Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kita sebagai umat islam, haruslah mengerti bahwa dalam islam ada beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh setiap muslim. Sebagai agama yang menjaga kesucian,
islam telah mengatur segala hal hal yang berkaitan dengan masalah tersebut, dalam Islam
istilah bersuci ini dikenal dengan istilah Thaharah. Islam menganjurkan untuk selalu
menjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan badani tercermin dengan
bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka melakukan ibadah menghadap
Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat muslim terhindari dari
kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau tidak sengaja
membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT. Namun, yang terjadi sekarang
adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa bersuci itu sebatas membasuh badan
dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci
atau istilah dalam istilah Islam yaitu Thaharah mempunyai makna yang luas tidak
hanya berwudhu saja.
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas
dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya
seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut
sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah
sebagai bukti bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk
memaparkan penjelasan lebih rinci tentang thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi
thaharah dalam menjalan ibadah kepada Allah, serta menjelaskan manfaat thaharah yang
dapat umat muslim peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu makna
bersuci dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah yang lebih baik.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Thaharah
2. Apa saja syarat wajib Thaharah
3. Bagaimana sarana melakukan Thaharah
4. Apa saja Macam-macam Thaharah
C. Tujuan
1. Mengetahui dan mengerti apa yang dimaksud dengan thaharah
2. Mengetahui syarat wajib melakukan thaharah
3. Mengetahui sarana melakukan thaharah
4. Mengetahui macam-macam thaharah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Thaharah
Taharah menurut bahasa berasal dari kata ( Thohur), artinya bersuci
atau bersih. Menurut istilah adalah bersuci dari hadas, baik hadas besar maupun hadas
kecil dan bersuci dari najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang
terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan
lain Nabi SAW juga bersabda:



:

Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan
perhiasannya adalah salam.

Hukum taharah ialah wajib atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam hal
ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita
senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin. Firman Allah Swt :


)(

Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai


orang-orang yang suci lagi bersih. (QS Al Baqarh:222)

Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.

) (
Artinya : Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.(HR.Muslim)
B. Syarat wajib Thaharah
Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal
yang harus diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah
Allah SWT. Syarat wajib tersebut ialah:
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci.
9. Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.

Firman Allah:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu solat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula menghampiri
masjid) sedang kamu dalam keadaan berjunub), terkecuali sekadar berlalu sahaja, hingga
kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau dalam bermusafir atau kembali dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (Surah Al-Nisa, 4:43)
C. Sarana Melakukan Thaharah
Sarana yang dapat digunakan untuk bersuci adalah sebagai berikut :
1. Air
Air dapat digunakan untuk mandi, wudu, dan membersihkan benda-benda yang
terkena najis. Macam-macam air yaitu :
1) Air mutlak
Hukum air mutlak adalah thahur, yakni suci dan mensucikan. Maksudnya, air
muthlaq adalah air yang tetap seperti kondisi asalnya. Air ini adalah setiap air
yang keluar dari dalam bumi maupun turun dari langit. Sebagaimana
Allah Taala berfirman :




Dan Kami turunkan dari langit air yang suci. (QS. Al Furqon: 48)

Ada beberapa macam air yang masuk ke dalam kategori air mutlak, yaitu
sebagai berikut:
a. Air hujan, air es, dan air embun.

Q.s Al-Anfal : 11

(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu


penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari
langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu
gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh
dengannya telapak kaki(mu).

Berdasarkan hadits Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bila membaca


takbir di dalam sembahyang diam sejenak sebelum membaca Al-Fatihah,
maka saya tanyakan: Demi kedua orangtuaku wahai Rasulullah! Apakah
kiranya yang Anda baca ketika berdiamkan diri di antara takbir dengan
membaca Al-Fatihah? Rasulullah pun menjawab: Saya membaca: Ya Allah,
jauhkanlah daku dari dosa-dosaku sebagaimana Engkau inenjauhkan Timur
dan Barat. Ya Allah bersihkanlah daku sebagaimana dibersihkannya kain yang
putih dan kotoran. Ya Allah, sucikanlah daku dan kesalahan-kesalahanku
dengan salju, air dan embun. (H.R. Jamaah kecuali Turmudzi)
b. Air laut
Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanyakan mengenai air
laut,Wahai Rasulullah, kami sedang melaut dan membawa sedikit air. Jika
kami menggunakannya untuk berwudhu, kami akan kekurangan jatah air
minum dan kami kehausan. beliau pun menjawab, Air laut tersebut thohur
(suci lagi mensucikan), bahkan bangkainya pun halal.
c. Air zam-zam
Ali r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah meminta sebuah timba
yang dipenuhi dengan air zam-zam, kemudian beliau minum dari timba itu, lalu
beliau berwudhu dari timba itu.

2) Air Mustamal

Air mustamal adalah air yang telah dipakai untuk menghilangkan hadats.
Dalil kesuciannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
dari Jabir ibn Abdillah radhiyallahu anhu, dia berkata:

Artinya: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam datang untuk menjenguk aku


ketika aku sakit dan hampir tak sadarkan diri. Beliau berwudhu dan menuangkan
air bekas wudhunya kepadaku.
Seandainya air bekas wudhu tidak suci, maka beliau tidak akan
menuangkannya kepada Jabir ibn Abdillah.Adapun dalil bahwa air mustamal
tidak menyucikan (maksudnya tidak bisa digunakan untuk thaharah) adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Muslim dan selainnya dari Abu Hurairah radhiyallahu
anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Artinya: Janganlah salah seorang di antara kalian mandi di air yang tidak
mengalir, sedangkan ia dalam keadaan junub.

