Anda di halaman 1dari 18

ARTIKEL

TEOLOGI LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

Sayyidah Hamidah
11190110000035

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS) pada Mata Kuliah
Teologi Kontemporer

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA

2021/2022

i
Teologi Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Sayyidah Hamidah, Dimyati1
Teologi Kontemporer-Kelompok 7-Jurusan Pendidikan Agama Islam-Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan- UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sayyidah.hamidah19@mhs.uinjkt.ac.id
Abstrak
LDII adalah salah satu Organisasi masa Islam yang dahulu dianggap
meresahkan masyarakat, sehingga muncul labeling sesat oleh pihak-pihak
tertentu. Di beberapa daerah, hal ini sering menimbulkan konflik karena
adanya ketidakharmonisan dalam masyarakat tersebut yang disebabkan ajaran
LDII yang dianggap menyimpang oleh masyarakat. Meskipun dahulu
Organisasi LDII dianggap sering menimbulkan konflik, organisasi ini masih
bertahan hingga sekarang. Sepertihalnya yang diungkapkan oleh Hartono
Ahmad Jaiz dalam bukunya tentang aliran dan paham sesat di Indonesia.
Paham keagamaan yang dikembangkan oleh LDII dianggap telah meresahkan
masyarakat, karena dinilai masih mengajarkan faham Darul Hadist/Islam
Jamaah yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun
1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-08/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971).
Kajian tentang LDII telah banyak dilakukan, baik hasil penelitian maupun buku.
Kata Kunci : Paham, LDII, Organisasi, Masyarakat

ii
PENDAHULUAN
Dalam sejarahnya LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dikonotasikan
sebagai penerus dari perjuangan pemikiran Darul Hadist dan Islam Jamaah. Meskipun
banyak indikasi yang mengarahkan persepsi demikian, namun pada hakikatnya LDII
merupakan suatu organisasi bentukan pemerintah orde baru yang ditugaskan untuk
membenahi penyelewengan ajaran Islam yang dilakukan oleh kelompok Darul Hadist
atau Islam Jamaah. Apabila berbicara tentang LDII dan pemerintahan Orde Baru,
maka keduanya tidak jauh dari ideologi utama yang diperjuangkannya, yaitu
pancasila.2
LDII adalah salah satu Organisasi masa Islam yang dahulu dianggap
meresahkan masyarakat,3 sehingga muncul labeling sesat oleh pihak-pihak tertentu.
Di beberapa daerah, hal ini sering menimbulkan konflik karena adanya
ketidakharmonisan dalam masyarakat tersebut yang disebabkan ajaran LDII yang
dianggap menyimpang oleh masyarakat. Meskipun dahulu Organisasi LDII dianggap
sering menimbulkan konflik, organisasi ini masih bertahan hingga sekarang.
Sepertihalnya yang diungkapkan oleh Hartono Ahmad Jaiz dalam bukunya tentang
aliran dan paham sesat di Indonesia. Paham keagamaan yang dikembangkan oleh
LDII dianggap telah meresahkan masyarakat, karena dinilai masih mengajarkan
faham Darul Hadist/Islam Jamaah yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik
Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-08/D.A/10/1971 tanggal 29
Oktober 1971).4
Kajian tentang LDII telah banyak dilakukan, baik hasil penelitian maupun
buku, semisal; Mundir Thohir (2009), dengan judul buku “Islam Jama’ah dan LDII,
Doktrin Islam Jama’ah dan Sosialisasinya Dalam Membentuk Kesalehan Warga
LDII”. Dalam buku ini Mundir Thohir mengungkap perbedaan antara paham aliran
Islam Jama’ah dan LDII sebagai organisasi dakwah. Moh. Nuhrison (2009), dengan
judul buku “Aliran-aliran/Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan di Indonesia”.
Dalam buku ini Nuhrison mengupas tentang paradigma baru LDII yang berkembang
di beberapa daerah. Hilmi Muhammadiyah (2012) Pascasarjana Universitas
Indonesia, disertasi dengan judul Pergulatan Komunitas Lembaga Dakwah Islam
Indonesia Di Kediri Jawa Timur. Disertasi ini membahas dinamika komunitas LDII
2
Khalimi, Ormas-ormas Islam, (Jakarta: Gaung Persada, 2010), Hal. 63–64
3
Depag RI Badan Litbang dan diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan 2009, Aliran/Faham Keagamaan dan
Sufisme Perkotaan, ed. oleh Nuhrison M. Nuh (Jakarta: Prasasti, 2009), Hal. 49.
4
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia (Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, 2005), Hal. 73

1
dalam mempertahankan eksistensinya, melakukan transformasi serta melihat proses,
pola dan strategi yang dikembangkan LDII dalam membangun relasi dengan
masyarakat dan negara. Pada umumnya dari hasil penelitian tersebut masih bersifat
pendahuluan atau studi awal yang berusaha mendiskripsikan sekitar pokok-pokok
ajaran gerakan jamaah LDII.

