Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Pemikiran ekonomi islam abad V H/11 M


(pemikiran ibnu Maskawaih, Al-Mawardi dan Al-Ghazali)

DOSEN PEMBIMBING

Ahmad Fuad, ME.Sy


Disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat melengkapi tugas
mata kuliah sejarah pemikiran ekonomi islam

DISUSUN OLEH

Kelompok 5

Elisa Pertiwi (601191010002)

Ella Melza Saputri (601191010003)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI

TEMBILAHAN

2020/2021
PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM ABAD KE V H/11 M

1. Pemikiran ekonomi ibnu miskawaih


A. Biografi ibnu miskawaih

Nama lengkap Ibnu Miskawaih (330-421 H/940-1030 M) adalah Abu Ali Al-
Kasim Ahmad (Muhammad) bin Yaqub bin Maskawaih. Ia lahir di Rayy, belajar dan
mematangkan pengetahuannya di baghdad, serta wafat di Istahan. Setelah menjelajahi
banyak ilmu pengetahuan dan filsafat, ia lebih memusatkan perhatian pada sejarah dan
akhlak. Gurunya dalam bidang sejarah adalah Abu Bakar Ahmad bin Kamil Al-Qadi,
sedangkan dalam bidang filsafat adalah Ibnu Al-Khammar. Ahmad bin Muhammad bin
Ya’qub yang nama keluarganya Miskawaih, disebut pula Abu Al-Khazim.

Belum dapat dipastikan apakah miskawaih itu dia sendiri atau karena dia putra
(ibn) Miskawaih. Beberapa orang seperti Margoliouth dan Bergstrasser menerima
alternatif pertama, sedangkan yang lainnya seperti: Brockelmann, menerima alternatif
kedua. Yaqut berkata bahwa mula-mula beragama majusi, kemudian memelukk islam.
Miskawaih sebegaimana tercermin pada namanya adalajh seorang muslim, yang
bernama Muhammad.1

Ia belajar sejarah, terutama Tarikh Ath-Thobari, kepada Abu Bakar Ahmad ibn
Kamil Al-Qadhi (350 H/960 M). Ibn Al-Khamar. Mufasir kenamaan karya-karya
Aristoteles, adalah guru-gurunya dalam ilmu filsafat. Miskawaih mengkaji al-kimia
bersama Abu Ath-Thayyib Ar-Razi, seorang ahli alkimia. Dari beberapa pertanyaan ibn
Sina dan At-Tauhidi tampak bahwa mereka berpendapat bahwa ia tak mampu
berfilsafat. Iqbal, sebaliknya menganggapnya sebagai salah seorang pemikir teistis,
moralis, dan sejarah.

Miskawaih pernah bekerja puluhan tahun sebagai pustakawan dengan sejumlah


wazir dan amir bani Buwaihi, yakni bersama Abu-Fadhl Al-‘Amid (360 H/970 M)
sebagai pustakawannya. Setelah wafatnya Abu Ar Fadhl (360 H/970 M), ia mengabdi
kepada putranya Abu Al-Fath Ali ubn Muhammad ibn Al-‘Amid, dengan nama
keluarga Dzu Al-Kifayatain. Ia juga mengabdi kepada Abud Ad-Daulah, salah seorang
Buwaihiah, kemudian kepada beberapa oangeran lain dari keluarga terkenal itu.

1
http://lembarkuliah.blogspot.com/2017/05/pemikiran-ekonomi-ibn-miskawaih.html?m=1 5
november 2020

1
Miskawaih meninggal 9 safar 421/ 16 februari 1030. Tanggal kelahirannya tak jelas
menurut Margoliuoth, ia lahir pada tahun 330 H/941 M. Tetapi ada yang berpendapat ia
lahir pada tahun 320 H/ 941 M. Tetapi ada yang berpendapat ia lahir pada tahun 320
H/950 M, apabila bukan pada tahun-tahun sebelumnya,, karena ia biasa bersama Al-
Mahallbi, yang menjabat sebagai wazir pada 339 H/950 M dan meninggal pada 352
H/963M, yang pada masa itu paling tidak ia telah berusia sembilan belas tahun.

