknya dilakukan Saladin. Meski tidak selalu cacat,
meski ia jarang memerintahkan pembunuhan, kita harus tahu bagaimana pemimpin tentara Islam
itu baik terhadap Raja Richard Singa Singa yang datang dari Inggris untuk
mengalahkannya. Ketika Richard sakit dalam peperangan, Saladin mengiriminya buah pir segar
yang dingin di salju, dan juga dokter. Kemudian perdamaian ditandatangani, 1 September 1192,
dan pesta diadakan dengan berbagai macam pertandingan, dan orang-orang Eropa tercengang
melihat bagaimana Islam bisa melahirkan orang yang hebat.
Kita sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu bisa melahirkan orang sebaik itu.
Terutama ketika orang hanya mencoba menghidupkan kembali apa yang gagah berani dari abad
ke- 12 tapi meredam apa yang sabar dan damai dari sebuah zaman yang penuh peperangan. Tapi
pentingkah sebenarnya masa silam?

Dari makam telantar orang Kurdi yang besar itu, suatu hari di tahun 1970-an, saya kembali ke
pusat Damaskus, lewat lorong bazar yang sibuk di depan Masjid Umayyah. Kota itu riuh,
keriuhan yang mungkin tanpa sejarah.

Anda mungkin juga menyukai