Al Irsyad Al Islamiyyah
Al Ittihadiyah
Al Washliyah
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
Dewan Masjid Indonesia (DMI)
Forum Umat Islam (FUI)
Front Pembela Islam (FPI)
Forum Dakwah Islam Indonesia (FDII)
Gerakan Pemuda Ansor
Himpunan ahlus Sunnah Untuk Masyarakat Islami (Hasmi)
Hidayatullah
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi)
Lembaga Dakwah Kemuliaan Islam (LDKI)
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI)
Majelis Az Zikra
Majelis Dakwah Islamiyah
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Tafsir Al-Quran (MTA)
Mathla'ul Anwar
Muhammadiyah
Nahdlatul Ulama (NU)
Nahdlatul Wathan (NW)
Pemuda Muslimin Indonesia (Pemuda Muslim)
Persatuan Islam (Persis)
Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI)
Persatuan Umat Islam (PUI)
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
Syarikat Islam (SI)
Wahdah Islamiyah
BP4
Syarikat Islam Indonesia (SII)
1. Menyatakan rasa syukur atas hasil dan kemajuan yang telah dicapai hingga kini dalam
usaha-usaha dakwah yang secara terus menerus dilakukan oleh berbagai kalangan
umat, yakni para alim ulama dan para muballigh secara pribadi, serta atas usaha-usaha
yang telah dicapai dalam rangka organisasi dakwah.
2. Memandang perlu (urgent) lebih ditingkatkan hasil dakwah hingga taraf yang lebih tinggi
sehingga tercipta suatu keselarasan antara banyaknya tenaga lahir yang dikerahkan dan
banyaknya tenaga batin yang dicurahkan dalam rangka dakwah tersebut.
Untuk menindaklanjuti kesimpulan pada butir kedua di atas, musyawarah para ulama dan
zu'ama mengkonstatir terdapatnya berbagai persoalan, antara lain:
1. Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia berdasarkan taqwa dan keridhaan Allah.
2. Dalam mencapai maksud dan tujuannya, Dewan Dakwah mengadakan kerja sama yang
erat dengan badan-badan dakwah yang telah ada di seluruh Indonesia.
3. Dalam hal yang bersifat kontroversial (saling bertentangan) dan dalam usaha melicinkan
jalan dakwah, Dewan Da'wah bersikap menghindari dan atau mengurangi pertikaian
paham antara pendukung dakwah, istimewa dalam melaksanakan tugas dakwah.
4. Di mana perlu dan dalam keadaan mengizinkan, Dewan Dakwah dapat tampil mengisi
kekosongan, antara lain menciptakan suatu usaha berbentuk atau bersifat dakwah,
usaha mana sebelumnya belum pernah diadakan, seperti mengadakan pilot projek
dalcrm bidang dakwah.
Musyawarah alim ulama juga merumuskan program kerja sebagai penjabaran dari landasan
kebijaksanaan di atas. Program kerja tiga pasal itu ialah sebagai berikut:
Bidang Organisasi
Bidang Penggalian dan Penggunaan Dana
Bidang Pembangunan tempat-tempat Ibadah
Bidang Publikasi
Bidang Pengkajian dan Perpustakaan
Bidang anak-anak Remaja, wanita masjid.
Bidang Bina Jamaah
Bidang Kemurnian Masjid
4. Periode 1989-1994 (Muktamar II)
Sejarah
FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman
Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh sejumlah Habaib,
Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari
daerah Jabotabek.[1] Pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto
mundur dari jabatannya, karena pada saat pemerintahan orde baru presiden tidak mentoleransi
tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan
hukum Islam di negara sekuler.[2]
Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam
menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar[3] di setiap aspek kehidupan.
Latar belakang pendirian FPI sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara lain:
1. Adanya penderitaan panjang ummat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial
penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
oknum penguasa.
2. Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor
kehidupan.
3. Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta
ummat Islam.
Pada tahun 2002 pada tablig akbar ulang tahun FPI yang juga dihadiri oleh mantan Menteri
Agama dan terdakwa kasus korupsi Dana Abadi Umat (DAU), Said Agil Husin Al Munawar, FPI
menuntut agar syariat Islam dimasukkan pada pasal 29 UUD 45 yang berbunyi, "Negara
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan menambahkan "kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" seperti yang tertera pada butir pertama dari Piagam
Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 ke dalam amendemen UUD 1945 yang
sedang di bahas di MPR sambil membawa spanduk bertuliskan "Syariat Islam atau Disintegrasi
Bangsa".
Namun Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Dr. J. Soedjati
Djiwandono berpendapat bahwa dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945
yang diamendemen, justru dikhawatirkan akan memecah belah kesatuan bangsa dan negara,
mengingat karekteristik bangsa yang majemuk.[4]
Pembentukan organisasi yang memperjuangkan syariat Islam dan bukan Pancasila inilah yang
kemudian menjadi wacana pemerintah Indonesia untuk membubarkan ormas Islam yang
bermasalah pada tahun 2006.
