Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

AQIDAH ISLAMIAH

Dosen Pengampu : Idris, M.pd.

Disusun Oleh ;
Raehani (200102109)
Qori'atul Hafizah (200102108)
Qoriatul Hafizah
Salimah (200102110)
Santi Partiwi (200102111)
Sari Ulandari (200102112)
Nurul Hikmah (200102106)
Septiana Arjunsani (200102114)

KELAS C
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HAMZANWADI

1
2020

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah yang maha megetahui dan maha bijaksana yang

telah memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-

Nya. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW

yang membimbing umat nya degan suri tauladan-Nya yang baik .

Dan segalah Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan

anugrah,kesempatan dan pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan

makalah ini . makanlah ini merupakan pengetahuan tentang konsep aqidah dalam

islam, semua ini di rangkup dalam makalah ini , agar pemahaman terhadap

permasalahan lebih mudah di pahami dan lebih singkat dan akurat .

Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang merupakan apersepsi atas

materi yang telah dan akan dibahas dalam bab tersebut .Selanjutnya , membaca

akan masuk pada inti pembahasaan dan di akhiri dengan kesimpulan , saran dan

makalah ini. Diharapkan pembaca dapat mengkaji berbagai permasalahan tentang

konsep aqidah islam,kami penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini

bermanfaaat bagi kita semua.

Terimakasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

2
Pancor , 3 Oktober 2020

DAFTAR ISI

Kata pengantar

BAB I

pendahuluan

1.1 Latar belakang


1.2 Rumusan masalah

BAB II

PEMBAHASAAN

2.1 Pengertian Aqidah


2.2 Ruang Lingkup
2.3 Karakteristik Kepribadian Tauhidullah dan Tauhidul Rasul
2.4 Bahaya penyimpangan Aqidah
2.5 Cara Meningkatkan Keimanan Dalam Islam

BAB III

PENUTUP

3.1.1 KESIMPULAN
3.1.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Segala sesuatu yang Allah SWT ciptakan bukan tanpa sebuah tujuan.

Allah SWT menciptakan bumi beserta isinya, menciptakan sebuah kehidupan

didalamnya, bukanlah tanpa tujuan yang jelas. Sama halnya dengan Allah

SWT menciptakan manusia. Manusia diciptakan oleh Allah SWT tidak sia-sia,

manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi untuk mengatur atau mengelola

apa yang adadi bumi beserta segala sumber daya yang ada.3

Di samping kita sebagai manusia harus pandai-pandai mengelola

sumberdaya yang ada, sebagai seorang manusia juga tidak boleh lupa akan

kodratnya yakni menyembah sang Pencipta, Allah SWT, oleh karena itu

manusia harus mempunyai aqidah yang lurus agar tidak menyimpang dari apa

yang diperintahkan Allah SWT. Penyempurna aqidah yang lurus kepada Allah

SWT tidak luput dari aqidah yang benar kepada Malaiakat-Malaikat Allah,

Kitab- kitab yang diturunkan oleh Allah kepada para Rosul-rosul Allah untuk

disampaikan kepada kita, para umat manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan aqidah ?

2. Apa saja ruang lingkup aqidah?

3. Bagaimana karateristik kepribadian tauhidullah dan tauhidul rasul?

4
4. Apa saja bahaya penyimpangan aqidah?

5. Bagaimana cara meningkatkan keimanan dalam islam?

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aqidah

Kata “‘aqidah” diambil dari kata dasar “al-‘aqdu” yaitu ar-

rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-

tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan

dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di

antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-

jazmu(penetapan).

“Al-‘Aqdu” (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian,

pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: ” ‘Aqadahu”

“Ya’qiduhu” (mengikatnya), ” ‘Aqdan” (ikatan sumpah), dan ” ‘Uqdatun

Nikah” (ikatan menikah). Allah Ta’ala berfirman, “Allah tidak

menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud

(untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-

sumpah yang kamu sengaja …” (Al-Maa-idah : 89).

1. Secara Terminologi

Menurut Abu Bakar Jabir al Jazairy, Aqidah adalah sejumlah

kebenaran yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia

berdasarakan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh

manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara

6
pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran

itu (Kuliah Aqidah Islam, Dr. Yunahar Ilyas, M.Ag., Lc.)

2. Secara Etimologi

Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Aqidah adalah

apa yang diyakini oleh seseorang. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu

kepercayaan hati dan pembenaran terhadap sesuatu.

3. Secara Syara’

Yaitu beriman kepada Allah, para MalaikatNya, kitab-kitabNya, para

Rasulnya, dan kepada hari Akhir serta kepada qadar baik yang baik

maupun yang buruk (rukun iman). Dalilnya adalah

1. QS. Al Kahfi: 110

2. QS Az Zumar: 65

3. QS. Az Zumar: 2-3

4. QS. An Nahl: 36

5. QS. Al A’raf: 59,65,73, 85

Dalam syahadat berasal dari kata Arab al-‘aqdu yang berarti obligasi, di-

tautsiiqu yang berarti keyakinan kuat atau keyakinan, al-ihkaamu yang berarti

menegaskan (set), dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan

kuat.

Sedangkan menurut istilah (terminologi), keyakinan adalah iman yang teguh

dan yakin, bahwa tidak ada sedikit pun keraguan bagi mereka yang percaya di

dalamnya.

7
Jadi, aqidah Islamiyyah adalah iman yang teguh dan terikat kepada Allah

dengan semua pelaksanaan kewajiban, tauhid dan menaati-Nya, percaya pada

malaikat-Nya, rasul, buku-buku mereka, nasib baik dan buruk dan percaya

seluruh tidak memiliki prinsip-prinsip Authentic Agama (Teologi Islam),

kasus yang tak terlihat, iman dalam apa yang ijma ‘(konsensus) dari Salafush

Shalih, dan semua qath’i berita (pasti), baik secara ilmiah dan amaliyah yang

telah ditentukan sesuai dengan Al Qur’an dan otentik Sunnah dan ijma ‘Salaf

as-Salih.

Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan

dalil syar’i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena

itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam al-Quran dan

as-Sunnah. Sebab tidak seorangpun yang lebih mengetahui tentang Allah,

tentang apa-apa yang wajib bagiNya dan apa yang harus disucikan dariNya

melainkan Allah sendiri. Dan tidak ada seorangpun sesudah Allah yang

mengetahui tentang Allah selain Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam. Oleh

karena itu manhaj as-Salafush Shalih dan para pengikutnya dalam mengambil

aqidah terbatas pada al-Quran dan as-Sunnah (Kitab Tauhid 1, Dr. Shalih bin

Fauzan bin Abdullah al Fauzan).

Aqidah tersebut dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabilasuatu

umat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah akidahnya terlebih

dahulu. Di sinilah pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkutkebahagiaan

dan keberhasilan dunia dan akhirat. Aqidah merupakan kunci kita menuju

surga. Aqidah juga menjadi dasar dari seluruh hukum-hukumagama yang

8
berada di atasnya. Aqidah Islam adalah tauhid, yaitumengesakan Tuhan yang

diungkapkan dalam syahadat pertama. Sebagaidasar, tauhid memiliki

implikasi terhadap seluruh aspek kehidupankeagamaan seorang Muslim, baik

ideologi, politik, sosial, budaya,pendidikan dan sebagainya.