PEMBAHASAN
1. Organisasi Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pertama kali berdiri pada 3 Januari
1972 di Surabaya, Jawa Timur dengan nama Yayasan Lembaga Karyawan Islam
(YAKARI). Pada Musyawarah Besar tahun 1981 namanya diganti menjadi Lembaga
Karyawan Islam (LEMKARI), dan pada Mubes tahun 1990, atas dasar Pidato
Pengarahan Bapak Sudarmono, SH. Selaku Wakil Presiden dan Bapak Jenderal
Rudini sebagai Mendagri waktu itu, serta masukan baik pada sidang-sidang komisi
maupun sidng Paripurna dalam Musyawarah Besar IV LEMKARI tahun 1990,
selanjutnya perubahan nama tersebut ditetapkan dalam keputusan, MUBES IV
LEMKARI No. V/MUBES-IV/LEMKARI/1990, Pasal 3 yaitu mengubah nama
organisasi dari Lembaga Dakwah Karyawan Islam yang disingkat LEMKARI yang
sama dengan akronim LEMKARI (Lembaga Karate-Do Islam) Lembaga Dakwah
Islam Indonesia (LDII).
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) merupakan sebuah organisasi
kemasyarakatan yang berkembang pesat pada saat ini, LDII merupakan singkatan
dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia. LDII adalah organisasi yang mempunyai
banyak kegiatan. Diantaranya membangun masjid, pondok-pondok pesantren
mengadakan grup-grup pengajian, penataan kader-kader serta aktif terjun ke bidang
pendidikan dan berbagai kegiatan sosial. Sebagai organisasi kemasyarakatan LDII
terbilang cukup aman/ LDII didirikan pada tahun 1951 oleh H. Nur Hasan
Ubaidillah.5 Pada saat itu LDII masih mempunyai nama Islam Jamaah, sampai saat ini
LDII berkembang diseluruh wilayah Indonesia. Dan kegiatan yang paling sering
dilakukan oleh ormas ini adalah pengajian rutin mingguan ataupun pengajian rutin
bulanan.

5
Sutiyosno, Benturan Budaya Islam: Puritan dan Sinkretis, (Jakarta: Kompas, 2010), Hal. 124

2
Sebagai organisasi LDII memiliki misi untuk berdakwah kepada masyarakat
luas dimana dakwah mereka ditujukan untuk mengembalikan ajaan Islam yang
menurut mereka sudah bercampur baur dengan kebudayaan nenek moyang, mereka
menjadikan dasar al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman dari dakwah mereka
sehingga tidak jarang banyak masyarakat yang menganggap organisasi ini kaku dan
tidak menerima landasan hukum lain selain al-Qur’an dan Hadits. Selain itu juga LDII
dianggap organisasi yang eksklusif karena mereka susah untuk ditemui.6
LDII merupakan salah satu ormas yang besar, karena LDII adalah organisasi
yang muncul atas dasar keturunan. Sehingga tidak heran jika cepat bekembang dan
menyebar hingga ke Luar Negeri eperti Singapura, Malaysia, Australia, Eropa,
Amerika Serikat dan juga Saudi Arabia. 7 Sedangkan di Indonesia sendiri juga
menyebar dari Sabang hingga Merauke, dan wilayah yang memiliki anggota terbesar
adalah Kediri, Jombang, dan Kertasono karena tiga kota tersebut adalah kota-kota
atau daerah asal mula LDII muncul. Seperti halnya kota Jombang, dikota ini terdapat
kurang lebih 23 Masjid LDII yang tersebar di tujuh kecamatan. Diantaranya
Kecamatan Mojowarno, Sumabito, Jogoroto, Mojoagung, Jombang, Ploso dan Kabuh,
yang diresmikan oleh Bupati Jombang Drs. H. Suyanto pada tanggal 23 Januari 2008
dan penandatanganan peresmian tersebut dipusatkan di Masjid Al-Muhajirin Juning,
Desa Mojoduwur, Kecamatan Mojowarno. Selain itu dijombang juga terdapat pondok
psantren LDII tertua, dimana pesantren tersebut berdiri pada tahun 1952 oleh H. Nur
Hasan Ubaidillah setahun setelah Organisasi Islam Anggota atau LDII didirikan.
Pesantren tersebut disebut dengan pesantren gading mangu karena letaknya di Desa
Gading Mangu Kabupate Jombang.
Jamaah LDII selain sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan juga
sangat taat kepada aturan yang ada di dalam organisasinya, terbukti ketika mereka
para pimpinan atau kyai menginstruksikan untuk melakukan pengajian rutin setiap
hari maka mereka akan melaksanakan sebaik mungkin, dengan kesadaran sendiri
pergi ke masjid untuk melakukan pengajian sesuai dengan apa yang diperintah oleh
pimpinan mereka. Hal ini juga meliputi semua kegiatan baik itu di dalam ibadah
shalat sehari-hari, pengajian, pergaulan, dan juga pernikahan. Oleh sebab itu ketaatan
para jamaah itulah yang menyebabkan kelompok LDII sangat eksklusif atau tertutup.

