Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ISLAM RADIKAL DAN POLITIK SYARIAH: HIZBUT TAHRIR

INDONESIA DAN MAJELIS MUJAHIDIN INDONESIA

(Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Hukum Islam)

Dosen Pengampu: Erik Sabti Rahmawati, MA.

oleh:

Sri Rezeki Apriliayani (200201110017)

Phinta Nabila Amatulloh (200201110030)

Ahmad Faiz Shobir Alfikri (200201110035)

Fakhru Zaman (200201110082)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2023

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2

C. Tujuan .................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3

A. Hizbut Tahrir Indonesia ......................................................................... 3

1. Profil dan Sejarah Perkembangan Hizbut Tahrir Indonesia ............. 3

2. Tokoh-Tokoh Hizbut Tahrir Indonesia ............................................. 6

3. Pemikiran dan Gagasan Hizbut Tahrir Indonesia ............................. 10

B. Majelis Mujahidin Indonesia ................................................................. 15

1. Profil dan Sejarah Perkembangan Majelis Mujahidin Indonesia ...... 15

2. Tokoh-Tokoh Majelis Mujahidin Indonesia ..................................... 17

3. Pemikiran dan Gagasan Majelis Mujahidin Indonesia ..................... 20

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 25

A. Kesimpulan ............................................................................................ 25

B. Saran ...................................................................................................... 25

DAFTAR RUJUKAN .................................................................................... 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam radikal telah menjadi isu yang mempengaruhi berbagai negara di

seluruh dunia, termasuk Indonesia. Islam radikal adalah paham yang

menekankan penafsiran agama yang keras dan sering kali ekstrem dalam

mengimplementasikan nilai-nilai Islam. Sebagai negara dengan mayoritas

penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki sejarah panjang

toleransi agama dan kerukunan antarumat beragama. Namun, dalam beberapa

dekade terakhir, Indonesia juga menghadapi tantangan dari kelompok-kelompok

yang mengadopsi pandangan Islam radikal.1

Gerakan-gerakan radikal tersebut seringkali bermotivasi politik dan

bertujuan untuk mengubah tatanan sosial, politik, dan budaya dengan

menerapkan versi mereka sendiri tentang Islam dengan upaya untuk

mengimplementasikan hukum Islam (syariah) dalam sistem politik suatu negara.

Di Indonesia, faktor-faktor seperti ketidakpuasan sosial, ketidakadilan ekonomi,

konflik etnis atau agama, dan kurangnya pendidikan yang berkualitas telah

menjadi penyebab utama munculnya gerakan Islam radikal.2

Contoh dari organisasi radikal tersebut seperti Hizbut Tahrir Indonesia dan

Majelis Mujahidin Indonesia. Selain itu, ada juga Jamaah Islamiyah, Jemaah

Ansharut Tauhid, dan Negara Islam Indonesia, telah muncul dalam beberapa

1
Farkhan Fuadi, Imanatur Rofiah, dan Selvia, “Toleransi Nasaruddin Umar Sebagai Solusi
Menanggulangi Radikalisme Atas Nama Agama,” Academia: Journal of Multidiscilpinary Studies
5, no. 1 (2021): 2.
2
Ahmad Suganda, “Implementasi Hukum Islam dan Pengaruhnya Terhadap Politik Hukum
Indonesia,” Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan 29, no. 2 (2019): 3.

1
tahun terakhir dan telah terlibat dalam serangkaian aksi kekerasan, termasuk

serangan bom dan penyerangan terhadap aparat keamanan. Namun, perlu

ditekankan bahwa Islam radikal tidak mewakili mayoritas umat Muslim di

Indonesia. Mayoritas umat Muslim Indonesia tetap menganut ajaran agama yang

moderat dan toleran. Mereka menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebhinekaan,

kerukunan, dan perdamaian antarumat beragama.

Pemerintah Indonesia secara aktif berupaya untuk mengatasi masalah ini

dengan meningkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan,

organisasi masyarakat sipil, dan negara-negara lain dalam rangka menggalang

dukungan dan memerangi gerakan-gerakan radikal. Pendidikan dan

pemberdayaan masyarakat menjadi fokus utama untuk memerangi paham

radikalisme dan mendorong dialog antarumat beragama.3

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana profil, sejarah perkembangan, tokoh-tokoh, pemikiran dan

gagasan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia?

2. Bagaimana profil, sejarah perkembangan, tokoh-tokoh, pemikiran dan

gagasan organisasi Majelis Mujahidin Indonesia?

C. Tujuan

1. Mengetahui profil, sejarah perkembangan, tokoh-tokoh, pemikiran dan

gagasan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia.

2. Mengetahui profil, sejarah perkembangan, tokoh-tokoh, pemikiran dan

gagasan organisasi Majelis Mujahidin Indonesia.

3
Elis Teti Rusmiati, dkk., “Penguatan Moderasi Beragama di Pesantren untuk Mencegah
Tumbuhnya Radikalisme.” Abdi Moestopo: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat 5, no. 2 (2022):
205.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hizbut Tahrir Indonesia

1. Profil dan Sejarah Perkembangan Hizbut Tahrir Indonesia

Hizbut Tahrir (berikutnya disingkat HT) mendefinisikan dirinya

sebagai partai politik yang berideologi Islam, serta membimbing umat

mendirikan kembali sistem khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan

Allah Swt dalam realitas kehidupan. HT bukanlah organisasi kerohanian,

bukan pula lembaga ilmiah, juga bukan lembaga pendidikan dan bukan pula

lembaga yang hanya melakukan aktivitas sosial, namun mereka merupakan

partai politik yang berideologi Islam. HT telah menjadi partai politik Islam

yang berkembang luas ke berbagai negara di seluruh dunia karena sistem

khilafah yang tidak mengenal batas-batas geografis dan teritorial. HT

merupakan partai politik yang didirikan sebuah kampung di daerah Haifa,

Palestina oleh Taqiyuddin al-Nabhani (1909-1977) pada tahun 1953 M.4

HT mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1983 yang dibawa oleh

Abdurrahman al-Baghdadi yang merupakan anggota HT dari Yordania

sehingga dikenal dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan merupakan hasil

perluasan wilayah oleh HT yang berpusat di Yordania. HTI resmi melakukan

dakwah terbuka di Indonesia semenjak diselenggarakannya konferensi

internasional di Istora Senayan yang dihadiri oleh tokohtokoh Islam dari

organisasi lain. Para tokoh HTI banyak yang berdomisili di Bogor dan upaya

mereka dalam mensosialisasikan gerakannya tampaknya mendapatkan

4
Syahril, ed., Literasi Paham Radikalisme di Indonesia, Cetakan Pertama, (Bengkulu: CV. Zigie
Utama, 2020), 43.

3
sambutan dari sivitas academika IPB sehingga salah satu pimpinan pusat HTI,

Muhammad al-Khattat adalah alumni dari perguruan tinggi tersebut.