Aqidah sebagai dasar utama ajaran Islam bersumber pada Al Qurandan

sunnah Rasul. Aqidah Islam mengikat seorang Muslim sehingga iaterikat

dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu,menjadi

seorang Muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatuyang diatur

dalam ajaran Islam, seluruh hidupnya didasarkan kepada ajaranIslam.

2.2 Ruang lingkup

Kajian aqidah menyangkut keyakinan umat Islam atau iman. Karena

itulah, secara formal, ajaran dasar tersebut terangkum dalam rukun iman yang

enam. Oleh sebab itu, sebagian para ulama dalam pembahasan atau kajian

aqidah, mereka mengikuti sistematika rukun iman yaitu: iman kepada Allah,

iman kepada malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk ruhani seperti

jin, iblis, dan setan), iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Nabi dan

rasul Allah, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan qadar Allah

swt.

Sementara Ulama dalam kajiannya tentang aqidah islam menggunakan

sistematika sebagai berikut:

1. Ilahiyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan

dengan ilah (Tuhan, Allah), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-

sifat Allah,perbuatan-perbuatan (af’al) Allah dan sebagainya.

9
2. Nubuwat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan

dengan nabi dan Rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah,

mukjizat, karamat dan sebagainya.

3. Ruhaniyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan

dengan alam metafisik seperyi Malaikat, Jin, Iblis, Setan, Roh dan lain

sebaginya.

4. Sam’iyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa

diketahui lewat sama’, yaitu dalil naqli berupa al-qur’an dan as-sunnah,

seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga,

neraka dan sebaginya.

Berbeda dengan dua sistematika di atas, Prof. Dr. H. Syahrin Harahap,

MA, dalam Ensiklopedi Aqidah Islam menjabarkan obyek kajian aqidah

mengacu pada tiga kajian pokok, yaitu:

 Pengenalan terhadap sumber ajaran agama (ma’rifatul mabda’),

yaitu kajian mengenai Allah.Termasuk dalam bidang ini sifat-sifat

yang semestinya ada (wajib), yang semestinya tidak ada (mustahil),

dan yang boleh ada dan tiada (jaiz) bagi Allah. Menyangkut

dengan bidang ini pula, apakah Tuhan bisa dilihat pada hari kiamat

(ru’yat Allah).

 Pengenalan terhadap pembawa kabar (berita) keagamaan (ma’rifat

al-wasithah).Bagian ini mengkaji tentang utusan-utusan Allah

(nabi dan rasul), yaitu kemestian keberadaan mereka, sifat-sifat

yang semestinya ada (wajib), yang semestinya tidak ada (mustahil),

10
serta yang boleh ada dan tiada (jaiz) bagi mereka. Dibicarakan juga

tentang jumlah kitab suci yang wajib dipercayai, termasuk juga

ciri-ciri kitab suci. Kajian lainya ialah mengenai malaikat,

menyangkut hakikat, tugas dan fungsi mereka.

 Pengenalan terhadap masalah-masalah yang terjadi kelak di

seberang kematian (makrifat al-ma’ad). Dalam bagian ini dikaji

masalah alam barzakh, surga, neraka, mizan, hari kiamat dan

sebagainya.

2.3 Karakteristik Tauhidullah dan Tauhidul Rasul

Ketahuilah tauhid memiliki karakteristik dan keutamaan berlimpah yang

menunjukkan bahwa tauhid memiliki kedudukan yang mulia. Saya menyebutkan

sepuluh karakteristik di antaranya adalah:

1) Tauhid merupakan tujuan penciptaan manusia dan menerapkannya

merupakan alasan manusia berada di muka bumi ini. Itulah yang ditunjukkan

Allah dalam firman-Nya,

َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬


‫س إِاَّل لِيَ ْعبُد‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka beribadah kepada-Ku.” [adz-Dzariyat: 56].

Frasa “beribadah kepada-Ku” berarti “menauhidkan-Ku”.

Dengan begitu tauhid adalah tujuan penciptaan kita dalam kehidupan ini.

Allah ta’ala tidaklah menciptakan makhluk dengan sia-sia dan

meninggalkannya begitu saja, namun Allah menciptakan makhluk agar

mereka menghamba dan menauhidkan-Nya.

11
Hal ini cukup sebagai indikator akan keagungan dan kemuliaan tauhid.

2) Tauhid adalah inti dakwah para nabi dan rasul sehingga dakwah

setiap nabi yang diutus Allah ta’ala berpusat dan berporos pada tauhid.

Dalil akan hal ini sangatlah banyak, di antaranya adalah:

َ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُك ِّل أُ َّم ٍة َر ُسواًل أَ ِن ا ْعبُدُوا هَّللا َ َواجْ تَنِبُوا الطَّا ُغوت‬

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat

(untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah

Thaghut itu.“ [an-Nahl: 36].

Allah ta’ala berfirman,

‫ك ِم ْن َرسُو ٍل إِاَّل نُو ِحي إِلَ ْي ِه أَنَّهُ اَل إِ ٰلَهَ إِاَّل أَنَا فَا ْعبُدُو ِن‬
َ ِ‫َو َما أَرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبل‬

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu

melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada

Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu

sekalian akan Aku.” [al-Anbiya: 25].

Allah ta’ala berfirman,

€َ ‫َواسْأَلْ َم ْن أَرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبلِكَ ِم ْن ُر ُسلِنَا أَ َج َع ْلنَا ِم ْن دُو ِن الرَّحْ ٰ َم ِن آلِهَةً يُ ْعبَد‬
‫ُون‬

“Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus

sebelum kamu: “Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk

disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?.” [az-Zukhruf: 45].

Allah ta’ala berfirman,

ْ ‫ ِه َو ِم ْن‬€‫ت النُّ ُذ ُر ِم ْن بَ ْي ِن يَ َد ْي‬


‫ ِه‬€ِ‫خَلف‬ ِ َ‫َو ْاذ ُكرْ أَخَ ا عَا ٍد إِ ْذ أَ ْن َذ َر قَوْ َمهُ بِاأْل َحْ ق‬
ِ َ‫ ْد َخل‬€َ‫اف َوق‬

‫َظ ٍيم‬ َ ‫أَاَّل تَ ْعبُدُوا إِاَّل هَّللا َ إِنِّي أَ َخافُ َعلَ ْي ُك ْم َع َذ‬
ِ ‫اب يَوْ ٍم ع‬

12
“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad yaitu ketika dia memberi

peringatan kepada kaumnya di al-Ahqaf dan sesungguhnya telah

terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan

sesudahnya (dengan mengatakan): “Janganlah kamu menyembah

selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab

hari yang besar.” [al-Ahqaf: 21].

‫ النُّ ُذ ُر‬adalah para rasul, yang berarti segenap rasul yang diutus sebelum dan

sesudah Hud memiliki tujuan yang sama, yaitu menyeru agar umat tidak

menyembah kecuali kepada Allah semata. Dengan demikian tauhid

merupakan inti dakwah para nabi dan rasul, sehingga kata yang pertama

kali didengar oleh mereka dari para nabi dan yang menjadi prioritas dalam

berdakwah kepada Allah adalah seruan untuk menauhidkan Allah karena

tauhid adalah pondasi, di atasnya agama ini terbangun. Agama layaknya

seperti pohon yang memiliki akar dan dahan. Sebagaimana diketahui

pohon tak akan tegak berdiri kecuali memiliki akar yang kuat. Demikian

pula dengan agama yang tidak akan tegak kecuali berpijak di atas

pondasinya, yaitu tauhid.