Aksi
Artikel utama: Daftar aksi Front Pembela Islam
FPI menjadi sangat terkenal karena aksi-aksinya yang kontroversial sejak tahun 1998, terutama
yang dilakukan oleh laskar paramiliternya yakni Laskar Pembela Islam.[5] Rangkaian aksi
penutupan klab malam, tempat pelacuran dan tempat-tempat yang diklaim sebagai tempat
maksiat, ancaman terhadap warga negara tertentu, penangkapan (sweeping) terhadap warga
negara tertentu, konflik dengan organisasi berbasis agama lain adalah wajah FPI yang paling
sering diperlihatkan dalam media massa.[butuh rujukan]
Di samping aksi kontroversial yang dilakukan, FPI juga melibatkan diri dalam aksi-aksi
kemanusiaan antara lain pengiriman relawan ke daerah bencana tsunami di Aceh,[6] bantuan
relawan dan logistik saat bencana gempa di Padang dan beberapa aktivitas kemanusiaan
lainnya.[7][8]
Tindakan FPI sering dikritik berbagai pihak karena tindakan main hakim sendiri yang berujung
pada perusakan hak milik orang lain. Pernyataan bahwa seharusnya Polri adalah satu-satunya
intitusi yang berhak melakukan hal tersebut dijawab dengan pernyataan bahwa Polri tidak
memiliki insiatif untuk melakukannya.
Rizieq, sebagai ketua FPI, menyatakan bahwa FPI merupakan gerakan lugas dan tanpa
kompromi sebagai cermin dari ketegaran prinsip dan sikap. Menurut Rizieq kekerasan yang
dilakukan FPI dikarenakan kemandulan dalam sistem penegakan hukum dan berkata bahwa FPI
akan mundur bila hukum sudah ditegakkan. Ia menolak anggapan bahwa beberapa pihak
menyatakan FPI anarkis dan kekerasan yang dilakukannya merupakan cermin kebengisan hati
dan kekasaran sikap.
Kontroversi
Karena aksi-aksi kekerasan itu meresahkan masyarakat, termasuk dari golongan Islam sendiri,
beberapa ormas menuntut agar FPI dibubarkan. Melalui kelompok surat elektronik yang
tergabung dalam forum wanita-muslimah mereka mengirimkan petisi pembubaran FPI dan
ajakan bergabung.[9]
Menurut mereka walaupun FPI membawa nama agama Islam, pada kenyataannya tindakan
mereka bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islami, bahkan tidak jarang menjurus
ke vandalisme.
Sedangkan menurut Pengurus FPI, tindakan itu dilakukan oleh oknum-oknum yang kurang /
tidak memahami Prosedur Standar FPI.[10]
Pada bulan Mei 2006, FPI berseteru dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pertikaian ini
berawal dari acara diskusi lintas agama di Purwakarta, Jawa Barat. Gus Dur, yang hadir di sana
sebagai pembicara, sempat menuding organisasi-organisasi Islam yang mendukung Rancangan
Undang-Undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi disokong oleh sejumlah jenderal. Perdebatan
antara Gus Dur dan kalangan FPI pun memanas sampai akhirnya mantan presiden ini turun dari
forum diskusi.
Pada bulan Juni 2006 Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo
Kumolo dan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar meminta
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kapolri Jenderal Pol Sutanto untuk menindak ormas-
ormas anarkis secepatnya. Pemerintah, melalui Menko Polhukam Widodo AS sempat
mewacanakan pembubaran ormas berdasarkan peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1985, namun hal ini hanya berupa wacana, dan belum dipastikan. Kabarnya pendiria
ormas di Indonesia harus berdasarkan Pancasila sedangkan FPI berdasarkan syariat Islam dan
tidak mau mengakui dasar lainnya.
Kalangan DPR juga meminta pemerintah bertindak tegas terhadap ormas-ormas yang bertindak
anarkis dan meresahkan ini. Tindakan tegas aparat keamanan dinilai penting agar konflik
horizontal tidak meluas.[11]
Pada 20 Juni 2006 Dalam acara diskusi "FPI, FBR, versus LSM Komprador" Rizieq menyatakan
bahwa rencana pemerintah untuk membubarkan ormas Islam adalah pesanan dari Amerika
merujuk kedatangan Rumsfeld ke Jakarta.[12] FPI sendiri menyatakan bahwa bila mereka
dibubarkan karena tidak berdasarkan Pancasila maka organisasi lainnya
seperti Muhammadiyah dan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) juga harus
dibubarkan.
Insiden Monas
Artikel utama: Insiden Monas
Insiden Monas adalah sebutan media untuk peristiwa penyerangan yang dilakukan FPI terhadap
Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKBB) di silang Monas
pada tanggal 1 Juni 2008. Satu hari setelah peristiwa tersebut, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengadakan Rapat Koordinasi Polkam yang membahas aksi kekerasan tersebut.