Meskipun, HTI yang dirancang sebagai organisasi politik, namun ia tidak

mendaftarkan diri secara formal sebagai parpol yang ikut dalam pemilu.

Sebab menurut aktivisnya, dalam situasi sekarang ini banyaknya partai Islam

justru membingungkan umat Islam. Oleh karena itu, kelompok ini tidak

mengikuti jejak partai lain yang berdasarkan Islam untuk ikut andil dalam

pemilu yang kemudian dapat menjadi anggota legislatif.5

Semenjak datangnya gerakan ini ke Indonesia, aktivitas berjalan secara

tertutup selama 10 tahun. Hal ini disebabkan karena HT lahir di bawah

pemerintahan rezim Soeharto yang melarang segala bentuk gerakan yang

tidak berideologi Pancasila. Pascareformasi, HT bisa melakukan aktivitasnya

secara terbuka hal ini ditandai dengan diadakannya diskusi terbuka tentang

syariah ke berbagai daerah seperti ke beberapa daerah di Sumatera,

Kalimantan dan Sulawesi.

Mereka juga aktif menyebarkan gagasan khilafah ke berbagai

Perguruan Tinggi melalui jaringan Lembaga Dakwah Kampus (LDK).

Namun demikian, perkembangan HTI masih dalam proses pengembangan

kader dan pembinaan umat dalam rangka memperkukuh tubuh partai.

Menurut keyakinan HTI, hukum Islam mustahil untuk bisa diterapkan dengan

sempurna kecuali dengan adanya khilafah (negara Islam) dan seorang

khalifah yang akan menerapkan Islam kepada Muslim dibaiat untuk didengar

5
Paelani Setia and M. Taufiq Rahman, “Kekhilafahan Islam, Globalisasi dan Gerilya Maya: Studi
Kasus Hizbut Tahrir Indonesia,” Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah Dan Studi Keagamaan 9, no. 2
(2021): 64.

4
dan ditaati perintahnya atas dasar al-Qur’an dan al-Sunnah. Mengembalikan

kehidupan Islam dan mengembang dakwah Islam merupakan batasan tujuan

berdirinya HT.6

Sebagai sebuah gerakan politik yang berideologi Islam, HTI memiliki

pemikiran, tujuan dan aktivitas. Dasar pemikiran HT adalah pemikiran Islam.

Pemikiran itu meliputi akidah Islam, dan hukum-hukum Islam. HT

menjelaskan bahwa setiap pemikiran yang disampaikan HT diadopsi dari

sejumlah pemikiran dalam aktivitas yang bertujuan untuk mengembalikan

kehidupan islami serta mengemban dakwah Islam dengan mendirikan

khilafah.7

Mereka menjelaskan setiap pemikiran yang diadopsi dalam berbagai

buku dan pamflet serta menjelaskan dalil yang terperinci dari setiap hukum,

pendapat, pemikiran dan konsep. HT bertujuan mengembalikan Muslim ke

dar al-Islam dan masyarakat Islam. Dengan kata lain, seluruh urusan

kehidupan dijalankan sesuai dengan hukum-hukum syariat di bawah naungan

Negara Islam; sebuah negara yang dipimpin oleh seorang khalifah yang

dibaiat untuk menerapkan hukum berdasarkan al-Qur’an dan sunnah serta

mengemban risalah ke seluruh dunia dengan jihad.8

Dalam konteks keindonesiaan, keberadaan HTI berbeda dengan

keberadaan NU dan Muhammadiyyah, misalnya yang muncul sebagai

dampak dari dinamika lokal khas Indonesia. Sekalipun akhir-akhir ini

6
Siti Nur Fitriyana, “Fenomena Dakwah Eks-HTI Pasca Di Bubarkan,” Islamic Comunication
Journal 4, no. 2 (2019): 132.
7
Syahril, Literasi Paham Radikalisme, 53.
8
Nilda Hayati, “Konsep Khilafah Islᾱmiyyah Hizbut Tahrir Indonesia: Kajian Living al-Qur’an
Perspektif Komunikasi,” Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman 12, no. 1 (2017): 172.

5
terdapat gejala “transnasionalisasi” NU dan Muhammadiyah dengan

munculnya berbagai cabang kedua organisasi tersebut di sejumlah negara,

identitas keduanya secara substansial berbeda dari HTI. Terlebih jika

dikaitkan dengan dimensi tujuan umum kedua organisasi ini yang lebih

mengaksentuasi “Islam versi Indonesia,” ideologi transnasionalisme HTI

lebih merepresentasikan pergerakan “sentrifugalisme” Islam, di mana visi

politiknya adalah menyatukan identitas-identitas Islam nasional dan lokal

yang berserak di seluruh dunia di bawah otoritas tunggal Khilafah Islamiyah.

Doktrin tersebut diakui oleh para aktivis HTI sebagai antitesis ideologis

yang siap menandingi, bahkan mengganti, posisi konsep negara-bangsa

(NKRI) yang sudah dianggap final di Indonesia.HTI mengarahkan interaksi

perjuangan bersama dengan umat untuk meraih apa yang dicita-citakannya

untuk menentang penjajahan budaya asing. Latar belakang berdirinya

gerakan ini, tidak jauh berbeda dengan tujuan masuk dan berdirinya gerakan

ini di Indonesia.9

2. Tokoh-Tokoh Hizbut Tahrir Indonesia

a. Taqiyuddin An-Nabhani

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani yang memiliki nama lengkap Abu

Ibrahim Taqiyuddin Muhammad bin Ibrahim bin Mushthofa bin Ismail bin

Yusuf bin Hasan bin Muhammad bin Nasruddin anNabhani. 46 Dilahirkan

di desa Iljzim pada 1909 M atau 1910 M. Dia terlahir dari kalangan

keluarga terhormat dan sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari.

Karena memiliki kedudukaan tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan dan

9
Masdar Hilmy, “Akar-Akar Transnasionalisme Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI),” Islamica:
Jurnal Studi Keislaman 6, no. 1 (September 2011): 5.

6
agama. Ayah dia bernama as-Syaikh Ibrahim an-Nabhani. Selain seorang

Syaikh yang mutafaqih fid din, dia juga sebagai pengajar ilmu syariah di

Kementrian Pendidikan Palestina. Begitu juga dengan kakenya dari jalur

ibu yaitu as-Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani seorang ulama yang

sangat menonjol di masa Daulah Utsmaniyah.

Dibawah perhatian dan pengawasan sang kake Syaikh Taqiyuddin

an-Nabhani mengalami perkembangan dibidang keagamaan. Sehingga

mempengaruhi pembentukan kepribadiannya yang mana sebelum

mencapai umur 13 tahun Syaikh Taqiyuddin an Nabhani sudah hapal

Alquran. Dan dia juga banyak mengerti politik. Semua itu tidak lain dari

ajaran kakenya. Karena kakenya merupakan ahli dalam bidang tersebut.