6
Ibid, Hal.123
7
Ibid, Hal. 124

3
2. Eksistensi Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Eksistensi gerakan Islam tidak mungkin mantap jika tidak memiliki pengaruh
apa-apa di dalam akal umat dan kehidupannya, sehingga umat melihat bahwa jalan
keluar ada di dalam fundamentalis, bahwa tujuan yang hendak di capai umat dalam
perkembangan dan kemajuan tidak akan tercapai kecuali setelah bergabung dengan
fundamentalis. Dalam sejarahnya LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)
dikonotasikan sebagai penerus dari perjuangan pemikirin Darul Hadits dan Islam
Jamaah. Meskipun banyak indikasi yang mengarahkan persepsi demikian, namun
pada hakikatnya LDII merupakan suatu organisasi bentukan pemerintah orde baru
yang ditugaskan untuk membenahi penyelewengan ajaran Islam yang dilakukan oleh
kelompok Darul Hadits atau Islam Jamaah.
LDII adalah salah satu organisasi masa Islam yang dahulu dianggap
meresahkan masnyarakat, sehingga muncul labeling sesat oleh pihak-pihak tertentu.
Di beberapa daerah, hal ini sering menimbulkan konflik karena adanya
ketidakharmonisan dalam masyarakat tersebut yang disebabkan ajaran LDII yang
dianggap menyimpang oleh masyarakat. meskipun dahulu Organisasi LDII dianggap
sering menmbulkan konflik, organisasi ini masih bertahan hingga sekarang.
Sepertihalnya yang diungkapkan oleh Hartono Ahmad Jaiz dalam bukunya tentang
aliran dan paham sesat di Indonesia. Paham keagamaan yang dikembangkan oleh
LDII dianggap telah meresahkan masyarakat, karena dinilai masih mengajarkan
faham Darul Hadits/Islam Jamaah yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik
Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa AGUNG RI No.Kep-08/D.A/10/1971 tanggal
29 Oktober 1971).
Kajian tentang LDII telah banyak dilakukan, baik hasil penelitian maupun
buku. Disertasi ini membahas dinamika komunitas LDII dalam mempertahankan
eksistensinya, melakukan tranformasi serta melihat proses, pola dan strategi yang
dikembangkan LDII dalam membangun relasi dengan masyarakat dan negara. Pada
umumnya dari hasil penelitian tersebut masih bersifat pendahuluan studi awal yang
berusaha mendiskripsikan sekitar pokok-pokok ajaran gerakan jamaah LDII.8

8
Limas Dodi, METAMORFOSIS GERAKAN SOSIAL KEAGAMAAN: Antara Polemik, Desiminasi, Ortodoksi,
dan Penerimaan terhadap Ideologi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Al-Tahrir, Vol. 17, No, 1 Mei
2017: 227-246, Hal. 229-231

4
3. Teologi Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Dalam memahami agama, LDII termasuk teguh pada pendirian dan tidak
toleran terhadap mereka yang berbeda paham. Oleh karena itu kebanyakan doktrin
teologi LDII dianggap sesat oleh mayoritas umat Islam, berikut adalah faham-faham
teologis LDII:
a. Ajaran Islam Jama’ah
Ini ajaran yang dikembangkan oleh LDII adalah kembali kepada Quran dan
Hadits yang selama ini banyak ditinggalkan oleh umat Islam. di samping itu
perbedaan di kalangan umat Islam terjadi karena tidak memiliki pemimpin pemersatu
yang sangat ditaati oleh umat. Mereka beranggapan bahwa mempelajari ilmu-ilmu
agama selain Quran dan Hadits, seperti fikih, tauhid, akhlak, dan sebagainya, percuma
saja dan menyesatkan.
Dalam belajar hadis dilakukan dengan sistem Manqul, yaitu melalui sand-sanad
yang shahih, dan bukan kata-kata orang (qila wa qala). Dengan cara ini jamaah
menjadi tahu persis apa yang dihendaki Rasul, dan bukan sekedar dugaan-dugaan.
Begitulah cara mereka mencapai kemurnian agama.
Untuk menjadi murid dari aliran ini tidak gampang, karena harus melalui seleksi
ketat. Sementara itu tidak sembarang orang dapat mengikuti pengajian mereka. Hanya
dari mantan murid aliran itu sajalah kita bisa mengetahui ajaran mereka padahal
kesetiaan murid terhadap ajaran sangat tinggi, sehingga sangat sulit bagi orang luar
bisa mengetahui selegkapnya ajaran aliran tersebut.
b. Aqidah
Beberapa petunjuk bisa sedikit membuka ajarn mereka sebagai berikut. Ajaran
mereka bersumber pada faham salafiyyah, karena terbukti tidak mau menakwilkan
ayat-ayat mutasyabihat (implisit). Mereka hanya mau memahami apa adanya, secara
harfiah. Termasuk dalam menghadapi ayat-ayat tentang Allah dan perilaku-Nya,
seperti wajah, tangan, duduk, marah, berkata, dan sebagainya. Tentunya dengan
tambahan bilakaifa yang artinya tidak seperti apapun. Yang tidak meyakini seperti itu
dianggap kafir oleh mereka. Ini termasuk ciri kaum fundamentalis Islam yang kaku,
seperti kaum wahabi.
c. Ibadah
Mereka tidak merasa terkait dengan suatu madzhab, kecuali hanya mengacu
pada Quran dan Hadits shahih. Bila di banding dengan keputusan Tarjih
Muhammadiyah terdapat persaman. Yang dimaksud dengan tarjih adalah proses yang