Presiden dalam jumpa persnya mengatakan negara tidak boleh kalah dengan perilaku
kekerasan,[13] menambahkan bahwa aksi-aksi kekerasan telah mencoreng nama baik di dalam
dan di luar negeri. Ketua Komando Laskar Islam, Munarman, mengoreksi pemberitaan media
dan menyatakan bahwa penyerangan terhadap AKBB dilakukan oleh Komando Laskar Islam
dan bukan FPI. Sehari sebelumnya Polisi menemui Rizieq di markas FPI, Petamburan Jakarta,
namun tidak melakukan penangkapan, karena ketua FPI berjanji akan menyerahkan anggotanya
yang bertanggung jawab pada insiden Monas,[14] polisi sendiri sudah mengidentifikasi lima
anggota FPI yang diduga terlibat dalam penyerangan di Lapangan Monas.[15] Setelah tidak ada
yang menyerahkan diri, pada 4 Juni 2008 sejumlah 1.500 anggota polisi dikerahkan ke Markas
FPI di Jalan Petamburan III, Tanahabang, Jakarta Pusat dan menangkap 57 orang untuk
diselidiki, di antara yang dijadikan tersangka yaitu ketua FPI, Rizieq.[16][17][18][19] Ketua Laskar
Islam Munarman telah ditetapkan sebagai DPO Polisi (Daftar Pencarian Orang) karena telah
melarikan diri dan keberadaannya tidak diketahui.[20][21] Pemerintah sendiri akan melakukan
pengkajian terhadap keberadaan FPI berdasar UU No 8/1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan seperti yang dinyatakan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan
(Polhukam) Widodo Adi Sutjipto. Pembinaan terhadap ormas yang ada di masyarakat penting
agar berjalan sesuai dengan UU yang berlaku. Pembinaan dapat berupa teguran, peringatan,
dan tindakan tegas yakni pembubaran.[22] Hingga saat ini pemerintah sulit untuk membubarkan
FPI secara resmi karena keberadaan FPI tidak berlandaskan hukum ungkap Menteri Kehakiman
dan HAM Andi Mattalata.[2]
Insiden Monas dalam rangka memperingati Hari Lahirnya Pancasila terus menuai protes. Din
Syamsuddin Ketua PP Muhammadiyah menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan kriminalitas
nyata, Ketua DPR Agung Laksono menilai kekerasan tersebut tidak bermoral.[13] Sementara aksi
menentang FPI terjadi di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Mojokerto, Malang, Jember dan
Surabaya, Jawa Timur oleh ratusan ormas seperti PMII, Banser, Satgas, Garda Bangsa and GP
Anshor yang umumnya merupakan partisan PKB Gus Dur,[23] masa mulai mengancam apabila
pemerintah tidak mengambil tindakan, mereka akan mengambil tindakan sendiri. Di Yogya,
sekelompok orang tidak bersenjata berjumlah sekitar 100 orang dengan menggunakan sepeda
motor menyerbu kantor FPI di Sleman pada 2 Juni 2008 dan merusak papan nama FPI, mereka
langsung melarikan diri untuk menghindari konflik saat anggota-anggota FPI keluar dengan
membawa senjata tajam.[24] Di Bali, Masyarakat Aliansi Penegak Pancasila menggelar aksi
pengecaman terhadap tindakan FPI di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali.[25][26]
Struktur organisasi
FPI memiliki struktur organisasi yang terdiri atas:[27]
6-8 Desember 1990 di Kota Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf 1990-
Muktamar I
Malang Habibie 1995
2005-
2006
Dr. Marwah Daud Ibrahim (Presidium)
2006-
Prof. Dr. Nanat Fatah 2007
Muktamar 4-7 Desember 2005 Natsir (Presidium)
2007-
IV di Makassar Ir. M. Hatta Rajasa (Presidium) 2008
Dr. Ir. Muslimin Nasution, APU. 2008-
(Presidium) 2009
Prof. Dr. Azyumardi Azra (Presidium) 2009-
2010
2010-
Dr. Ing. H. Ilham Akbar Habibie, MBA. 2011
(Presidium)
2011-
Prof. Dr. Nanat Fatah 2012
Muktamar Natsir (Presidium)
4-7 Desember 2010 di Bogor 2012-
V
Dr. Hj. Marwah Daud Ibrahim, Ph.D. 2013
(Presidium)
2013-
Drs. Priyo Budi Santoso (Presidium) 2014
Dr. Sugiharto, SE. MBA. (Presidium) 2014-
2015
Muktamar 11-13 Desember 2015 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H (Ketua 2015-
VI di Kota Mataram Umum) 2020)
Lembaga Dakwah Islam
Indonesia (disingkat LDII) adalah organisasi sosial independen untuk
studi dan penelitian tentang Quran dan Hadis. Sesuai dengan visi, misi, tugas pokok dan
fungsinya, LDII mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas peradaban, hidup, harkat dan
martabat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta turut serta dalam
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa guna terwujudnya masyarakat madani yang demokratis dan
berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila, yang diridai Allah.[1]
Sejarah
Lembaga Dakwah Islam Indonesia berdiri pada 1 Juli 1972 di Kota Kediri, Jawa Timur dengan
nama Yayasan Lembaga Karyawan Islam (YAKARI) sesuai Akta Notaris Mudijomo tanggal 27
Djuli 1972 tentang Pembetulan Akta Tanggal 3 DJanuari 1972 Berisi Pembentulan Tanggal
Pendirian LEMKARI. Lembaga ini didirikan oleh:[2][3]
Legalitas
Wikisource Indonesia
memiliki teks asli yang
berkaitan dengan artikel
ini:
Undang-Undang
Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2017
LDII adalah organisasi yang independen, resmi, dan legal sesuai dengan peraturan-peraturan di
bawah ini:
Moto
Dalam menjalankan roda organisasi, LDII memiliki tiga moto, yaitu:
"Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan yang mengajak kepada kebajikan
dan menyuruh pada yang ma’ruf (perbuatan baik) dan mencegah dari yang munkar
(perbuatan tercela), mereka itulah orang-orang yang beruntung."
