Anda di halaman 1dari 4

Kesalehan Sosial

BAB I
PENDAHULUAN

Geliat berbagai aktifitas keagamaan semakin tampak nyata di dalam kehidupan umat Islam di Indonesia.
Hal ini bisa dilihat dari maraknya pengajian-pengajian umum dan majlis taklim yang digelar. Fenomena
ritualistik di atas seringkali memberikan kesan umum bahwa masyarakat muslim di Indonesia adalah
masyarakat yang taat beragama sekaligus masyarakat dengan individu-individu yang saleh. Dalam banyak
tradisi, kesalehan individual ini menjadi ukuran tingkat kwalitas keberagamaan seseorang. Dengan kata lain
intensitas seseorang dalam menjalankan ritus-ritus agama menunjukkan tingginya nilai kesalehan atau kebaikan
pribadinya.
Secara normatif keadaan ini seharusnya melahirkan realitas-realitas sosial yang saleh pula. Namun,
tingginya kuantitas kegiatan keislaman itu belum sepenuhnya berbanding lurus dengan kemaslahatan riil yang
didambakan oleh masyarakat luas. Apa yang terjadi dalam realitas Indonesia sampai hari ini adalah sebuah
kondisi yang sungguh sangat menyedihkan. Praktek hidup dan berkehidupan masyarakat memperlihatkan
kondisi yang berlawanan dengan norma-norma agama. Realitas Indonesia adalah bangsa dengan kemiskinan
yang besar sekaligus dengan tingkat korupsi paling tinggi di dunia. KKN merajalela di mana-mana. Realitas
sosial juga menunjukkan kondisi moralitas yang hancur. Kekerasan social dan keagamaan, kekerasan seksual,
pembunuhan, konflik berdarah, narkoba dan sejumlah pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia semuanya
terjadi hampir setiap hari dan di banyak tempat.
Hal ini tentu tidak sesuai dengan misi agung Islam sebagai agama yang "rahmatan lil 'aalamiin." Untuk
mewujudkan risalah Islam ini kita perlu melakukan pengkajian terhadap ajaran Rasulullah Muhammad saw.,
dan mengambil pelajaran berharga dari kehidupan beliau. Rasulullah dikenal sebagai orang yang memiliki jiwa
sosial yang tinggi. Hal itu tampak terlihat dari keseharian beliau dalam hidup bermasyarakat. Kesalehan sosial
ini menjadi pendekatan terhadap masyarakatnya dan merupakan kunci keberhasilan dalam mengemban risalah
kenabiannya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kesalehan dalam Kehidupan Sosial


1) Pemahaman Kesalehan Sosial
Kesalehan adalah suatu tindakan yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain serta dilakukan atas
kesadaran ketundukan pada ajaran Tuhan. Tindakan saleh merupakan hasil keberimanan, pernyataan atau
produk dari iman seseorang yang dilakukan secara sadar. Secara bahasa kita bisa memaknai kesalehan sosial
adalah kebaikan atau keharmonisan dalam hidup bersama, berkelompok baik dalam lingkup kecil maupun
besar.
Saleh berasal dari bahasa Arab yang artinya taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah. Kesalehan
adalah ketaatan (kepatuhan) dalam menjalankan ibadah atau kesungguhan menjalankan agama. Jadi kesalehan
sosial adalah ketaatan yang berdimensi sosial, ketaatan atau memposisikan diri sangat peduli akan hubungan
antar manusia, bukan saja dalam hal etika tetapi juga diharapkan ada didalam tataran saling berbagi akan
kelebihan apa yang dipunyainya.

Untuk melihat dimensi-dimensi ketakwaan seseorang khususnya dalam kaitanya dengan ukuran-ukuran
kesalehan individu dan sosial, ada lima ciri penting manusia yang dikatakan shaleh secara sosial.

Pertama, memiliki semangat spiritualitas yang diwujudkan dalam sistem kepercayaan kepada sesuatu
yang “gaib” serta berketuhanan dan pengertian beragama atau menganut sesuatu kepercayaan agama.
Kedua, terikat pada norma, hukum, dan etika seperti tercermin dalam struktur ajaran sholat. Sholat juga
mengajarkan kepada para pelakunya untuk terbiasa disiplin. Disiplin dalam hidup sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang berlaku. Artinya masyarakat yang memiliki kesalehan sosial itu adalah mereka yang konsisten
menegakan hukum dan hukum menjadi aturan main.
Ketiga, memiliki kepedulian sosial yang salah satu perwujudanya ditandai dengan kesanggupan berbagi
terhadap golongan yang lemah. Keadilan sosial itu harus diwujudkan secara bersama oleh seluruh komponen
masyarakat dan bukan hanya oleh penguasa.
Keempat, memliki sikap toleran sebagai salah satu dari perwujudan dari keimanan terhadap adanya
pengikut kitab-kitab suci selain kitab sucinya sendiri. Ajaran ini juga sekaligus mengisyaratkan adanya
pluralitas kehidupan, baik pada aspek agama dan kepercaan maupun pada aspek sosial budaya lainya. Dinamika
masyarakat juga akan terus berubah membentuk struktur sosial yang semakin beragam. Di sinilah arti penting
mengembangkan sikap toleran, khususnya dalam menyikapi secara terbuka perbedaan-perbedaan sebagai suatu
keniscayaan.
Kelima, berorientasi kedepan sebagai salah satu wujud dari keimanan terhadap adanya hari akhir.
Masyarakat yang memiliki dimensi kesalehan sosial itu adalah mereka yang berorientasi kedepan, sehingga
akan selalu mementingkan kerja keras untuk membangun hari esok yang lebih gemilang.