5
digunakan Muhammadiyah dalam mencari ketentuan hukum dengan mengacu pada
nas Quran dan Hadits shahih, serta membandingkan hasil ijtihad para ulama
terdahulu. Seperti (1) membaca basmallah secara sirr dalam membaca Al-Fatihah,
(2) tidak membaca qunut dalam shalat, (3) Jumlah rakaat shalat tarawih hanya
delapan, (4) shalat id sebaiknya diselenggarakan dilapangkan terbuka, dan (5) talqin
hanya dilakukan bagi orang yang sedang menghadapi maut. Sementara itu terdapat
perbedaan diantara mereka. Yaitu (1) azan Jum’at dilakukan dua kali, dan (2)
Khutbah dilakukan hanya dalam bahasa Arab, karena dianggap sebagai pengganti dua
rakaat yang tidak dilakukan dalam shalat Jum’at.
d. Jamaah, Keamiran, dan Baiat
Menurut kelompok ini, umat Islam sekarang sudah terpecah belah menjadi
beberapa golongan, karena tidak ada pemimpin yang layak dihormati dan dipercaya
sebagai amir. Dengan ketinggian ilmunya Amir mampu membimbing ke jalan Allah
dalam menyatukan Jama’ah. Dan jamaah adalah menjadi salah satu syarat sahnya
keislaman seseorang. Mereka mengacu sikap itu pada Q.S 3:103, maupun hadis Nabi
yang berbunyi, “Tetaplah olehmu berjamaah dan jangan bercerai berai”. (H.R at-
Tirmidzi). Untuk lebih meyakinkan kebenaran pandangan mereka tentang perlunya
jamaah, amir maupun baiat, dengan ayat-ayat Quran maupun Hadis yang mereka
anggap sesuai. Dan umat Islam di Indonesia wajib berbaiat dan taat kepada Nurhasan
Al-Ubaidad, karena ia satu-satunya di negeri ini.
Lebih dari itu mereka beranggapan bahwa orange yang tidak sepaham dengan
mereka dihukum kafir atau syirik. Dan setiap orang kafir dan syirik adalah najis.
Konsekuensinya mereka harus diusir dari kalangan jamaah, meskipun tadinya adalah
anggota keluarga, seperti anak, orangtua, istri maupun suami. Ajaran Islam Jamaah
yang demikian itu merupakan hasil ijtihad Wali Fatah, tokoh aliran Jamaah Muslim.
Paham agama seperti ini telah menimbulkan keresahan dalam masyarakat, karena
telah memecah belah persatuan atau Ukhuwah Islamiyyah. Dalam perkembangan
sekarang, setelah dengan nama LDII, tema-tema ajaran tentang jamaah. Keamiran
maupun baiat tidak lagi di tonjolkan. Kita tidak tahu persis alasan perubahan tema
pengajian tersebut.9
e. Takfir

9
Abu Su’ud, Islamologi: Sejarah Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Manusia, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), Cet.I, Hal. 264-265

6
Takfir adalah mengkafirkan orang yang tidak berbaiat kepada imam suatu
kelompok. Ciri takfir ini seringkali terdapat dan menjadi ciri khas kelompok yang
menyimpang. Jadi secara psikologis, mereka ingin menanamkan rasa bangga dan
eksklusifisme tertentu kepada anggotanya dengan memberi label muslim kepada
kelompok mereka dan label non muslim kepada selain mereka (diluar kelompok).
Dan secara otomatis, setiap anggota tidak dibenarkan kawin dengan non anggota,
karena menurut mereka, orang yang bukan anggota bukan muslim. Begitu pula dalam
masalah shalat, kelompok mereka tidak akan mau jadi makmum di belakang orang
yang bukan anggota kelompok mereka.
Padahal syari’at Islam jelas-jelas melarang kita mudah mengkafirkan orang lain,
kecuali memang secara tegas seorang menyatakan diri murid. Atau melalui proses
peradilan dengan memanggil orang yang bersangkutan dan telah diputuskan oleh
mahkamah syari’iyyah bahwa seseorang memang nyata keluar dari Islam.
Sedangkan lahir dari orang tua muslim, otomatis menjadi seorang muslim dan
tidak perlu melakukan syahadat ulang di depan Amir, imam atau apapun istilahnya.
Baca syahadat di depan tokoh tertentu lebih mirip dengan baptis gaya kristen
ketimbang ajaran aqidah Islam, jadi apapun nama organisasinya, bila punya faham
takfir seperti ini, jelas telah menyimpang dari aqidah yang diajarkan oleh Rasulullah
Saw. dan para ulama pewarisnya.10
f. Infak Wajib
Umumnya kelompok sesat berujung kepada penglembungan uang atau mobilisasi
dana. Namun karena dikemas dengan doktrin dan segala macam aksesorisnya, maka
dengan setia dan taat mereka mengeluarkan uang untuk sang pimpinan. Kalau perlu
jadi sampai miskin sekalian. Tidak jarang tarif infaq wajib itu termasuk gila-gilaan.
Ada yang menetapkan 20% dari penghasilan, 30%, 50% bahkan sampai 100%. Belum
lagi zakat, kafarat, denda dan lainnya.
g. Taqiyah
Ciri yang tidakpernah luput dari kelompok sesat adalah taqiyah yaitu
menyembunyikan doktrin sesatnya kepada siapapun kecuali kepada mereka yang
sudah resmi dibaiat hingga pada level tertentu, sehingga setiap ada orang yang ingin
melakukan konfirmasi ke pihak mereka atas berita kesesatan ajaran mereka, selalu
akan dipungkiri dengan sekian banyak dalih. Biasanya, apa yang mereka pajang di

10
Khalimi, Ormas-Ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik, (Jakarta: Gaung Persads, 2010), Hal. 249-
250

7
etalase adalah hal-hal yang baik, bagus, normal dan biasa aja. Barulah setelah kita
masuk dapurnya kita baru bisa tahu seperti apa wujud asli kelompok itu.
Tapi biasanya, pihak pimpinan akan memblack-list mereka dan mengatakan
bahwa mereka adalah pegkhianat dan penyebar fitnah karena sakit hati dan
seterusnya. Jadi keterangan dari orang yang sudah tobat itu terkadang tidak mempan
karena para anggota baru sudah diimunisasi atas info-info kesesatan kelompok
mereka.11