"Katakanlah: inilah jalan (agama)-Ku, dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah (dalil/dasar hukum) yang nyata. Maha suci Allah dan aku tidak
termasuk golongan orang yang musyrik."
— Yusuf 12:108
"Serulah (semua manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik,
dan bantahlah mereka dengan yang lebih baik."
— An-Nahl 16:125
Tingkatan Organisasi
Kegiatan
Beberapa bidang diantaranya:
Bidang Pendidikan, Kepemudaan, Pers, dan Olahraga
Dalam bidang Pendidikan Keterampilan, Kepemudaan dan Olahraga, LDII menyelenggarakan
kursus keorganisasian, keterampilan, perkemahan pemuda dan kegiatan Kepanduan. Dalam
bidang olahraga, di antaranya menyelenggarakan Pencak Silat Persinas ASAD (Ampuh Sehat
Aman Damai) yang sudah menjadi anggota IPSI, sudah mengikuti turnamen Pencak Silat tingkat
Nasional, turnamen sepak bola sampai tingkat Nasional dalam rangka memperingati Hari
Sumpah Pemuda pada tahun-tahun 1991, 1994, dan 1996, 2000 dan 2002.[9][10] Dalam bidang
kepanduan, LDII membentuk Sako Gerakan Pramuka Sekawan Persada Nusantara (Sako
SPN).[11][12] Dalam bidang pers, LDII membentuk Nuansa Persada.[13]
Bidang Ekonomi
LDII peduli dan turut serta dalam pemberdayaan ekonomi rakyat dengan uji coba mengadakan
kegiatan Usaha Bersama (UB) yang berbasis di tingkat Pimpinan Cabang (PC) yang berada di
tingkat kecamatan yang tersebar di seluruh Indonesia.[14]
Kontroversi
Melihat banyaknya aktivitas berupa pengajian yang diselenggarakan oleh masjid-masjid
naungan LDII, membuat LDII sempat dianggap ekslusif.[butuh rujukan] Hal ini dimanfaatkan oleh para
oknum penyebar hoax untuk memfitnah LDII[15] bahkan mereka terang-terangan menyebut LDII
sesat.[butuh rujukan] Hal ini menyebabkan umat Islam terpecah. Untuk mencegah semakin meluasnya
fitnah, DPP LDII sebagai pihak yang merasa dirugikan memberikan klarifikasi pada
publik[16][17] yang kemudian diikuti oleh pengurus-pengurus organisasi tingkat daerah[18][19][20][21]
Wikisource Indonesia
memiliki teks asli yang
berkaitan dengan artikel
ini:
Keputusan Komisi
Fatwa MUI tentang
Lembaga Dakwah
Islam Indonesia
MUI melalui Komisi Fatwanya pun turun tangan untuk mengatasi masalah ini dengan
menerbitkan fatwa yang menegaskan bahwa LDII bukanlah aliran sesat.[22][23][24] Pemerintah
Republik Indonesia turut melindungi LDII dari serangan hoax tersebut. Kementerian Dalam
Negeri[25] dan Kementerian Hukum dan HAM[26][27] mengakui LDII sebagai organisasi yang legal
dan tidak menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945.
