Anda di halaman 1dari 9

Adab Terhadap Tuhan yang Maha Esa

Sesungguhnya nikmat yang diberikan oleh Allah swt kepada hamba-hambanya sangat
banyak sekali sehingga sampai kapanpun tidak akan terhitung jumlahnya. Kemana saja seorang
hamba mengarahkan pandangannya maka dia akan selalu melihat dan merasakan nikmat Allah
swt dihadapannya. Kenikmatan Allah swt telah diperoleh oleh hamba-Nya semenjak masih
berupa setetes air mani yang bercampur dengan sel telur yang berada di dalam rahim seorang ibu
sampai lahir kedua hingga ajalnya tiba. Sebagaimana Firman Allah swt yang artinya: Dan apa
saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh
kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. (an-Nahl/16:53).

jika seseorang hendak menghitung nikmat yang telah diberikan oleh Allah swt, maka
tidak akan mampu menghitungnya sampai kapanpun. Oleh karena itu, Allah swt memiliki hak
yang menjadi kewajiban para hamba-Nya. Hak Allah swt tersebut harus diutamakan dari pada
hak-hak sesame makhluk. Diantara yang menjadi hak Allah swt dan menjadi kewajiban para
hambanya yaitu memiliki adab yang baik kepada Allah swt. Maka dengan demikian wajib bagi
seorang hamba untuk memiliki adab-adab sebagai berikut:

1. Beriman Dan Tidak Menyekutukan Allah swt Dengan Apapun

Beriman kepada allah swt yaitu dengan cara membenarkan dengan hati, mengucapkan
dengan lisan serta mengamalkan dengan perbuatan bahwa Allah swt itu ada dengan segala
keagungannya. Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah
syar‟i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan,
bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan". Para ulama salaf
menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang,
sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang". Ini adalah definisi menurut Imam Malik,
Imam Syafi‟i, Imam Ahmad, Al Auza‟i, Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan segenap
ulama selainnya. Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter yaitu :

 Keyakinan hati
 Perkataan lisan
 Amal perbuatan
 Bisa bertambah
 Bisa berkurang.

Imam Syafi‟i berkata: “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah
dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab
kemaksiatan”. Makna bertambah dan berkurangnya iman seperti yang ditanyakan oleh putra
Imam Ahmad yaitu Shalih rahimahullahu. Beliau berkata: “Aku bertanya kepada ayahku, apa itu
makna bertambah dan berkurangnya iman?”. Ayahku menjawab: “Bertambahnya iman dengan
sebab adanya amalan dan berkurangnya juga dengan sebab meninggalkan amalan, seperti
meninggalkan shalat, zakat, puasa, haji dan lain-lain”. Seseorang tidak dikatakan beriman kepada
Allah swt hingga dia mengimani terhadap 4 hal:

 Beriman terhadap adanya Allah swt.

 Beriman terhadap Rububiyyahnya Allah swt, bahwa tidak ada yang menciptakan,
menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah swt.

 Beriman terhadap Uluhiyyahnya Allah swt, bahwa tidak ada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah swt .

 Beriman terhadap semua Asma dan Sifat Allah swt (al-Asma'ul Husna) yang Allah swt
telah tetapkan untuk dirinya, serta menjauhi sikap menghilangkan makna, memalingkan
makna, mempertanyakan, dan menyerupakan dengan yang selainnya.

Allah Subhanahu waTa‟ala telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beriman


kepada-Nya dan kepada perkara-perkara yang wajib diimani. Allah Subhanahu waTa‟ala
berfirman yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya. [an-Nisâ‟/4:136]

2. Beribadah Hanya Kepada Allah swt

Beribadah adalah Sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Pada
hakikatnya Allah swt itu dekat dengan manusia, tetapi tidak semua manusia merasa dekat dengan
Allah swt. Oleh karena itu, agar supaya merasa dekat dan merasa selalu bersama Allah swt maka
harus melaksanakan ibadah hanya kepada Allah swt. Makna Ibadah secara istilah atau
terminologi yaitu penghambaan seorang manusia kepada Allah swt untuk dapat mendekatkan
diri kepadanya sebagai realisasi dari pelaksanaan tugas hidup selaku makhluk yang diciptakan
Allah swt. Kewajiban Ibadah bagi Manusia sebagai mahkluk ciptaan Allah swt adalah Sebagai
bentuk realasasi bagi manusia yang diberi tanggung jawab oleh allah swt
Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas komunikasi vertikal dengan sang khaliq
dan Meningkatkan derajat manusia di mata allah swt.