Ahmad ibn Miskawaih (w.421 H/1030 M) adalah salah satu seorang anggota
kelompok pemikir terkemuka yang berkarier politik dan beraktivitas filsafat sebagai
bendahara pengusaha dinasti Buwaihiyyah ‘Adhud Ad-Daulah. Ia banyak terlibat
dalam segi praktis masyarakatnya, sementara sebagai anggota kelompokk intelektual
termasuk At-Tauhidi dan As-Sijistam. Ia banyak memberikan andil bagi perdebatan
teoritis pada masa itu. Meskipun banyak orang sezamannya meremehkan karya-
karyanya dan meremehkan orangnya. Ia adalah seorang pemikir yang sangat menarik
dan banyak memperlihatkan ragam gaya masanya. Ia menulis sejumlah topik yang luas,
seperti dilakukan oleh banyak orang sezamannya, dan meskipun pasti muncul
pertanyaan mengapa karyanya kurang terkenal dibandingkan dengan karya-karya ibn
Sina, apa yang kita ketahui tentangnya sekarang ini memberikan bukti sejumlah
sumbangan menariknya bagi perkembangan pemikiran filsafat.. dalam filsafat, klaim
utama Miskawaih yang perlu diperhatikan terletak pada sistem etikanya yang tersusun
dengan baik.2

B. Karya-karya ibn Miskawaih

Jumlah karya tulisnya dalam tulisan Abdul Azis Dahlan yang berjudul
mendasarkan kepada para penulis masa lalu adalah sebanyak 18 buahh judul yang
kebanyakan berbicara tentang jiwa dan akhlak (etika). Akan tetapi, yaqut memberikan
daftar 13 buah karya miskawaih. Untuk bahan rujukan, penulis meincikan menjadi
sebagai berikut:3

1. Al-Fauz Al-Akbar (tentangg keberhasilan besar)


2. Al-Fauz Al-Asghar (tentang keberhasilan kecil)
3. Tajarib Al-Umam (tentang pengalaman bangsa-bangsa sejak awal
sampai masa hidupnya)

2
ibid
3
Ibid

2
4. Uns Al-Farid (kumpulan anekdot, syair, peribahasa, dan kata-kata
mutiara)
5. Tartib As-Sa’adah (tentang akhlak dan politik)
6. Al-Mushafa (syair-syair pilihan)
7. Jamidan Khairad (kumpulan ungkapan bijak)
8. Al-jami (penghimpunan)
9. As-Siyar (tentang aturan hidup)
10. Tahzib Al-Akhlaq (pendidikan akhlak)
11. Ajwibah wa Al-as’ilah fi An-Nafs wa Al-Aql (tanya jawab tentang
jiwa)
12. Al-jawab fi Al-Masa’il As Salas (jawaban tentang tiga masalah)
13. Taharah An-Nafs (kesucian jiwa)
14. Risalah fi Al-Ladzdzat wal-Alam fi jauhar A-Nafs (risalah tentang
keindahan alam dalam jiwa)
15. Risalah fi jawab fi su’al Ali bin Muhammad Abu Hayyam Ash-Shufi fi
Haqiqat Al-Aql (risalah tentang tanya jawab Ali binn Muhammad Abu
Hayyam Ash-Shufi)4
16. Risalah fi Hvgaqiqah Al- ‘Aql (risalah tentang hakikat akal)
Muhammad Baqir ibn Zain Al-Abidin Al-Hawanshari yang dikutip
Fuad Al-Ahwani, mengatakan bahwa ia juga menulis beberapa risalah
pendek dalam bahasa parsi (Raudhat Al-Jannah, Teheran, 1287 H/1870
M).5

C. Pemikiran Ekonomi

Ibn Miskawaih dalam bukunya, Tahdib Al-Akhlaq, banyak berpendapat dalam


tataran filosofi etis dalam upaya menyentesiskan pandangan-pandangan Aristoteles
dengan ajaran islam. Ia banyak membahas pertukaran barang dan jasa serta peranan
uang. Menurutnya, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu
sama lainnya untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Oleh karena itu, manusia
akan melakukan pertukaran barang dan jasa dengan kompensasi yang pas (riward, al-