Allah ta’ala berfirman,

ْ َ‫ ٍة أ‬€َ‫ب هَّللا ُ َمثَاًل َكلِ َمةً طَيِّبَةً َك َش َج َر ٍة طَيِّب‬


ٌ ِ‫اب‬€َ‫لُهَا ث‬€‫ص‬
‫ا فِي‬€€َ‫ت َوفَرْ ُعه‬ َ َ‫أَلَ ْم تَ َر َك ْيف‬
َ ‫ض َر‬

‫ال َّس َما ِء‬

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat

perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya

teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” [Ibrahim: 24].

13
Suatu pohon yang akarnya tercerabut, niscaya akan mati, maka demikian

pula dengan agama yang tidak tegak di atas tauhid, niscaya tidak akan

bermanfaat. Kedudukan tauhid bagi agama layaknya akar suatu pohon atau

pondasi suatu bangunan.

Dan salah satu dalil yang menunjukkan bahwa tauhid merupakan inti

dakwah dan risalah para nabi dan rasul adalah sabda Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam,

‫ت َوأُ َّمهَاتُهُ ْم َشتَّى َو ِدينُهُ ْم َوا ِح ٌد‬


ٍ َّ‫األَ ْنبِيَا ُء إِ ْخ َوةٌ ِم ْن َعال‬

“Para nabi itu adalah saudara seayah walau ibu mereka

berlainan, dan agama mereka adalah satu.”[1]

Artinya, akidah mereka satu dan mereka semua adalah da’i yang menyeru

untuk menauhidkan Allah. Dan maksud “ibu mereka berlainan” adalah

syari’at mereka berbeda sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala,

‫لِ ُك ٍّل َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم ِشرْ َعةً َو ِم ْنهَاجًا‬

“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan

jalan yang terang.” [al-Maidah: 48].

3) Tauhid merupakan kewajiban yang pertama kali dibebankan pada

hamba. Kewajiban yang harus dilaksanakan bagi seorang yang masuk ke

dalam agama Islam adalah tauhid. Itulah mengapa ketika berdakwah

kepada Allah, tauhid menjadi prioritas pertama.

Sejumlah dalil mendukung hal di atas. Di antaranya adalah sabda Nabi

shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ َّ‫ت أَ ْن أُقَاتِ َل الن‬


ُ‫اس َحتَّى يَ ْشهَ ُدوْ ا أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هللا‬ ُ ْ‫أُ ِمر‬

14
“Aku diperintahkan memerangi manusia hingga mereka bersaksi

bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain

Allah.”[2]

Demikian pula sabda beliau kepada Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu

ketika mengutusnya ke Yaman,

ِ ‫ب فَ ْليَ ُك ْن أَ َّو َل َما تَ ْدعُوهُ ْم إِلَ ْي ِه ِعبَا َدةُ هَّللا‬


ٍ ‫ك تَ ْق َد ُم َعلَى قَوْ ٍم أَ ْه ِل ِكتَا‬
َ َّ‫إِن‬

“Sesungguhnya engkau akan datang kepada kaum Ahli Kitab,

maka hendaklah yang pertama kali kau serukan, adalah supaya

mereka beribadah kepada Allah.”[3]

dalam satu riwayat tercantum,

‫ب فَ ْليَ ُك ْن أَ َّو َل َما تَ ْدعُوهُ ْم إِلَى أَ ْن ي َُو ِّحدُوا هَّللا َ تَ َعالَى‬


ِ ‫إنَّكَ تَ ْق َد ُم َعلَى قَوْ ٍم ِم ْن أَ ْه ِل ْال ِكتَا‬

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari ahli kitab.

Maka jadikanlah dakwah engkau pertama kali pada mereka

adalah supaya mereka mentauhidkan Allah ta’ala.”[4]

dalam satu riwayat tercantum,

‫ه إال‬€€‫هدوا أن ال إل‬€€‫ادعهم إلى أن يش‬€€‫إذا جئتهم ف‬€€‫إنك ستأتي قوما من أهل كتاب ف‬

‫هللا و أن محمدا رسول هللا‬

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli

Kitab. Lalu jika engkau telah mendatangi mereka, maka

dakwahilah mereka kepada syahadat (persaksian) bahwasanya

tiada ilah yang pantas disembah selain Allah dan bahwasanya

Muhammad itu adalah utusan Allah.”[5]

Tauhid adalah kewajiban pertama yang dibebankan kepada setiap hamba.

Hal itulah yang menjadi pokok dakwah mereka dan hal pertama yang

15
menjadikan seseorang dinamakan sebagai muslim. Semua itu dikarenakan

agama Islam tegak berdiri di atas tauhid yang merupakan pondasi agama

seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya.

4) Tauhid merupakan sebab untuk memperoleh keamanan dan

petunjuk di dunia dan akhirat.

Allah ta’ala berfirman,

َ ِ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا َولَ ْم يَ ْلبِسُوا إِي َمانَهُ ْم بِظُ ْل ٍم أُو ٰلَئ‬
َ‫ك لَهُ ُم اأْل َ ْمنُ َوهُ ْم ُم ْهتَ ُدون‬

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman

mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat

keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat

petunjuk.” [al-An’am: 82].

Keamanan berada di Tangan Allah dan Dia tidak akan memberikannya

kecuali kepada ahli tauhid yang beribadah dengan ikhlas kepada-Nya.

Ketika ayat ini diturunkan, kandungannya terasa berat oleh para sahabat.

Mereka pun datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan

bertanya,

ْ َ‫أَيُّنَا الَ ي‬
‫ظلِ ُم نَ ْف َسهُ؟‬

“Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang tidak menzalimi

dirinya sendiri?”

Mereka mengatakan demikian karena pada dasarnya setiap orang pasti pernah

berbuat zalim pada diri sendiri dengan dosa. Dari teks ayat, para sahabat

menganggap bahwa mereka tidak memperoleh keamanan dan petunjuk karena

setiap orang pernah berbuat zalim.

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun meluruskan dengan bersabda,

16
 ‫ ِه‬€€ِ‫ أَ َولَ ْم تَ ْس َمعُوا إِلَى قَوْ ِل لُ ْق َمانَ اِل ْبن‬،‫ك‬
ٍ ْ‫ْس َك َما تَقُولُونَ {لَ ْم يَ ْلبِسُوا إِي َمانَهُ ْم بِظُ ْل ٍم} بِ ِشر‬
َ ‫ال لَي‬
َ َ‫ق‬

ِ ‫ك لَظُ ْل ٌم ع‬
‫َظي ٌم‬ َ ْ‫ي الَ تُ ْش ِر ْك بِاهَّلل ِ إِ َّن ال ِّشر‬
َّ َ‫يَا بُن‬

 “Maksud ayat tersebut tidak seperti anggapan kalian, tetapi maksudnya bahwa

kata kezaliman pada redaksi  “Tidak mencampuradukkan keimanan mereka

dengan kezaliman” adalah kesyirikan seperti ucapan Luqman kepada anaknya,

“Wahai Anakku janganlah kamu menyekutukan Allah, karena menyekutukan

Allah itu adalah kezaliman yang besar.” [Luqman: 13].