Selain itu pula Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani banyak belajar dari forum

dan diskusi fiqih yang diselenggarakan oleh kakenya juga. Melihat

semangat sang cucu dalam menuntut ilmu Syaikh Yusuf banyak menilai

adanya tanda-tanda kecerdasan dalam diri Syaikh Taqiyuddin an-

Nabhani.10

Adapun pendidikan formal tingkat dasar yang dijalaninya yaitu

sekolah Negeri an-Nidzomiyah di daerah Ilzim. Kemudian melanjutkan ke

sekolah tingkat menengah di Akka belum sempat menyelesaikan sekolah

tingkat menengah di Akka Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani pergi ke Kairo

dan pindah untuk melanjutkan sekolah tingkat menengah di al- Azhar.

10
Zulaekah Zulaekah, “Pemikiran Ekonomi Taqiyuddin An Nabhani,” IQTISHADIA Jurnal
Ekonomi & Perbankan Syariah 1, no. 1 (November 28, 2014): 85.
https://doi.org/10.19105/iqtishadia.v1i1.367.

7
Dengan alasan untuk merealisasikan keinginan sang kakek untuk

mengirimkannya ke al-Azhar guna melanjutkan pendidikan agamanya.

Dan pada 1928 Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani lulus dari sekolah

tingkat menengahnya dengan mendapatkan predikat terbaik. Setelah lulus

dari sekolah tingkat menengah Syaikh Taqiyuddin anNabhani melanjutkan

ke perguruan tinggi di fakultas Darul Ulum Kairo jurusan bahasa dan

sastra Arab. Selain belajar di fakultas Darul Ulum Syaikh Taqiyuddin an-

Nabhani juga belajar di Ma’had al-Ali li alQadha as-syar’iy Fi lial Al-

azhar jurusan peradilan.

Di samping kegiatannya sebagai mahasiswa di dua perguruan tinggi,

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani pun selalu aktif menghadiri kajian

kelompok (halqah) ilmiah di al-Azhar seperti yang telah disarankan

kakenya kepada dia. Pembahasan dalam kajian-kajian tesebut yaitu

mengenai bahasa dan syariah. Di antaranya: fiqh, usul fiqh, hadis, tafsir,

tauhid, dan yang sejenisnya. Dengan waktu yang sama pada 1932 M

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyelesaikan pendidikannya di Kairo

dan al-Azhar.11

b. As-Syaikh Abdul Qadim Zallum

Abdul Qadim Yusuf Zallum yang akrab dipanggil dengan nama

Abdul Qadim Zallum. Dia lahir pada 1923 M di kota alKhalil Palestina.

Dia tumbuh dan besar di kota tersebut dan dalam asuhan keluarga yang

sangat taat terhadap ajaran agama. Ayah dia bernama as-Syaikh Yusuf

Zallum ia merupakan seorang penghafal Alquraan. Di usia anak-anak

Muslich Candrakusuma and Arif Santoso, “Tinjauan Komprehensif Konsep Uang Taqiyuddin
11

An-Nabhani,” Musyarakah: Journal of Sharia Economic (MJSE) 1, no. 1 (April 23, 2021): 20–33.

8
Syaikah Abdul Qadim Zallum sudah mulai belajar di tingkat ibtidaiyah

dan I’dadiyah di sekolah alIbrahimiyah di al-Khalil. Setelah lulus dia

melanjutkan ke tingkat tsanawiyah di sekolah Husain bin Ali. Lulus dari

madrasah tsanawiah. Pada umur empat belas tahun dia melanjutkan

sekolah menengah pertama di al-Azhar hingga dia memperoleh Ijazah as-

Syariah.

Pada 1948 M ketika usianya masih 24 tahun. Dia memperoleh Ijazah

al-Alamiyah. Ijazah al-Alamiyah adalah ijazah tertinggi yang diberikan al-

Azhar pada waktu itu. Setelah mendapatkan ijazah dan mempunyai gelar

Doktor dia kembali ke Palestina untuk bekerja sebagai tenaga pengajar dan

pendidik di berbagai sekolah. Dia dikenal dengan retorikanya yang berapi-

api, dan dia adalah seorang yang fasih dalam berbicara. Hingga dia

pantang menyerah dalam menyampaikan kebenaran sekalipunn selalu ada

celaan yang menghampirinya. Dia tidak pernah takut karena apa yang ia

sampaikan semata-mata karena Allah.12

Oleh karena itu dari beberapa tokoh Hizbut Tahrir yang lain, yang

paling terkenal adalah Syaikh Abdul Qadim Zallum. Karena banyak sekali

jasanya dalam mendirikan Hizbut Tahrir. Sehingga dia menjadi pemimpin

redaksi koran ar-Rayah yang terbit 1954 M atas nama Hizbut Tahrir.

Hingga umur satu tahun pemerintah menutup koran itu dan semua

penanggung jawabnya dimasukkan ke penjara alJafar as-Shahrawi di

sebelah Timur Yordania.

12
M. Syamsul Arifin, “Pemikiran Abdul Qadim Zallum Tentang Majelis Umat Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Di Indonesia,” Al-Daulah: Jurnal Hukum Dan Perundangan Islam 4, no. 02
(2014): 443–66, https://doi.org/10.15642/ad.2014.4.02.443-466.

9
Terbesit dalam pikiran Syaikh Abdul Qadim Zallum setelah

ditutupnya koran tersebut dia meninggalkan Palestina pada 1958.

Kepergian dia dari Palestina dan berkeliling ke kota-kota Islam tidak lain

untuk mengemban dakwah kepada Allah dalam rangka mengembalikan

Khilafah Rasyidah ala Minhaji Nubuwah. Dalam dakwahnya dia tidak

merasa lelah ataupun bosan karena dia yakin pertolongan Allah selalu ada

untuknya. Meskipun dia sering dideportasi bahkan dimasukan ke penjara,

sampai akhirnya pada 1977 M dia dipercayai untuk memimpin Hizbut

Tahrir menggantikan kepemimpinan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani

setelah kewapatannya.13

Dalam menjalankan amanat yang telah diterimanya, dia begitu sabar

dan tekun serta melaksanakan tugas-tugasnya dengan sempurna. Sampai

dia melepaskan kepemimpinannya pada bulan Muharram 1424 H atau

bertepatan dengan bulan Maret 2003. 60 Selang satu bulan setelah

pelepasan jabatannya sebagai pimpinan Hizbut Tahrir dia sakit dan

menghembuskan nafas terakhirnya pada April 27 2003 atau 27 Shafar

1424 H di usianya kurang lebih delapan puluh tahun.

3. Pemikiran dan Gagasan Hizbut Tahrir Indonesia

a. Pemahaman Keagamaan Hizbut Tahrir

Salah satu karakteristik nalar keagamaan kelompok Islam

militan adalah menggunakan pendekatan nalar literalis teks

sebagai dasar pemikiran-pemikirannya. Pendekatan nalar literalis

ini merupakan model pemikiran normatif bahwa semua dalam tatanan

13
“Pemikiran Ekonomi Islam Abdul Qadim Zallum,” Tanwir.ID (blog), June 21, 2021,
https://tanwir.id/pemikiran-ekonomi-islam-abdul-qadim-zallum/.