Orang-orang bertanya ke Abu Hurairah: Wahai Abu Hurairah, kalau begitu


apa yang harus ia lakukan?, Ia menjawab: Ia harus menciduknya.Hadits ini
menunjukkan bahwa mandi dengan berendam di air tersebut akan menghilangkan
sifat menyucikan air tersebut, jika tidak, tentu Nabi tidak melarangnya. Ini
kemungkinan karena air tersebut jumlahnya sedikit. Hukum berwudhu di air
seperti ini sama dengan hukum mandi, karena hakikatnya sama, yaitu
menghilangkan hadats.
Menurut pendapat yang shahih dalam madzhab Syafii, sifat tidak
menyucikan pada air mustamal ini adalah untuk menghilangkan hadats yang
fardhu, semisal basuhan pertama pada anggota wudhu yang wajib dibasuh.
Adapun untuk thaharah yang sunnah, semisal basuhan kedua dan ketiga pada
anggota wudhu, maka air bekas basuhan ini tetap suci menyucikan.

3) Air yang telah bercampur dengan sesuatu yang suci


Air jenis ini tidak lagi bisa menyucikan, karena ia telah berubah dari
keadaannya sebagai air muthlaq, akibat percampurannya dengan benda-benda
lain, sehingga mengubah sifatnya. Adapun jika percampurannya sedikit, sehingga
tak mengubah sifat air muthlaq, maka menurut pendapat yang paling shahih, ia
tetap suci dan menyucikan. Benda-benda suci di sini maksudnya adalah benda
yang biasanya tidak dibutuhkan oleh air dan tidak mungkin memisahkannya jika
telah tercampur dengan air, misalnya misk (minyak kesturi), garam, dan lainnya.
Menurut pendapat yang shahih dalam madzhab Syafii, perubahan sifat pada
air muthlaq, sehingga ia tak bisa lagi dianggap menyucikan, cukup pada
perubahan salah satu sifatnya saja, baik warna, rasa, maupun baunya, tak perlu
perubahan ketiga sifat ini sekaligus

4) Air musyammas
Air musyammas adalah air yang dipanaskan dalam bejana logam dengan
memakai panas matahari. Air ini suci dan menyucikan, karena ia masih memiliki
sifat air muthlaq, namun ia makruh digunakan. Imam Asy-Syafii juga berkata:
Aku tidak memakruhkan air musyammas, kecuali karena memperhatikan aspek
kedokteran (kesehatan). Air ini makruh, karena dianggap dapat menyebabkan
penyakit kusta. Air musyammas ini baru dianggap makruh jika memenuhi dua
ketentuan:
(a) Ia berada dalam wadah logam, seperti besi, tembaga, dan semisalnya.
(b) Digunakan di daerah yang sangat panas, seperti Hijaz dan semisalnya.
Jika tidak memenuhi dua ketentuan di atas, maka air musyammas tidak
makruh digunakan.Ini merupakan pendapat resmi madzhab Syafii. Sedangkan
sebagian fuqaha Syafiiyyah, seperti An-Nawawi dan Ar-Ruyani, menyatakan air
jenis ini tidak makruh digunakan.