Pada tanggal 4 Maret 2010, Mahkamah Agung menolak permintaan kasasi yang diajukan oleh
Drs. Hajarullah Aswad bin Muhamad Amin, seorang penceramah asal Tanjung Pinang sekaligus
terdakwa kasus tindak pidana di muka umum (yaitu) menyatakan permusuhan terhadap
LDII.[28] Putusan tersebut juga memuat barang-barang bukti, termasuk buku-buku berisi fitnah
yang khusus ditujukan pada LDII. Buku-buku tersebut dinyatakan ikut dirampas sekaligus
dimusnahkan sehingga tidak bisa lagi menjadi dasar untuk memfitnah LDII (dengan kata lain,
bila ada oknum yang menyatakan LDII sesat, maka oknum tersebut bisa dituntut melalui jalur
hukum).[29]
Reaksi
Terlepas dari segala tuduhan yang menyerang LDII, pada kenyataannya LDII beserta anggota
dan warganya diterima dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah. Hal ini, salah satunya
terbukti dengan kehadiran beberapa aparatur negara pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas)
dan Musyawarah Nasional (Munas) LDII, termasuk diantaranya Presiden Republik
Indonesia saat ini, Joko Widodo.[30][31][32] Hadir pula Menteri Agama RI Lukman Hakim
Saefuddin[33] dan para petinggi negara lainnya.[34][35]
Pada Rakernas LDII 2018, dua calon presiden RI, Joko Widodo dan Prabowo Subianto hadir
untuk memberikan sambutan serta penjabaran visi-misi mereka sebagai calon presiden
RI.[36][37][38][39][40] Selain Rapimnas dan Munas, LDII juga mengadakan Sosialisasi Empat Pilar
Negara di Pondok Pesantren Walibarokah Kediri. Sosialisasi yang diselenggarakan bersamaan
dengan Penutupan Pengajian Asrama Syarah Asma Allah Al Husna tersebut turut dihadiri
oleh Ketua MPR-RI Zulkifli Hasan yang turut serta menyosialisasikan Empat Pilar.[41][42]
Di kepengurusan MUI tingkat pusat hingga daerah, terdapat beberapa pengurus yang
merupakan anggota/warga LDII.[43] Selain itu, LDII juga menjalin hubungan baik
dengan Pemerintah,[44][45][46][47][48] MUI,[49][50][51] dan ormas-ormas Islam
seperti Muhammadiyah,[52][53][54] NU,[55][56] dll.
Sebagai ormas sosial-keagamaan, LDII juga turut membantu pemerintah di masyarakat. Salah
satunya dengan mengadakan pelatihan keterampilan, menyelenggarakan Focus Group
Discussion (FGD), mengadakan pengajian umum, dan lain-lain.[57][58][59][60][61][62][63][64]
Metode Pengajaran
LDII menggunakan metode pengajian tradisional,[65] yaitu guru-guru yang berasal dari beberapa
alumni pondok pesantren kenamaan, seperti: Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo, Tebu
Ireng di Jombang, Kebarongan di Banyuwangi, Langitan di Tuban, dll. Mereka bersama-sama
mempelajari ataupun bermusyawarah beberapa waktu terlebih dahulu sebelum menyampaikan
pelajaran dari Quran dan Hadis kepada jemaat pengajian rutin atau kepada santriwan-santriwati
di pondok-pondok afiliasi LDII, untuk menjaga supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memberikan
makna dan penjelasan. Kemudian guru mengajar murid secara langsung (Proses ini
disebut bahasa Arab: منقول, translit. manqūl) baik bacaan, makna (diterjemahkan secara
harfiyah), maupun keterangan, dan untuk bacaan Quran memakai ketentuan tajwid.[66]
Aktivitas Pengajian
LDII menyelenggarakan pengajian Quran dan Hadis dengan rutinitas kegiatan yang cukup
tinggi.[65][67][68] Setiap daerah memiliki perbedaan mengenai frekuensi aktivitas. Walau begitu, pada
umumnya di tingkat PAC (Desa/Kelurahan) umumnya pengajian diadakan 2-3 kali seminggu,
sedangkan di tingkat PC (Kecamatan) diadakan pengajian seminggu sekali.[69] Untuk
memahamkan syariah Islam, LDII mempunyai program pembinaan cabe rawit (usia prasekolah
sampai SD) yang terkoordinasi di seluruh masjid LDII. Selain pengajian umum, juga ada
pengajian khusus remaja dan pemuda, pengajian khusus Ibu-ibu, dan bahkan pengajian khusus
Manula/Lanjut usia. Ada juga pengajian usia mandiri.[65] Disamping itu ada pula pengajian yang
sifatnya tertutup, juga pengajian terbuka. Pada musim liburan sering diadakan Kegiatan
Pengkhataman Quran dan Hadis selama beberapa hari yang diikuti oleh anak-anak warga LDII
maupun masyarakat umum untuk mengisi waktu liburan mereka. Dalam pengajian ini pula diberi
pemahaman kepada peserta didik tentang bagaimana pentingnya dan pahalanya orang yang
mau belajar dan mengamalkan Quran dan Hadis dalam keseharian mereka.[65]
LDII mengadakan berbagai forum tipe pengajian berdasarkan kelompok usia dan gender antara
lain[65]:
1. Pengajian Majelis Taklim tingkat PAC
Pengajian Cabe Rawit diadakan setiap hari di tingkat PAC dengan materi antara lain bacaan
iqro’ atau Tilawati dan Al Quran, menulis pegon, hafalan doa-doa dan surat-surat pendek Al