4
Dicky wirianto, meretas pendidikan karakter: perspektif Ibn Miskawaih dan John Dewey, (Banda
Aceh: PeNA,2013), h. 69-70
5
http://lembarkuliah.blogspot.com/2017/05/pemikiran-ekonomi-ibn-miskawaih.html?m=1 5
november 2020

3
mukafad al-munasibah). Manusia berperan sebagai alat penilai dan penyeimbang (al-
muqawwim al-musawwi baynahuma) dalam pertukaran sehingga tercipta keadilan. Ia
juga banyak membahas kelebihan uang emas (dinar) yang dapat diterima secara luas
dan menjadi subtitusi (mu’awwid) bagi semua jenis barang dan jasa hal ini dikarenakan
emas merupakan logam yang sifatnya tahan lama, mudah dibawa, tidak mudah ditiru,
dikehendaki dan digemari banyak orang.6

2. Pemikiran ekonomi Al-Mawardi

Memasuki abad ke 10 M, dunia islam sudah mulai memasuki masa konflik


internal sekalipun masih pada masa Dinasti Abbasiyah. Kekuasaan dinasti abbasiyah saat
itu berada dibawah kekuasaan Bani Buwaih. Keadaan Khalifah lebih buruk dari
sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah penganut aliran Syi’ah. Meskipun
demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan Dinasti Abbasiyah terus mengalami kemajuan
pada periode ini. Pada masa inilah muncul pemikir-pemikir besar, seperti al-Farabi, Ibnu
Sina, Al-Biruni, Ibnu Maskawaih, dan kelompok studi ikhwan al-Shafa. Bidang
ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga
diikuti dengan pembangunan mesjid dan rumah sakit. Pada masa Bani Buwaih berkuasa
di Baghdad, telah terjadi beberapa kali kerusuhan aliran antara Ahlusunnah dan Syi’ah,
pemberontakan tentara, dan sebagainya.

Pada masa inilah Al-Mawardi lahir, tumbuh, berkembang, dan berkarya. Al-
Mawardi hidup pada masa awal kemerosotan Dinasti Abbbasiyah secara politik. Pada
saat itu, konflik antara Ahlusunnah dan Syi’ah sedang berada dipuncaknya. Penguasa
lebih mendukung pada aliran Syi’ah, sementara rakyat lebih cenderung bertentangan
dengan aliran yang dianut oleh penguasa. Pada masa Bani Buwaih berkuasa di Baghdad,
telah terjadi beberapa kali kerusuhan aliran aliran Ahlusunnah dan Syi’ah,
pemberontakan tentara, dan sebagainya. Setting sosial inilah, barangkali yang mewarnai
corak pemikiran al-Mawardi. Disatu sisi, kondisi politik tengah mengalami kemunduran
yang diwarnai dengan konflik internal, tetapi disisi yang lain, ilmu pengetahuan terus
mengalami kemajuan.7

A. Riwayat hidup Al-Mawardi

6
https://m.akurat.co/634682/menakar-mata-uang-ala-ibnu-miskawaih?page=2&_gl 11 november
2020
7
Dr. Yadi Janwari, M.A, pemikiran ekonomi islam dari masa rasulullah hingga masa kontemporer,
(Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2016), h. 171-179

4
Nama lengkap al-Mawardi adalah Ali Bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-
Basri, al-Syafie. Para ahli sejarah dan tabaqat memberi gelar kepada beliau dengan
sebutan al-Mawardi, Qadi al-Qudhat, al-Basri dan al-Syafi’i, nama al-Mawardi
dinisbahkan kepada air mawar (ma’ al-wardi) karena bapak dan datuknya adalah penjual
air mawar. Gelar Qadi al-qudhat disebabkan beliau seorang ketua Qadi yang alim dalam
bidang fiqih. Gelar ini diterima pada tahun 429 hijrah. Gelar al-Basri ialah karena beliau
lahir di Basrah. Sementara nama penggantinya (nama kinayah) ialah Abu Hassan.