5) Air yang terkena najis


Air yang terkena najis terdiri dari 2 macam. Pertama, najis tersebut mengubah
rasa, warna dan bau air. Dalam kondisi seperti ini, air tersebut tidak bias
digunakan. Pendapat yang disepakati oleh ulama ini disampaikan oleh Ibnu
Mundzir dan Ibnu Mulqin. Kedua, air tersebut masih mempertahankan
identitasnya; tidak beruabh rasa, warna, dan baunya. Jika begitu, maka air ini suci
dan mensucikan, baik jumlah air tersebut sedikit maupun banyak.
Berbicara mengenai najis, najis menurut bahasa mempunyai artian kotor
sedangkan menurut istilah mempunyai arti kotoran yg harus atau wajib dihindari
atau di bersihkan oleh setiap umat muslim mana kala terkena olehnya. Adapun
didalam Najis yg terdapat di ajaran islam sendiri mempunyai beberapa Macam
Najis dan Pembagian Najis hal ini dikarenakan Najis di Islam sangat berperan
penting dlm sah atau tidaknya dlm mengerjakan Shalat.
Jenis-jenis najis yaitu :
1) Bangkai
Dalam bahasa Arab disebut Al Mayyitah, yaitu yang mati tanpa
disembelih. Sedangkan menurut para ulama syariat, Al Mayyitah (bangkai)
adalah hewan yang mati tanpa sembelihan syari, dengan cara mati sendiri
tanpa sebab campur tangan manusia, dan terkadang dengan sebab perbuatan
manusia, jika dilakukan tidak sesuai dengan cara penyembelihan.
2) Darah
Darah yang dimaksud disini adalah mencakup darah yang mengalir
ketika binatang disembelih dan darah haid. Namun begitu, hukum darah yang
sedikit adalah di-mafu. (tidak najis).
3) Daging babi
Seperti halnya dengan anjing, demikian pula halnya dengan daging babi,
masih banyak orang yang beranggapan karena daging babi itu haram atau
diharamkan untuk dimakan, maka mereka menyimpulkan bahwa babi juga
najis untuk dipegang.
4) Muntah, Kencing dan Kotoran Manusia
Semua ulama sepakat bahwa hokum ketiga benda tersebut dlah najis.
Namun begitu, muntah yang sedikit masih dapat di mafu.
5) Wadi
Wadi adalah air putih kental yang keluar dari kemaluan seseorang
setelah kencing. Keluarnya air wadi dapat membatalkan wudhu. Wadi
termasuk hal yang najis. Cara membersihkan wadi adalah dengan mencuci
kemaluan, kemudian berwudhu jika hendak sholat. Apabila wadi terkena
badan, maka cara membersihkannya adalah dengan dicuci.
6) Madzi
Madzi adalah air yang keluar dari kemaluan, air ini bening dan lengket.
Keluarnya air ini disebabkan syahwat yang muncul ketika seseorang
memikirkan atau membayangkan jima atau melakukannya. Air madzi keluar
dengan tidak memancar. Sebagaimana air wadi, hukum air madzi adalah najis.
Apabila air madzi terkena pada tubuh, maka wajib mencuci tubuh yang
terkena air madzi, adapun apabila air ini terkena pakaian, maka cukup dengan
memercikkan air ke bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut,
sebagaimana sabda Rasulullah terhadap seseorang yang pakaiannya terkena
madzi, cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau
percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut. (HR. Abu Daud,
Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad hasan).
7) Mani
Mani adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari
kemaluan. Mani dapat keluar dalam keadaan sadar (seperti karena
berhubungan suami-istri) ataupun dalam keadaan tidur (biasa dikenal dengan
sebutan mimpi basah). Keluarnya mani menyebabkan seseorang harus
mandi besar / mandi junub.

2. Tanah, boleh menyucikan jika tidak digunakan untuk sesuatu fardhu dan tidak
bercampur dengan sesuatu.
3. Debu, dapat digunakan untuk tayamum sebagai pengganti wudu atau mandi.
4. Batu bata, tisu atau benda atau benda yang dapat untuk menyerap bisa digunakan
untuk istinjak.
Cara Menyucikan Tubuh dan Pakaian yaitu Jika pakaian dan badan terkena najis
maka hendaklah dicuci dengan air hingga hilang jika benda najis tersebut dapat dilihat,
seperti darah. Akan tetapi, apabila setelah dicuci itu masih ada bekasnya dan sukar untuk
dihilangkan, maka ia dimaafkan. Jika najis itu tidak kelihatan seperti air kencing maka
cukuplah mencuci hanya satu kali. Asma binti Abu Bakar r.a berkata,
Salah seorang di antara kami haid, lalu darahnya terkena pakaian; apa yang
seharusnya dilakukan? Demikian tanya salah seorang wanita yang datang bertanya
kepada Nabi saw. Beliau menjawab, Hendaklah darah tersebut dikorek, kemudian
digosok dengan air dan dicuci dengan air. Setelah itu, pakaian itu boleh untuk dibawa
shalat! (Hadits ini telah disepakati kesahihannya di kalangan ahli hadits)
Jika najis itu terkena ujung bawah pakaian wanita, maka tanahlah yang menyucikan.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud bahwa seorang
wanita bertanya kepada Ummu Salamah r.a, Saya mengulurkan ujung pakaian terjela ke
bawah. Pada ketika itu, saya berjalan di tempat yang kotor. Ummu Salamah berkata
bahwa Rasulullah saw. Pernah bersabda, Ujung pakaian itu akan disucikan oleha
barang yang mengenainya setelah itu. (HR. Abu Dawud)

D. Macam-macam Thaharah
Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir adalah
taharah / suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci
menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah membersihkan
jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong,
ujub, dan ria. Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam
bentuk yaitu : wudhu, tayamum, mandi wajib dan istinjak
1. Wudhu
a. Pengertian dan Dasar Hukum Wudhu
Secara Bahasa, Al Imam Ibnu Atsir Al-Jazary rohimahumullah (seorang ahli
bahasa) menjelaskan bahwa jika dikatakan wadhu () , maka yang dimaksud
adalah air yang digunakan berwudhu. Bila dikatakan wudhu () , maka yang
diinginkan di situ adalah perbuatannya. Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafiiy
rohimahulloh, kata wudhu terambil dari kata al-wadhoah / kesucian () .
Wudhu disebut demikian, karena orang yang sholat membersihkan diri dengannya.
Akhirnya, ia menjadi orang yang suci.
Secara Syariat, menurut Syaikh Sholih Ibnu Ghonim As-Sadlan Hafishohulloh:


:

Artinya: maka wudhu adalah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada
anggota-anggota badan yang empat (wajah, tangan, kepala dan kaki) berdasarkan tata
cara yang khusus menurut syariat.

Jadi definisi wudhu bila ditinjau dari sisi syariat adalah suatu bentuk
peribadatan kepada Allah Taala dengan mencuci anggota tubuh tertentu dengan tata
cara yang khusus. Disyariatkannya wudhu ditegaskan berdasarkan 3 macam alasan:

1) Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 6, yang rrtinya: Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki.

2) Sabda Rasulullah


Artinya: Alloh tidak menerima shalat salah seorang dia nataramu bila ia
berhadats, sehingga ia berwudhu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

3) Ijma
Telah terjalin kesepakatan kaum muslim atas disyariatkannya wudhu
semenjak zaman Rosululloh hingga sekarang ini, sehingga tidak dapat disangkal
lagi bahwa ia adalah ketentuan yang berasal dari agama.

b. Rukun Wudhu
1) Niat
2) Membasuh muka
3) Membasuh kedua tangan hingga siku
4) Mengusap kepala
5) Membasuh kedua kaki hingga mata kaki
6) Tertib

c. Keutamaan dalam berwudhu


Banyak keutamaan wudhu yang dijelaskan Rasulullah Saw. Antara lain
sebagaimana diriwayatkan Thabrani dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah Saw
bersabda, ''Jika seorang hamba menjaga shalatnya, menyempurnakan wudhunya,
rukuknya, sujudnya, dan bacaannya, maka shalat akan berkata kepadanya, 'Semoga
Allah Swt menjagamu sebagaimana kamu menjagaku', dia naik dengannya ke langit
dan memiliki cahaya hingga sampai kepada Allah Swt dan shalat memberi syafaat
kepadanya.''
Berwudhu merupakan hal yang mudah dilakukan, namun perlu keistiqamahan
dalam implementasinya. Seorang hamba yang banyak berwudhu akan mudah
dikenali Rasulullah Saw di hari kiamat nanti karena memiliki ciri khas
tersendiri. ''Muka dan tangan kalian nanti di hari kiamat berkilauan bekas dari
berwudhu.'' (HR Muslim)
Setiap muslim juga harus senantiasa menjaga wudhu untuk menjaga izzah
keislamannya, Rasulullah Saw bersabda, Istiqomahlah kalian, walaupun kalian
tidak akan mampu melakukannya secara hakiki (namun berusahalah mendekatinya),
dan ketahuilah sebaik-baik amalan kalian adalah sholat, dan tidaklah ada yang
menjaga wudhu kecuali dia seorang mukmin. (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hibban)
Dengan wudhu, wajah orang beriman akan bercahaya pada hari akherat nanti.
Rasulullah Saw bersabda, Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari kiamat
dengan wajah, tangan, dan kaki yang bercahaya karena bekas-bekas wudhu mereka.
Karenanya barangsiapa di antara kalian yang bisa memperpanjang cahayanya
maka hendaklah dia lakukan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

d. Sunnah dalam berwudhu


1) Membaca basmallah
2) Bersiwak
Abu Hurairah r.a. bercerita bahwa Rasulullah saw. bersabda:

Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan


mereka untuk bersiwak setiap akan wudlu. [H.R. Bukhari dan Muslim]

3) Membasuh kedua telapak tangan saat hendak berwudhu


4) Berkumur sebanyak tiga kali
5) Memasukkan air kedalam hidung dan mengeluarkannya kembali
6) Membasahi janggut
7) Membersihkan sela sela jari
8) Membasuh anggota tubu sebanyak tiga kali
9) Mulai dengan bagian kanan
10) Menggoosok (anggota tubuh yang disucikan)
Karena ada hadits Abdullah bin Zaid yang mengatakan, Bahwa Nabi saw.
pernah dibawakan dua sepertiga mud (air), kemudian beliau berwudhu, maka
beliapun menggosok kedua hastanya.
11) Melakukan dengan segera
Makdusnya yaitu beruntun antara anggota-anggota wudhu tidak terdapat jarak
yang lama, sehingga anggota yang telah dibasuh mengering kembali.
12) Mengusap kedua telinga
13) Memperluas basuhan pada wajah, lengan , dan kaki
14) Hemat dengan air walaupun wudhu dilautan
Irit dalam menggunakan air dan jangan sampai melakukan pemborosan, namun
jangan sampai terlalu kikir
15) Berdoa saat berwudhu
16) Membaca doa setelah berwudhu
17) Shalat 2 rakaat setelah berwudhu

e. Hal yang makruh ketika berwudhu


1) Berlebih lebihan dalam menggunakan air
2) Berbicara ketika sedang malakukan wudhu
3) Berlebih lebihan dalam berkumur kumur bagi orang yang berpuasa
4) Berwudhu ditempat yang mutanajjis
5) Mengusap anggota wudhu lebih dari tiga kali

f. Hal yang membatalkan wudhu


1) Kencing dan Buang Air Besar
2) Madzi dan Wadi
3) Keluarnya Angin dari Anus
Dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Zaid dari Ashim
Al-Anshari, bahwa dia mengadukan sesuatu kepada Rosululloh tentang
seseorang yang ragu merasakan sesuatu pada saat shalat yakni dia merasakan ada
angin keluar dari anusnya, maka Rosululloh SAW bersabda:




Janganlah dia berhenti (berpaling) hingga dia mendengar bunyi atau dia
mencium bau.
Artinya, dia masih tetap berada dalam keadaan suci dan dalam wudhunya,
karena itu adalah keyakinan, dan keyakinan tidak hilang disebabkan keraguan,
lain halnya jiak dia mendengar suara kentutnya atau mencium baunya.
4) Tidur Berat
5) Bersentuhan laki-laki dan perempuan yang boleh nikah yang sudah baligh dan
berakal, dan tidak ada penghalang keduanya.
6) Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan tanpa ada penghalang

g. Hal yang tidak membatalkan wudhu


Ada beberapa hal yang oleh sebagian orang dapat membatalkan wudhu. Namun,
ketika diteliti kembali hal-hal tersebut tidak membatalkan wudhu, diantaranya adalah;
1) Menyentuh perempuan tanpa pembatas
Pendapat yang menyatakan bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan
wudhu baik itu wudhu sang wanita ataupun sang laki-laki yang menyentuhnya
diperkuat dengan dalil-dalil berikut ini:
Dari Aisyah, ia berkata, Dahulu aku pernah tidur di hadapan
Rasulullah saw, sementara itu kedua kakiku berada pada kiblatnya. Apabila sujud
beliau memberi isyarat dengan matanya kepadaku, maka akupun mendekap
kedua kakiku. Dan ketika berdiri, aku meluruskan kembali kakiku. Aisyah
menambahkan, Dan pada waktu itu rumah kami tidak memiliki lentera.
Pada hadits tersebut Nabi saw. menyentuh Aisyah, meskipun demikian
beliau tetap meneruskan shalatnya. Riwayat ini menjadi dalil bahwa menyentuh
wanita tidak membatalkan wudhu. Ini adalah madzhab Abu Hanifah. Ada juga
suatu riwayat yang menerangkan bahwasanya Rasulullah saw. dahulu pernah
mencium sebagian istrinya lalu keluar menuju masjid dan shalat, sementara itu
beliau tidak mengulangi wudhunya. Pernyataan ini, yakni wanita yang
menyentuh laki-laki tidak membatalkan wudhu bukan berarti boleh bagi wanita
untuk menyentuh atau bersalaman dengan laki-laki yang bukan mahramnya,
karena yang demikian hukumnya haram, sebagaimana yang telah kita ketahui.
2) Keluarnya darah bukan dari tempat biasanya, baik karena luka atapun hijamah
(Bekam), baik sedikit maupun banyak
Imam Bukhari mengeluarkan sebuah riwayat secara muallaq (1/281), dan
riwayat tersebut disambungkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad
yang shahih dari Hasan Bashri, ia berkata, Kaum muslimin pada waktu itu
melakukan shalat meskipun luka-luka (mereka berdarah). Imam Bukhari
berkata, Ibnu Umar pernah memencet bisulnya hingga mengeluarkan darah,
namun ia tidak mengulangi wudhunya. Imam Malik mengeluarkan riwayat di
kitabnya Al-Muwaththa dengan sanad shahih, bahwasanya Umar pernah
melaksanakan shalat sedangkan lukanya terus mengeluarkan darah. Abbad bin
Bisyr pernah terkena busur panah ketika ia sedang shalat, namun ia tetap
meneruskan shalatnya. Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah saw. pasti
mengetahui kejadian tersebut. Namun, beliau tidak mengingkari perbuatan
mereka. Seandainya keluar darah membatalkan wudhu, pasti beliau
akan menjelaskan hal itu kepada sahabat yang melakukannya dan selainnya yang
ikut serta dalam peperangan itu, sedangkan menunda penjelasan pada saat yang
tepat hukumnya haram.
3) Seseorang yang Ragu akan Hadats yang Dialaminya
Keraguanmu tersebut tidak membahayakan dan membatalkan wudhumu,
baik ketika engkau sedang shalat ataupun tidak, sampai kamu yakin benar
dengan hadats dan batalnya wudhu. Dari Abbad bin Tamim dari pamannya, ia
berkata, Seseorang mengeluh kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang
sering merasakan adanya sesuatu dalam dirinya (perutnya) ketika sedang shalat,
lalu Nabi pun menjawab,

Janganlah ia memutus shalatnya hingga mendengar suara atau mencium
bau kentut.
4) Tertawa dengan Suara ketika Shalat
Tertawa tidak membatalkan wudhu, karena hadits yang menerangkan
tentang hal tersebut derajatanya lemah

h. Hal yang mewajibkan wudhu


1) Shalat, karena Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang berfirman, apabila
kamu berdiri hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka-muka kamu."
(Al-Maaidah: 6). Di samping itu, Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak akan
menerima, shalat (yang dilakukan) tanpa bersuci (sebelumnya)." (Shahih:
Mukhtashar Muslim no:104, Muslim 1:204 no:224 dan Tirmidzi 1:3 no:1).
2) Thawaf di Baitullah, berdasarkan sabda Nabi saw., "Thawaf di Baitullah adalah
shalat, hanya saja Allah membolehkan berbicara." (Shahih: Shahihul Jami'us
Shaghir no:3954 dan Tirmidzi II:217 no:967).

i. Hal yang disunnahkan dalam wudhu


1) Ketika Berdzikir kepada Allah
Berdasarkan hadits al-Muhajir bin Qanfad. Dia mengucapkan salam kepada
Nabi shallallahu alaihi wa sallam hingga menuntaskan wudhunya. Beliau lalu
menjawabnya dan berkata,

.

Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk menjawabmu. Hanya
saja, aku tidak suka menyebut Nama Allah kecuali dalam keadaan suci

2) Ketika hendak Tidur


Terdapat hadis yang menunjukkan bahwa kita dianjurkan untuk bersuci
sebelum tidur. Diantaranya, hadis dari Al-Barra bin Azib radhiyallahu anhu,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
:





Apabila engkau hendak tidur, berwudhulah sebagaimana wudhu ketika hendak
shalat. Kemudian berbaringlah miring ke kanan, dan bacalah




Ya Allah, aku tundukkan wajahku kepada-Mu, aku pasrahkan urusanku kepada-
Mu, aku sandarkan punggungku kepada-Mu, karena rasa takut dan penuh haram
kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari hukuman-
Mu kecuali kepada-Mu. Ya Allah, aku beriman kepada kitab-Mu yang telah
Engkau turunkan, dan kepada nabi-Mu yang telah Engkau utus.
Jika kamu mati di malam itu, kamu mati dalam keadaan fitrah. Jadikanlah doa
itu, sebagai kalimat terakhir yang engkau ucapkan sebelum tidur.
3) Ketika Junub
Disunnahkan berwudhu ketika hendak makan, minum, tidur, atau
mengulang jima(persetubuhan). Dari Aisyah radhiyallahuanha, ia berkata,
Jika Nabi Shallallahualaihi wa sallam junub dan ingin makan, minum, atau
tidur beliau berwudhu sebagaimana berwudhu untuk shalat. Juga dari Abu
Said radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau
bersabda,
.

Jika salah seorang di antara kalian telah mendatangi istrinya dan ingin
mengulanginya lagi, maka hendaklah berwudhu

4) Sebelum Mandi; Mandi Wajib maupun Sunnah


Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, Jika Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan membasuh kedua
tangannya. Kemudian beliau kucurkan air dari tangan kanan ke tangan kirinya.
Beliau lantas membasuh kemaluannya lalu berwudhu sebagaimana berwudhu
untuk shalat.
5) Setelah Makan Makanan yang Tersentuh Api
Dasarnya adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahuanhu yang berbunyi,
Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Berwudhulah karena memakan makanan yang tersentuh api. Perintah ini
mengandung makna Sunnah. Dasarnya adalah hadits Amr bin Umayyah adh-
Dhamri, dia berkata, Aku melihat Nabi shallallahualaihi wa sallam mengiris
paha kambing. Beliau kemudian makan sebagian darinya lalu mengajak shalat.
Beliau bangkit dan meletakkan pisau lantas shalat dan tidak berwudhu.

2. Mandi
a. Definisi mandi
Mandi adalah aktivitas membasahi seluruh tubuh dengan air. Di dalam islam, mandi
adalah salah satu bagian dari syariat, berdasarkan firman Allah swt :
dan jika kamu junub maka mandilah (QS Al Maidah: 6)
b. Yang mewajibkan mandi
1) Keluar mani disertai syahwat pada waktu tidur maupun terjaga, oleh laki-laki
maupun wanita.
2) Hubungan seksual, meskipun tidak keluar mani, karena sabda Rasulullah
SAW: Ketika sudah duduk dengan empat kaki, kemudian khitan bertemu khitan,
maka wajib mandi (HR Ahmad, Muslim dan At Tirmidzi).

3) Selesai haidh dan nifas bagi wanita. Karena firman Allah: . Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. (QS. Al
Baqarah: 222)
4) Mayit muslim, wajib dimandikan oleh yang hidup, karena sabda
Nabi: mandikanlah dengan air dan daun bidara. (Muttafaq alaih), kecuali
syahid di medan perang.
5) Orang kafir ketika masuk Islam, karena hadits Qais bin Ashim bahwasanya ia
masuk Islam, lalu Rasulullah menyuruhnya agar mandi dengan air dan daun
bidara. HR Al Khamsah kecuali Ibnu Majah.

c. Yang haram dilakukan oleh orang yang junub


1) Shalat
2) Thawaf
3) Menyentuh atau membawa mushaf Al-Quran
4) Membaca Al-Quran
5) Berdiam diri di dalam masjid

d. Mandi yang disunnahkan

1) Hari Jumat, karena sabda Nabi: Jika datang kepada salah seorang di antaramu
hari Jumat maka hendaklah mandi. (HR Al Jamaah), disunnahkan mandinya
sebelum berangkat shalat Jumat
2) Mandi untuk shalat Idul Fitri dan Idul Adha, hukumnya sunnah menurut para
ulama
3) Mandi karena selesai memandikan jenazah, sesuai sabda Nabi: Barang siapa
yang selesai memandikan hendaklah ia mandi. (HR Ahmad dan Ashabussunan).
4) Mandi ihram bagi yang hendak menunaikan haji atau umrah, seperti dalam hadits
Zaid bin Tsabit bahwasanya Rasulullah SAW melepaskan bajunya untuk ihram
dan mandi. (HR Ad Daruquthniy Al Baihaqi dan At Tirmidziy yang
menganggapnya hasan)

5) Masuk untuk memasuki kota Mekah. Rasulullah SAW melakukannya seperti yang
disebutkan dalam hadits shahih, demikian juga mandi untuk wukuf di Arafah.

e. Rukun dalam mandi

1) Niat, karena hadits Nabi: Sesungguhnya amal itu dengan niat. Dan juga untuk
membedakannya dari kebiasaan, dan tidak disyaratkan melafalkannya, karena
tempatnya ada di hati.

2) Membasuh seluruh tubuh, karena firman Allah: (jangan pula hampiri masjid)
sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu
mandi. (QS. An Nisa: 43). Dan hakikat mandi adalah meratakan air ke seluruh
tubuh.
Mazhab Hanafi menambahkan rukun ketiga yaitu: berkumur, menghisap air ke
hidung, yang keduanya sunnah menurut imam lainnya.

f. Sunnah dalam mandi

1) Membaca basmalah

2) Membersihkan najis fisik jika ada

3) Berwudhu (berkumur dan menghisap air ke hidung)

4) Mengulanginya tiga kali dalam setiap membasuh organ tubuh dan memulainya
dari kanan lalu kiri

5) Meratakan air, mensela-sela jari, rambut, membersihkan ketiak, lubang hidung


dan pusar.

6) Menggosok dan terus menerus tidak terputus basuhannya


g. Cara wanita mandi
Tata cara mandi bagi perempuan sama dengan laki-laki. Perempuan tidak
perlu membuka kepang rambutnya, jika ia harus yakin air bias meresap ke dalam kulit
kepalanya. Dari Aisyah dan Maimunah RA: bahwasanya Rasulullah saw jika mandi
junub mau mandi memulai dengan mencuci dua tangannya dua atau tiga kali,
kemudian menuangkan air dari kanan ke kiri, lalu membersihkan kemaluannya, lalu
berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, kemudian mengambil air dan
dimasukkan ke pangkal rambut, kemudian membasuh kepalanya tiga guyuran
sepenuh tangannya, kemudian mengguyurkan air ke seluruh badan, lalu membasuh
kakinya (Muttafaq alaih)

3. Tayamum
a. Definisi tayamum
Tayamum merupakan penggunaan wudhu atau mandi wajib yang tadinya
seharusnya menggunakan air, kemudian diganti dengan menggunakan tanah atua
debu yang bersih. Kewajiban untuk menggantikan wudhu dengan bertayamum
terdapat juga pada surat Al-Maidah ayat 6 yang artinya :
lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

b. Landasan bagi tayamum


Dalil Al-Quran
Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang
kebolehan bertayammum pada kondisi tertentu bagi umat Islam.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, sedang kamu
dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan
jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.(QS. An-Nisa : 43)

Dalil Sunnah

Dari Abi Umamah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,Telah dijadikan


tanah seluruhnya untukkku dan ummatku sebagai masjid dan pensuci.
Dimanapun shalat menemukan seseorang dari umatku, maka dia punya masjid
dan media untuk bersci. (HR. Ahmad 5 : 248)

Ijma`

Selain Al-Quran dan Sunnah, tayammum juga dikuatkan dengan landasan


ijma` para ulama muslimin yang seluruhnya bersepakat atas adanya masyru`iyah
tayammum sebagai pengganti wudhu

c. Yang membolehkan sesorang bertayamum


1) Tidak Adanya Air
Dalam kondisi tidak ada air untuk berwudhu` atau mandi, seseorang bisa
melakukan tayammum dengan tanah. Namun ketiadaan air itu harus dipastikan
terlebih dahulu dengan cara mengusahakannya. Baik dengan cara mencarinya
atau membelinya.
2) Sakit
Kondisi yang lainnya yang membolehkan seseorang bertayammum
sebagai penggati wudhu` adalah bila seseorang terkena penyakit yang
membuatnya tidak boleh terkena air. Baik sakit dalam bentuk luka atau pun
jenis penyakit lainnya.
3) Suhu Sangat Dingin
Dalam kondisi yang teramat dingin dan menusuk tulang, maka
menyentuh air untuk berwudhu adalah sebuah siksaan tersendiri. Bahkan bisa
menimbulkan madharat yang tidak kecil. Maka bila seseorang tidak mampu
untuk memanaskan air menjadi hangat walaupun dengan mengeluarkan uang,
dia dibolehkan untuk bertayammum.
4) Air Tidak Terjangkau
Kondisi ini sebenarnya bukan tidak ada air. Air ada tapi tidak bisa
dijangkau. Meskipun ada air, namun bila untuk mendapatkannya ada resiko
lain yang menghalangi.
5) Air Tidak Cukup
Kondisi ini juga tidak mutlak ketiadaan air. Air sebenarnya ada namun
jumlahnya tidak mencukupi. Sebab ada kepentingan lain yang jauh lebih harus
didahulukan ketimbang untuk wudhu`. Misalnya untuk menyambung hidup
dari kehausan yang sangat.

6) Habisnya Waktu

Dalam kondisi ini, air ada dalam jumlah yang cukup dan bisa terjangkau.
Namun masalahnya adalah waktu shalat sudah hampir habis. Bila diusahakan
untuk mendaptkan air, diperkirakan akan kehilangan waktu shalat. Maka saat
itu demi mengejar waktu shalat, bolehlah bertayammum dengan tanah.

d. Jenis debu untuk tayamum


Tanah yang boleh digunakan : pasir halus, pecahan batu halus, debu
(pada dinding,dll), tanah yang bersih. Sedangkan tanah yang dilarang untuk
menggunakannya yaitu tanah berlumpur, tanah bernajis dan tanah yang
berbingkah.

e. Syarat Tayammum
Telah masuk waktu shalat
Memakai tanah atau debu yang bersih dari najis atau kotoran
Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayammum
Telah berupaya mengusahakan adanay air
Menghilangkan najis yang melekat di tubuh
Tidak haid atau nifas bagi wanita

f. Rukun Tayamum
Berniat
Menyapu muka dengan debu atau tanah
Menyapu kedua tangan debu atau tanah hingga siku
Tertib
g. Sunat-sunat Tayammum
Membaca Bismillah
Menghadap kiblat
Berdoa ketika selesai tayamum
Mendahulukan bagian kanan daripada kiri
Meniup debu yang ada di telapak tangan
Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku

h. Tata Cara Bertayamum


Membaca Bismillah
Regangkan jari, tempelkan ke debu, kemudian tekankan hingga debu melekat
pada tangan
Angkat kedua tangan, lalu tiup kedua tangan untuk menepiskan debu yang
menempel, tapi tiup kea rah lain dari sumber debu.

i. Yang Membatalkan Tayammum


Hal yang membatalkan wudhu
Adanya air, jika penyebabnya adalah tidak adanya air
Hilangnya penyebab boleh bertayamum
sedangkan mengulang-ulang pukulan ke atas tanah hukumnya adalah
makruh

4. Istihadah
a. Definisi istihadah

Istihadhah adalah darah yang keluar dari rahim perempuan karena penyakit,
bukan diwaktu haid dan nifas. Perempuan yang sedang berdarah penyakit itu
wajib mengerjakan sembahyang dan ibadah yang lain tetap atasnya, sebagaiman
tetap hukum wajib atas orang berpenyakit yang lain. Dari itu hendaklah ia
membedakan darah haid dengan darah penyakit, karena kalau darah itu darah haid
ia tidak boleh sembahyang atau berpuasa, serta mengerjakan ibadah-ibadah yang
lain, tetapi kalau ia mendapat darah penyakit wajiblah ia sembahyang dan
mengerjakan ibadah lain-lain.
Setiap keluarnya darah yang melebihi masa haid atau nifas atau kurang dari
batas minimalnya atau mengalir sebelum mencapai usia haid (yaitu 9 tahun) maka
darah tersebut adalah istihadhah. Wanita yang mengalami istihadhah termasuk
orang-orang yang mempunyai uzur sebagaimana orang yang menderita mimisan,
sering kencing (beser) dan lain sebagainya.

b. Perempuan yang istihadah


Masa haid sudah diketahui sebelum darah isatihadah keluar. Jika masa haid sudah
diketahui, maka masa yang sudah diketahui tersebut adalah darah haid, dan darah
yang megalir sesudah darah itu adalah darah istihadah. Asy-Syaikh Shiddiq
berkata dalam Syarah ar-Raudhah, Tidak datang dalam satu hadits pun (yang
shahih) adanya kewajiban mandi untuk setiap shalat (bagi wanita istihadhah),
tidak pula mandi setiap dua kali shalat dan tidak pula setiap hari. Tapi yang shahih
adalah kewajiban mandi ketika selesai dari waktu haid yang biasanya
(menurut adat) atau selesainya waktu haid dengan tamyiz sebagaimana datang
dalam hadits Aisyah dalam Shahihain dan selainnya dengan lafadz, Maka apabila
datang haidmu, tinggalkanlah shalat dan bila berlalu cucilah darah darimu dan
shalatlah. Adapun dalam Shahih Muslim disebutkan Ummu Habibah mandi
setiap akan shalat, maka ini bukanlah hujjah karena hal itu dilakukan atas
kehendaknya sendiri dan bukan diperintahkan oleh Nabi saw. bahkan yang ada,
Nabi mengatakan kepadanya, Diamlah engkau (tinggalkan shalat) sekadar hari
haidmu kemudian (bila telah suci) mandilah. Ibnu Taimiyyah r.a.berpendapat
bahwasannya mandi setiap shalat ini hanyalah sunnah tidak wajib menurut
pendapat imam yang empat, bahkan yang wajib bagi wanita istihadhah adalah
wudhu setiap shalat lima waktu menurut pendapat jumhur, diantaranya Abu
Hanifah, Malik, dan Ahmad.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebersihan yang sempurna menurut syara disebut thaharah, merupakan


masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam beribadah
yang menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT. Tidak ada cara bersuci
yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh syarit Islam, karena syariat Islam
menganjurkan manusia mandi dan berwudlu. Walaupun manusia masih dalam keadaan
bersih, tapi ketika hendak melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang
mengharuskan berwudlu, begitu juga dia harus pula membuang kotoran pada diri dan
tempat ibadahnya dan mensucikannya karena kotoran itu sangat menjijikkan bagi
manusia.

B. Saran
Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan penulisan makalah ini yang
jauh dari kata sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. Untuk itu
diperlukannya kritik dan saran guna untuk membangun agar penulisan makalah
kedepannya lebih baik dari yang sekarang.
Dan dari penjelaan tersebut, diharapkan agar para masyarakat, terurama para
pelajar atau kalangan remaja lainnya tidak menyalahgunakan alkohol untuk
kepentingan yang tidak jelas. Dan setelah membaca makalah ini masyarakat lebih
mempertimbangkan untuk mengkonsumsi minuman minuman yang mengandung
alkohol.

Anda mungkin juga menyukai