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan kezaliman pada ayat di atas

dengan kesyirikan sehingga redaksi ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap orang

yang beriman dan tidak berbuat kesyirikan, niscaya akan memperoleh keamanan

dan petunjuk di dunia dan akhirat. Inilah salah satu karakteristik tauhid bahwa

setiap ahli tauhid niscaya akan dianugerahi keamanan dan petunjuk di dunia dan

akhirat oleh Allah ta’ala.

5) Tauhid adalah keyakinan yang terbebas dari cacat dan kontradiksi,

berbeda dengan berbagai agama dan keyakinan yang lain. Allah

menerangkan hal itu dalam firman-Nya,

ْ ‫أَفَاَل يَتَ َدبَّرُونَ ْالقُرْ آنَ ۚ َولَوْ َكانَ ِم ْن ِع ْن ِد َغي ِْر هَّللا ِ لَ َو َجدُوا فِي ِه‬
‫اختِاَل فًا َكثِيرًا‬

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau

kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka

mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” [an-Nisa:

82].

17
Agama dan keyakinan yang difabrikasi dan diadakan manusia tentu akan

banyak mengandung cacat dan kontradiksi. Sedangkan keimanan yang shahih,

keyakinan yang salim, dan tauhid yang kokoh dan bertopang pada kitabullah dan

sunnah nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam terbebas dari itu semua.

2.4 Bahaya penyimpangan Aqidah

Bagi seorang muslim, keharusan memiliki akidah yang benar merupakan

sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi. Baginya, kedudukan akidah yang benar

seperti kepala bagi jasad. Di atas akidah yang benar inilah akan dibangun segala

amal perbuatannya, yang nantinya akan menentukan bermanfaat atau tidaknya

amalan tersebut di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala.

Dalam pembahasan yang telah lewat, kita telah mengenal tentang awal

mula terjadinya kerusakan fitrah pada manusia dan siapa yang mendalangi

kerusakan tersebut. Kerusakan terbesar yang menodai kesucian fitrah setiap insan

adalah penyimpangan di dalam akidah. Kerusakan inilah yang menjadi tujuan

akhir dari setiap gerakan setan, yang berlayar dan berlabuh di atas kesucian fitrah

manusia dengan senjata yang sulit tertandingi kecuali oleh orang-orang yang

mendapat rahmat dan taufik serta hidayah dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Dua senjata ampuh setan dalam merusak fitrah manusia adalah syubhat

dan syahwat. Dengan syubhat yang disebarkan setan, sesuatu yang haq bisa

menjadi samar-samar bahkan menjadi batil dan sebaliknya yang batil bisa menjadi

haq dalam pandangan orang yang terfitnah (menyimpang). Dengan syubhatnya

pula, tauhid bisa menjadi syirik dan sebaliknya syirik bisa menjadi tauhid. Pun

18
dengan syubhatnya, sunnah bisa menjadi bid’ah dan bid’ah bisa menjadi sunnah,

demikian seterusnya.

Adapun syahwat, maka dengannya semua keharaman akan mudah

dilakukan serta menjadi sesuatu yang menyenangkan dan mendatangkan kepuasan

hidup; berzina, berjudi, minum khamr, membunuh, mencaci-maki, menyakiti,

berbuat sihir, mencuri, dan segala bentuk keharaman lainnya.

Bila umat berkubang dalam kerusakan fitrah dan akidah, maka tidak ada

penyebabnya selain syubhat dan syahwat. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa

ta’ala mengatakan di dalam Al-Qur’an:

٢٤ َ‫بَٔا ٰيَتِنَا يُوقِنُون‬Aَِ‍ٔ ‫صبَ ُرو ۖ ْا َو َكانُو ْا‬


َ ‫َو َج َع ۡلنَا ِم ۡن ُهمۡ أَئِ َّم ٗة َي ۡهدُونَ ِبأَمۡ ِرنَا لَ َّما‬

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang

memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar dan

mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (as-Sajdah: 24)

As-Sa’di dalam Tafsir-nya (hlm. 656) mengatakan, “Derajat yang tinggi ini

mereka peroleh dengan kesabaran dalam belajar dan mengajar, berdakwah di jalan

Allah subhanahu wa ta’ala, bersabar terhadap gangguan di jalan Allah subhanahu

wa ta’ala, dan menahan diri-diri mereka untuk berlabuh dalam lautan maksiat dan

lautan syahwat.

‘Mereka yakin dengan ayat-ayat Kami’ artinya dengan keimanan mereka terhadap

ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala, mereka sampai ke derajat yakin, yaitu ilmu

yang sempurna yang menuntut amal. Mereka sampai ke derajat yakin karena

19
mereka belajar dengan benar dan mengambil ilmu tersebut dengan dalil-dalilnya

yang membuahkan keyakinan. Mereka mempelajari terus-menerus ilmu dengan

dalil-dalilnya sehingga mengantarkan mereka ke derajat yakin. Maka dengan

kesabaran dan keyakinan akan diperoleh kepemimpinan dalam agama.”

Dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala memberikan pelajaran besar bahwa

untuk mematahkan kedua senjata iblis tersebut adalah dengan cara mempelajari

ilmu dan bersabar. Dengan ilmu, akan terpatahkan segala wujud dan bahaya

syubhat, serta dengan kesabaran akan bisa terpadamkan kobaran api syahwat.

a) Akidah adalah Fondasi Islam

Akidah adalah sesuatu yang sangat penting karena di atasnya dibangun amalan-

amalan seorang muslim. Artinya, bila akidah ini rusak maka amalan yang

terbangun di atasnya akan ikut rusak pula. Akidah terhadap amalan bagaikan ruh

terhadap jasad seseorang. Nilai sebuah amalan tergantung pada bagus atau

tidaknya dasar amalan tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma:

ُ ‫هَ إِالَّ هللاُ َوأَنَّ ُم َح َّمدًا َر‬A َ‫ َها َد ِة أَنْ الَ إِل‬A ‫ش‬
ِ‫ ْو ُل هللا‬A ‫س‬ َ :‫س‬ ْ ِ ‫ بُنِ َي اإْل‬:‫س ْو َل هللاِ يَقُ ْو ُل‬
ٍ ‫سالَ ُم عَل َى َخ ْم‬ ُ ‫س ِمعْتُ َر‬
َ

َ‫ضان‬
َ ‫ص ْو ِم َر َم‬
َ ‫ت َو‬ َّ ‫َوإِقَ ِام ال‬
ِ ‫صالَ ِة َوإِ ْيتَا ِء ال َّز َكا ِة َو َح ِّج ا ْلبَ ْي‬

“Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda, ‘Islam di bangun di atas lima dasar: bersaksi bahwa tidak ada

sesembahan yang benar melainkan Allah dan Muhammad adalah

utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke

20
Baitullah, dan berpuasa di bulan Ramadhan’.” (Sahih, HR. al-Bukhari

no. 7 dan Muslim no. 16)

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya hadits ini adalah

dasar yang agung dalam mengilmui agama dan di atas dasar inilah Islam tegak.