Al-Mawardi dilahirkan di Basrah pada tahun 364 H bertepatan dengan tahun 974
M. Beliau dibesarkan dari keluarga yang mempunyai perhatian yang besar kepada ilmu
pengetahuan. Al-Mawardi wafat pada tanggal 30 bulan Rabi’ul Awwal tahun 450 H
bertepatan dengan 27 mei 1058 M dalam usia ke 86. Jenazah Al-Mawardi dimakamkan di
pekuburan Bab Harb di Baghdad. Kewafatannyaterpaut 11 hari dari kewafatan Qadi Abu
Taib. Setelah mengawali pendidikannya dikota Basrah dan Baghdad selama dua tahun, ia
berkelana diberbagai negeri islam untuk menuntut ilmu. Diantara guru-guru Al-Mawardi
adalah Al-Hasan bin Ali bin Muhammad Al-Jabali, Muhammad bin Adi bin Zuhar Al-
Manqiri, jafar bin Muhammad bin Al-Fadhl Al-Baghdadi, Abu Al-Qasim Al-Qusyairi,
Muhammad bin Al-Ma’ali Al-Azdi, dan Ali Abu Al-Asyfarayini.

Berkat keluasan ilmunya, salah satu tokoh besar mazhab Syafi’i ini dipercaya
memangku jabatan Qadi (hakim) diberbagai negeri secara bergantian. Setelah itu Al-
Mawardi kembali kekota baghdad untuk beberapa waktu kemudian diangkat sebagai
hakimagung pada masa pemerintahan Al-Qaimbin Amrillah Al-Abbasi. Sekalipun hidup
dimasa dunia islam terbagi kedalam tiga dinasti yang saling bermusuhan, yaitu dinasti
abbasiyah di mesir, dinasti Umayyah II di Andalusia dan dinasti abbasiyah di bahgdad,
Al-Mawardi memperoleh kedudukan yang tinggi dimata para penguasa dimasanya;
bahkan, para penguasa bani Buwaih, selaku pemegang kekuasaan pemerintah Baghdad,
menjadikannya sebagai mediator mereka dengan musuh-musuhnya.8

Sekalipun telah menjadi hakim, Al-Mawardi tetap aktif mengajar dan menulis.
Al-Hafizd Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi dan Abu Al-Izza Ahmad
bin Kadasy merupakan dua orang dari sekian banyak murid Al-Mawardi sejumlah besar
karya ilmiah yang meliputi berbagai bidang kajian dan bernilai tinggi telah ditulis Al-
Mawardi, seperti: tafsir Al-Qur’an al-karim, al-amtsal al-hikam, al-hawi al-kabir, al-iqna,

8
ibid

5
adab al-dunya wa al-din, siyasah al-maliki, nasihat al-muluk, al-suthaniyyah, al-nukat wa
al- uyun, dan siyasah al-wizarah, wa al-siyasah al-maliki.

B. Karya Al-Mawardi
Pada dasarnya, pemikiran ekonomi Al-Mawardi tercermin, paling tidak pada tiga
buah karya tulisannya, yaitu adab al-Dunya wa al-Din, al-Hawi al-Kabir, dan al-ahkam
al-suthaniyyah wa wilayah al-diniyah. Dalam adab al-Dunya wa al-Din al-Mawardi
memaparkan tentang perilaku ekonomi seorang muslim serta empat jenis mata
pencaharian utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan dan industri. Dalam al-
Hawi al-Kabir, salah satu bagiannya, al-mawardi secara khusus membahas tentang
mudharaba dalam pandangan berbagai mazhab. Dalam al-ahkam al-suthaniyyah wa
wilayah al-diniyah, al-mawardi banyak menguraikan tentang sistem pemerintahan dan
administrasi, seperti hak dan kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, berbagai lembaga
negara, penerimaan dan pengeluaran negara, serta institusi hibah.
Namun demikian, buku yang paling refresentatif menjelaskan pemikiran ekonomi
islam al-mawardi adalah al-ahkam al-suthaniyyah. Tema besar yang diusung oleh al-
mawardi dalam bukunya itu berhubungan dengan masalah keuangan negara, terutama
masalah sumber pendapatan dan belanja negara. Pembahasan tentang zakat, ghanimah,
jizyah, dan kharaj mendapatkan porsi yang sangat luas tentang ekonomi islam.9
C. Pemikiran ekonomi
1. Negara dan aktivitas ekonomi
Antara negara dan keuangan publik memiliki korelasi yang sangat signifikan.
Hal ini berarti bahwa apabila terjadi diskursus tentang keuangan publik, maka disitu
peran negara harus hadir. Oleh karena itu, peran negara sangat dibutuhkan dalam
kehidupan ekonomi, terutama untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Menurut al-
mawardi, negara memiliki peranan penting dalam mewujudkan pembangunan untuk
merealisasi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Bahkan menurut al-mawardi,
peran negara ini bukan saja dari perspektif ekonomi, tetapi juga menjadi kewajiban
secara moral dan agama.
Negara memiliki tugas untuk melakukan pembangunan ekonomi dan
menciptakan kesejahteraan rakyat. Salah satu alternatif yang bisa diambil untuk
mewujudkan tugas tersebut adalah menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan

9
ibid

6
masyarakat luas. Menurut al-mawardi, jika hidup dikota menjadi tidak mungkin
karena tidak berfungsinya fasilitas sumber air minum, atau rusaknya tembok kota,
maka negara harus bertanggung jawab untuk memperbaikinya dan jika tidak
memiliki dana, negara harus menemukan jalan untuk memperolehnya.
Menurut al-mawardi, layanan terhadap publik merupakan kewajiban sosial
(fardh kifayah). Oleh karena itu, pemenuhan terhadap pelayanan dan kebutuhan
publik merupakan kewajiban negara. Hal ini disebabkan karena individu-individu
masyarakat tidak mungkin bisa memenuhi layanan dan kebutuhan tersebut, negara
diperkenankan menggunakan dana yang tersedia di baitul Mal.10
Lebih lanjut, al-mawardi menyebutkan tugas-tugas negara dalam pemenuhan
kebutuhan dasar setiap warga negara sebagai berkut: (1) melindungi agama (2)
menegakkan hukum dan stabilitas (3) memelihara batas negara islam (4)
menyediakan iklim ekonomi yang kondusif (5) menyediakan administrasi publik,
peradilan dan pelaksanaan hukum islam (6) mengumpulkan pendapat dari berbagai
sumber yang tersedia serta menaikkannya dengan menerapkan pajak baru jika situasi
menuntutnya dan (7) membelanjakan dana Baitul Mal untuk berbagai tujuan yang
telah menjadi kewajibannya.
Oleh karena itu negara memiliki tugas untuk memenuhi kebutuhan dasar
warga negara, menciptakan kesejahteraan rakyat, dan pembangunan ekonomi pada
umumnya, maka tentu saja negara membutuhkan sumber pendanaan atau pendapatan.
Sehubungan dengan itu, al-mawardi menyatakan bahwa islam telah memberikan
beberapa alternatif yang bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan negara. Diantara
sumber pendapatan negara tersebut adalah zakat, ghanimah, kharaj, jizyah dan usyur.
Dalam pembahasan tentang zakat, al-mawardi terlebih dahulu memilah
kekayaan pada kekayaan yang tampak dengan kekayan yang tidak tampak. Kekayaan
yang tampak adalah kekayaan yang bisa dilihat secara indra dan dengan mudah
diketahui umum. Sedangkan harta yang tidak tampak adalah harta yang sulit
diketahui umum. Pengumpulan zakat atas kekayaan yang tampak, seperti hewan dan
pertanian harus dilakukan langsung oleh negara.sedangkan pengumpulan zakat atas
kekayaan yang tidak tampak, seperti perhiasan dan barang dagangan, diserahkan
kepada kebajikan kaum muslimin.11

10
https://jurnal.iainambon.ac.id/index.php/THK/article/view/579 5 november 2020
11
Ibid