10
sosial kehidupan maupun pemikiran harus berangkat dari teks suci dan

mangesampingkan campur tangan nalar manusia untuk mengatur

kehidupan dan pemikiran. Nalar literalis dan pemahaman tekstual Al-

Qur’an dan hadisakan berimplikasi pada ekspresi keberagamaan dan

bisa menjadi ekslusif. Dalam kelompok Islam militan mempunyai

keyakinan absolut bahwa Islam merupakan satu-satunya agama yang

paling benar dan sistem yang di bangun Islam merupakan aturan yang

paling ungguldi banding sistem hukum produk manusia.14

Sebagaimana di jelaskan sebelumnya bahwa nalar keagamaan

Hizbut Tahrir adalah menolak filsafat, hurmeunetik, paham sekuler,

kapitalis dan paham-paham yang bertentangan dengan Islam. Misalnya

sikap kritis Hizbut Tahrir terhadap ekonomi dan kapitalisasi pendidikan

dan pertanahan yang melanda di Indonesia.28Taqiyuddin al-Nabhani

pendiri Hizbut Tahrir sudah menggariskan pemikiran yang kemudian

dijadikan dasar perjuangan keagamaan. Al-Nabhani mengatakan apapun

pemikiran yang tidak bersumber dari Islam harus ditolak dan

sangat membahayakan umat Islam, karena dasar yang harus ditegakkan

menurut Hizbut Tahrir adalah hukum syara’, yang tidak tercampur

dengan interpretasi yang menyesatkan

Pemikiran al-Nabhani sangat anti filsafat dengan menyerang

paham yang dianggap bertentangan dengan Islam tersebut dijadikan

dasar nalar keagamaan anggota Hizbut Tahrir. Kecaman dan kritikan

yang tajam al-Nabhani tidak hanya kepada filosof muslim, tetapi juga

14
Azman Azman, “Gerakan Dan Pemikiran Hizbut Tahrir Indonesia,” Al Daulah : Jurnal Hukum
Pidana Dan Ketatanegaraan 7, no. 1 (2018): 104, https://doi.org/10.24252/ad.v7i1.5329.

11
diarahkan kepada ulama’ yang pro pemikiran Islam liberal. Bagi Hizbut

Tahrir langkah yang paling mendesak untuk merubah masyarakat Islam

adalah memperbaiki pemikiran Islam, dia mengajak kepada umat Islam

untuk kembali kepada pemikiran yang orasional yaitu pemikiran

berlandaskan Al-Qur’an dan hadis. Metode berpikir Islam bagi Hizbut

Tahrir dijadikan sebagai saqafah untuk model yang berpikir Islami.15

Demikian juga nalar keagamaan Hizbut Tahrir sangat selektif

terhadap bacaan atau kajian-kajian yang bertentangan dengan Islam.

Pemikiran tentang sastra, politik, hukum dan akidah harus sesuai dengan

Islam. Dari sini tampak jelas militansi pemikiran Hizbut Tahrir terhadap

pemikiran yang bertentangan dengan pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir

sebagaimana ditegaskan al-Nabhani dalam sistemnya.

b. Demokrasi dalam Pandangan HTI

Dalam upaya menggapai cita-cita nya untuk menyatukan

kepemimpinan Islam pada satu wadah, maka seluruh ajaran dan nilai Barat

tidak ditolerir oleh HTI, termasuk demokrasi. Pada pengertian demokrasi

sebagaimana dikatakan oleh David Held (2006) ia menghimpun

pengertian pandangan liberal dan tradisi Marxis untuk bisa mencapai

makna demokrasi yang memberi dukungan pada prinsip dasar kebebasan:

“orang seharusnya bebas dan setara dalam menentukan kondisi

15
Ainur Rofiq Al Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
(Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2012), 14.

12
kehidupannya, yaitu mereka harus memperoleh hak yang sama, dan karena

itu juga kewajiban yang sama dalam suatu kerangka pikir.16

Islam adalah agama yang mempunyai nafas akan nilai-nilai dari

demokrasi. Jika demokrasi diartikan sebagai nilai yang menganut asas

kebebasan dan kesetaraan serta pemenuhan hak antar masyarakat, maka

Islam sudah lebih dahulu mengajarkan nilai tersebut. Salah satu nilai

demokrasi yang ada dalam Islam ada musyawarah. Secara etimologi,

lafadz al-syura dan al-musyawarah serta al-masyurah, adalah format dari

kata kerja. Hakikat syura mengindikasikan potret nyata kedudukan yang

sama serta posisi manusia yang sama, bebas dalam berpendapat, dan hak

untuk melakukan kritik juga mengakui hak asasi manusia. Konsep

musyawarah bisa menemukan cara untuk membuat manusia satu dan juga

membuat golongangolongan/kelompok-kelompok bersatu, serta dapat

pula bertukar pikiran dan berdiskusi.

HTI berpandangan bahwa konsep demokrasi yang disosialisasikan

pihak Barat pada negara Islam, adalah sistem yang kafir, tidak mempunyai

keterkaitan sama sekali, langsung atau tidak. Menurut Ismail Yusanto

sebagai jubir HTI, Islam memiliki pandangan-pandangan yang khas, yang

berbeda dengan demokrasi Barat. Pertama, tentang kedaulatan. Islam

memandang kekuasaan ada di tangan Allah. Islam memandang hanya

Allah saja, tidak ada yang lain, tidak juga manusia atau rakyat, yang berhak

sebagai syaari’ (pembuat hukum- tasyri’). Kedua, bahwa kekuasaan di

16
Ana Sabhana Azmy, “Fundamentalisme Islam: Telaah Terhadap Pemikiran Politik Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI),” JWP (Jurnal Wacana Politik) 5, no. 1 (2020): 92.
https://doi.org/10.24198/jwp.v5i1.27997.

13
tangan ummat. Artinya tidak ada yang dapat tidak seorang pun dapat

menjadi penguasa dalam masyarakat Islam, sampai mereka diinginkan

umat, yang kemudian bisa dilihat dengan pengangkatan. Kekuasaan itu

pun hanya untuk menjalankan syari’at Islam, bukan untuk menjalankan

kedaulatan rakyat atau lainnnya. Ketiga, Hak Asasi Manusia. Jelas tidak

ada paksaan untuk memasuki Islam. Namun, sekali orang masuk Islam,

maka ia tidak bisa meninggalkan Islam sesukanya. Ia akan dikenakan

hukum murtad dengan hukuman setimpal.