Hadits ini telah menghimpun rukun-rukun agama.” (Syarah Shahih Muslim,

1/152)

 Akidah yang Benar

Telah disebutkan bahwa akidah merupakan ruh dari seluruh amalan di

dalam Islam. Akan tetapi pada kenyataannya banyak jenis akidah berkembang di

tengah kaum muslimin. Manakah yang menjadi fondasi Islam tersebut? Dan

manakah akidah yang bukan menjadi fondasinya?

Akidah yang benar adalah akidah yang terambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah

sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya

shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akidah inilah yang menjadi fondasi Islam dan yang

menjadi asas diterimanya seluruh amalan. Inilah makna ucapan al-Imam asy-

Syafi’i rahimahullah ketika beliau menyatakan, “Aku beriman kepada Allah

subhanahu wa ta’ala dan (kepada) apa-apa yang diutus-Nya sesuai dengan apa

yang dimaukan-Nya.”[1] (ar-Risalah, hlm. 7, Majmu’ Fatawa, 4/182—184, dan

Ijtima’ al-Juyusy, hlm. 164—165)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Ucapan asy-Syafi’i

(tersebut) adalah haq, wajib atas setiap muslim untuk meyakininya. Barang siapa

meyakininya dan tidak melakukan apa-apa yang akan membatalkannya maka

sungguh dia telah menempuh jalan keselamatan di dunia dan di akhirat.”

21
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Ucapan al-Imam asy-

Syafi’i mengandung keimanan kepada apa yang datang dari Allah subhanahu wa

ta’ala di dalam kitab-Nya sesuai dengan apa yang dimaukan-Nya tanpa

menambah, mengurangi, dan menyelewengkannya.” (Lum’atul I’tiqad, hlm. 37)

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Telah jelas dengan dalil-dalil

syar’i dari Al-Qur’an dan As-Sunnah bahwa amalan-amalan serta semua ucapan

akan sah diterima apabila muncul dari akidah yang benar. Apabila akidah tersebut

batil maka batal pula seluruh amalan dan ucapan yang dibangun di atasnya.

Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

ِ ‫َو َمن يَ ۡكفُ ۡر ِبٱإۡل ِ ي ٰ َم ِن فَقَ ۡد َحبِطَ َع َملُهۥُ َوه َُو ِفي ٱأۡل ٓ ِخ َر ِة ِمنَ ۡٱل ٰ َخ‬
٥ َ‫س ِرين‬

“Barang siapa yang mengingkari keimanan maka sungguh telah

terhapus amalannya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang

merugi.” (al-Maidah: 5)

“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang

sebelummu (bahwa) jika kamu menyekutukan Allah niscaya benar-

benar amalmu akan terhapus dan kamu benar-termasuk orang-orang

yang merugi.” (az-Zumar: 65)

Ayat-ayat yang semakna dengan ini banyak sekali. Al-Qur’an dan As-Sunnah

telah menunjukkan bahwa akidah yang benar adalah akidah yang terhimpun dan

terangkum di dalam rukun iman yaitu beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala,

kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasul-rasul-Nya, kepada

22
hari kiamat, dan kepada takdir Allah subhanahu wa ta’ala yang baik ataupun

buruk. Perkara yang enam ini merupakan prinsip-prinsip dasar akidah yang benar,

yang karenanya Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan Al-Qur’an dan Allah

subhanahu wa ta’ala mengutus Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa

sallam. (al-‘Aqidah ash-Shahihah, hlm. 3)

Kesimpulannya, akidah yang benar adalah akidah yang diambil dari Al-Qur’an

dan As-Sunnah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala

dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akidah yang benar ini adalah asas

yang Islam dibangun di atasnya dan ucapan

 Akidah yang Rusak

Akidah yang rusak adalah lawan akidah sahihah. Yaitu akidah yang terambil dari

peninggalan nenek moyang (taklid), dari fanatisme golongan, jamaah, atau

individu, dan yang terambil dari akal. Tentang akidah yang rusak ini, Allah

subhanahu wa ta’ala menjelaskan di dalam firman-Nya:

‫ا َعلَ ٰ ٓى‬AAَ‫ ۡدنَٓا َءابَٓا َءن‬A‫ٓا إِنَّا َو َج‬AA‫ا َل ُم ۡت َرفُو َه‬AAَ‫ة ِّمن نَّ ِذي ٍر إِاَّل ق‬Aٖ Aَ‫س ۡلنَا ِمن قَ ۡبلِ َك فِي قَ ۡري‬ ٰ
َ ‫َو َك َذلِكَ َمٓا أَ ۡر‬

ۖۡ‫ٓا َء ُكم‬AAَ‫ ۞ ٰقَ َل أَ َولَ ۡو ِج ۡئتُ ُكم بِأ َ ۡهد َٰى ِم َّما َو َجدتُّمۡ َعلَ ۡي ِه َءاب‬٢٣ َ‫أُ َّم ٖة َوإِنَّا َعلَ ٰ ٓى َءا ٰثَ ِر ِهم ُّم ۡقتَدُون‬

٢٤ َ‫س ۡلتُم بِ ِهۦ ٰ َكفِرُون‬


ِ ‫قَالُ ٓو ْا إِنَّا بِ َمٓا أُ ۡر‬

“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang

pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang

yang hidup mewah di negeri itu berkata, ‘Sesungguhnya kami

mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan

sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.’ (Rasul itu)

berkata, ‘Apakah kamu akan mengikuti mereka, sekalipun aku

23
membawa untuk kalian (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk

daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?’

Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami mengingkari yang kamu

diutus untuk menyampaikannya’.” (az-Zukhruf: 23—24)

‫ٓا ُؤهُمۡ اَل‬AAَ‫انَ َءاب‬AA‫و َك‬Aۡ Aَ‫ٓا أَ َول‬Aۚ Aَ‫ ِه َءابَٓا َءن‬A‫ا َعلَ ۡي‬AAَ‫ٓا أَ ۡلفَ ۡين‬AA‫وَإِ َذا قِي َل لَ ُه ُم ٱتَّبِ ُعو ْا َمٓا أَن َز َل ٱهَّلل ُ قَالُو ْا بَلۡ نَتَّبِ ُع َم‬

ُ ‫يَ ۡعقِلُونَ ش ٗۡ‍َٔيا َواَل يَ ۡهتَ ُه ُم ٱتَّبِ ُعو ْا َمٓا أَن َز َل ٱهَّلل‬

“Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang kafir), ‘Ikutilah

apa yang diturunkan oleh Allah!’ Mereka mengatakan, ‘(Tidak), tetapi

kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan)

nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun

nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apa pun, dan tidak

mendapat petunjuk?” (al-Baqarah: 170)

َ ‫ر ُّم ۡفت َٗرى َو َما‬ٞ ‫س ۡح‬


‫ا‬AAَ‫ َذا فِ ٓي َءابَٓائِن‬A‫س ِم ۡعنَا ِب ٰ َه‬ ٖ َ‫بَٔا ٰيَتِنَا بَيِّ ٰن‬Aَِ‍ٔ ‫س ٰى‬
ِ ‫ت قَالُو ْا َما ٰ َه َذٓا إِاَّل‬ َ ‫فَلَ َّما َجٓا َءهُم ُّمو‬