Quran, serta pendidikan akhlakul karimah. Pada akhir semester, anak-anak akan dievaluasi
perkembangannya selama mengikuti pengajian Cabe Rawit. Evaluasi tersebut dapat berupa
ujian tertulis dan praktik atau dalam bentuk penyelenggaraan Festival Anak Sholeh (FAS)
setiap setahu sekali.[65]
Muda-mudi atau usia remaja perlu mendapat perhatian khusus dalam pembinaan mental
agama. Pada usia ini pola pikir anak mulai berkembang dan pengaruh negatif pergaulan dan
lingkungan semakin kuat. Karena itu pada masa ini perlu menjaga dan membentengi para
remaja dengan kepahaman agama yang memadai agar generasi muda LDII tidak terjerumus
dalam perbuatan maksiat, dosa-dosa dan pelanggaran agama yang dapat merugikan masa
depan mereka. Sebagai bentuk kesungguhan dalam membina generasi muda, LDII telah
membentuk Tim Penggerak Pembina Generus (TPPG) yang terdiri dari pakar pendidikan dan
ahli psikologi.[70] Pembinaan generasi muda dalam LDII setidaknya memiliki 3 sasaran yaitu[70]:
Menjadikan generasi muda yang sholeh, alim (banyak ilmunya) dan fakih dalam beribadah
Menjadikan generasi muda yang berakhlakul karimah (berbudi pekerti luhur), berwatak
jujur, amanah, sopan dan hormat kepada orang tua dan orang lain
Menjadikan generasi muda yang tertib, disiplin, terampil dalam bekerja dan bisa hidup
mandiri[65]
4. Pengajian Wanita/Ibu-Ibu
Pengajian ini banyak membahas persoalan khusus dalam agama Islam yang menyangkut
peran wanita dan para ibu, seperti haid, kehamilan, nifas, bersuci (menjaga najis), mendidik
dan membina anak, melayani dan mengelola keluarga. Disamping memberikan keterampilan
beribadah forum pengajian Wanita/ibu-ibu ini juga memberikan pengetahuan dan ketrampilan
praktis tentang keputrian yang berguna untuk bekal hidup sehari-hari dan menunjang
penghasilan keluarga.[65]
5. Pengajian Lansia
Para lansia perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat pada usia senja diharapkan umat
muslim lebih mendekatkan diri kepada Allah sebagai persiapan menghadap kepada Ilahi
dalam keadaan khusnul khotimah.[65]
6. Pengajian Umum
Pengajian umum merupakan forum gabungan antara beberapa jemaat PAC dan PC LDII.
Pengajian ini juga merupakan wadah silaturahim antar jemaat LDII untuk membina kerukunan
dan kekompakan antar jemaat. Semua pengajian LDII bersifat terbuka untuk umum, siapapun
boleh datang mengikuti setiap pengajian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan[65]
Sumber Hukum
Sumber hukum LDII adalah Quran dan Hadis. Dalam memahami Quran dan Hadis, ulama LDII
juga menggunakan ilmu alat seperti ilmu nahwu, shorof, badi’, ma’ani, bayan, mantek, balaghoh,
usul fiqih, mustholahul-hadis dan sebagainya.[71] Untuk memahami arti dan maksud ayat-ayat
Quran tidak cukup hanya dengan penguasaan dalam bahasa ataupun ilmu shorof. Quran
memang berbahasa Arab tapi tidak berarti orang yang mampu berbahasa Arab akan mampu
pula memahami arti dan maksud dari ayat-ayat Al-Qur’an dengan benar. Penguasaan di bidang
bahasa Arab hanyalah salah satu kemampuan yang patut dimiliki oleh
seorang dai atau mubaligh.[72]
Untuk memahami arti dan maksud dari ayat-ayat Quran maka para dai, ulama, dan mubaligh
telah memiliki kemampuan-kemampuan sebagaimana berikut[72]:
1. Ilmu Balaghoh, yaitu ilmu yang dapat membantu untuk memahami dan menentukan mana
ayat-ayat yang mansukh (diganti/ralat) dan mana ayat-ayat yang nasikh (gantinya), dan mana
ayat-ayat yang merupakan petunjuk larangan (pencegahan).
2. Ilmu Asbabun Nuzul, yaitu ilmu yang membahas sebab-musabab turunnya ayat-ayat Quran.
Dengan ilmu tersebut dapat diketahui situasi dan kondisi bagaimana dan kapan serta di mana
ayat suci Quran diturunkan.
3. Ilmu Kalam, yaitu ilmu tauhid yang membicarakan tentang keesaan Allah, sekaligus
membicarakan sifat-sifat-Nya.
4. Ilmu Qiro’at, yaitu ilmu yang membahas macam-macam bacaan yang telah diterima dari Nabi
Muhammad (Qiro’atus Sab’ah).
5. Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang membahas cara-cara yang benar dalam membaca Quran.
6. Ilmu Wujuh Wan-Nadzair, yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata dalam Quran yang
mempunyai arti banyak.
7. Ilmu Ghoribil Quran, yaitu ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak
terdapat dalam kitab-kitab biasa atau tidak juga terdapat dalam percakapan sehari-hari.
8. Ilmu Ma’rifatul Muhkam Wal Mutasyabih, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat hukum
dan ayat-ayat yang mutasyabihat.
9. Ilmu Tanasubi Ayatil Quran, yaitu ilmu yang membahas persesuaian/kaitan antara satu ayat
dalam Quran dengan ayat yang sebelum dan sesudahnya.