Keempat, pengambilan keputusan. Dalam Islam, musyawarah

bukanlah segalanya dalam cara pengambilan keputusan. Ini karena

terdapat beberapa hal yang tidak bisa dikompromikan, seperti masalah

keimanan dan syariat. Kelima, kekuasaan pemimpin (khalifah). Khalifah

merupakan sosok yang memimpin masyarakat muslim, yang bisa dipilih

dan diangkat ummat. Dia merupakan wakil dari masyarakat muslim dalam

menjalankan syari’at Allah. Namun, dia ia juga memiliki hak untuk

melegislasi hukum syara’ dan menjadikan hukum syara’ bagi seluruh

kaum muslimin. Pembagian kekuasaan sebagaimana dalam sistem

demokrasi, tidak relevan, bahkan bertentangan dengan Islam. Keenam,

majelis Ummah/Syura. Majelis ini adalah wakil ummah yang dipilih dari

kalangan ummat guna menyampaikan pendapat ummat. Namun majelis ini

bukan seperti lembaga legislatif, karena ia tidak menetapkan hukum.17

17
Kisno Hadi and May Linda Sari, “Fundamentalisme Radikal Dalam Pemikiran Dan Gerakan
Politik Keagamaan Di Indonesia: Studi Kasus Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI),” Jurnal
Ledalero 20, no. 2 (2021): 90, https://doi.org/10.31385/jl.v20i2.233.159-173.

14
B. Majelis Mujahidin Indonesia

1. Profil dan Sejarah Perkembangan Majelis Mujahidin Indonesia

Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) merupakan organisasi yang

terhitung masih muda. Ia didirikan di Gedung Mandala Bhakti Wanitatama

Yogyakarta sebagai hasil dari pertemuan sejumlah aktivis Muslim dari

berbagai daerah di Indonesia dan beberapa delegasi dari luar negeri pada

tanggal 5-7 Agustus tahun 2000 silam. Pertemuan itu disebut Kongres

Mujahidin.18 Adapun tokoh kunci pada kongres tersebut adalah Irfan S.

Awwas dan Abu Bakar Ba’asyir, yang pernah dituduh sebagai pimpinan

spriritual Jemaah Islamiyah, jaringan Al Qaeda di Asia Tenggara, akan tetapi

gagal dibuktikan oleh pengadilan Indonesia.19

Dalam kongres tersebut, selain merumuskan jajaran kepengurusan,

komitmen-komitmen, arah gerak dan pandangan organisasi juga dibahas dan

disepakati. Salah satu hasil kongres yang sangat fenomenal adalah lahirnya

“Piagam Yogyakarta”. Ada tiga alasan mengapa MMI didirikan:

a. Belum diberlakukannya syariat Islam secara formal khususnya di

Indonesia, dan di kebanyakan negara-negara berpenduduk mayoritas

Muslim umumnya.

b. Umat Islam dewasa ini belum memiliki tata kepemimpinan umat yang

berfungsi secara efektif dan berkemampuan untuk mengantar serta

memberdayakan mereka pada tingkat kehidupan yang beradab dan

18
Ahmad Aminuddin, “Muhammad Thalib, Majelis Mujahidin Indonesia, dan Tafsir Ayat-ayat
Penegakan Syariat Islam di Indonesia,” Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam 8, no. 1 (2018): 125.
19
Eriyanto, Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2005), 12

15
bermartabat sebagaimana arahan dan pesan-pesan yang disampaikan oleh

Allah melalui wahyu-Nya.

c. Umat Islam saat ini masih terpasung dalam kebodohan, kejumudan,

keterbelakangan, dan kemiskinan padahal memiliki al-Qur’an dan Hadist

sebagai pedoman hidup mereka.

Adapun visi, misi, dan ambisi MMI melalui berbagai programnya.

MMI terhitung kerap menggelar forum-forum publik untuk konsolidasi

syariat Islam. Bahkan, MMI telah menerbitkan draf usulan UUD dan hukum

pidana yang disesuaikan dengan syariat Islam. Draf usulan tersebut, mereka

kirimkan ke berbagai pihak termasuk lembaga-lembaga tinggi negara di

Indonesia. Bahkan mereka juga kirimkan draf itu kepada sejumlah tokoh

dunia termasuk kepada Megawati, George W. Bush dan Saddam Hussein

sebagai seruan untuk menerapkan sistem Islam.

MMI mengklaim, bahwa penerapan syariat Islam merupakan

satusatunya cara untuk menyelamatkan kondisi umat Islam yang terbelakang

dan teraniaya. Mereka juga meyakinkan bahwa penerapan sistem Islam

sebenarnya bukan hanya kepentingan umat Islam, tetapi juga non-Muslim

karena ia akan menjamin hak-hak non Muslim yang akan diperlakukan secara

adil dalam pemerintahan Islam. Penerapan hukum Islam adalah bagian

penting keislaman seseorang dan oleh karena itu adalah sebuah kebutuhan

esensial manusia secara umum. Untuk itu, bagi MMI, penegakan syariat

Islam adalah tuntutan mutlak. Bagi mereka hanya ada dua alternatif, yaitu

“penerapan hukum Islam atau mati dalam jihad di jalan Allah demi tegaknya

syariat Islam”. MMI meyakini bahwa nihilnya hukum Islam akan

16
mengundang murka Allah, sehingga Ia akan mengirim manusia ke posisi

terendah, bencana, pertikaian antar mereka.20

2. Tokoh-Tokoh Majelis Mujahidin Indonesia

a. Abu Bakar Ba’asyir

Abu Bakar Ba'asyir bin Abu Bakar Abud yang lahir pada 17 Agustus

1938 adalah tokoh muwahidin di Indonesia beraliran Jihadisme salafi yang

dianggap memiliki keterkaitan dengan beberapa peristiwa dan aksi

terorisme di Indonesia. Ba’asyir juga merupakan pemimpin Majelis

Mujahidin Indonesia (MMI) serta salah seorang pendiri Pondok Pesantren

Islam Al Mu’min. Berbagai badan intelijen menuduh Ba’asyir sebagai

kepala spiritual Jemaah Islamiyah (JI), sebuah grup separatis militan Islam

yang mempunyai kaitan dengan al-Qaeda walaupun Ba’asyir membantah

menjalin hubungan dengan JI atau terorisme.21

Ba’asyir pernah menjalani pendidikan sebagai santri Pondok

Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur pada tahun 1959 dan alumni

Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo, Jawa Tengah pada tahun

1963. Perjalanan kariernya dimulai dengan menjadi aktivis Himpunan

Mahasiswa Islam Solo. Selanjutnya ia menjabat Sekretaris Pemuda Al-

Irsyad Solo, kemudian terpilih menjadi Ketua Gerakan Pemuda Islam

Indonesia pada tahun 1961 dan Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa

Islam. Beliau memimpin Pondok Pesantren Al Mu'min pada 1972 dan

Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) di tahun 2002.