٣٦ َ‫ٱأۡل َ َّولِين‬

“Maka tatkala Musa datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-

mukjizat Kami yang nyata, mereka berkata, ‘Ini tidak lain hanyalah

sihir yang dibuat-buat dan kami belum pernah mendengar (seruan yang

seperti) ini pada masa nenek moyang kami dulu’.” (al-Qashash: 36)

٢٣ َ‫ون‬AAُ‫ ُر ۚ ٓۥهُ أَفَاَل تَتَّق‬A‫ ٍه َغ ۡي‬Aَ‫ا لَ ُكم ِّم ۡن إِ ٰل‬AA‫دُو ْا ٱهَّلل َ َم‬Aُ‫ٱعب‬ ً ُ‫س ۡلنَا ن‬
ۡ ‫و ِم‬Aۡ Aَ‫ا َل ٰيَق‬AAَ‫وحا إِلَ ٰى قَ ۡو ِم ِهۦ فَق‬ َ ‫َولَقَ ۡد أَ ۡر‬

َّ َ‫ ُد أَن يَتَف‬A‫َر ِّم ۡثلُ ُكمۡ يُ ِري‬ٞ ‫فَقَا َل ۡٱل َملَ ُؤ ْا ٱلَّ ِذينَ َكفَ ُرو ْا ِمن قَ ۡو ِم ِهۦ َما ٰ َه َذٓا إِاَّل بَش‬
َ ‫و‬Aۡ َ‫ َل َعلَ ۡي ُكمۡ َول‬A‫ض‬
‫ٓا َء‬A‫ش‬

24
ٓ
َ ‫ٱهَّلل ُ أَل َن َز َل َم ٰلَئِ َك ٗة َّما‬
ُ َّ‫ة فَتَ َرب‬ٞ َّ‫ ۢ ُل بِ ِهۦ ِجن‬A‫ َو إِاَّل َر ُج‬A‫ إِ ۡن ُه‬٢٤ َ‫ا ٱأۡل َ َّولِين‬AAَ‫س ِم ۡعنَا بِ ٰ َه َذا فِ ٓي َءابَٓائِن‬
‫و ْا‬A‫ص‬

٢٥ ‫ين‬
ٖ ‫ِب ِهۦ َحت َّٰى ِح‬

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu

ia berkata, ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah oleh kalian, (karena)

sekali-kali tidak ada sembahan bagi kalian selain Dia. Maka mengapa

kamu tidak bertakwa (kepada-Nya).’

Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab,

‘Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, yang bermaksud hendak

menjadi orang yang lebih tinggi dari kalian. Dan kalau Allah menghendaki, tentu

dia mengutus beberapa orang malaikat, belum pernah kami mendengar (seruan

yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami dahulu.

Ia tidak lain hanyalah seseorang lelaki yang berpenyakit gila, maka tunggulah

(sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu’.” (al-Mu’minun: 23—25).

‫ ا‬A‫د ُٓو ْا إِ ٰلَ ٗه‬Aُ‫ ُر ٓو ْا إِاَّل لِيَ ۡعب‬A‫ٓا أُ ِم‬AA‫ريَ َم َو َم‬Aۡ A‫يح ۡٱبنَ َم‬ ِ ‫ ا ِّمن دُو ِن ٱهَّلل ِ َو ۡٱل َم‬A‫ا َرهُمۡ َو ُر ۡه ٰبَنَ ُهمۡ أَ ۡربَ ٗاب‬AAَ‫ٱت ََّخ ُذ ٓو ْا أَ ۡحب‬
َ A‫س‬

ُ ‫ٰ َو ِحدٗ ۖا ٓاَّل إِ ٰلَهَ إِاَّل ه ۚ َُو‬


٣١ َ‫س ۡب ٰ َحنَهۥُ َع َّما ي ُۡش ِر ُكون‬

“Mereka menjadikan orang alim dan rahib mereka sebagai tuhan selain Allah

dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putra Maryam padahal mereka

hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa.” (at-Taubah: 31)

b) Bahaya Kerusakan Akidah

Bahaya kerusakan akidah bersifat laten baik terhadap individu, jamaah,

maupun umat di dunia dan di akhirat. Di antara bahaya-bahayanya adalah:

25
1. Menjerumuskan seseorang atau jamaah ke dalam lubang kesyirikan dan

kekufuran serta pengingkaran terhadap akidah yang benar yang diturunkan

oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan dibawa oleh Rasul-Nya shallallahu

‘alaihi wa sallam.

2. Menolak ketentuan-ketentuan syariat dan mengutamakan ajaran nenek

moyang, fanatisme akal, dan sebagainya daripada ketentuan-ketentuan

syariat tersebut.

3. Mengakibatkan kehinaan, keterbe-lakangan, dan kerendahan umat Islam

sepanjang masa dan tempat.

4. Memecah-belah persatuan umat, menghancurkan kejayaan mereka serta

kemenangan demi kemenangan yang telah mereka raih.

5. Menjauhkan kaum muslimin dari pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala.

6. Menyebabkan terjatuh ke dalam neraka dan kekal di dalamnya (dinukil

secara makna dari al-‘Akidah al-Islamiyyah, hlm. 22 dan seterusnya).

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

26
٣ َ‫ٱتَّبِ ُعو ْا َمٓا أُن ِز َل إِلَ ۡي ُكم ِّمن َّربِّ ُكمۡ َواَل تَتَّبِ ُعو ْا ِمن دُونِ ِٓۦه أَ ۡولِيَٓا ۗ َء قَلِياٗل َّما تَ َذ َّكرُون‬

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah

kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya, amat sedikitlah kalian

mengambil pelajaran (darinya).” (al-A’raf: 3)

١١٦ َ‫سبِي ِل ٱهَّلل ۚ ِ إِن يَتَّبِعُونَ إِاَّل ٱلظَّنَّ َوإِ ۡن هُمۡ إِاَّل يَ ۡخ ُرصُون‬
َ ‫ضلُّو َك عَن‬ ِ ‫َوإِن ت ُِط ۡع أَ ۡكثَ َر َمن فِي ٱأۡل َ ۡر‬
ِ ُ‫ض ي‬

“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi

ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak

lain hanyalah mengikuti prasangka belaka dan mereka tidak lain

hanyalah berdusta.” (al-An’am: 116)

َ َ‫ضلُّو ْا ِمن قَ ۡب ُل َوأ‬


‫ض ُّلو ْا َكثِ ٗيرا‬ َ ‫ق َواَل تَتَّبِ ُع ٓو ْا أَ ۡه َوٓا َء قَ ۡو ٖم قَ ۡد‬ ِ َ‫قُلۡ ٰيَٓأ َ ۡه َل ۡٱل ِك ٰت‬
ِّ ‫ب اَل ت َۡغلُو ْا ِفي ِدينِ ُكمۡ َغ ۡي َر ۡٱل َح‬

٧٧ ‫سبِي ِل‬ َ ‫ضلُّو ْا عَن‬


َّ ‫س َوٓا ِء ٱل‬ َ ‫َو‬

“Katakanlah, ‘Wahai ahli kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan

(melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan

janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat

dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah

menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang

lurus.” (al-Maidah: 77)

2.5 Cara Meningkatkan Keimanan Dalam Islam

Iman merupakan bagian yang sangat diutamakan dalam kehidupan.