10. Ilmu Amtsalil Quran, yaitu ilmu yang membahas segala perumpamaan atau permisalan.[72]
Majelis Ulama
Indonesia (disingkat MUI; bahasa Arab: مجلس العلماء
اإلندونيسيMajlis al-ʿUlama' al-Indunīsī) adalah lembaga independen yang mewadahi
para ulama, zuama, dan cendikiawan Islam untuk membimbing, membina, dan mengayomi
umat Islam di Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada 17 Rajab 1395 Hijriah atau 26
Juli 1975 Masehi di Jakarta, Indonesia.[1] Sesuai dengan tugasnya, MUI membantu pemerintah
dalam melakukan hal-hal yang menyangkut kemaslahatan umat Islam, seperti mengeluarkan
fatwa dalam kehalalan sebuah makanan,[2] penentuan kebenaran sebuah aliran dalam agama
Islam,[3] dan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seorang muslim dengan lingkungannya.[4]
Peran
Pemerintah ketika membentuk MUI menyatakan tiga tujuan umum MUI:
Tugas
Pengabdian Majelis Ulama Indonesia tertuang dalam tujuh tugas MUI, yaitu:[9]
Ketua Umum
Artikel utama: Daftar Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
Petahana
Zainut Tauhid Sa'adi dan Yunahar Ilyas (Plt.)[10]
sejak 20 Oktober 2019
Berikut ini adalah daftar Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Pusat sejak 1975 sampai
sekarang.[11] <onlyinclude>
20
K.H. Syukri 24 Juli Munas MUI II
2 September NU
Ghozali 1981 (1981)
1984
2
Munas MUI
1990 1995 4 IV
(1990)
Dr. K.H.
4 Muhammad NU
Ali Yafie
Munas MUI
1995 2000 5 V
(1995)
Munas MUI
Dr. (HC). 29 Juli 28 Juli
5 6 VI Masjumi – NU
K.H. 2000 2005
(2000)
Mohammad
Achmad
Sahal Munas MUI
28 Juli 25 Juli
Mahfudz 7 VII [12]
2005 2010
(2005)
Munas MUI
25 Juli 24 Januari
VIII [13]
2010 2014
(2010)
8
Prof. Dr.
18 27
K.H. Din
6 Februari Agustus Fait Accompli Muhammadiyah
Syamsuddin,
2014 2015
MA
27 Munas MUI
K.H. Ma'ruf
7 Agustus Petahana 9 IX [14]
NU
Amin
2015 (2015)
Konflik
MUI adalah organisasi yang didanai pemerintah yang bertindak secara independen. Namun
dalam beberapa kasus, MUI diminta untuk melegitimasi kebijakan pemerintah. Contoh dari kasus
ini (yang akhirnya menyebabkan gesekan dalam tubuh MUI sendiri) adalah permintaan
pemerintah agar MUI mendukung program Keluarga Berencana. Pemerintah terpaksa meminta
dukungan dari MUI karena banyak kalangan keagamaan menolak beberapa aspek dari program
ini.[15]
Latar Belakang
Sebagai seorang pedagang Al-Ustadz Abdullah Thufail Saputro pernah berkeliling ke berbagai
wilayah Indonesia sampai ke pelosok-pelosok nusantara. Sehingga, dia melihat bahwa amalan
ummat Islam dimana-mana jauh dari tuntunan Islam. Karena mereka hanya mengikuti amalan-
amalan dari nenek moyang mereka. Hal inilah yang menyebabkan mereka tidak bisa bersatu.
Dia telah menempuh berbagai cara untuk menyatukan kelompok-kelompok Islam namun tidak
mendapat tanggapan yang positif dari para tokoh di kalangan ummat Islam. Akhirnya dia
memutuskan untuk mendirikan lembaga dakwah yang bertujuan mengajak ummat Islam kembali
kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah yang kemudian diberi nama Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur'an
(MTA) di Surakarta.
1. Majelis
o Majelis Tarjih dan Tajdid
o Majelis Tabligh
o Majelis Pendidikan Tinggi
o Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
o Majelis Pendidikan Kader
o Majelis Pelayanan Sosial
o Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
o Majelis Pemberdayaan Masyarakat
o Majelis Pembina Kesehatan Umum
o Majelis Pustaka dan Informasi
o Majelis Lingkungan Hidup
o Majelis Hukum Dan Hak Asasi Manusia
o Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
1. Lembaga
o Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
o Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan
o Lembaga Penelitian dan Pengembangan
o Lembaga Penanggulangan Bencana
o Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah
o Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
o Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
o Lembaga Hubungan dan Kerja sama International
Organisasi Otonom[sunting | sunting sumber]
Muhammadiyah juga memiliki beberapa organisasi otonom, yaitu:
Rapat
Tahun ke–
K.H. Ahmad 1
1 1912 1923 Yogyakarta
Dahlan
Rapat
Tahun ke–
2
Rapat
Tahun ke–
3
Rapat
Tahun ke–
4
Rapat
Tahun ke–
5
Rapat
Tahun ke–
6
Rapat
Tahun ke–
7
Rapat
Tahun ke–
8
Rapat
Tahun ke–
9
Rapat
Tahun ke–
10
Rapat
Tahun ke–
11
Rapat
Tahun ke–
12
Rapat
Tahun ke–
13
Rapat
Tahun ke–
14
Kongres
Surabaya
ke–15
Kongres
Pekalongan
ke–16
Kongres
Padang
ke–18
Kongres
Surakarta
ke–19
Kongres
Yogyakarta
ke–20
Kongres
Makassar
ke–21
Kongres
Semarang
ke–22
Kongres
Yogyakarta
ke–23
Kongres
3 K.H. Hisyam 1934 1937 Banjarmasin
ke–24
Kongres
Jakarta
ke–25
Kongres
Yogyakarta
ke–26
Kongres
Malang
ke–27
Kongres
Yogyakarta
ke–29
Kongres
ke–30
Purwokerto
Fait
1942 1944
Accompli
Muktamar
1944 1946
Darurat
Ki Bagoes
5 Hadikoesoe
mo
Silahturrah
Yogyakarta
1946 1950 mi se–
Jawa
1950 1953
Muktamar
ke–31
Muktamar
1953 1956 Purwokerto
ke–32
Buya A.R.