20
Aminuddin, Muhammad Thalib, 131.
21
Moh Dliya'ul Chaq, “Pemikiran Hukum Gerakan Islam Radikal Studi atas Pemikiran Hukum
dan Potensi Konflik Sosial Keagamaan Majelis Mujâhidin Indonesia (MMI) dan Jamâ’ah Anshârut
Tauhid (JAT),” Tafáqquh: Jurnal Penelitian dan Kajian Keislaman 1, no. 1 (2013): 20. 16-42

17
Perjalanan hidup Ba’asyir cukup berwarna karena pada 1983, Abu

Bakar Ba’asyir ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar. Ia dituduh

menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Ia juga melarang

santrinya melakukan hormat bendera karena menurut dia itu perbuatan

syirik. Tak hanya itu, ia bahkan dianggap merupakan bagian dari gerakan

Hispran (Haji Ismail Pranoto), salah satu tokoh Darul Islam/Tentara Islam

Indonesia Jawa Tengah. Di pengadilan, keduanya divonis 9 tahun

penjara.22

Pada tahun 1999, Sekembalinya dari Malaysia, Ba’asyir langsung

terlibat dalam pengorganisasian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang

merupakan salah satu dari Organisasi Islam baru yang bergaris keras.

Organisasi ini bertekad menegakkan Syariah Islam di Indonesia. Pada 18

Oktober 2002, Ba’asyir ditetapkan tersangka oleh Kepolisian RI menyusul

pengakuan Omar Al Faruq kepada Tim Mabes Polri di Afganistan juga

sebagai salah seorang tersangka pelaku pengeboman di Bali. 23

Pada 3 Maret 2005, Ba'asyir dinyatakan bersalah atas konspirasi

serangan bom 2002, tetapi tidak bersalah atas tuduhan terkait dengan bom

2003. Dia divonis 2,6 tahun penjara dan dibebaskan pada tahun 2006.

membidani satu cabang Al Qaida di Aceh. Namun, pada tanggal 16 Juni

2011, Ba’asyir dijatuhi hukuman penjara 15 tahun oleh majelis hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah dinyatakan terlibat dalam

pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.

22
Chaq, Pemikiran Hukum Gerakan, 21.
23
Chaq, Pemikiran Hukum Gerakan, 21.

18
Baru-baru ini, tanggal 8 Januari 2021, Abu Bakar Ba’asyir bebas murni

dari hukuman penjara Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.

b. Muhammad Thalib

Muhammad Thalib lahir di Desa Banjaran, Gresik, Jawa Timur pada

tanggal 30 November 1948 dengan nama kecil Muhammad. Ayahnya

bernama Abdullah bin Thalib al-Hamdani al-Yamani. Dengan demikian,

secara garis keturunan nama lengkap Thalib adalah Muhammad bin

Abdullah bin Thalib al-Hamdani al-Yamani. Pada kongres I MMI, ia

ditunjuk sebagai wakil ketua.24

Beberapa waktu sebelum masa jabatan Ba’asyir periode kedua

berakhir, terjadi friksi antara dia dan ketuanya, Thalib. Ba’asyir

menganggap MMI sudah tidak syariah lagi dengan tuduhan MMI telah

terinfeksi virus sekuler, utamanya terletak pada sistem kepemimpinan

yang ada. 25

Pasca Ba’asyir lengser, MMI menggelar kongres ketiga pada tanggal

9-10 Agustus 2008. Kongres ini, meski terancam sepi lantaran anti-

klimaksnya kepemimpinan Ba’asyir, namun senyatanya sukses digelar

dengan menunjuk Thalib sebagai pemimpin baru dan diharapkan menjadi

angin segar bagi MMI. Thalib diputuskan untuk memimpin Ahl halli wal

aqhdi (AHWA) sekaligus menjadi amīr, sementara pengurus hariannya

tetap dipegang oleh Irfan S. Awwas, dan dengan demikian era baru bagi

MMI dimulai.

24
Aminuddin, Muhammad Thalib, 117.
25
Aminuddin, Muhammad Thalib, 121.

19
c. Abu Muhammad Jibril

Abu Muhammad Jibril dikenal sebagai mantan Ketua Umum Majelis

Mujahidin Indonesia (MMI). MMI adalah oganisasi yang didirikan melalu

Kongres Mujahidin I di Yogyakarta pada tahun 2000 lalu. Dalam

perkembangannya, dirinya kerap diidentikkan dengan gerakan Islam

radikal di Indonesia karena dakwahnya yang keras. Namanya kembali

menjadi sorotan ketika putranya, Ridwan Abdul Hayyi alias Abu Umar,

tewas tertembak oleh tank pasukan Suriah di Kota Idlib pada tanggal 26

Maret 2015. Ridwan tewas pada saat perang bersama pasukan Jabhat Al

Nusra.26

Kemudian nama Abu Jibril juga sempat disebut-sebut terkait dengan

teror bom di hotel JW Marriott di Jakarta beberapa waktu silam. Namun

ternyata tidak terbukti hingga akhir penyelidikan oleh kepolisian. Ustadz

Abu Muhammad Jibril juga diketahui pernah ikut aksi long march bersama

Habib Muhammad Rizieq Shihab dan almarhum Ustadz Arifin Ilham.

Mereka berjalan dari Gelora Bung Karno (GBK) Senayan menuju

Bundaran Hotel Indonesia (HI) pada tanggal 18 Agustus 2015.27

3. Pemikiran dan Gagasan Majelis Mujahidin Indonesia

a. Ideologi Majelis Mujahidin Indonesia

Ideologi yang dianut oleh Majelis Mujahidin Indonesia tertuang

dalam Piagam Yogyakarta yang merupakan hasil kongres Mujahidin I.

Ada lima pokok yang menjadi dasar idelogi MMI antara lain:

26
Zakiyuddin Baidhawy, “Dinamika Radikalisme dan Konflik Bersentimen Keagamaan di
Surakarta,” Ri'ayah: Jurnal Sosial dan Keagamaan 3, no. 02 (2019): 51.
27
Baidhawy, Dinamika Radikalisme, 52.

20
1) Wajib hukumnya melaksanakan syariat bagi umat Islam di Indonesia

dan dunia pada umumnya.

2) Menolak segala Ideologi yang bertentangan dengan Islam yang

berakibat syirik dan nifaq serta melanggar hak-hak asasi manusia.

3) Membangun satu kesatuan shaf Mujahidin yang kuat, baik di dalam

negeri, regional maupun internasional.