Macam Macam Ibadah diantaranya :

 Shalat : Perbuatan khusus seorang hamba yang berisi bacaan bacaan dan gerakan gerakan
yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam . dengan memenuhi syarat
tertentu.
 Dzikir : Dapat diartikan sebagai upaya untuk selalu mengingat allah swt dengan
mengucapkan kalimat tarbiyyah (Subhnallah, Alhamdulillah, AllahuAkbar, dan lain
sebagainya).
 Berdoa : Merupakan salah satu perintah ibadah yang sangat dianjurkan. Karena hanya
Allah swt lah yang maha segalanya yang bisa memberikan segala sesuatu untuk
ciptaannya.
 Dan segala sesuatu yang menyangkut perintah Allah swt dan Sunnah Rasulullah saw

3. Bersyukur Dan Bersabar

Kewajiban sebagai hamba Allah swt adalah bersyukur dan bersabar. Disaat seseorang
sedang ditimpa musibah, maka orang itu bersabar atas segala cobaan tersebut. Namun setelah itu
ia pun harus bersyukur atas nikmat yang telah Allah swt berikan selama itu. Karena dengan
bersyukur maka Allah swt akan menambahkan nikmatnya. Sebagaimana firman Allah swt,
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, maka pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu,”
(QS. Ibrahim: 7). Kebanyakan dari kita, saat mendapat cobaan kita terus mengelus dada seraya
berucap sabar, tetapi melupakan nikmat lain yang Allah swt telah berikan selama ini. Syukur dan
sabar sepertinya bisa dikatakan sebagai dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan.

Bersyukur atas segala nikmat Allah merupakan kewajiban bagi setiap hamba yang
beriman. Firman Allah SWT, “Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat kepadamu.
Dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu kufur (ingkar) kepada-Ku,” (QS. Al Baqarah:
152). Dalam keadaan senang, kita tidak hanya dituntut untuk bersyukur agar mendapat nikmat
lebih, namun juga bersabar. Sebagai contoh, seseorang yang telah mendapat jabatan tinggi di
suatu tempat maka selain bersyukur ia pun harus bersabar. Bersabar terhadap apa? Bersabar jika
ada yang mengajaknya untuk bermaksiat. Karena bersabar juga dapat diartikan menahan diri dari
perbuatan maksiat. Begitu juga dalam menghadapi cobaan, kita pun harus bersabar serta
bersyukur. Firman Allah swt, “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kemehakuasaan Allah) bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak
bersyukur” (QS Luqmaan: 31).

Allah swt juga berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar sajalah
yang akan dipenuhi ganjaran mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10). Sebagaimana dalam
surat Az-Zumar ayat 10 bahwa Allah swt akan mengganjar orang yang bersabar tanpa batas,
apalagi jika seseorang itu juga bersyukur, maka Allah swt akan tambahkan nikmatnya
sebagaimana QS. Ibrahim ayat 7. Maka beruntunglah kita sebagai seorang yang beriman kepada
Allah swt. Karena Allah swt selalu memberi pahala kepada orang yang beriman baik dalam
keadaan senang maupun susah.

4. Mengingat Allah swt Dan Tidak Melupakannya.

Manusia hendaklah selalu mengingat Allah swt dan tidak melupakannya. Karena
kewajiban hamba adalah mencintai Allah swt dengan kecintaan yang paling tinggi. Seseorang
yang mencintai sesuatu, dia akan selalu mengingat dan menyebutnya serta tidak melupakannya.
Orang yang melupakan Allah swt maka Allah swt pun juga akan melupakannya, Allah swt akan
membiarkannya dalam kesusahan. Sebagaimana Firman Allah yang artinya : Dan janganlah
kamuseperti orang-orang yang lupa kepada Allah swt, lalu Allah menjadikan mereka lupa
kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. [ al-Hasyr/59:19]

5. Taat Dan Tidak Bermaksiat Sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan

Ketaatan dan kemaksiatan sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang, karena taat
dan maksiat akan berdampak dari dunia sampai ke akhirat kelak, sebagaimana firman Allah swt
yang artinya : ''Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta''. (QS 20:124). Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “ berpaling
dari peringatanku” yaitu sikap menolak perintah Allah swt dan apa yang diturunkan kepada
Rasulnya, kemudian mengambil aturan/hukum selain dari petunjuk Allah swt. Sedangkan,
maksud dari “ Kehidupan yang sempit “ adalah kesempitan hidup di dunia, tidak memperoleh
kebahagiaan, dada mereka sempit karena kesesatannya.

Mungkinkah apa yang terjadi di negeri ini sekarang merupakan wujud nyata peringatan
itu? Yang jelas, krisis multi dimensi seolah tak berujung. Nilai rupiah semakin terpuruk.
Pengangguran semakin meningkat drastis. Utang menumpuk. Harga kebutuhan naik. Pendidikan
semakin mahal dan sebagainya. Padahal negeri ini memiliki potensi sumber daya alam yang
melimpah ruah, dengan penduduk yang mayoritas Muslim. Berkait dengan ayat di atas, jangan-
jangan kesempitan hidup saat ini karena kita meninggalkan aturan Allah swt dalam seluruh aspek
kehidupan kita. Oleh karena itu, solusi terbaik untuk mengatasi kesempitan hidup ini adalah
kembali menyatukan diri dengan hukum Allah swt dan mengimplementasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Tentu dalam seluruh aspek kehidupan, bukan hanya pribadi. Niscaya
Allah swt akan menghilangkan kesempitan hidup ini, dan Dia akan melimpahkan keberkahan
sebagaimana firmannya yang artinya : “ Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa,
pastilah kami akan limpahkan kepada mereka keberkahan dari atas langit dan dari perut bumi,
tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.'' (QS Al-A’raaf: 96).

6. Takut Kepada Allah swt

Salah satu sikap yang harus kita miliki sebagai muslim adalah rasa takut kepada Allah
Swt. Takut kepada Allah disini adalah adalah takut kepada murka, siksa dan azab-Nya. Ada
banyak ayat yang memerintahkan kita untuk memiliki rasa takut kepada Allah swt, antara lain
firman Allah Swt yang artinya : “ yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah,
mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada
Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan”(QS. 33:39). Berarti takut kepada
selain Allah swt tidaklah bisa dibenarkan. Dengan memiliki rasa takut kepada Allah swt, kita
akan memperoleh keberuntungan yang besar, diantara dalilnya adalah firman Allah Swt yang
artinya: “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan
bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan” (QS.
24:52).

Adanya rasa takut kepada Allah Swt, membuat kita tidak berani melanggar segala
ketentuannya. Yang diperintah kita kerjakan dan yang dilarang kita tinggalkan. Takut kepada
Allah swt akan membuat seseorang memperbanyak amal salehnya selama hidup di dunia ini,
Allah Swt berfirman yang artinya : ”Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada
orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan
kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan
dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan
kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. (QS.
76:8-10).

Menurut Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin :”Khauf adalah suatu perasaan takut
yang mencegah anggota badan dari perbuatan maksiat dan diikat dengan ketaatan”. Orang
mukmin adalah orang yang takut kepada Allah swt beserta seluruh anggota badannya. Menurut
Abu Laits as-Samarqandi, seorang ahli fiqh (fuqaha) dan ahli tafsir (mufasir) yang termasyur,
"Tanda-tanda takut kepada Allah swt itu kelihatan dalam 7 perkara."

1. Pada Lisannya. Yaitu orang yang menghindarkan dirinya dari dusta, ghibah, menyebar
fitnah dan banyak bicara. Sebaliknya ia malah menyibukkan diri dengan memperbanyak
zikir, membaca Al-Qur'an & mencari serta berbagi ilmu.
2. Pada Hatinya. Yaitu orang yang membuang rasa permusuhan, kebodohan & kedengkian
terhadap sahabatnya. Lantaran kedengkian dapat menghapuskan kebaikan. Sebagaimana
Rasulullah saw telah bersabda; "Hasad itu dapat memakan kebaikan sebagaimana api
membakar kayu “. Ketahuilah bahawa hasad itu penyakit hati yang amat berbahaya.
Tidak ada obat untuk penyakit hati selain dari ilmu & amal.
3. Pada Pandangannya. Yaitu orang yang tidak suka memandang pada makanan,
minuman, pakaian dan hal-hal lain yang haram. Tidak pula terpikat pada dunia. Tetapi ia
memandangnya dengan mengambil iktibar. Rasulullah saw telah bersabda; "
Barangsiapa memenuhi matanya dengan perkara haram, maka Allah swt akan
memenuhinya dari pada api pada hari Kiamat."
4. Pada Perutnya. Yaitu orang yang perutnya tidak diisi barang yang haram. Itu dosa besar.
Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda: " Ketika sesuap dari pada barang haram masuk
ke perut seseorang, maka seluruh Malaikat di langit & di bumi melaknatinya selama
sesuai dan seteguk barang itu berada di dalam perutnya. Jika dia mati dalam keadaan
demikian, maka tempatnya di Neraka."
5. Pada kedua Tangannya. Yaitu orang yang tidak menggunakan untuk perkara yang
haram. Tetapi hanya menggunakannya untuk taat kepada Allah swt. Rasul saw bersabda;
"Sesungguhnya Allah Swt telah menciptakan bangunan yang di dalamnya terdapat 72
ribu aula. Setiap aula terdapat 70 ribu pondok. Tidak ada yang boleh masuk ke situ,
selain orang yang ditawarkan barang haram, namun dia menolaknya krn takut kepada
Allah."
6. Pada Langkah Kakinya. Yaitu orang yang tidak berjalan untuk bermaksiat, tetapi hanya
melangkah untuk taat kepada Allah swt, mencari keridhaannya serta untuk bergaul
dengan para ulama, orang-orang saleh.
7. Terlihat Pada Ketaatannya. Yaitu orang yang menjadikan ketaatannya semata-mata
untuk mencari keridhaan Allah Swt, dan ia takut pada riya‟ dan munafik.

Barangsiapa melakukan 7 perkara tersebut, maka dia termasuk dalam katogeri orang-
orang yang dikatakan oleh Allah swt; "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada
dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir). "(Q.S. Al-
Hijr:45).

7. Malu Kepada-Nya

Seorang muslim akan selalu menyadari bahwa ilmu Allah swt dan pengawasannyaya
meliputi segala sesuatu, termasuk semua keadaan yang ada di Dunia ini. Oleh karena itu hatinya
penuh dengan rasa hormat dan pengagungan kepada Allah swt .Dia malu berbuat maksiat dan
menyelisihi keridhaannya. Karena bukanlah merupakan adab, ketika seorang hamba
menampakkan perbuatan maksiatnya kepada tuhannya atau membalas kebaikannya dengan
keburukan-keburukan, padahal tuhannya selalu mengawasinya. Nabi saw telah mengingatkan
para sahabatnya agar benar-benar merasa malu kepada Allah swt sebagaimana dalam hadits yang
artinya: Dari „Abdullah bin Mas‟ûd, dia berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kamu
benar-benar merasa malu terhadap Allah swt !” Kami menjawab: “Wahai Rasulullah, al-
hamdulillah kami malu( kepada Allah swt )” Beliau bersabda: “Bukan begitu (sebagaimana
yang kamusangka-pen). Tetapi malu terhadap Allah swt dengan sebenar-benarnya adalah
engkau menjaga kepala dan apa yang dikumpulkannya, menjaga perut dan apa yang
dikandungnya, serta mengingat kematian dan kebinasaan. Dan barangsiapa menghendaki
akhirat, dia akan meninggalkan perhiasan dunia. Barangsiapa telah melakukan ini, maka dia
telah malu terhadap Allah swt dengan sebenar-benarnya (HR.Tirmidzi).

Pada penjelasan hadits ini: “Maksudnya adalah menjaga kepala dari penggunaannya
untuk selain ketaatan kepada Allah swt ,yaitu engkau tidak sujud kepada selainnya, tidak shalat
karena riya‟, engkau tidak menundukkan kepala untuk selain Allah swt, dan engkau tidak
mengangkatnya karena sombong. Dan menjaga apa yang dikumpulkan oleh kepala maksudnya
adalah menjaga lidah, mata serta telinga dari perkara yang tidak halal. Menjaga perut maksudnya
menjaganya dari makanan yang haram, dan menjaga apa yang berhubungan dengannya
maksudnya yaitu kemaluan, kedua kaki, kedua tangan, dan hati. Karena semua anggota badan ini
berhubungan dengan rongga perut. Adapun cara menjaganya adalah dengan tidak
menggunakannya untuk berbuat maksiat, tetapi digunakan dalam keridhaan Allah swt.

Mengingat kematian dan kebinasaan, maksudnya yaitu engkau mengingat keadaanmu


dalam kubur yang sudah menjadi tulang dalam kehidupanmu. Dan barangsiapa menghendaki
akhirat, dia akan meninggalkan perhiasan dunia. Karena keduanya tidak akan berkumpul dalam
bentuk yang sempurna, walaupun bagi orang-orang yang kuat, sebagaimana dikatakan oleh Al-
Qâri.

8. Bertaubat Kepada-Nya

Pada dasarnya Manusia teramat butuh akan bertaubat, dan selayaknya untuk
menyibukkan diri dengannya. Menyegerakan taubat adalah wajib, dan tidak boleh mengakhirkan
atau menunda-nunda taubat. Sesungguhnya Allah akan menerima mereka yang bertaubat dengan
segera, setelah berbuat dosa karena kejahilan, sebelum amal terputus dan ajal tiba. Allah swt
berfirman yang artinya : “Sesungguhnya taubat di sisi Allah swt hanyalah taubat bagi orang-
orang yang mengerjakan kejahatan (dosa) lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat
dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah swt taubatnya; dan Allah swt Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah swt dari orang-orang
yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang diantara
mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang”. Dan tidak (pula
diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang
itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (QS. An Nisaa‟ : 17-18)
Tentang Wajibnya Taubat, Imam Al Qurthubi berkata, “Para ulama bersepakat bahwa
taubat hukumnya wajib atas setiap mukmin, berdasarkan firman Allah swt yang artinya: “ Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah swt, wahai orang-orang mukmin.” (QS. An Nuur :
31).

Taubat Wajib dan Taubat Sunnah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan, “Taubat
ada dua jenis: taubat yang wajib dan taubat yang mustahab (dianjurkan ). Taubat yang wajib
ialah taubat dari bentuk meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan. Maka setiap mukallaf
(muslim yang telah dikenai beban syariat ) wajib atas taubat jenis ini, sebagaimana yang Allah
swt telah perintahkan. Sementara taubat yang sunnah ialah taubat dari perbuatan meninggalkan
perkara yang dianjurkan, dan mengerjakan perkara yang makruh. Maka barangsiapa yang
mencukupkan diri dengan taubat jenis pertama (yaitu yang wajib), ia termasuk diantara orang-
orang yang berbuat kebajikan, dan jujur. Barangsiapa yang bertaubat dengan kedua jenis taubat
tersebut, ia termasuk diantara as-sabiqunal muqarrabun, generasi orang-orang yang awal lagi
dekat. Barangsiapa yang tidak bertaubat dengan taubat jenis pertama tadi (yaitu yang wajib),
maka ia termasuk orang-orang yang berbuat zalim, bisa kafir, bisa pula fasiq.” (At Taubat wal
Istighfar, IbnuTaimiyyah)

Anda mungkin juga menyukai