Karena dengan imanlah orang tersebut memperoleh derajat dari Allah

SWT, dengan iman orang tersebut ikhlas melakukan perintah Allah SWT,

dengan iman pula orang tersebut ikhlas dan sabar menerima cobaan dari

27
Allah SWT. Sehingga dibutuhkan cara atau langkah untuk menjaga iman

tersebut. Banyak sekali langkah-langkah atau cara yang diajarkan dalam

islam untuk meningkatan ke-iman, agar iman kita tidak mudah goyah,

karena iman itu bisa naik dan bisa turun tergantung pendirian kita kepada

Allah SWT. 

1. Faktor Primer (utama) merupakan tips yang paling utama

dalam kehidupan yaitu berupa tindakan nyata yang harus

dilakukan oleh seseorang yang ingin memperkuat

keimanannya. Di antaranya yaitu:

1) Memperbanyak baca Al-Quran dan merenungi

maknanya

Qur’an merupakan petunjuk utama untuk memperoleh

keteguhan iman, dan merupakan penghubung yang amat

kokoh antara hamba dengan tuhan-Nya. Karena barang

siapa yang berpegang teguh kepada al-Qur’an, niscaya

Allah akan memeliharanya dan memberi petunjuk kejalan

yang benar.

Allah SWT berfirman:

Artinya: “Wahai manusia sungguh telah datang pelajaran

dari Tuhan-Mu (al-Qur’an), sebagai penyembuh bagi

penyakit yang ada di dalam dada, dan petunjuk serta rahmat

bagi orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57).

Ayat-ayat Al-Quran memiliki target yang luas dan spesifik

sesuai kebutuhan masing-masing orang yang sedang

28
mencari atau memuliakan Rabbnya. Sebagian ayat Al-

Quran mampu menggetarkan hati seseorang yang sedang

mencari kemuliaan Allah, selain itu Al-Quran mampu

membuat menangis orang yang berdosa dan membuat

ketenangan hati.

"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan

berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya

mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS,

Shaad 38:29)

"Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan

rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah

menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian." (QS, al-

Israa 17:82)

2). Mempelajari Asmaul Husna

Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha

Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui, maka ia akan

menahan lidahnya, anggota tubuhnya dan gerakan hatinya dari

apapun yang tidak disukai Allah.

Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Indah, Maha

Agung dan Maha Perkasa, maka semakin besarlah keinginannya

untuk bertemu Allah di hari akhirat sehingga iapun secara cermat

29
memenuhi berbagai persyaratan yang diminta Allah untuk bisa

bertemu dengan-Nya (yaitu dengan memperbanyak amal ibadah).

Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Santun, Maha

Halus dan Maha Penyabar, maka iapun merasa malu ketika ia

marah, dan hidupnya merasa tenang karena tahu bahwa ia dijaga

oleh Tuhannya secara lembut dan sabar.

3)  Berusaha untuk lebih istiqamah dengan syari’at

Islam

Orang yang ber istiqamah terhadap agama Allah, maka

kepada orang tersebut akan diturunkan malaikat, agar dia

senantiasa merasa tentram didalam hatinya.  Dan dengan

beristiqamah maka Allah akan memelihara keimanan kita.

 Allah SWT berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata Tuhan

kami adalah Allah kemudian dia beristiqamah dengan

perkataannya, maka malaikai-malaikat akan turun kepada

mereka dan berkata: “janganlah kamu takut dan sedih,

berilah kabar gembira dengan surga yang dijanjikan.” (QS.

Al-Ahqaf: 13).

4) Mempelajari Nilai-Nilai Agama Islam

Renungan terhadap syariat Islam, hukum-

hukumnya, akhlak yang diajarkannya, perintah dan

larangannya, akan menimbulkan kekaguman terhadap

kesempurnaan ajaran agama Islam ini. Tidak ada agama

30
lain yang memiliki aturan dan etika yang sedemikian

rincinya seperti Islam, di mana untuk makan dan ke WC

pun ada adabnya, untuk aspek hukum dan ekonomi ada

aturannya, bahkan untuk berhubungan suami istripun ada

aturannya.

5) Mempelajari Kehidupan para sahabat Rasulullah SAW,

tabiin dan tabiut tabiin

Mereka adalah generasi-generasi terbaik dari Islam.

Mereka adalah orang-orang yang kadar keimanannya

diibaratkan sebesar gunung Uhud sementara manusia zaman

kini diibaratkan kadar keimananya tak lebih dari sebutir debu

dari gunung Uhud.

Umar r.a. pernah memuntahkan makanan yang sudah masuk ke

perutnya ketika tahu bahwa makanan yang diberikan padanya

kurang halal sumbernya. Sejarah lain menceritakan tentang

lumrahnya seorang tabiin meng-khatamkan Quran dalam satu

kali sholatnya.

Atau cerita tentang seorang sholeh yang lebih dari 40 tahun

hidupnya berturut-turut tidak pernah sholat wajib sendiri

kecuali berjamaah di mesjid. Atau seorang sholeh yang

menangis karena lupa mengucap doa ketika masuk masjid.

Inilah cerita-cerita teladan yang mampu menggetarkan hati

seorang yang sedang meningkatkan keimanannnya.

31
a. Merenungi tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam

(marifatullah)

Menyingkirkan sifat sombong akal kita, kemudian

merenungkan secara tulus bagaimana alam ini diciptakan.

Sungguh ada kekuatan luar biasa yang mampu menciptakan

alam yang sempurna ini, sebuah struktur dan sistem kehidupan

yang rapi, mulai dari tata surya, galaksi hingga struktur pohon

dan sel-sel atom.

Renungkan pula rahasia dan mukjizat Quran. Salah satu

keajaiban Al Quran adalah struktur matematis Al Quran.

Meskipun wahyu Allah diturunkan bertahap namun ketika

seluruh wahyu lengkap maka ditemukan bahwa terdapat

mukjizat yang luar biasa.

Kata tunggal yaum disebut sebanyak 365 kali, sebanyak

jumlah hari pada satu tahun syamsiyyah (masehi). Kata jamak

hari disebut sebanyak 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam

satu bulan. Sedang kata Syahrun (bulan) dalam Al Quran

disebut sebanyak 12 kali sama dengan jumlah bulan dalam satu

tahun. Kata Saaah (jam) disebutkan sebanyak 24 kali sama

dengan jumlah jam sehari semalam. Dan semua kata-kata itu

tersebar di 114 surat dan 6666 ayat dan ratusan ribu kata yang

tersusun indah.

Dan masih banyak lagi keajaiban dan mukjizat Al Quran dari

sisi pandang lainnya yang membuktikan bahwa itu bukan karya

32
manusia. Masih banyak pula mukjizat lainnya di alam ini yang

membuktikan bahwa alam ini memiliki struktur yang sangat

sempurna dan tidak mungkin tercipta dengan sendirinya.

Adalah lumrah, bahwa sesuatu yang tidak mungkin diciptakan

manusia, pastilah diciptakan sesuatu yang Maha Kuasa, Maha

Besar. Inilah yang menambah kecilnya diri kita dan menambah

kekaguman dan cinta serta iman kita kepada Sang Pencipta

alam semesta ini.

b. Berusaha keras melakukan amal perbuatan yang baik

secara ikhlas.

Amal perbuatan perlu digerakkan. Dimulai dari hati,

kemudian terungkap melalui lidah kita dan kemudian anggota

tubuh kita. Selain ikhlas, diperlukan usaha dan keseriusan

untuk melakukan amalan-amalan ini.

 Amalan Hati

Dilakukan melalui pembersihan hati kita dari sifat-sifat

buruk, selalu menjaga kesucian hati. Ciptakan sifat-sifat sabar dan

tawakal, penuh takut dan harap akan Allah. Jauhi sifat tamak, kikir,

prasangka buruk dan sebagainya.

 Amalan Lisan

Perbanyak membaca Al-Quran, zikir, bertasbih, tahlil,

takbir, istighfar, bersholawat kepada Rasulullah dan mengajak

orang lain kepada kebaikan, dan melarang pada kemungkaran.

 Amalan Anggota Tubuh

33
Dilakukan melalui kepatuhan dalam sholat, pengorbanan

untuk bersedekah, perjuangan untuk berhaji hingga disiplin untuk

sholat berjamaah di masjid (khususnya bagi pria).[ ]

c. Menjauhi perbuatan maksiat

Rasulullah SAW menggambarkan maksiat ibarat sebuah noda

yang menempel di hati. Semakin seseorang menjauhi maksiat maka

akan bercahayalah hatinya sehingga petunjukpun akan mudah

diterimanya. Sebaliknya, jika seseorang sering berbuat maksiat maka

hatinya sedikit demi sedikit akan tertutupi hingga cahaya petunjuk pun

sulit diraihnya. 3. Mempelajari Sirah Nabawiyah

Dengan memahami perilaku, keagungan dan perjuangan

Rasulullah, akan menumbuhkan rasa cinta kita terhadapnya, kemudian

berkembang menjadi keinginan untuk mencontoh semua perilaku

beliau dan mematuhi pesan-pesan beliau selaku utusan Allah.

Seorang sahabat r.a. mendatangi Rasulullah saw dan bertanya, "Wahai

Rasul Allah, kapan tibanya hari akhirat?". Rasulullah saw balik

bertanya : "Apakah yang telah engkau persiapkan untuk menghadapi

hari akhirat?". Si sahabat menjawab , "Wahai Rasulullah, aku telah

sholat, puasa dan bersedekah selama ini, tetap saja rasanya semua itu

belum cukup. Namun didalam hati, aku sangat mencintai dirimu, ya

Rasulullah". Rasulullah saw menjawab, "Insya Allah, di akhirat kelak

engkau akan bersama orang yang engkau cintai". (HR Muslim)

Inilah hadits yang sangat disukai para sahabat Rasulullah SAW.

Jelaslah bahwa mencintai Rasulullah adalah salah satu jalan menuju

34
surga, dan membaca riwayat hidupnya (sirah) adalah cara terpenting

untuk lebih mudah memahami dan mencintai Rasulullah SAW.

d. Bergaul dengan orang-orang yang sholeh

Berteman dengan orang-orang yang shaleh  merupakan salah

satu faktor pendukung yang dapat mewarnai kualitas keimanan

seseorang. Allah dan Rasul pun menyuruh kepada kita untuk lebih

selektif dalam memilih teman agar tidak menyesal di kemudian hari,

Karena teman bisa menjadi tolok ukur baik atau tidaknya agama

seseorang. Oleh karena itu pilihlah teman yang bisa mengajak kita

kepada kebaikan.

Allah SWT berfirman:

Artinya: “Wahai celaka aku, sekiranya aku dulu tidak menjadikan

fulan sebagai teman akrabku.” (QS. Al-Furqan: 28)

Rasulullah SAW bersabda: “Kualitas agama seseorang itu bisa dilihat

dari teman akrabnya, maka hendaklah di antara kalian memperhatikan

kepada siapa dia berteman.” (HR. Ahmad).

2. Faktor Sekunder merupakan faktor pendukung dari faktor

utama (primer), artinya setelah kita melakukan faktor utama tadi

seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an, beristiqamah,

menjauhi perbuatan maksiat dan bergaul dengan orang-orang yang

shaleh. Maka langkah selanjutnya yang kita lakukan adalah

menyambungkan usaha tersebut dengan doa. Sebab akan sangat

mustahil jika seseorang hanya berdo’a saja, sementara ia tidak

melakukan tindakan apapun untuk memperbaiki dan memelihara

35
keimanannya. Begitu juga sebaliknya, seseorang tidak akan

berhasil memelihara keimanannya jika ia hanya mendasarkan pada

usaha saja dengan meninggalkan doa, karena masalah keimanan ini

sangat erat kaitannya dengan Allah SWT selaku Khalik (Allah

SWT). 

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat diibaratkan

sebagai fondasi. Di mana seluruh komponen ajaran Islam tegak di

atasnya. Aqidah merupakan beberapa prinsip keyakinan. Dengan

keyakinan itulah seseorang termotivasi untuk menunaikan kewajiban-

kewajiban agamanya. Karena sifatnya keyakinan maka materi aqidah

sepenuhnya adalah informasi yang disampaikan oleh Allah Swt.

melalui wahyukepadanabi-Nya,MuhammadSaw.

Pada hakikatnya filsafat dalam bahasan aqidah tetap bersumber pada

Al-Qur’an dan Sunnah. Allah menganugerahkan kebijakan dan

kecerdasan berfikir kepada manusia untuk mengenal adanya Allah

36
dengan memperhatikan alam sebagai bukti hasil perbuatan-Nya Yang

Maha Kuasa. Hasil perbuatan Allah itu serba teratur, cermat dan

berhati-hati.

Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Akal pikiran

tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami

nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba –

kalau diperlukan – membuktikan secara ilmiah kebenaran yang

disampaikan Al-Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu

kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas. Sesuatu yang

terbatas/akal tidak akan mampu menggapai sesuatuyangtidakterbatas.

Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa

ruh/aqidah maka syari’at/jasad kita tidak ada guna apa-apa.

3.2 Saran

Semoga apa yang telah kami sajikan tadi dapat diambil

intisarinya yang kemudian diamalkan juga semoga berguna

bagi kehidupan kita di masa yang akan datang.

37
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan A. Pengertian aqidah dan ruang lingkup: 2020 Juli 26.


Available from: aqida
Sumber: E-Book Pedoman-Pedoman Tauhid (dapat diunduh
di: bit.ly/pedoman-pedoman-tauhid)

Catatan kaki:

[1] HR. Muslim: 2365 dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu

[2] HR. al-Bukhari: 25, 1399 dan Muslim: 21, 22 dari hadits Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu.

[3] HR. al-Bukhari: 1485 dan Muslim: 19.

[4] HR. al-Bukhari: 7372.

[5] HR. al-Bukhari: 1496.

Bahaya Penyimpangan aqidah Ditulis oleh al-Ustadz Abu Usamah


Abdurrahman

Sumber Bacaan:

 Al-Qur’an Al-Karim
 Shahih al-Bukhari
 Shahih Muslim6
 Riyadhush Shalihin
 Tafsir as-Sa’di
 Syarah Masa’il al-Jahiliah
 al-‘Aqidah ash-Shahihah
 al-’Aqidah al-Islamiyyah
 Lum’atul I’tiqad, dll.

https://inilah.com/mozaik/2211107/inilah-9-cara-meningkatkan-
kekuatan-iman

38

Anda mungkin juga menyukai