6 Sutan
Mansur
Muktamar
1956 1959 Yogyakarta
ke–33
K.H. M. Muktamar
7 1959 1962 Palembang
Yunus Anis ke–34
Muktamar
1962 1965 Jakarta
ke–35
K.H. Ahmad
8
Badawi
Muktamar
1965 1968 Bandung
ke–36
KH Faqih Muktamar
9 1968 1968
Usman ke–37
Palembang
Fait
1968 1971
Accompli
Muktamar
1971 1974 Makassar
ke–38
Muktamar
1978 1985 Surabaya
ke–40
Muktamar
1985 1990 Surakarta
ke–41
K.H. Ahmad
Muktamar
11 Azhar 1990 1995 Yogyakarta
ke–42
Basyir
Banda Aceh
Sidang
Tanwir &
1998 2000
Rapat
Prof. Dr. H. Pleno
13 Ahmad
Syafii Maarif
Muktamar
2000 2005 Jakarta
ke–44
Muktamar
2005 2010 Malang
ke–45
Prof. Dr. KH.
Din
14
Syamsuddin
MA
Muktamar
2010 2015 Yogyakarta
ke–46
Dr. K.H.
Haedar Muktamar
15 2015 2020 Makassar
Nashir, ke–47
M.Si.
Pendidikan [5]
1. TK/TPQ, jumlah TK/TPQ Muhammadiyah adalah sebanyak 4623.
2. SD/MI, jumlah data SD/MI Muhammadiyah adalah sebanyak 2604.
3. SMP/MTs, jumlah SMP/MTs Muhammadiyah adalah sebanyak 1772.
4. SMA/SMK/MA, jumlah SMA/MA/SMK Muhammadiyah adalah sebanyak 1143.
5. Perguruan Tinggi Muhammadiyah, jumlah Perguruan Tinggi Muhammadiyah adalah
sebanyak 172.
Kesehatan:
1. Rumah Sakit, jumlah Rumah Sakit Umum dan Bersalin Muhammadiyah/ Aisyiyah
yang terdata sejumlah 72 [6].
2. Balai Kesehatan Ibu dan Anak
3. Balai Kesehatan Masyarakat
4. Balai Pengobatan
5. Apotek
Sosial
1. Panti Asuhan Yatim
2. Panti Jompo
3. Balai Kesehatan Sosial
4. Panti Wreda/ Manula
5. Panti Cacat Netra
6. Santunan (Keluarga, Wreda/ Manula, Kematian)
7. BPKM (Balai Pendidikan dan Keterampilan Muhammadiyah)
8. Rehabilitasi Cacat
9. Sekolah Luar Biasa
10. Pondok Pesantren
Pendidikan
Nahdlatul 'Ulama
'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah
(Kebangkitan
sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia.[3] Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan
bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan
salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya,
yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah.[4] Selain itu, NU sebagaimana organisasi-organisasi
pribumi lain baik yang bersifat sosial, budaya atau keagamaan yang lahir di masa penjajah, pada
dasarnya merupakan perlawanan terhadap penjajah.[5] Hal ini didasarkan, berdirinya NU
dipengaruhi kondisi politik dalam dan luar negeri, sekaligus merupakan kebangkitan kesadaran
politik yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi dalam menjawab kepentingan
nasional dan dunia Islam umumnya.[6]
1. Mustasyar (Penasihat)
2. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
1. Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN-NU) menjadi Lembaga Ta'lif wan Nasyr
Nahdlatul Ulama (LTNNU)
2. Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LF-NU) menjadi Lembaga Falakiyah Nahdlatul
Ulama (LFNU)
3. Lajnah Pendidikan tinggi (LPT-NU) menjadi Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama
(LPTNU)
Badan otonom[sunting | sunting sumber]
Badan otonom[10] adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan
beranggotakan perorangan.
Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok
masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya.
Jenis badan otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah: