Anda di halaman 1dari 17

Sejarah dari Monumen

Mandala
sharesnayr jaya | 5:49 PM | Follow
Bagikan di Facebook () Bagikan di Twitter
Di pusat Kota Makasar terdapat sebuah Monumen yang bernama Monumen
Mandala. Monument Mandala ini dibangun untuki mengenang Pembebasan
Irian Barat. Monument ini teletak di jl. Jendral Sudirman, tak jauh dari
lapangan kaberosi, sehingga untuk menuju monument ini dapt ditempuh
dengan berjalan kaki.

Dalam sejarah dari Monument Mandala ini terdapat berbagaimacam relief


dan diorama tentang perjuangan Pembebasan Irian Barat. Bangunan
monument berbentuk segitiga sama sisi ini terlihat begitu menawan dan
elegan dilengkapi dengan menara yang menjulang timnggi sekitar 75 meter
dari permukaan tanah. Bangunan yang berbentuk segitiga merupakan symbol
dari Trikora (Tiga Komando Rakyat). Pada bagian bawah dan atas bangunan
terdapat relief yang berbentuk kobaran api menandakan semangat juang
Trikora. Monument Trikora yang beralntai duan ini menyimpan banyak
keunikan disetiap lantainya.
Pada lantai pertama terdapat berbagai macam relief dan juga 12 diorama.
Diorama yang terdapat dilantai pertama menceritakan gambaran perang yang
terjadi di Makassar hingga peristiwa Andi Azis. Pada lanatai kedua juga
terdapat diorama yang menggambarkan perjuangan pembebasan Irian
Baratserta mengembalikannya ke NKRI. Selain itu tiga relief pada lantai ini
menggambarkan rapat atau diskusi guna membahas rencana atau strategi
yang akan digunakan dalam pembebasan Irian Barat, relief Tiga Komando
Rakyat (Trikora) dan relief Jenderal Basuki Mawa Bea.
Ada pula ruang – ruang yang dimanfaatkan sebagai ruang gallery serta ruang
pertemuan. Selain itu di bagian belakang Monumen Mandala juga terdapat
sebuah panggung yang biasa digunakan untuk acara – acar tertentu yang
diadakan oleh PEMKAB setempat untuk menghibur masyarakat kota
Makasar.

.
Tempat ini sangat terjangkau sehingga anda bisa menggunakan
kendaraan apa saja untuk sampai ke tempat sejarah Monumen
Mandala ini. Untuk masuk ke dalam Monumen Mandala ini anda hanya
dikenakan biaya tiket masuk sebesar Rp. 10.000,-/kepala.
Monumen Mandala, Kenangan
Indah Bagi Pak Harto
Posted By: yustitiaPosted date: February 27, 2013in: Makassar, Wisata Sejarah dan BudayaNo
Comments

Monumen Mandala dibangun pada tahun 1994 dan


selesai pada tahun 1996 untuk mengenang jasa pahlawan dalam pembebaskan Irian
Barat dari tangan para penjajah sekaligus hadiah atas jasa mantan Presiden
Indonesia yang ke-2 yaitu Soeharto. Mantan presiden kedua Indonesia itu juga
merupakan Panglima Komando Mandala yang berperan penting dalam mengatur
strategi untuk membebaskan Irian Barat. Seperti diketahui, kendati sudah
memproklamirkan kemerdekaan hampir 20 tahun namun Belanda masih menguasai
wilayah Irian Barat. Sejak operasi pembebasan berhasil, Irian Barat pun kembali ke
pangkuan ibu pertiwi.

Monumen Mandala merupakan menara yang menjulang setinggi 75 meter di pusat


Kota Makassar. Monumen Mandala terdiri dari 4 lantai, di lantai 1 terdapat diorama
relief dan replika pakaian dan perjuangan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad
XVII. Sedangkan di lantai 2 terdapat diaroma dan relief yang menceritakan tentang
perjuangan pembebasan Irian Barat. Berbeda dengan lantai 2, di lantai 3 kita bisa
melihat replika ruang kerja Panglima Mandala, lengkap dengan peta Irian Barat,
foto-foto persiapan pemberangkatan pasukan, tanda jabatan dan pakaian yang
dipergunakan pada saat operasi Mandala. Memasuki lantai 4 adalah ruang pandang
di mana pengunjung dapat melihat suasana kota Makassar dari ketinggian. Ruang
ini berada di ujung menara dengan ketinggian sekitar 73-75 meter dari permukaan
tanah. Pada dinding luar monumen direalisir kobaran api yang melambangkan
gelora semangat untuk membebaskan Irian Barat, sedangkan di dalam tubuh
monumen ini terdapat relief yang menceritakan sejarah perjuangan pembebasan
Irian Barat.

Operasi pembebasan Irian Barat dimulai


pada tanggal 2 Januari 1962 dengan keluarnya keputusan presiden tentang
pembentukan Komando Mandala dan sepuluh hari setelahnya Presiden Soekarno
mengangkat Mayjen TNI Soeharto sebagai Panglima Mandala dan Makassar
ditetapkan sebagai pusat Markas Komando Mandala. Dari markas yang terletak di
Jalan Jenderal Sudirman ini, operasi untuk merebut Irian Barat dikendalikan
sehingga akhirnya pemerintah Indonesia berdaulat penuh atas Irian Barat sejak 1
Mei 1963.

Pantaslah jika monumen ini merupakan kenangan indah yang disumbangkan untuk
menghargai Soeharto sebagai Panglima Komando Pembebasan Irian Barat dengan
desain yang sangat menarik yakni monumen yang dibuat dengan bentuk segi tiga
sama sisi menyimbolkan Tiga Komando Rakyat (Trikora). Pada bagian bawah
monumen, terdapat relief lidah api yang menjadi simbol semangat dari Trikora.
Sementara relief yang sama di bagian atas melambangkan semangat yang tidak
pernah padam. Selain itu ada 27 patung batang bambu runcing sebagai simbol
instrumen perjuangan fisik rakyat saat itu.
Berkunjung ke Monumen Mandala ini sangat
mudah karena lokasinya sangat strategis. Tepatnya berada di jantung Kota
Makassar, bersebelahan dengan Gedung Balai Prajurit Jenderal M.Yusuf di Jalan
Jenderal Sudirman nomor 2, kelurahan Baru, kecamatan Ujung Pandang. Dari pusat
kota, masyarakat setempat maupun pendatang dapat mencapai monumen dengan
berjalan kaki atau naik becak.

Dari Bandara Sultan Hasanuddin, Monumen Mandala dapat dijangkau dengan


angkutan umum taksi, maupun kendaraan hotel dimana Anda menginap. Rute yang
akan Anda tempuh adalah jalan Perintis Kemerdekaan, jalan Urip Sumoharjo, jalan
G.Bawakaraeng lalu berbelok kiri ke arah jalan Jend.Sudirman, dengan jarak
tempuh sekitar 25 km. Bisa juga melalui jalur Tol Ir.Sutami dengan jarak tempuh
hanya 17 km.

Sedangkan jika dari Pelabuhan Soekarno Hatta, Anda


dapat menjangkau Monumen Mandala melalui jalan Nusantara, jalan A.Yani, jalan
Jend.Sudirman, dengan jarak sekitar 5 km.

Monumen Mandala | Wisata Sejarah


Pembebasan Irian Barat
POSTED BY DAENG BECAK POSTED ON 17.09 WITH 2 COMMENTS
Menjulang tinggi di pusat Kota Makassar, sekitar setengah kilometer sebelah Selatan Lapangan
Karebosi. Monumen yang didirikan di atas lahan seluas satu hektare ini dibangun pada tanggal
11 Januari 1994. Peletakan batu pertama dilaksanakan oleh Menko Polkam Soesilo Sudarman,
dan diresmikan oleh Presiden H. M. Soeharto, pada tanggal 19 Desember 1995.

Monumen Pembebasan Irian Barat atau lebih dikenal sebagai Monumen Mandala adalah
pengingat atas keberhasilan Indonesia merebut kembali (pembebasan) wilayah Irian Barat -
sekarang Papua- yang bergolak pada 1962 ke pangkuan Ibu Pertiwi. Ketika itu Indonesia masih
dipimpin presiden pertama RI, Soekarno. Meskipun Indonesia telah memproklamirkan
kemerdekaan hampir 20 tahun, namun Belanda masih menguasai wilayah Irian Barat. Tinggi
Menara Monumen yang mencapai ketinggian 62 meter merupakan simbol tahun 1962, tahun
terjadinya perjuangan pembebasan Irian Barat.

Lalu, mengapa monumen ini dibangun di Makassar? Karena perjuangan dimulai dari kota ini. Di
sinilah bermarkas pasukan pembebasan Irian Barat.
Sejarah mencatat, perundingan yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan pihak Belanda
untuk membebaskan Irian Barat ketika itu semuanya kandas dan berakhir sia-sia tanpa hasil.
Akhirnya, pemerintah menggunakan kekuatan militer; Presiden Soekarno pada Desember 1961
mencetuskan Tiga Komando Rakyat atau Trikora.

Soekarno mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta, dan


mengangkat Mayor Jenderal Soeharto sebagai panglima serta Komando Mandala. Tugas
komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer
untuk menggabungkan Papua bagian Barat dengan Indonesia.

Guna melancarkan operasi militer ini Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer dari
Uni Soviet, antara lain:

41 Helikopter MI-4 (angkutan ringan),


9 Helikopter MI-6 (angkutan berat),
30 pesawat jet MiG-15,
49 pesawat buru sergap MiG-17,
10 pesawat buru sergap MiG-19,
20 pesawat pemburu supersonik MiG-21,
12 kapal selam kelas Whiskey,
puluhan korvet, dan
1 buah Kapal penjelajah kelas Sverdlov (yang diberi nama sesuai dengan wilayah target operasi,
yaitu KRI Irian).

Dari jenis pesawat pengebom, terdapat 22 unit pesawat pembom ringan Ilyushin Il-28, 14
pesawat pembom jarak jauh TU-16, dan 12 pesawat TU-16 versi maritim yang dilengkapi
dengan persenjataan peluru kendali anti kapal (rudal) air to surface jenis AS-1 Kennel.
Sementara dari jenis pesawat angkut terdapat 26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 dan AQvia-
14, 6 pesawat angkut berat jenis Antonov An-12B buatan Uni Soviet dan 10 pesawat angkut
berat jenis C-130 Hercules buatan Amerika Serikat.

Semua potensi nasional kala itu dimobilisasi. Mulai pusat hingga daerah, bersiap-siap
melakukan langkah militer untuk merebut Irian Barat. Soekarno membentuk Komando Mandala
yang besifat gabungan. Setelah itu melantik Brigjen Soeharto menjadi Deputi Wilayah Indonesia
Timur dan Panglima Komando Mandala setelah pangkatnya dinaikkan menjadi Mayjen.

Desain Monumen
Desain monumen yang dibuat dengan bentuk segi tiga sama sisi menyimbolkan Tiga Komando
Rakyat (Trikora). Pada bagian bawah monumen, terdapat relief lidah api yang menjadi simbol
semangat dari Trikora, sementara relief sama di bagian atas melambangkan semangat yang
tidak pernah padam. Lalu ada juga 27 patung batang bambu runcing sebagai simbol instrumen
perjuangan fisik rakyat saat itu.

Monumen juga dikelilingi oleh kolam yang berarti kejernihan berpikir yang mutlak dimiliki dalam
setiap perjuangan. Sayang, kondisi monumen terlihat kurang mendapat perawatan. Dinding
menara dan beberapa bagian monumen ditumbuhi lumut dan semak, begitu pula kolam air yang
mengelilingi monumen sudah tidak berfungsi lagi.

Apabila Anda melihat di ketinggian puncak menara, di sana terlihat sebuah harde (penangkal
petir) yang seolah hendak menusuk langit; bermakna cita-cita tinggi yang hendak diraih. Ada
sebuah lift yang disiapkan untuk mengangkut pengunjung naik ke ruangan pengawas di puncak
menara. Untuk masuk dan menikmati pemandangan dari ketinggian, pengunjung dikenai tarif Rp
10.000 per orang. Biasanya lift akan dioperasikan jika pengunjung datang secara berombongan.
Sayang saat VERSI berkunjung, lift belum dapat difungsikan. Menurut Anwar, security
monumen, lift masih dalam perbaikan.

Keseluruhan tinggi monument Mandala mencapai 75 meter, terdiri empat lantai.

Lantai pertama menggambarkan perjuangan pahlawan lokal, sementara lantai dua


menggambarkan perjuangan pahlawan nasional. Di areal tersebut juga terdapat beberapa
bangunan lain, seperti galeri, dan ruang pertemuan. Khusus galeri, saat ini difungsigandakan
sebagai Sekretariat Dewan Kerajinan Nasional Indonesia Daerah Sulsel. Sementara ruang
pertemuan masih sering dipakai, seperti seminar dan aktifitas sejenis lainnya. Ruang pertemuan
ini disewakan dan ada pengelola khusus yang menanganinya.

Tepat di belakang monumen, terdapat panggung pertunjukan yang biasa dipakai band-band
lokal maupun nasional menghibur penggemarnya. Panggung itu berhadapan dengan tiga tribun
untuk penonton. Dua tribun penonton biasa, dan satu tribun di bagian tengah diapit oleh dua
tribun biasa, ada juga tribun untuk tamu khusus atau very important person. Saat tulisan ini
dibuat, panggung pertunjukan tersebut sedang direnovasi. Terlihat beberapa bagian masih
dalam tahap penyelesaian.

Mudah Dijangkau
Memasuki monumen, pengunjung akan diarahkan ke lantai dasar terlebih dulu oleh petugas
dengan melewati sebuah tangga yang membelok menuju lantai dasar.

Pada dinding bagian luar monumen terdapat banyak relief yang menggambarkan susana atau
adegan sejumlah peristiwa bersejarah yang melibatkan sejumlah tokoh dan orang-orang penting
di masa lampau. Diorama ini menjelaskan momen-momen bersejarah, khususnya pada masa
perjuangan kemerdekaan.

Di lantai pertama ruangan monumen, terdapat 12 diorama (selengkapnya lihat catatan di akhir
tulisan ini) yang masing-masing melukiskan sejumlah persitiwa penting di masa lalu. Sementara
di lantai dua juga berisi relief dan diorama yang merupakan penjelasan sejarah seputar
perjuangan pembebasan Irian Barat. Sama dengan lantai satu, lantai dua juga memiliki 12
diorama. Tiga relief yang ada di lantai dua ini menggambarkan sidang atau rapat persiapan
membahas strategi pembebasan Irian Barat, ada relief Trikora, dan relief Jer Basuki Mawa Bea.
Sementara lantai tiga berisi replika pakaian pasukan pada saat perjuangan pembebasan Irian
Barat.
Demonstrasi di depan Monumen Mandala. Salah satu tempat favorit menyuarakan keprihatinan.

Meski monumen ini hanya menara beton yang berongga, kaku, namun masih menyisakan
denyut perjuangan dan semangat yang kuat. Tak heran jika mahasiswa Makassar memilih
kawasan elit Makassar ini menjadi salah satu tempat favorit perjuangan mereka; menyuarakan
suara keprihatinannya (demonstrasi) atas apa yang menimpa negeri ini.

Berkunjung ke lokasi ini sangat mudah. Lokasinya sangat strategis, berada di jantung Kota
Makassar, bersebelahan dengan Gedung Balai Prajurit Jenderal M.Yusuf di Jalan Jenderal
Sudirman No.2, Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang. Dari pusat kota, masyarakat
setempat maupun pendatang dapat mencapai monumen dengan berjalan kaki atau naik becak.

Dari Bandara Sultan Hasanuddin, Monumen Mandala dapat dijangkau dengan angkutan umum
taksi, maupun fasilitas pengantaran hotel melalui rute Jl.Perintis Kemerdekaan, Jl.Urip
Sumoharjo, Jl.G.Bawakaraeng lalu berbelok kiri ke arah Jl.Jend.Sudirman, dengan jarak tempuh
sekitar 25 km. Bisa juga melalui jalur Tol Ir.Sutami,dengan jarak tempuh hanya 17 km. Tarif Taxi
dari Bandara ke Monumen Mandala Rp 87.000 (zona II). Tarif angkutan kota dengan dua kali
berganti angkot Rp.6.000 (Rp 3.000/angkot).

Sedangkan dari Pelabuhan Soekarno Hatta anda dapat menjangkau Monumen Mandala melalui
Jl.Nusantara, Jl.A.Yani, Jl.Jend.Sudirman, dengan jarak sekitar 5 km. Tarif Taxi dari Pelabuhan
Soekarno-Hatta ke Monumen Mandala kurang lebih Rp 30.000.

Selain itu, seputar lokasi monumen adalah tempat bertaburan hotel maupun wisma berbagai
kelas. Dengan menempati salah satu tempat inap di kawasan tersebut, berkunjung ke Monumen
Mandala bukanlah hal yang sulit lagi. Selain sangat familiar di Kota Makassar –rasanya semua
warga tahu tempat ini, akses kendaraan ke tempat inipun banyak tersedia. [V]

Catatan:

12 Diorama: Dari Perang Makassar hingga Peristiwa Andi Azis

Terdapat 12 diorama, 3 relief dan 3 replika pakaian pejuang Abad XVII s/d XVIII. Diorama di
lantai satu menceritakan tentang perjuangan di daerah Sulawesi, berikut penjelasan setiap
diorama :

Diorama 1
Melukiskan Perang Makassar melawan Belanda, tahun 1668. Pertempuran terdahsyat yang
pernah terjadi di Indonesia, mempertahankan Benteng Somba Opu, pusat Kerajaan Gowa di
Makassar dari gempuran Belanda, dipimpin Speelman bersama sekutunya (Pasukan Bone yang
dipimpin Arungpalakka, pasukan Buton dan Ambon) sementara rakyat Gowa dan sekutunya di
bawah pimpinan Sultan Hasanuddin. Akhir dari pertempuran itu, 24 Juni 1669 Benteng Somba
Opu jatuh ke tangan Belanda. Belanda memberi julukan "AYAM JANTAN BENUA TIMUR”
kepada Sultan Hasanuddin.

Diorama 2
Melukiskan Perlawanan Rakyat Wajo Terhadap Belanda, tahun 1716-1741. Pertempuran sengit
ditepi sungai Topace’do,Tonrange-Tosora pada Tanggal 3 Maret 1741 digambarkan dalam
diorama ini. Di bawah Pimpinan Lamadukelleng, selaku Arung Matoa Wajo memimpin
perlawanan rakyat Wajo melawan pasukan Belanda yang dipimpin Gubernur Admiral Smout.
Lamadukelleng bersama rakyatnya berhasil memukul mundur dan membunuh 100 tentara
Belanda.

Diorama 3
Melukiskan Perlawanan Rakyat Mandar, tahun 1890. Belanda berusaha menguasai daerah
Mandar penghasil kopra terbesar di Sulawesi Selatan. Di antara kerajaan-kerajaan Mandar,
Kerajaan Balanipa merupakan basis terkuat perlawanan rakyat Mandar dalam menolak
kekuasaan Belanda. Belanda mengajak Maradia Tokape dari Balanipa untuk kerjasama, namun
ternyata ajakan tersebut ditolak, bahkan Maradia melakukan perlawanan terhadap Belanda
dengan menghadang pasukan Belanda yang mendarat di Majene. Meskipun istana
dipertahankan dengan sengit akhirnya Maradia Tokape beserta pasukan pengawalnya berhasil
ditangkap Belanda yang kemudian dibawah ke Makassar selanjutnya ke Jakarta, dan akhirnya
dibuang ke Pacitan, Jawa Timur.

Diorama 4
Melukiskan Perlawanan rakyat Bone, tahun 1905. Dalam upaya melumpuhkan kekuatan
Kerajaan Bone, Belanda berkali-kali mengadakan penyerangan terhadap Bone yang dikenal
dengan sebutan Bonische Expeditio atau Ekspedisi Bone, sebuah bentuk penyerangan yang
dilaksanakan Belanda melalui laut. Kerajaan Bone diperintah oleh Lapawawoi Karaeng Segeri,
Raja Bone yang ke-31, Ia bergerilya meliputi daerah Bone, Wajo, Sidenreng Rappang dan Pare-
Pare (dari Watanpone sampai pantai Makassar) dengan cara ditandu karena usia lanjut dengan
dikawal putranya sendiri bernama Petta Punggawa. Dalam pertempuran di Batu daerah
Pitturiase Wilayah Kerajaan Sidenreng putranya yang setia tewas dan Karaeng Segeri berhasil
ditangkap tidak jauh dari tempat putranya tewas. Akhirnya Ia diasingkan ke Bandung terus ke
Jakarta dan Meninggal pada Tanggal 17 Januari 1911 di Jakarta.

Diorama 5
Melukiskan Perlawanan Rakyat Tana Toraja, tahun 1906. "Moka ulungku, moka lettekku,
Naparenta tobuta” yang artinya: Kaki dan Tanganku Tak Mau Di jajah oleh Orang Buta
(Belanda), itulah ucapan Pongtiku ketika ia menolak panggilan Belanda, konsekuensinya
Pongtiku harus bersiap-siap menerima serangan Belanda. Dan terjadilah pertempuran Bulan
Juni 1906 di Desa Ledan. Pongtiku juga melaksanakan perang gerilya, berpindah-pindah dari
satu kubu ke kubu yang lain, dari Gunung Kado ke Rinding Allo, akhirnya pindah ke
Lali'Londong. Pada tanggal 7 Juli 1907 Ambo Dake yang diutus oleh Puang Pandanan menemui
Pongtiku Di Gua Batu tempat persembunyiannya, diam-diam dibuntuti pasukan Belanda dan
berhasil menyergap Pongtiku saat keluar dari Gua, lalu di bawa ke Rantepao. Tiga hari
kemudian, tanggal 10 Juli 1907 Pongtiku ditembak mati oleh Belanda ditepi Sungai Sa'dang di
pinggir kota Rantepao.

Diorama 6
Melukiskan Serangan Umum Terhadap Kota Palopo, 23 Januari 1946. Ada dua alasan rakyat
Luwu melancarkan serangan umum terhadap Kota Palopo tanggal 23 Januari 1946. Pertama,
ikut sertanya tentara NICA atau (KNIL) dengan membonceng pasukan sekutu (Australia) yang
datang ke Palopo untuk menjemput dan mengambil tawanan serta senjata Jepang. Kedua,
adalah kemarahan rakyat terhadap tindakan patroli KNIL yang mengotori Masjid BUA dengan
sisa-sisa makanan kaleng, merobek-robek Al Qur'an serta memukuli pegawai masjid dengan
gagang senapan. Serangan umum dilancarkan setelah ultimatum yang diberikan ternyata tidak
dipatuhi oleh sekutu yakni agar tentara KNIL ditarik masuk kedalam tangsinya. Serangan umum
dipelopori oleh Andi Jemma Datu Luwu, M. Yusuf Ariel dll, dan berhasil menghancurkan pasukan
kecil sekutu yang ada di Kota Palopo.

Diorama 7
Melukiskan Perlawanan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia (Lapris) di Polombangkeng, Mei
1946. Pada tanggal 17 Juli 1946 terbentuk organisasi laskar Pemberontak Rakyat
Indonesia:(LAPRIS), dimana Ranggong Daeng Romo ditunjuk sebagai pimpinannya dibantu oleh
Makkaraeng Daeng Mandjaruni, Robert Wolter Monginsidi dan lain-lain. Pada tanggal 27
Februari 1947 Subuh tiba-tiba markasnya yang berada di atas Gunung Lengkese-
Polombangkeng diserang pasukan KNIL. la mengadakan perlawanan hingga titik darah
penghabisan, dan gugur bersama-sama prajuritnya sebagai Kusuma Bangsa.

Diorama 8
Melukiskan Pelantikan Laskar Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), 1946. KRIS sebagai
bagian dari laskar seberang di Istana Yogyakarta. Badan perjuangannya dibentuk di Jakarta
tanggal 10 Oktober 1945 oleh Barth Ratulangi, H. M. Idrus GP, Boece Waworuntu dll. KRIS
didirikan untuk menyalurkan semangat juang para pemuda Sulawesi yang ada di Jawa dalam
satu barisan sebagai spontanitas keikutsertaan mempertahankan kedaulatan RI, KRIS
merupakan tindak lanjut dari APIS (Angkatan Pemuda Indonesia Sulawesi) yang sebelumnya
adalah GEPIS (Gerakan Pemuda-Pemuda Indonesia Sulawesi) yaitu Organisasi Pemuda-
Pemuda Sulawesi yang ada di Jakarta.

Diorama 9
Melukiskan Peristiwa korban 40.000 jiwa, 1946-1947. Pada tanggal 11 Desember 1946 sampai
dengan pertengahan Maret 1947 di daerah Sulsel meliputi Kota Makassar, Pare-Pare, Bantaeng
dan Mandar telah terjadi suatu tragedi pembunuhan rakyat pejuang secara biadab oleh pasukan
kolonialis Belanda di bawah pimpinan Kapten Westerling. Aksi Westerling ini diperkirakan telah
menelan korban lebib kurang 40.000 jiwa, termasuk yang hilang. Beberapa tokoh masyarakat
korban kekejaman WESTERLING ini antara lain Datu Suppa "Andi Makkasau" dan pemimpin
pemerintahan RI di Pare-Pare Andi Bau Massepe sedangkan salah satu wanita yang cukup gigih
menentang, kekejaman ini ialah Ibu Depu (Ibu Agung).

Diorama 10
Melukiskan konferensi Kelaskaran Sulawesi-Selatan, 20 Januari 1947. Pada tanggal 20 Januari
1947 di Desa Pacekke, Kabupaten Barru telah berlangsung suatu Konferensi Rakyat Pejuang
dengan maksud pembentukan TRI di Sulsel dan Tenggara. Rapat dipimpin oleh Andi Mattalatta
selaku pengemban mandat dari panglima besar Jenderal Sudirman. Konferensi ini berjalan
dengan baik dan berhasil membentuk Tri Divisi Hasanuddin, Yang terdiri dari tiga Resimen Yaitu:
1. Resimen I / Bade Massepe;
2. Resimen II / Andi Padjonga;
3. Resimen III / Andi Djemma.
Pada kesempatan itu dilantik pula para perwira dalam jajaran Tri
Divisi Hasanuddin.

Diorama 11
Melukiskan Kepahlawanan Robert Wolter Monginsidi di Sulawesi selatan, 1949.
"Setia Hingga Terakhir di Dalam Keyakinan" Inilah tulisan terakhir Wolter Monginsidi sebelum ia
gugur sebagai pahlawan. Ia menjadi buruan Belanda nomor satu ketika pada bulan Juni 1946
dibentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia (LAPRIA) yang mempersatukan 19 kelaskaran
di daerah sekitar Makassar di bawah pimpinan Ranggong Daeng Romo, sementara Wolter
Monginsidi dipilih sebagai Sekretaris Jenderalnya. Dalam perjuangannya Wolter pantang
menyerah. Dua kali ia ditangkap oleh Belanda. Pertama pada tanggal 28 Februari 1947,
kemudian dipenjarakan di Hogepad pada tanggal 26 Oktober 1947; ia ditangkap kembali pada
Maret 1949. Dihadapkan ke depan pengadilan kolonial dan dijatuhi hukuman tembak mati pada
dini hari 5 September 1949. Ia masih sempat menuliskan kata-kata di atas sebagai jawabannya.

Diorama 12
Melukiskan Peristiwa Andi Azis, 5 April 1950. Tanggal 30 Maret 1950 satu Kompi KNIL dibawah
Kapten Andi Azis di Makassar melebur diri ke dalam APRIS. Tetapi tanggal 5 April 1950 mereka
memberontak. Mereka menyerang markas Polisi Militer di Makassar dan menangkap Letnan
Kolonel A. J. Mokoginta. Pemerintah mengeluarkan ultimatum supaya dalam waktu 4 x24 jam
Andi Azis menghadap ke Jakarta. Karena ultimatum itu tidak diindahkan, APRIS mengirimkan
pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang. Satuan-Satuan yang turut ialah
Brigade Mobil Divisi IV Jawa Barat dan satu Batalyon di bawah pimpinan Mayor Andi Mattalatta.
Pasukan diangkut dengan kapal-kapal APRIS dan mendarat di Makassar pada tanggal 26 April
1950. Namun sebelum pasukan mendarat, Andi Azis sudah menyerahkan diri ke Jakarta.

Sementara di lantai dua juga berisi relief dan diorama yang merupakan penjelasan sejarah
seputar perjuangan pembebasan Irian Barat. Sama dengan lantai satu, lantai dua juga memiliki
12 diorama. Tiga relief yang ada di lantai dua ini menggambarkan sidang atau rapat persiapan
membahas strategi pembebasan Irian Barat, ada relief Trikora, dan relief Jer Basuki Mawa Bea.
Sementara lantai tiga berisi replika pakaian pasukan pada saat perjuangan pembebasan Irian
Barat.

Sumber : majalahversi.com

Monumen Mandala, Bukti


Monumental Pembebasan Irian Barat
Makassar Guide Thursday, October 9, 2014

Dengan ketinggian 75 meter dari permukaan tanah, Monumen Mandala menjulang di pusat Kota
Makassar. Ini merupakan bangunan menara yang dibangun pada tahun 1994 dan selesai pada tahun 1996.

Monumen Mandala adalah sebuah bukti monumental penghargaan dan kenangan abadi masyarakat
Sulawesi Selatan terhadap perjuangan untuk pembebasan Irian Barat pada tahun 1966. Kala itu, Makasar
ditetapkan sebagai pusat Markas Komando Mandala dalam pelaksanaan operasi perebutan Irian Barat,
hingga akhirnya Indonesia berhasil merebut Irian Barat.

Bangunan ini memiliki empat lantai. Pada dinding luarnya, direalisir kobaran api yang melambangkan
gelora semangat untuk membebaskan Irian Barat.
Di lantai satu terdapat diorama relief dan replika pakaian dan perjuangan masyarakat Sulawesi Selatan
pada abad XVII. Pada lantai dua terdapat diaroma dan relief yang menceritakan tentang perjuangan
pembebasan Irian Barat.

Sedangkan di lantai tiga terdapat replika ruang kerja Panglima Mandala, lengkap dengan peta irian barat,
foto-foto persiapan pemberangkatan pasukan, tanda jabatan, dan pakaian yang dipergunakan pada saat
operasi Mandala.

Sedangkan pada lantai empat adalah ruang pandang di mana pengunjung dapat melihat suasana kota
Makassar dari ketinggian. Ruang ini berada di ujung menara dengan ketinggian sekitar 73-75 meter dari
permukaan tanah.

Monumen Mandala terletak di Jl Jenderal Sudirman, lokasinya hanya 200 meter sebelah selatan titik nol
kilometer Kota Makassar, Lapangan Karebosi. Dari Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, Monumen
Mandala berjarak 3,1 km dengan waktu tempuh sekira 7 menit. Dan dari Bandara Internasional Sultan
Hasanuddin, monumen ini berjarak 20,6 km dengan waktu tempuh sekira 30 menit.

Bicara ikon kota Makassar maka pandangan kita akan segera mengingat pantai Losari atau
Benteng Roterdam, orang lantas lupa dengan Monumen Mandala. Seperti umumnya monument
pasti menyimpan kisahnya. Monumen ini dibangun pada masa orde baru berkuasa tahun 1994,
monumen Mandala tidak bisa lepas dari sosok murah senyum namun kontroversial bernama
Soeharto. Letaknya pun bergengsi tidak jauh dari titik nol kilometer kota Makassar. Tingginya 75
meter yang terdiri atas 4 lantai, Menaranya mencapai ketinggian 62 meter sebagai simbol, pada
1962, terjadi perjuangan pembebasan Irian Barat. Pada bagian bawah monument terdapat relief
lidah api yang menjadi simbol semangat yang tak kunjung padam. Monumen ini sengaja dibangun
di Makassar karena di kota anging mamiri menjadi pusat dari pembebasan Irian Barat. Dibagian
dalam monument mandala terdapat berbagai macam replika dan diorama perjuangan bangsa tidak
hanya kisah pembebasan irian Barat, tapi juga cerita tentang perjuangan anak negeri melawan
kolonialisme terutama perjuangan lokal laskar Sulawesi. Pasca reformasi monumen mandala
seperti kehilangan pamornya, monumen ini hanya dikenal jika ada pesta atau festival dan sesekali
menjadi tempat para demontran meluapkan keluh kesahnya, atau saat musim pilkada dimana
para calon walikota mengumbar janji manisnya. Kini nasib monumen mandala semakin tegerus
oleh zaman, orang tidak lagi tertarik datang berkunjung. Pada Juli lalu Monumen Mandala
direnovasi. Tujuannya agar wisatawan mau singgah untuk bernostalgia dengan masa silam.
Masyarakat "modern" lebih senang mengunjungi Trans Studio yang megah atau Pantai Losari yang
kian cantik. Kemeriahan masa silam tinggal kenangan. 13803784971228894221 Monumen
Mandala di renovasi (foto:www.tribunnews.com) Tidak jauh dari monumen mandala berdiri mal
dan pusat perbelanjaan mewah yang sesak dengan pengunjung, sangat kontras dengan
pemandangan monumen mandala yang sepi. Jangan lupakan pula lapangan karebosi yang
berseberangan dengan monumen mandala merupakan satu saksi sejarah Trikora, lapangan
Karebisi punya pertautan sejarah dengan Monumen Mandala. Kini karebosi telah disulap menjadi
pusat perbelanjaan elit, sebuah mal bawah tanah. Di Karebosi 41 tahun silam, Bung Karno
bersuara lantang ""rebut Irian Barat sebelum ayam berkokok" yang menjadi batu meteor
pembakar semangat bagi generasi pada masanya merebut kembali Irian Barat. Pada akhirnya
saya berharap pihak terkait perlu mengemas ulang format wisata sejarah yang mampu mengajak
orang untuk datang ketempat ini, karena zaman telah banyak berubah. Selain itu fasilitas yang
nyaman dan modern akan membuat pengunjung betah untuk melihat salah satu cerita
kegemilangan rakyat Indonesia. Monumen mandala sebagai wahana merenenungi jejak
perjuangan bangsa dan menjadi pembelajaran generasi kini. Monumen mandala bukan sekedar
bangunan bisu yang layak dibiarkan teronggok dalam metropolitan yang gemerlap, karena
didalamnya terdapat secuil kisah perjuangan anak bangsa melawan kapitalisme. Dan jangan
biarkan monumen mandala dibiarkan mematung tanpa makna bagi generasi sekarang. Sambil
mengenang kalimat Pemimpin Besar Revolusi, Soekarno "jangan sesekali melupakan Sejarah",
saya tinggalkan Monumen Mandala dengan membawa seribu impian, bisa melihat kembali
monumen mandala menjadi primadona dan ikon kota Makassar. Salam

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/islamrasional79.blogspot.com/monumen-mandala-
riwayat-mu-kini_553000146ea83406038b45ee

Di pusat kota Makassar, terdapat sebuah bangunan menara yang menjulang tinggi setinggi 75 meter.
Bangunan tersebut dinamakan Monumen Mandala. Monumen Mandala berlokasi di Jalan Jenderal
Sudirman.

Lokasinya hanya sekitar 200 meter sebelah selatan pusat kota Makassar. Monument Mandala didirikain di
atas laha seluas 1 hektar. Monumen ini dibangun pada tanggal 11 Januari 1994. Peletakan batu pertama
dilaksanakan oleh Menko Polkam Soesilo Sudarman, dan diresmikan oleh Presiden H. M. Soeharto, pada
tanggal 19 Desember 1995.

Di monument tersebut terdapat berbagai macam relief dan diorama mengenai perjuangan pembebasan
Irian Barat. Di monument tersebut, pengunjung dapat melihat bentangan kota Makassar dari ketinggian.
Dengan ketinggian hingga 75 meter di atas permukaan tanah, monumen ini mulai dibangun pada tahun
1994 dan selesai pada tahun 1996.

Monument ini dibangun untuk memperingati perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kembali
(membebaskan) Irian Barat atau yang sekarang dikenal dengan nama Papua dari tangan penjajah pada
tahun 1962.

Monument ini terdiri dari 4 lantai. Pada lantai 1 dari monument ini terdapat diaroma relief dan replika
pakaian dan perjuangan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad XVII. Pada laintai 2 terdapat diaroma dan
relief yang menceritakan tentang perjuangan pembebasan Irian Barat.

Adapun di lantai tiga terdapat replika ruang kerja Panglima Mandala, lengkap dengan peta Irian barat,
foto-foto persiapan pemberangkatan pasukan, tanda jabatan, dan pakaian yang dipergunakan pada saat
operasi Mandala. Nah, di lantai 4 nya ialaha ruang pandang untuk pengunjung untuk melihat kota
Makassar dari ketinggian. Ruang ini berada di ujung menara dengan ketinggian sekitar 73-75 meter dari
permukaan tanah.

Untuk menuju ke lokasi wisata Monumen Mandala, kamu bisa menggunakan ankot, taksi ataupun fasilitas
pengantaran yang telah disediaka oleh hotel. Jika dari pusat kota, maka kau bisa menggunakan becak atau
berjalan kaki untuk menuju Monumen Mandala.
Untuk melihat pemandangan kota Makassar dari ketinggian, pengunjung akan dikenakan biaya retribusi
sebesar 10,000 rupiah per orangnya. Biasanya lift akan dioperasikan jika pengunjung datang secara
berombongan.

Monumen Mandala, Bukti Sejarah Soeharto di Makassar


MESKIPUN lahir di Kemusuk, Argomulyo, namun mantan Presiden Soeharto tak bisa dipisahkan dari
Makassar. Tahun 1960-an silam, ia telah menorehkan sejarah di kota ini tatkala menjadi Deputi Wilayah
Indonesia Timur dan Panglima Komando Mandala SIKAP Pemerintah Belanda yang tidak bersedia
menyelesaikan konflik Irian Barat melalui forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat pemerintah
Republik Indonesia gerah.

Saat itu, tahun 1961, pemerintah RI menegaskan tidak bersedia lagi melakukan perundingan. Makanya,
ketika itu, pemerintah RI menitikberatkan perjuangan pembebasan Irian Barat dalam bidang militer.

Sebagai tindak lanjut dari sikap pemerintah RI, pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun-alun Yogyakarta,
Presiden Soekarno mengkomandokan Tri Komando Rakyat yang belakangan lebih lazim disebut Trikora.

Isinya; Gagalkan pembentukan negara boneka buatan Belanda, Kibarkan sang saka merah putih di Irian
Barat Tanah Air Indonesia, serta Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan
dan kesatuan tanah air dan bangsa.

Sebagai tindak lanjut Trikora, di seluruh Indonesia dilakukan mobilisasi umum dalam rangka pembebasan
Irian Barat. Kekuatan cadangan nasional pun demikian.

Namun sebelum itu, kampanye melalui rapat raksasa juga dilakukan. Bahkan pada 4-8 Januari 1962,
bertempat di lapangan Karebosi, diadakan rapat raksasa dalam rangka pembebasan Irian Barat.

Rapat itu dihadiri langsung Presiden Soekarno, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal AH Nasution, serta
Panglima Daerah Militer XIV/Hasanuddin. Saat itu, Soekarno menyerukan ”Rebut Irian Barat Sebelum
Ayam Berkokok”.

Setelah Trikora dikomandokan, pada tanggal 2 Januari 1962, Soekarno membentuk Komando Mandala
untuk membebaskan Irian Barat bersifat gabungan. Itu disusul dengan pelantikan Mayjen Soeharto sebagai
Deputi Wilayah Indonesia Timur dan Panglima Komando Mandala.

Saat itulah, Soeharto resmi bertugas di Makassar dan akhirnya setelah melalui serangkaian peperangan,
Irian Barat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Untuk mengenang sejarah pembebasan Irian Barat, maka pada tahun 1994, Monumen Mandala pun
dibangun. Peletakan batu pertama oleh Menkopolkam Soesilo Sudarman pada tanggal 11 Januari 1994.

Setahun kemudian, tepatnya 19 Desember 1995, monumen ini pun diresmikan oleh Presiden Soeharto
yang tak lain Panglima Komando Mandala.

”Sebelum dibangun di Makassar, Monumen Mandala juga sudah berdiri di Manado. Makanya saat itu,
setelah melalui pembicaraan alot dan dengan pertimbangan bahwa Makassar merupakan pusat markas
pembebasan Irian Barat, akhirnya Monumen Mandala pun dibangun.

Tempat yang dipakai untuk monumen pun bekas markas. Jadi ini dibangun sebagai monumen peringatan,”
kata sejarawan Sulsel, Dr Edward L Polinggomang, di rumahnya petang kemarin.
Menurut Edward, monumen tersebut dibangun oleh Kodam VII Wirabuana. Meski begitu menurutnya,
kemungkinan besar, Soeharto juga punya andil, termasuk memberikan idenya. Tapi menurutnya itu wajar
saja, sebab Makassar memang sempat menjadi pusat militer.

”Saya juga ikut bicara di awal pembangunan monumen tersebut. Saat itu saya baru pulang dari Belanda.
Dulunya, di situ (Monumen Mandala, red) merupakan markas kepolisian yang dipindahkan ke Sudiang,”
katanya.

Terkait Soeharto sendiri, dosen Unhas ini menegaskan kariernya di militer juga terdongkrak tak lepas dari
keberhasilannya menjadi komandan pembebasan Irian Barat.

”Ia menjadi populer setelah kembali ke Jakarta. Di Makassar sendiri ia tinggal dari tahun 1962 hingga Irian
Barat diserahkan Pemerintah Belanda ke Indonesia.

Makanya tak bisa dipungkiri jika pembebasan Papua merupakan andil besar Soeharto,” kata Edward
seraya melanjutkan bahwa di Makassar, Soeharto dekat dengan keluarga BJ Habibie yang belakangan
menggantikan dirinya sebagai Presiden di era Reformasi.

Karena begitu bermaknanya monumen ini, Edward pun menyinggung sedikit soal demonstaasi yang kerap
dilakukan warga dan mahasiswa Papua di Makassar.

Menurutnya, jarang sekali mahasiswa Papua berdemo di luar dari Monumen Mandala.
Monumen Mandala yang tingginya 75 meter sendiri terbagi dalam empat lantai.

Masing-masing lantai berisi simbol-simbol perjuangan pembebasan Irian Barat dan perjuangan rakyat
Sulsel, termasuk zaman Pahlawan Nasional, Sultan Hasanuddin. Di lantai III monumen tersebut
merupakan ruang kerja Soeharto selaku panglima Mandala.

Di situ juga terdapat peta Irian Barat, foto-foto persiapan pemberangkatan ke medan tugas, tanda jabatan,
serta pakaian yang dipakai saat operasi Mandala.

”Di dalamnya bagus, ada relief riwayat perjuangan untuk kemerdekaan di Sulsel, Makassar dan daerah
lainnya. Ada juga museum, namun kurang populer,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Pembinaan Mental Kodam VII Wirabuana, Letkol Suhatno Hari mengatakan,
pembangunan monumen untuk mengenang perjuangan di Irian Barat tak lepas dari dukungan pusat.

”Selain itu ada juga sumbangan dari Tommy Soeharto Rp1 miliar, Pak Jusuf Kalla, Andi Sose dan
pengusaha Sulsel lainnya. Jadi itu merupakan produk asli Sulsel,” katanya seraya melanjutkan bahwa
untuk relief dan ornamen museum di bawah kendali Kolonel Sarnata dari Siliwangi

Anda mungkin juga menyukai