4. Relevansi Teologi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (Keagamaan, Sosial, dan


Politik)
a. Keagamaan
Munculnya LDII itu dilatar-belakangi oleh kondisi umat Islam di Indonesia yang
telah lama terpecah belah, seperti: NU, Muhammadiyah, al-Irsyad, dan sebagainya.
Setelah diteliti, mereka sudah banyak yang menyimpang dari sumber aslinya, yakni al
Qur’an dan al Hadits. Kondisinya semacam ini memang sengaja dibentuk oleh kaum
penjajah yang ingin memecah belah umat Islam, sperti Van Der Plaas. Ia adalah
seorang Belanda yang mengetahui tentang Islam, sehingga ia menganjurkan agar
umat Islam mempelajri kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama Timur Tengah.
Sebaliknya, ia melarang umat Islam mempelajari al Quran dan al Hadis secra
langsung karena dianggapnya bisa membahayakan kaum penjajah.
Al Qur’an dan al Hadis harus dipelajari dan dikuasai dengan sungguh oleh setiap
muslim. Hal ini tentu membutuhkan ketekunan dan waktu yang cukup lama, karena
cakupannya yang cukup luas. Akan tetapi, umat Islam sering memahami Islam hanya
melalui kitab-kitab atau buku-buku yang dikarang oleh para ulama saja. Mereka
kadang-kadang menghabiskan waktu untuk mempelajari hanya beberapa kitab, yang
kadang-kadang isinya kurang relevan untuk dijadikan pedoman praktis bagi
kehidupan seorang muslim, jika demikian, lalu kapan seorang muslim dapat
mempelajari sumber asli (al Qur’an dan al Hadis) dan segera mengamalkannya
sehingga bisa dijadikan pedoman hidup sepanjang masa.
Itulah sebabnya LDII memiliki program pendidikan dan pembelajaran al Qur’an
dan As sunnah dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sistem pembelajarannya bersifat
deduktif sehingga proses pembelajarannya diawali dengan pengajian al Qur’an dan al
Sunnah. Hal ini berarti bahwa ketika jamaah LDII belajar agama, maka pertama-tama
11
Ibid, Hal. 257-258

8
yang dikaji adalah ayat-ayat al Qur’an, lalu al Qur’an itu dijelaskan dengan al Hadis,
setelah itu akan terlihat hal-hal yang berkaitan dengan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu
keimanan, fikih, akhlak dan sebagainya. Kemudian masing-masing aspek dikaji
secara terinci, dan karenanya terkadang mengambil pendapat para imam madzhab
seperti Maliki, Hambali, Syafali, dan Hanafi.
Dengan demikian, faham keagamaan LDII tidak mengadopsi faham-faham imam
madzhab, meskipun ia sebenarnya juga menukil pendapat imam-imam madzhab. Jika
ditanya tentang madzhab yang dikembangkan oleh LDII, maka ia akan menjawabnya:
LDII tidak bermadzhab kepada siapapun, karena sumber ajaran hanya al Qur’an dan
al Hadits. LDII memang tidak mengenal faham keagamaan sebagaimana yang
dikembangkan oleh imam-imam madzhab. Akan tetapi, LDII tidak menutup
kemungkinan mengambil/menukil dari kitab-kitab imam-imam tersebut, seperti al
Um, Ibnu Katsir, Jalalin dan sebagainya. Karena itu, konsepsi-konsepsi rukun iman
dan rukun Islam tidak secara tegas sebagimana di dalam faham NU dan
Muhammadiyah. Hal ini terlihat pada konsep “Rukun Iman” dan “Rukun Islam” yang
langsung dinukilkan dari al Qur’an dan al Hadis.
b. Sosial
Secara sosial LDII telah membangun hubungan baik dengan masyarakat
lingkungan sekitarnya. Tidak hanya dalam persoalan tahlilan, tetapi juga dalam
masalah aktivitas sosial lainnya, seperti: arisan, santunan dan sebagainya. Apabila ada
acara di Pesantren LDII, masyarakat berpartisipasi dan membantu pelaksanannya
acara tersebut. Pada saat ini, pesantren LDII juga menyelenggarakan santunan dhuafa
(fakir miskin) dan santunan anak yatim.
Pada saat-saat seperti ini, pesantren memiliki hajat besar karena banyak tamu
yang berkunjung ke pesantren ini. Karena itu, pesantren sangat membututuhkan
bantuan dari berbagai pihak, seperti: keamanan, penginapan, parkir, dan kebutuhan
sehari-hari. Dalam masalah keamanan, pesantren bekerja sama dengan TNI dan Polri
serta sentral komunikasi (senkom), sedangkan dalam masalah penginapan pesantren
bekerjasama dengan perhotelan dan jasa penginapan masyarakat dengan rumah sewa.
Dalam masalah parkir, pesantren bekerasama dengan karang Taruna, sedangkan
kebutuhan konsumsi sehari-hari (makan dan minum), pesantren bekerjasama dengan
para pedagang kaki lima sehingga disiapkan rumah-rumah tenda untuk melayani para
tamu di lingkungan tersebut.
c. Politik

