Anda di halaman 1dari 5

Makalah

Hadis Pemikiran Ormas di Indonesia: LDII (Lembaga Dakwah


Islam Indonesia)

Dosen Pengampu:

Dr. H. Agung Danarta, M.Ag.

Disusun oleh:

Desi Monica 18105050102

JURUSAN ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2020
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kajian hadis dari masa ke masa semakin berkembang pesat di kalangan masyarakat.
Ruang lingkup kajiannya juga semakin kreatif dan bervariasi, yang mana pada zaman Nabi
hadis hanya disampaikan dengan secara lisan, akan tetapi seiring berjalannya waktu
penyampaian hadis pun sudah berubah yaitu melalui pembukuan, bahkan sekarang sudah
semakin canggih lagi yaitu dengan menggunakan digital. Walaupun demikian, kajian di
Indonesia merupakan kajian yang relative baru. Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa
peneliti dalam melihat pembelajaran hadis di pesantren. Namun, seiring berjalannya waktu
kajian hadis semakin berkembang dan banyak diminati di kalangan santri dan masyarakat.

Hadis dalam proses sejarah juga tidak pernah terlepas dari kontroversi, terutama yang
berkaitan dengan upaya implementasi dan revitalisasi ajaran-ajaran yang terkandung di
dalamnya. Berbagai disiplin ilmu pengetahuan sangat diperlukan untuk memahami hadis
yang komprehensif. Hadis juga sudah menjadi kesepakatan oleh ummat Islam diseluruh
penjuru dunia bahwa fungsinya sebagai sumber hukum Islam yang ke dua setelah al-Qur’an.
Di Indonesia sendiri juga sangat banyak yang mengkaji tentang hadis. Hal tersebut juga
bersamaan dengan munculnya beberapa Organisasi Masyarakat Islam di Indonesia, salah
satunya LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesi). Lembaga ini merupakan organisasi Islam
yang ada di Indonesia, sejak awal kemunculannya selalu dipandang negatif oleh sebagian
masyarakat Indonesia, tetapi seiring berjalannya waktu LDII dapat mempertahankan
eksistensinya hingga saat ini. Hal ini dibuktikan dengan adanya Lembaga kepengurusan LDII
di berbagai tempat.
BAB II
PEMBAHASAN

Pembahasan
A. Sejarah Singkat Berdirinya LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) merupakan nama organisasi
masyarakat baru dari sebuah aliran Islam yang cukup besar dan tersebar di Indonesia.
Pendiri dari aliran ini adalah Kyai Nur Hasan al-Ubaidah Lubis. Organisasi ini juga
mempunyai nama kecilnya/nama lain yaitu Madigal. Awal berdirinya Lembaga ini
dimulai pada tahun 1951 dengan nama Darul Hadis bertempat di Desa Burengan,
Banjaran, Kediri, Jawa Timur. Selain di kediri, ada juga yang mengatakan bahwa asal
munculnya aliran ini, yaitu di Desa Gadingmangu, Perak, Kabupaten Jombang dan
Desa Pelem, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur. 1 Akan tetapi banyak yang
menyebutkan bahwa asal mula munculnya LDII di Desa Burengan, Banjaran, Kediri,
Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 1968, pengurus Aliran Kepercayaan Masyarakat
(PAKEM) Jawa Timur membubarkan Aliran ini, karena dianggap ajarannya
menyimpang dan meresahkan masyarakat sekitarnya. Setelah itu pada tahun yang
sama, aliran ini pun mengganti nama lembaganya dengan Islam Jama’ah (IJ).
Dikarenakan ajarannya dianggap menyimpang serta menimbulkan keresahan di
masyarakat sekitarnya, maka berdasarkan keputusan Jaksa Agung RI tanggal 29
Oktober 1971 dengan secara resmi gerakan Islam Jama’ah dilarang di seluruh
Indonesia.2 Kemudian pada bulan November 1990, mereka mengadakan Musyawarah
Besar Lemkari bertempat di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta untuk mengganti
nama lembaganya menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia).3
LDII juga merupakan ORMAS (Organisasi Masyarakat) yang resmi dan legal
yang mengikuti ketentuan UU no.8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan

1
Muttaqin Al-Zam Zami, Kontributor Pemikiran Hadis Di Indonesia: Studi Kajian Hadis Di
Indonesia dari Perorangan hingga Lembaga, (Yogyakarta: Jurnal Misykat, Vol. 04 No. 01, Juni 2019), hal.
155.
2
Nur Hidayat Muhammad, Benteng Ahlussunnah wal Jamaah: Menolak Faham Salafi, Wahabi, MTA,
Hizbut Tahrir dan LDII (Kediri: Nasyrul ‘Ilmi, 2012), hal. 13.
3
Muttaqin Al-Zam Zami…, hal. 156.
serta pelaksanaan meliputi peraturan pemerintah no. 18 tahun 1986. 4 Sebagai
organisasi keagamaan, LDII senantiasa berupaya untuk meningkatkan jumlah
anggota, sekaligus sebagai bentuk pengkaderan dan regenerasi organisasi.