Rasulullah saw adalah manusia yang memiliki tingkat ketakwaan dan kesalehan sosial paling tinggi.
Kesalehan sosial ini menjadi pendekatan terhadap masyarakatnya dan merupakan kunci keberhasilan dalam
mengemban risalah kenabiannya. Secara garis besar, kesalehan sosial Rasulullah terumuskan dalam tiga kata
kunci: salam, kalam dan tha'am.
Salam adalah social approach (pendekatan sosial) dalam bentuk empati kepada orang lain. Keagungan
akhlak Rasulullah adalah tidak melihat manusia dari kasta dan strata sosialnya.
Kalam artinya berbicara. Pengertian lainnya adalah verbal approach (pendekatan kata). Di sini
Rasulullah bertumpu pada keindahan dan kualitas kata dalam menyampaikan risalah dan pesan-pesan Ilahi yang
diterimanya.
Tha'am yang secara bahasa artinya makan adalah personal approach (pendekatan pribadi), maksudnya
memberi makan kepada orang kelaparan, dan menyantuni mereka yang membutuhkan.

2) Manusia Sebagai Makhluk Sosial


Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Sementara para filosof Muslim dahulu
menyebutnya al-insan madaniyy bith-thab'i. Kedua istilah itu memiliki arti yang sama, yaitu: manusia adalah
makhluk sosial. Istilah ini, menurut Ibnu Khaldun, mengandung makna bahwa manusia tidak bisa hidup
sendirian dan keberadaannya tidak akan terwujud kecuali dengan kehidupan bersama.

C. Hablun Minannas Sebagai Wujud Kesalehan Sosial


Kita mengenal 2 hal dalam islam yang menjalankan pola hidupnya sebagai makhluk ciptaan Yang Maha
Kuasa yaitu Hablun Minallah dan Hablun Minannas. Hablun Minallah ibadah yang harus dijalankan oleh
seorang muslim dalam proses mendekatkan dirinya kepada Sang Khaliq. Sedangkan Hablun Minannas
adalah ibadah yang dijalankan oleh seorang muslim untuk menjalin sosialisai ataupun interaksi dengan
lingkungan sosialnya (masyarakatnya) sesuai dengan aturan yang telah diatur oleh Allah SWT.
Islam mempunyai caranya tersendiri dalam membina hubungan dengan sesama manusia, Islam tidak
hanya mengatur tentang aspek ibadah individualnya saja tapi juga mencakup lingkungan sosialnya. Berawal
dari ibadah (hablun minannas), Islam menunjukkan bahwa ia peduli dengan kehidupan sosial umatnya.
Di dalam rukun Islam, kita temui adanya ibadah yang mencakup hablun minannas yang menjadi suatu
kewajiban bagi seorang muslim, sebuah ritual keagamaan yang wajib dilakukan setiap tahunnya yang memiliki
nilai kasalehan sosial, yaitu zakat. Hal ini bermakna sebagai bentuk simbolisasi akan pentingnya kesalehan
sosial.
Zakat mengajarkan umat Islam agar tidak hanya meningkatkan ibadah individual, tetapi juga tidak
melupakan kesalehan sosialnya. Sebab, ibadah individual tanpa dibarengi dengan kesalehan sosial tidak dapat
menjamin keselamatan seseorang di akhirat kelak.
Orang yang memperoleh "tiket surga" bukanlah semata-mata karena amalnya sendiri, melainkan karena
mendapatkan syafaat dari Rasulullah . Sedangkan orang yang akan memperoleh syafaat Nabi kelak adalah
mereka yang diakui sebagai umatnya. Sementara itu, Nabi pernah bersabda, "Bukanlah termasuk umatku orang
yang tidak peduli terhadap urusan umat Islam."
Bahkan, Allah Swt. dalam surat Al Maun berfirman, "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin."
Di dalam ayat tersebut, orang yang menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin
dianggap sebagai pendusta agama. Mengapa Alquran sampai sedemikian keras terhadap orang yang
menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin? Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak
peduli terhadap kehidupan sosial tidak bisa menghayati Islam dengan sepenuh hati.
Dalam hal ini, Islam hanya dimaknai sebagai semarak ibadah individual yang tak peduli pada realitas
sosial. Seorang muslim berlomba-lomba melakukan ibadah ritual untuk mencapai kesalehan individual, tapi ia
lupa untuk mencapai kesalehan sosial.
Hal itu sebenarnya supaya menjadi bahan perenungan bagi kita semua, bahwa seseorang tidak dapat
dikatakan Islam secara kaffah jika masih "mengedepankan" urusannya sendiri dan tidak mau peduli pada
kepentingan orang lain.
Zakat adalah symbol kesalehan sosial dalam Islam. Lima kali dalam sehari kaum muslimin
melaksanakan shalat, nyaris tidak ada satu waktupun yang tertinggal. Setiap minggu pada hari jum’at kamu
muslimin selalu diingatkan dalam khutbah untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan, berlaku adil dan berbuat
kebaikan. Satu bulan penuh di Bulan Ramadhan, kaum muslimin juga melaksanakan puasa, satu bentuk ritual
keagamaan yang penting bagi pembentukan spirituallitas, moralitas dan solidaritas sosial. Bahkan dalam setiap
tahun, ribuan kaum muslimin berangkat menunaikan ibadah haji dan umrah ke Mekkah. Suatu ritual keagamaan
yang tidak saja membutuhkan kearifan spiritualitas dan kekuatan fisik, melainkan juga membutuhkan modal
yang banyak.
Idealnya, beberapa ritual keagamaan diatas, dapat merefleksi dalam berbagai kearifan hidup dan
mendorong lahirnya kesalehan sosial. Tetapi, sayangnya bersamaan dengan merebaknya kesadaran keagamaan
tersebut, berbagai praktek kemungkaran dan kedzaliman justru semakin merebak. Salah satu bentuk
penyelewengan adalah korupsi. Korupsi bukan sekedar tindakan pidana karena merugikan negara, tetapi bisa
menyebabkan kerusakan sistem sosial, ekonomi, dan politik, bahkan kerusakan sistem nilai dan moral yang
bersumber dari ajaran Islam. Rusaknya sistem tersebut bisa meluas dan berkembang sebagai pembangkangan
sosial ketika warga suatu masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap fungsi peraturan perundangan
yang berlaku.
Penyelewengan kekuasaan dan kewenangan bagi pemupukan kekayaan pribadi dan kelompok, bukan
hanya mengkhianati amanat rakyat, tetapi juga merupakan pratik pengkhianatan manusia dan pembangkangan
Tuhan. Triliyunan rupiah diperoleh seseorang tanpa keringat melalui deposito atau tanda tangan perizinan,
ketika punggung petani dan buruh hampir patah hanya untuk beberapa ribu rupiah yang tak cukup bagi makan
sehari. Dengan mengakali suara rakyat, anggota partai dan anggota DPR serta pejabat pemerintah mengeruk
harta negara dari pajak rakyat untuk honor, gaji, atau fasilitas kerja bagi pemuasan hedonis semata. Itulah yang
tergambar pada masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kematian moralitas,
etika, dan akhlak pada umat Islam saat ini.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Saleh berasal dari bahasa Arab yang artinya taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah. Kesalehan
adalah ketaatan (kepatuhan) dalam menjalankan ibadah atau kesungguhan menjalankan agama. Jadi kesalehan
sosial adalah ketaatan yang berdimensi sosial, ketaatan atau memposisikan diri sangat peduli akan hubungan
antar manusia, bukan saja dalam hal etika tetapi juga diharapkan ada didalam tataran saling berbagi akan
kelebihan apa yang dipunyainya. Disamping kesalehan sosial ada juga yang disebut kesalehan ritual, yang lebih
mengarah kepada hubungan antara manusia dengan Tuhan.
Kata ibadah berasal dari bahasa Arab (‘abada-ya’budu-‘ibaadatan-‘abdan) yang artinya menyembah.
Secara terminologi, ibadah berati menundukkan diri kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.
Ibadah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ammah atau ghairu mahdhah. Ibadah
mahdhah (murni) adalah suatu rangkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. dan bentuk aktivitas
tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat
kesadaran teologis dari masing-masing individu. Ibadah mahdhah disebut juga sebagai ibadah ritual. Yang
termasuk Ibadah mahdhah misalnya: Shalat, puasa, zakat, dan haji.
Ibadah Ghair al-Mahdhah atau ibadah ammah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan
yang mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai
titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Ibadah ini tidak harus selalu berhubungan dengan
langsung dengan Allah. Ibadah ghairu mahdhah disebut juga ibadah non ritual.
Kesalehan sosial dalam Islam sesungguhnya lebih merupakan aktualisasi atau perwujudan iman
praksis kehidupan social. Indikator kesalehan sosial tersebut adalah adanya penyempitan ruang gerak
bagi tumbuh-berkembangnya kemungkaran dan kedzaliman sosial, baik dalam bentuk ketidakadilan
politik dan distribusi kekayaan, kesenjangan kelas kaya dan miskin, maupun dalam bentuk penindasan
dan eksploitasi manusia atas manusia.

Anda mungkin juga menyukai