9
Dalam menyalurkan hak poitiknya LDII telah mengalami dua fese yaitu, Pertama
berafilasi kepada partai Politik GOLKAR dari tahun 1971 hingga tahun 2002. Kedua,
sebagai organisasi masyarakat yang independen terhadap partai politik dari tahun
2002 hingga sekarang.
Keterlibatan LDII dengan partai Politik pada asasnua tidak boleh dilepaskan dari
“politik tukar guling” atara Sekber Golkar dengan “Faksi Tidah Sesat” dari Islam
jamaah yang dinyatakan sesat oleh Kejaksaan Agung tahun 1971. Kepentingan
Sekber GOLKAR berkait dengan rekonsolidasi politik yang diperlukan untuk
mengokohkan bangunan Orde Baru melalui dukungan politik semaksimal pada tahun
1971.
Sikap Politik LDII terkenal dengan misi tersebut arti bahwa Anggota-Anggota
LDII dalam memyalurkan hak undinya jelas kepada satu partai politik yaitu Golongan
Karya (GOLKAR) dan di manapun beredudukan tetap membawa misi dan identitas
LDII.

5. LDII dalam Perspektif Pendidikan Islam di Indonesia


Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pada asasnya merupakan organisasi
yang mengembangkan dakwah dan pendidikan Islam kepada umat Islam Indonesia.
Dakwah dan pendidikan agama Islam yang didedahkan oleh LDII bertujuan untuk
melakukan pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur tahayul, khurafat, bidaah, syirik
dan budaya. Iman dalam pandangan LDII mengembalikan kepada konsep sumber dan
asas akidah yaitu al-Qur’an yang mempunyai konotasi al-matlub al-khabari iaitu
menerusi tuntutan menyakini pemberitahuan informatif. Sebagaimana firman Allah
dalam Quran surah an-Nisa (4): 136:
Artinya: “Wahai orang-orang ang beriman! Tetapkanlah iman kamu kepada
Allah dan RasulNya, dan kepada Kitab al-Qur’an yang telah diturunkan kepada
RasulNya (Muhammad, s.a.w), dan juga kepada Kitab-kitab suci yang telah
diturunkan dahulu daripada itu. dan sesiapa yang kufur ingkar kepada Allah, dan
Malaikat-malaikatNya, dan Kitab-kitabNya, dan Rasul-rasulNya dan juga hari akhirat,
maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang amat jauh”.
Juga melalui hadits mutawatir yang menyatakan:
Artinya: “Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abū Syaibah
dan Zuhair bin Harb semuanya dari Ibnu Ulayyah, Zuhair berkata, telah menceritakan

10
kepada kami Ismaīl bin Ibrāhim dari Abu Hayyan dari Abu Zur'ah bin Amru bin Jarīr
dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasūlullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu
hari berada di hadapan manusia, lalu seorang laki-laki mendatanginya seraya berkata,
'Wahai Rasulullah, apakah iman itu? ' Beliau menjawab, 'Kamu beriman kepada
Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, beriman kepada kejadian pertemuan dengan-Nya,
beriman kepada para Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada hari kebangkitan yang
akhir'. Dia bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? ' Beliau menjawab, 'Islam
adalah kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa
pun, mendirikan shalat yang wajib, membayar zakat yang difardlukan, dan berpuasa
Ramadlan.' Dia bertanya lagi, 'Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ' Beliau
menjawab, 'Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika
kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.'
Merujuk daripada asas dan sumber akidah iman merupakan integrasi
pengakuan dengan hati, diucapkan dengan lisan dan dilaksanakan dalam segala
perbuatan (makrifat). Artinya seorang muslim yang telah bershahadah kepada Allah
dan Rasul Allah, harus menyakini semua yang telah ditetap oleh Allah, kemudian
melaksanakan semua perintah dan menjauhi larangan dalam amal perbuatan. Lebih
lanjut pernyataan LDII bahawa iman kepada Allah sebagai satu-satu Dhat yang
berhak disembah disebut tawhid Ulūhiyah atau tawhid Ubūdiyah. Penyembahan
kepada Allah difahami dengan mengamalkan perintah Allah, menjauhi laranganNya
baik dari ucapan- ucapan, amalan-amalan hati mahupun amalan anggota badan baik
yang wajib mahupun yang sunah.12
Kemudian wujud ubūdiyah kepada Allah harus selari dengan pernyataan al-
ihsan yakni semua amal perbuatan harus dilaksanakan dengan keikhlasan Karena
segala dilakukan diperhatikan oleh Allah s.w.t. Merujuk pandangan LDII terhadap
konsep iman selari dengan pandangan moyoritas umat dan aliran dalam Islam, yang
meneguhkan bahwa iaitu iman mengetahui agama dengan hati, menuturkan dengan
lisan dan melaksanakan dalam tindakan. Setiap amal kebajikan bertambah maka
bertambahlah imannya; dan setiap orang melakukan maksiat, maka berkurang pulalah
imannya (makrifah). LDII juga mengkritik pendapat tentang iman dalam batas tasdiq
semata. Demikian pula bahawa iman penuturan dengan lisan, meski dalam hati
seseorang itu kufur, dan iman dalam mengenal agama melalui hati dan menuturkan
secara lisan; sedangkan amal bukan sebagai iman tetapi sebagai syari’at iman itu
12
LDII, Makalah 2007, op.cit., h. 80

11
sendiri. Menurut LDII Karena bila iman dengan semata- mata tasdiq, iman tidak dapat
bertambah atau berkurang, Karena dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadith, bukan hanya
unsur al-taṣdiq atau i’tikad sahaja, tetapi pada unsur amal. Sebagai mendukung
pendapatnya, bahwa iman mesti mengandung unsur al-amal LDII mengemukakan
beberapa ayat dan hadith Nabi s.a.w sebagai berikut:
Artinya: “Bukanlah perkara kebajikan itu hanya kamu menghadapkan muka
ke arah timur dan barat, tetapi kebajikan itu ialah berimannya seseorang kepada Allah,
dan hari akhirat, dan segala malaikat, dan segala kitab, dan sekalian Nabi; dan
mendermanya seseorang akan hartanya sedang ia menyayanginya, - kepada kaum
kerabat, dan anak-anak yatim dan orang- orang miskin dan orang yang terlantar dalam
perjalanan, dan kepada orang-orang yang meminta, dan untuk memerdekakan hamba-
hamba abdi; dan mengerjanya seseorang akan sembahyang serta mengeluarkan zakat;
dan perbuatan orang-orang yang menyempurnakan janjinya apabila mereka membuat
perjanjian; dan ketabahan orang-orang yang sabar dalam masa kesempitan, dan dalam
masa kesakitan, dan juga dalam masa bertempur dalam perjuangan perang sabil.
orang-orang yang demikian sifatnya), mereka itulah orang-orang yang benar (beriman
dan mengerjakan kebajikan); dan mereka itulah juga orang-orang yang bertaqwa”.
(Surah al-Baqarah (2): 177).
Adapun hadits Nabi s.a.w sebagai berikut:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami 'Amru An Nāqid; Telah
menceritakan kepada kami Katsir bin Hishām; Telah menceritakan kepada kami Ja'far
bin Burqān dari Yazīd bin Al Asham dari Abu Hurairah dia berkata; Rasūlullah
ṣallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa
dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian."
Merujuk daripada ayat-ayat dan hadith, yang dimajukan oleh LDII bahawa
iman yang sempurna harus disertai dengan al-amal. Karena amal menurut LDII
merupakan perwujudan daripada ketundukkan terhadap keyakinan dan ikrar keimanan
dengan lisan. Oleh itu, keimanan yang tidak disertai al-amal tidak memberi arti yang
sesungguhnya. Pandangan LDII terlihat dalam menentapkan unsur-unsur yang perlu
diamalkan dalam setiap pekerjaan, iaitu dengan merujuk kepada firman Allah dalam
sūrah al-Bayinah ayat 5 sebagai berikut :
Artinya: “Pada hal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah
Allah dengan mengikhlaskan ibadat kepadaNya, lagi tetap teguh di atas tauhid; dan

12
supaya mereka mendirikan sembahyang serta memberi zakat. dan yang demikian
itulah ugama yang benar”.(Surah al-Bayinah 98:5)
Berdasarkan ayat-ayat yang dipergunakan sebagai asas oleh LDII dapat
diambil kesimpulan bahawa keikhlasan, menunaikan shalat, membayar zakat adalah
agama yang lurus. Agama yang lurus itu adalah agama Islam. Dengan demikian
bahawa amal ibadah dalam segala bentuknya ialah Islam. Lebih lanjut, dalam konteks
keimanan dalam pandangan LDII boleh diterima oleh akal sampai mencapai tingkat
keyakinan yang teguh tidak digoncangkan oleh kebimbangan dan keraguan. Oleh itu,
keimanan harus sejalan dengan ketundukan hati, kepatuhan kemahuan dan kerelaan
menjalankan perintah dan putusan dengan kejujuran hati. Demikian pula keimanan itu
harus menggambarkan budi pekarti yang baik dan amal yang berguna sebagai
pemisah antara orang-orang beriman dengan orang-orang kafir.
Jadi kefahaman LDII tentang keimanan bukan sahaja merupakan konsep
keyakinan dalam hati, ucapan dengan lisan dan amal dengan perbuatan yang boleh
dilihat dengan mata zahir melainkan keimanan yang sesungguhnya adalah perpaduan
keyakinan dengan hati, ucapan dengan lisan dan amal perbuatan yang dilaksanakan
dengan keikhlasan, kepatuhan, ketundukan serta kerelaan menjalankan perintah Allah
yang berhujung pada amal salih.

13
PENUTUP
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) merupakan sebuah organisasi
kemasyarakatan yang berkembang pesat pada saat ini, LDII merupakan singkatan
dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia. LDII adalah organisasi yang mempunyai
banyak kegiatan. Diantaranya membangun masjid, pondok-pondok pesantren
mengadakan grup-grup pengajian, penataan kader-kader serta aktif terjun ke bidang
pendidikan dan berbagai kegiatan sosial. Sebagai organisasi kemasyarakatan LDII
terbilang cukup aman/ LDII didirikan pada tahun 1951 oleh H. Nur Hasan
Ubaidillah.13 Pada saat itu LDII masih mempunyai nama Islam Jamaah, sampai saat
ini LDII berkembang diseluruh wilayah Indonesia. Dan kegiatan yang paling sering
dilakukan oleh ormas ini adalah pengajian rutin mingguan ataupun pengajian rutin
bulanan.
Dalam sejarahnya LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dikonotasikan
sebagai penerus dari perjuangan pemikirin Darul Hadits dan Islam Jamaah. Meskipun
banyak indikasi yang mengarahkan persepsi demikian, namun pada hakikatnya LDII
merupakan suatu organisasi bentukan pemerintah orde baru yang ditugaskan untuk
membenahi penyelewengan ajaran Islam yang dilakukan oleh kelompok Darul Hadits
atau Islam Jamaah.
Dalam memahami agama, LDII termasuk teguh pada pendirian dan tidak
toleran terhadap mereka yang berbeda paham. Oleh karena itu kebanyakan doktrin
teologi LDII dianggap sesat oleh mayoritas umat Islam, berikut adalah faham-faham
teologis LDII dalam hal ajaran islam jama’ah, aqidah, ibadah, Jamaah, Keamiran,
Baiat, takfir, infak wajib, dan takiyah.
Munculnya LDII itu dilatar-belakangi oleh kondisi umat Islam di Indonesia
yang telah lama terpecah belah, seperti: NU, Muhammadiyah, al-Irsyad, dan
sebagainya. Setelah diteliti, mereka sudah banyak yang menyimpang dari sumber
aslinya, yakni al Qur’an dan al Hadits. Kondisinya semacam ini memang sengaja
dibentuk oleh kaum penjajah yang ingin memecah belah umat Islam, sperti Van Der
Plaas. Ia adalah seorang Belanda yang mengetahui tentang Islam, sehingga ia
menganjurkan agar umat Islam mempelajri kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama
Timur Tengah. Sebaliknya, ia melarang umat Islam mempelajari al Quran dan al
Hadis secra langsung karena dianggapnya bisa membahayakan kaum penjajah.

13
Sutiyosno, Benturan Budaya Islam: Puritan dan Sinkretis, (Jakarta: Kompas, 2010), Hal. 124

14
Secara sosial LDII telah membangun hubungan baik dengan masyarakat
lingkungan sekitarnya. Tidak hanya dalam persoalan tahlilan, tetapi juga dalam
masalah aktivitas sosial lainnya, seperti: arisan, santunan dan sebagainya. Apabila ada
acara di Pesantren LDII, masyarakat berpartisipasi dan membantu pelaksanannya
acara tersebut. Pada saat ini, pesantren LDII juga menyelenggarakan santunan dhuafa
(fakir miskin) dan santunan anak yatim.
Dalam menyalurkan hak poitiknya LDII telah mengalami dua fese yaitu, Pertama
berafilasi kepada partai Politik GOLKAR dari tahun 1971 hingga tahun 2002. Kedua,
sebagai organisasi masyarakat yang independen terhadap partai politik dari tahun
2002 hingga sekarang.
Keterlibatan LDII dengan partai Politik pada asasnua tidak boleh dilepaskan dari
“politik tukar guling” atara Sekber Golkar dengan “Faksi Tidah Sesat” dari Islam
jamaah yang dinyatakan sesat oleh Kejaksaan Agung tahun 1971. Kepentingan
Sekber GOLKAR berkait dengan rekonsolidasi politik yang diperlukan untuk
mengokohkan bangunan Orde Baru melalui dukungan politik semaksimal pada tahun
1971. Sikap Politik LDII terkenal dengan misi tersebut arti bahwa Anggota-Anggota
LDII dalam memyalurkan hak undinya jelas kepada satu partai politik yaitu Golongan
Karya (GOLKAR) dan di manapun beredudukan tetap membawa misi dan identitas
LDII.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pada asasnya merupakan organisasi
yang mengembangkan dakwah dan pendidikan Islam kepada umat Islam Indonesia.
Dakwah dan pendidikan agama Islam yang didedahkan oleh LDII bertujuan untuk
melakukan pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur tahayul, khurafat, bidaah, syirik
dan budaya. Iman dalam pandangan LDII mengembalikan kepada konsep sumber dan
asas akidah yaitu al-Qur’an yang mempunyai konotasi al-matlub al-khabari iaitu
menerusi tuntutan menyakini pemberitahuan informatif.

15
DAFTAR PUSTAKA
Abu Su’ud (2013),Islamologi: Sejarah Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban
Umat Manusia, Jakarta: Rineka Cipta
Benang Merah Muslim, (t.t.),Sahih Muslim
Harun Nasution (1986), Teologi Islam, Jakarta: UI Press Harun Nasution1978,,
Islam Ditinjaudari BerbagaiAspeknya,Jilid II, Jakarta: UI Press
Khalimi (2010), Ormas-Ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik, Jakarta:
Gaung Persads
Limas Dodi, METAMORFOSIS GERAKAN SOSIAL KEAGAMAAN: Antara Polemik,
Desiminasi, Ortodoksi, dan Penerimaan terhadap Ideologi Lembaga Dakwah Islam
Indonesia (LDII), Al-Tahrir, Vol. 17, No, 1 Mei 2017
LPPI, (1998), Bahaya Islam Jemaah Lemkari LDII, , Cet. Ke 6Jakarta: Lembaga
Penelitian dan Pengkajian Islam.
Ludy Cahyana (2003), Islam Jemaah Di Balik Pengadilan Media Massa; Suatu Analisis
mengenai Pembunuhan Karakter Terhadap Lemkari/LDII, Yogyakarta:
Sutiyosno (2010), Benturan Budaya Islam: Puritan dan Sinkretis, Jakarta: Kompas,

16

Anda mungkin juga menyukai