B. Hadis Menurut LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)

Dalam aliran LDII, menyatakan bahwa setiap ilmu apapun yang diperoleh,
termasuk juga hadis dan alatnya, yang boleh diterima adalah yang manqul (bertemu
dengan guru secara langsung). Mereka memiliki keyakinan bahwa hadis yang
diriwayatkan baru dianggap sah apabila memenuhi tiga syarat yaitu manqul (bertemu
dengan guru secara langsung), muttasil (bersambung kepada Rasulullah), dan musnad
(memiliki sanad).5
Manqul bermakna dinukil (dipindahkan), diriwayatkan, diambil langsung dari
sumbernya, bukan melalui tulisan atau media lainnya. Maksudnya di sini adalah hadis
tersebut harus diambil langsung dari lisan sang Amir yakni Nur Hasan al-Ubaidah.
Sedangkan yang dimaksud dengan muttasil dan musnad adalah hadis tersebut
memiliki ketersambungan sanad yang sampai kepada Rasulullah. Berasal dari
Rasulullah, kemudian beliau menyampaikannya kepada para sahabat, dari sahabat
kepada tabi’in, kemudian kepada para tabi’ tabi’in dan seterusnya sampai sekarang ini
kepada sanad yang shahih.
H. Nur Hasan berpendapat bahwa sanad yang terakhir adalah dirinya sendiri.
Jadi setiap hadis atau ilmu apapun yang dipelajari haruslah melalui H. Nur Hasan,
baik dari segi materinya, bacaannya, maupun penjelasannya. Tanpa melalui beliau
hadis tersebut tidak boleh/sah dipergunakan oleh kaum muslimin. Menurut kelompok
LDII hadis yang dha’if (lemah) dianggap sebagai sesuatu yang menjijikkan, hingga
ketika seseorang menyampaikan sesuatu menggunakan hadis yang dha’if sebagai
dalil, maka mereka akan mencemooh dan langsung menolaknya. Mereka juga
meletakkan kedudu kan hadis dha’if seperti layaknya hadis palsu yang sama sekali
tidak boleh dipakai sebagai dalil dalam menyampaikan sesuatu apapun.6

4
Novi Maria Ulfah, Strategi dan Manajemen Dakwah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Kecamatan Tugu Kota Semarang, (Semarang: Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 35, No. 2, Juli – Desember 2015), hal.
212.
5
Ottoman, Asal-Usul dan Perkembangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), (Jurnal: UIN
Raden Fatah Palembang), hal. 226.
6
Muttaqin Al-Zam Zami…, hal. 157.
C. Metode Pengajaran Hadis LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)
Adapun metode pengajaran yang digunakan LDII adalah menggunakan
metode pengajian tradisional, yaitu guru-guru yang berasal dari beberapa alumni
pondok pesantren kenamaan atau beberapa pesantren terbesar di Indonesia. Sebelum
menyampaikan pelajaran dari al-Qur’an dan Hadis atau materi yang lainnya mereka
mempelajari dan bermusyawarah terlebih dahulu. Kemudian guru mengajar murid
secara langsung, proses ini disebut dengan manqul,baik bacaan, keterangan, maupun
makna diterjemahkan secara harfiah. Dan untuk bacaan al-Qur’an memakai ketentuan
tajwid.7
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) merupakan organisasi Islam yang ada di
Indonesia, sejak awal kemunculannya selalu dipandang negatif oleh sebagian masyarakat
Indonesia, tetapi seiring berjalannya waktu LDII dapat mempertahankan eksistensinya
hingga saat ini. Hal ini dibuktikan dengan adanya Lembaga kepengurusan LDII di
berbagai tempat. Lembaga ini juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas
peradaban, hidup, harkat dan martabat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Lembaga ini memiliki metode pengajaran dalam memahami hadis. Mereka
juga tidak menggunakan hadis yang dha’if sebagai dalil dalam berhujjah ataupun dalam
menyampaikan sesuatu. Bahwasanya mereka meletakkan kedudukan hadis dha’if seperti
layaknya hadis palsu. Jadi apabila seseorang menyampaikan sesuatu dan berdalil
menggunakan hadis yang dha’if, maka mereka langsung menolak dan mencemooh
ajarannya/penyampaiannya.

7
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Dakwah_Islam_Indonesia

Anda mungkin juga menyukai