4) Mujahidin Indonesia membentuk majelis mujahidin menuju

terbentuknnya imamah khilafah atau kepemimpinan kuat, baik di dalam

negeri maupun kesatuan umat Islam seluruh dunia.

5) Menyeru kepada kaum muslimin untuk menggerakkan dakwah dan

jihad di seluruh penjuru dunia demi tegaknya Islam sebagai rahmatan

lil alamin.28

b. Manhaj perjuangan MMI

MMI menganut dua manhaj perjuangan, yakni berdakwah dan jihad

fi sabilillah. Aktivitas dakwah berarti usaha untuk menjelaskan hakikat

Islam dan kewajiban-kewajiban untuk menegakkan syariat Islam.

Kegiatan ini biasa dilakukan para aktivis MMI melalui kegiatan tabligh di

berbagai daerah. Sedangkan pengertian manhaj jihad fi sabilillah

dipahami sebagai berjuang dengan semangat tinggi dan kesediaan untuk

mengorbankan harta dan jiwa guna menghadapi segala bentuk tantangan

fisik dalam rangka melindungi dakwah dan mengawal tegaknya syariat

Islam.29

28
Fauzan Al-Ansyari, Saya Teroris? Sebuah Pledoi (Jakarta: Republika, 2002), 88.
29
Al-Ansyari, Saya Teroris, 52.

21
Pokok persoalan utama yang selalu diangkat dalam dakwah adalah

syariat Islam. MMI menyakini sepenuhnnya bahwa seluruh kaum

muslimin di Indonesia sesungguhnya tidak ada yang menolak

diberlakukannya syariat. Pola perjuangan yang ditempuhnnya melalui

aliansi atau tansiq. Aliansi ini dimaksudkan untuk menyatukan kelompok-

kelompok Islam yang ada. Penyatuan berbagai gerakan Islam ini dinilai

sebagai keharusan berdasarkan ajaran Islam yang melarang adanya

berbagai macam kelompok atau firqah dalam Islam. Adanya berbagai

firqah dalam Islam dianggap akan memperlemah barisan Islam itu sendiri

yang saat dalam kondisi lemah.30

c. Pemikiran MMI tentang Negara dan Demokrasi

MMI memandang antara Islam dan negara merupakan hal yang tidak

bisa dipisahkan. Menegakkan syariat Islam memerlukan kekuasaan

(sulthan), tanpa kekuasaan syariat mustahil bisa diterapkan. Negara atau

institusi yang bisa menyelenggarakan syariat Islam Negara yang dicita-

citakan MMI adalah Pemerintahan Khilafah Islamiah yang pada dasarnya

mengandung prinsip sebuah pemerintahan dimana hukum-hukumnya

berdasarkan hukum Islam secara kaffah.31

Konsepsi yang dicita-citakan para aktifis Mujahidin Indonesia

adalah jelas, menginginkan terbentuknya suatu sistem pemerintahan

Islamiah yang dipimpin seorang khalifah. Seluruh umat Islam wajib

hukumnya untuk bernaung dalam Daulah Islamiah tersebut. Dasarnya

30
Irfan Suryahadi Awwas, Dakwah dan Kihad Abu Bakar Baasyir (Yogyakarta: Wihdah Press,
2002), 23.
31
Al-Ansyari, Saya Teroris, 54.

22
adalah hadist Nabi yang berbunyi, “Barang siapa yang meninggal dunia

tanpa terikat dengan baiat, maka kematiannya dianggap sebagai mati

jahiliyah.” Kekosongan kekuasaan dan kepemimpinan telah dianggap

sebagai sebuah bencana.32

Gerakan MMI di Indonesia dilakukan dengan beberapa bentuk.

Salah satu bentuknya dengan mendukung formalisasi penerapan syariat

Islam ke dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 yang

memberikan hak konstitusional kepada umat Islam untuk menjalankan

syariat Islam dan memberikan kebebasan kepada umat agama lain untuk

menjalankan ibadah agamanya. MMI mendukung amandemen UUD 1945

berdasarkan syariat Islam, alasannya yang dikemukakan karena UUD

1945 adalah produk akal manusia yang tidak sakral, sehingga perlu

disesuaikan dengan tuntutan zaman.33

MMI menolak demokrasi, yang diistilahkan dengan demokrasi

sekuler dikarenakan demokrasi sekuler tidak mengenal kontrol didasarkan

agama dan syariat Islam. Demokrasi cenderung bersifat sekularitis dan

banyak kelemahan. Praktek demokrasi tidak dapat memberikan

kemaslahatan dalam kehidupan umat manusia, tetapi menawarkan

bencana.34

d. Pemikiran MMI tentang Hak Asasi Manusia

Menurut MMI, hak asasi manusia tidak bisa dipuaskan dengan

tindakan-tindakan yang tanpa batasan atau aturan. Konvensi PPB tentang

32
M. Zaki Mubarak, Geneologi Islam Radikal di Indonesia, Gerakan, Pemikiran dan
Prospek Demokrasi (Jakarta: LP3ES, 2007), 304.
33
Al-Ansyari, Saya Teroris? Sebuah Pledoi, 88.
34
Al-Ansyari, Saya Teroris? Sebuah Pledoi, 72.

23
HAM, menyatakan bahwa HAM tidak berlaku dalam sebuah komunitas

yang memiliki aturan Hak asasi manusia dibatasi oleh agama, konstitusi,

kebudayaan dan sebagainya. Oleh karena itu seseorang tidak dibenarkan

dalam rangka memuaskan hak asasinya, akan tetapi bertentangan dengan

batasan-batasan tersebut.35

Kebebasan beragama dalam Islam berbeda secara prinsipil dengan

kebebasan versi dekralasi Universal HAM PBB. Dalam Pasal 18 Deklarasi

Universal HAM menyatakan tentang kebebasan beragama, termasuk di

dalamnya kebebasan berganti agama. Bagi mereka (PBB), kebebasan

berganti agama merupakan bagian dari kebebasan beragama, berbeda

dengan pandangan hukum Islam yang menyatakan kcharaman tindakan

tersebut. Dalam hukum Islam, berganti agama (riddah) dan pelakunya

disebut murtad adalah sebuah pelanggaran dan dikenakan sanksi hukuman

mati.36

Selain itu, MMI juga mengkritik Pasal 2 Deklarasi Universal HAM

yang menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat dilakukan berdasarkan

pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai. Sedangkan

dalam Islam memilih calon pasangan telah ditentukan oleh syariat. Haram

bagi seorang muslimah menikah dengan seorang non-muslim begitu juga

dengan seorang muslim yang diharamkan menikahi wanita musyrik.37

35
Rio Sulaiman, “Pemikiran dan Kiprah Majelis Mujahidin Indonesia,” (Undergraduate thesis,
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta), 37.
36
Ikhwan, 63.
37
Sulaiman, Pemikiran dan Kiprah, 38.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan gerakan Islam transnasional dan

mengusung pendirian kembali khilafah Islamiyyah secara global. Secara

teoretis, pendirian ini ditujukan demi tegaknya syariat Islam pada level politik

dan kemasyarakatan. Pada tanggal 19 Juli 2017 pemerintah Indonesia melalui

Kementerian Hukum dan HAM secara resmi mencabut status badan hukum

ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Hukum dan HAM.

Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) adalah organisasi payung yang

menaungi berbagai kelompok Islamis di Indonesia. Tujuan pendirian organisasi

ini adalah untuk menuntut penegakan syariat Islam di Indonesia. Organisasi ini

dibentuk oleh Abu Bakar Ba’asyir pada tahun 2000 ditandai dengan adanya

kongres I Mujahidin. Ba'asyir menjadi amir (pemimpin) MMI hingga akhirnya

ia mundur pada tahun 2008. Ia mundur karena menurutnya sistem organisasi

MMI sudah tidak sesuai dengan syariat Islam. MMI dinyatakan sebagai

organisasi teroris oleh Amerika Serikat pada 13 Juni 2017.

B. Saran

Penulis berharap makalah ini dapat menjadi pintu untuk menambah

pengetahuan mengenai Islam Radikal dan Politik Syariah yang direpresentasikan

oleh organisasi Hizbut Tahrir Indonesia dan Majelis Mujahudin Indonesia serta

dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

25
DAFTAR RUJUKAN

Al Amin, Ainur Rofiq. Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir Indonesia
(HTI). Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2012.
Al-Ansyari, Fauzan. Saya Teroris? Sebuah Pledoi. Jakarta: Republika, 2002.
Aminuddin, Ahmad. “Muhammad Thalib, Majelis Mujahidin Indonesia, dan Tafsir
Ayat-ayat Penegakan Syariat Islam di Indonesia.” Jurnal Tasawuf dan
Pemikiran Islam 8, no. 1 (2018): 113-143.
Arifin, M. Syamsul. “Pemikiran Abdul Qadim Zallum Tentang Majelis Umat Dan
Dewan Perwakilan Rakyat Di Indonesia.” Al-Daulah: Jurnal Hukum Dan
Perundangan Islam 4, no. 02 (2014): 443–66,
https://doi.org/10.15642/ad.2014.4.02.443-466.
Awwas, Irfan Suryahadi. Dakwah dan Jihad Abu Bakar Baasyir. Yogyakarta:
Wihdah Press, 2002.
Azman. “Gerakan Dan Pemikiran Hizbut Tahrir Indonesia.” Al Daulah : Jurnal
Hukum Pidana Dan Ketatanegaraan 7, no. 1 (2018): 99–113,
https://doi.org/10.24252/ad.v7i1.5329.
Azmy, Ana Sabhana. “Fundamentalisme Islam: Telaah Terhadap Pemikiran Politik
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).” JWP (Jurnal Wacana Politik) 5, no. 1
(2020): 92. 87–98, https://doi.org/10.24198/jwp.v5i1.27997.
Baidhawy, Zakiyuddin. “Dinamika Radikalisme dan Konflik Bersentimen
Keagamaan di Surakarta.” Ri'ayah: Jurnal Sosial dan Keagamaan 3, no. 02
(2019): 43-68.
Candrakusuma, Muslich dan Arif Santoso. “Tinjauan Komprehensif Konsep Uang
Taqiyuddin An-Nabhani.” Musyarakah: Journal of Sharia Economic (MJSE)
1, no. 1 (April 23, 2021): 20–33.
Chaq, Moh Dliya’ul. “Pemikiran Hukum Gerakan Islam Radikal Studi atas
Pemikiran Hukum dan Potensi Konflik Sosial Keagamaan Majelis Mujâhidin
Indonesia (MMI) dan Jamâ’ah Anshârut Tauhid (JAT).” Tafáqquh: Jurnal
Penelitian dan Kajian Keislaman 1, no. 1 (2013): 16-42.
Eriyanto. Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara,
2005.
Fitriyana, Siti Nur. “Fenomena Dakwah Eks-HTI Pasca Di Bubarkan.” Islamic
Comunication Journal 4, no. 2 (2019): 119–211.
Fuadi, Farkhan, Imanatur Rofiah, dan Selvia. “Toleransi Nasaruddin Umar Sebagai
Solusi Menanggulangi Radikalisme Atas Nama Agama.” Academia: Journal
of Multidiscilpinary Studies 5, no. 1 (2021): 1-27.
Hadi, Kisno dan May Linda Sari. “Fundamentalisme Radikal Dalam Pemikiran Dan
Gerakan Politik Keagamaan Di Indonesia: Studi Kasus Pembubaran Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI),” Jurnal Ledalero 20, no. 2 (2021): 159–73,
https://doi.org/10.31385/jl.v20i2.233.159-173.

26
Hayati, Nilda. “Konsep Khilafah Islᾱmiyyah Hizbut Tahrir Indonesia: Kajian
Living al-Qur’an Perspektif Komunikasi.” Epistemé: Jurnal Pengembangan
Ilmu Keislaman 12, no. 1 (2017): 169–200.
Hilmy, Masdar “Akar-Akar Transnasionalisme Islam Hizbut Tahrir Indonesia
(HTI).” Islamica: Jurnal Studi Keislaman 6, no. 1 (September 2011): 1–13.
Mubarak, M. Zaki. Geneologi Islam Radikal di Indonesia, Gerakan, Pemikiran dan
Prospek Demokrasi. Jakarta: LP3ES, 2007.
Rusmiati, Elis Teti dkk. “Penguatan Moderasi Beragama di Pesantren untuk
Mencegah Tumbuhnya Radikalisme.” Abdi Moestopo: Jurnal Pengabdian
Pada Masyarakat 5, no. 2 (2022): 203-213.
Setia, Paelani dan M. Taufiq Rahman. “Kekhilafahan Islam, Globalisasi dan
Gerilya Maya: Studi Kasus Hizbut Tahrir Indonesia,” Fikrah: Jurnal Ilmu
Aqidah Dan Studi Keagamaan 9, no. 2 (2021): 64.
Suganda, Ahmad. “Implementasi Hukum Islam dan Pengaruhnya Terhadap Politik
Hukum Indonesia,” Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan 29, no.
2 (2019): 1-20.
Sulaiman, Rio. “Pemikiran dan Kiprah Majelis Mujahidin Indonesia,”
.Undergraduate thesis, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
Syahril. Literasi Paham Radikalisme di Indonesia. Bengkulu: CV. Zigie Utama,
2020.
Zulaekah. “Pemikiran Ekonomi Taqiyuddin An Nabhani.” IQTISHADIA Jurnal
Ekonomi & Perbankan Syariah 1, no. 1 (November 28, 2014): 76–97,
https://doi.org/10.19105/iqtishadia.v1i1.367.

27

Anda mungkin juga menyukai