7
Menurut al-mawardi ghanimah adalah harta rampasan yang diperoleh umat
islam melalui peperangan. Selanjutnya, al-mawardi menjelaskan bahwa harta
ghanimah itu ada empat macam yaitu: harta, tanah, tawanan perang dan anak-anak
atau wanita. Distribusi harta dan tanah telah diatur didalam islam, yakni seperlima
bagi negara dan empat perlima diserahkan kepada pasukan perang umat islam. Untuk
tawanan perang, para ulama telah sepakat bahwa keputusannya diserahkan kepada
kebijakan penguasa. Sedangkan untuk tawanan anak-anak atau wanita tidak boleh
dibunuh jika mereka termasuk ahlul kitab. Sedangkan selainn ahlul kitab, kedua
tawanan ini boleh dibunuh atau dijadikan sebagai hamba sahaya apabila mereka tetap
berada dalam kekafirannya.
Berkenaan dengan kharaj, al-mawardi menjelaskan bahwa kharaj adalah
pungutan yang harus dibayar atas tanah. Oleh karena tidak ada ketentuan yang pasti
dalam al-qur’an dan hadits, maka ketentuan kharaj ini diserahkan sepenuhnya kepada
penguasa. Menurut al-mawardi, pemerintah berhak menarik pajak sesuai dengan
situasi dan kondisi masyarakat, dan pajak ini menjadi wajib apabila kondisi negara
sangat membutuhkan. Al-mawardi membagi tanah yang dikenakan pajak itu menjadi
dua macam, yaitu: (1) tanah wakaf, yaitu tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya
sehingga tanah tersebut direbut oleh kaum muslimin tanpa melalui peperangan, dan
tanah yang ditempati oleh pemiliknya, mereka berdamai dengan pasukan umat islam
dan bersedia membayar kharaj.12
Jizyah adalah sesuatu yang diwajibkan terhadap harta yang dimiliki setiap
individu dari golongan ahlu dzimmah (non muslim) yang tinggal diwilayah kekuasan
islam dan telah mengikat perjanjian dengan pemerintahan. Berkaitan dengan jizyah
ini, menurut al-mawardi, dikenakan kepada orang yang termasuk golongan dzimmah,
khususnya ahl al-kitab, supaya mereka bisa tetap tinggal diwilayah islam dan
memenuhi haknya, seperti tidak menganiaya dan membela serta melindunginya.
Sumber pendapatan negara terakhir adalah usyur. ‘usyur adalah pungutan
sejenis bea cukai bagi barang yang masuk kewilayah kekuasaan umat islam dari
wilayah lain. ‘usyur adalah pungutan terhadap para pedagang yang berasal dari
daerah ardh al-harb atau dari negara islam itu sendiri. Pungutan itu dilakukan
sepersepuluh dari modal (barang) dagangan para pedagang kafir yang datang dari

12
Ibid

8
ardh al-harb. ‘usyur hnaya diberlakukan terhadap pedagang kafir harb dan kafir
zimmi, karena mereka tidak dikenakan kewajiban zakat.
Selanjutnya al-mawardi berpendapat bahwa apabila sumber-sumber
pendapatan negara tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan anggaran negara atau
terjadi defisit anggaran, maka negara diperbolehkan untuk menetapkan pajak baru
atau melakukan pinjaman publik. Secara historis, hal ini pernah dilakukan oleh
Rasulullah Saw. Untuk membiayai kepentingan perang dan kebutuhan sosial lainnya
dimasa awal pemerintahan Madinah.
Menurut al-mawardi, pinjaman publik harus dikaitkan dengan kepentingan
publik. Namun demikian, tidak semua kepentingan publik dapat dibiayai dari dana
pembiayaan publik. Al-mawardi menyatakan bahwa ada dua jenis biaya untuk
kepentingan publik, yaitu biaya untuk pelaksanaan fungsi-fungsi mandatori negara
dan biaya untuk kepentingan umum dana kesejahteraan masyarakat. Dana pinjaman
publik hanya dapat dilakukan untuk pembiayaan berbagai barang atau jasa yang
disewa oleh negara dalam kerangka mandatory / functions. Sebagai gambaran, al-
mawardi menyatakan bahwa ada beberapa kewajiban negara yang timbul dari
pembayaran berbasis sewa, seperti gaji para tentara dan biaya pengadaan senjata.
Kewajiban seperti ini harus tetap dipenuhi terlepas dari apakah keungan negara
mencukupi atau tidak. Apabila dana yang ada tidak mencukupi, negara dapat
melakukan pinjaman kepada publik untuk memenuhi jenis kewajiban tersebut.
Oleh karena itu, pinjaman publik boleh dilakukan oleh negara yang untuk
membiayai kewajiban negara yang bersifat mandatory/ functions. Adapun terhadap
jenis kewajiban yang bersifat lebih kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat,
negara dapat memberikan pembiayaan yang berasal dari dana-dana lain, seperti
pajak. Hal ini berarti bahwa implementasi pinjaman publik baru boleh dilakukan
apabila keadaan negara dalam keadaan benar-benar defisit anggaran. Selain itu,
pinjaman publik ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan yang bersifat
konsumtif.13
2. Regulasi pajak tanah
Beberapa ulama sebelumnya, sebagaimana telah ditemukan pada bab-bab
sebelumnya, telah banyak berbicara tentang pajak tanha-kharaj. Hal yang hampir
sama dikemukakan pula oleh al-mawardi. Menurut al-mawardi, penilaian atas kharaj

13
Ibid

9
itu harus bervariasi sesuai dengan faktor-faktor yang menentukan kemampuan tanah
dalam membayar pajak, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman dan sistem irigasi.
Kesuburan tanah merupakan faktoryang sangat penting dalam melakukan penilaian
kharaj karena kesuburan tanah sanagt menentukan pada tingkat hasil produksi tanah
itu sendiri. Jenis tanaman juga berpengaruh terhadap penilaian kharaj karena
berbagai jenis tanaman mempunyai variasi harga yang berbeda-beda. Sedangkan
masalah irigasi sebagai faktor penilaian kharaj karena berimplikasi pada biaya
operasional yang mesti dikeluarkan.
Faktor lain yang mesti diperhatikan dalam penilaian kharaj menurut al-
mawardi adalah jarak antara tanah garapan kharaj dengan pasar dimana hasil
produksi itu dijual. Hal ini berarti biaya distribusi merupakan salah satu variabel
yang menentukan pada tingkat harga. Apabila jarak tempuh distribusi dekat, maka
biaya akan lebih sedikit, sehingga penilai kharaj bisa lebih tinggi. Namun sebaliknya,
bila jarak tempuh distribusi jauh, maka biaya akan lebih tinggi, sehingga penilaian
kharaj menjadi lebih rendah. Regulasi ini dimaksudkan untuk menciptakan keadilan
bagi para wajib pajak kharaj.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menetapkan tarif pajak
kharaj, yakni: (1) metode masa’ih al-ardh, yakni metode penetapan kharaj
berdasarkan ukuran tanah secara keseluruhan; (2) metode masa’ih al-zar’i, yakni
penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah yang ditanami; dan (3) metode
muqasamah, yakni metode penetapan kharaj berdasarkan ukuran persentase dari hasil
produksi. Menurut al-mawardi, penguasa atau pejabat pemungutt pajak boleh
menentukan salah satu dari tiga alternatif penentuan tarif pajak tersebut.
Metode pertama metode masa’ih al-ardh adalah metode mu’tabar yang
dilaksanakan oleh Rasulullah Saw. Dan dilanjutkan oleh Umar bin Khatab. Pada
masa ini pajak ditetapkan tahunan pada tingkat yang berbeda secara fixed atas setiap
tanah yang produktif. Metode kedua metode masa’ih al-zar’i juga pernah digunakan
oleh Umar bin Khatab yang diberlakukan atas tanah-tanah tertentu, terutama tanah
yang berlokasi di syiria. Sedangkan metode ketiga metode muqasamah untuk
pertama kalinya diterapkan pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya apda masa
khalifah al-Mahdi dan Harus al-Rasyid.14
3. Baitul Mal

14
Ibid

10
Seperti yang telah dikemukakan, al-Mawardi menyatakan bahwa untuk membiayai
belanja negara dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya, negara
membutuhkan lembaga keuangan negara (Baitul Mal) yang didirikan secara
permanen. Melalui lembaga ini, pendapatan negara dari berbagai sumber akan
disimpan dalam pos yang terpisah dan dibelanjakan sesuai dengan alokasinya
masing- masing. Lebih jauh, al-Mawardi menegaskan, Baitul Mal bertanggungjawab
untuk memenuhi kebutuhan publik. Ia mengklasifikasikan berbagai tanggung jawab
Baitul Mal ke dalam dua hal, yaitu tanggung jawab yang timbul dari berbagai harta
benda yang disimpan di Baitul Mal sebagai amanah untuk didistribusikan kepada
mereka yang berhak dan tanggung jawab yang timbul seiring dengan adanya
pendapatan yang menjadi asset kekayaan Baitul Mal itu sendiri. Pemikiran ekonomi
al-Mawardi tersebar paling tidak pada tiga buah karya tulisnya, yaitu: Kitab Adab ad-
Dunya wa ad-Din, al-Hawi dan al-Ahkam as- Sulthaniyyah. Dalam kitab Adab ad-
Dunya wa ad-Din, ia memaparkan tentang perilaku ekonomi seorang muslim serta
empat jenis mata pencaharian utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan dan
industri. Dalam kitab al-hawi, membahas tentang Mudharabah dalam pandangan
berbagai mazhab. Dalam kitab al-Ahkam As- Sulthaniyyah, ia banyak menguraikan
tentang sistem pemerintahan dan administrasi agama Islam, seperti hak dan
kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, berbagai lembaga negara, penerimaan dan
pengeluarn negara serta institusi hibah.15
D. Kesimpulan
Pemikiran ekonomi al-mawardi tercermin dalam karyanya yang berjudul adab al-Dunya
wa al-Din, al-Hawi al-Kabir, dan al-ahkam al-suthaniyyah wa Wilayah al-Diniyah.
Pemikiran ekonomi al-mawardi menyatakan bahwa negara dan kegiatan ekonomi
memiliki korelasi yang sangat kuat. Menurutnya, hubungan negara dan kegiatan ekonomi
adalah sebgai berikut. (1) pembentukan imamah merupakan suatu keharusan demi
terpeliharanya agam dan kepentingan masyarakat serta mempertahankan stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi; (2) negara harus menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi
perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum; (3) negara bertanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara; (4) negara wajib mengatur dan
membiayai pembelanjaan yang dibutuhkan oleh layanan publik; (5) negara dapat
menggunakan dan baitu Mal atau membebankan kepada individu-individu yang kaya

15
Ibid

11
untuk mengadakan proyek pemenuhan kepentingan umum. Selain itu, al-mawardi
menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, negara diperbolehkan untuk menetapkan
pajak baru atau melakukan pinjaman kepada publik.16

3. pemikiran ekonomi Al-Ghazali

Memasuki akhir abad ke 11, dunia Islam mengalami kemajuan kembali sekalipun
tidak terlalu signifikan, baik secara politik maupun aspek sosial lainnya. Secara politik,
telah terjadi pergeseran dari kekuasaan Bani Buwaih kepada Bani Saljuk oleh karena itu,
periode ini sering diidentikkan dengan periode kekuasaan Bani Saljuk atas Dinasti
Abbasiyah. Kemajuan ini pun terjadi dalam bidang ilmu pengetahuan. Sebagai indikator
kemajuan ini adalah didirikannya berbagai madrasah sebagai tempat pengembangan ilmu
pengetahuan. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan Maliksyah,
mendirikan madrasah Nizamiyah (1067 M) dan madrasah Hanafiyah di Baghdad.
Cabang-cabang madrasah Nizamiyah didirikan hampir disetiap kota di Irak dan
Khurasan. Madrasah ini menjadi model perguruan tinggi dikemudian hari. Dari madrasah
ini telah lahir banyak cendikiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Diantara para
cendikiawan islam yang dilahirkan dan berkembang pada periode ini adalah al-
zamakhsari, penulis dalam bidang tafsir dan ushul al-din (telogi), al-Qusyairi dalam
bidang tafsir, dan Umar Khayyan dalam bidang ilmu perbintangan.

Pada situasi politik dan keadaan sosial seperti itulah kemudian al-Ghazali lahir,
tumbuh, dan berkembang, perkembangan ilmu pengetahuan saat itu sangat kondusif bagi
pengembangan pemikiran al-Ghazali. Oleh karena itu, al-Ghazali kemudian lahir
menjadi ulama dan cendikiawan Muslim yang besar dan mampu memengaruhi
pengembangan ilmu pengetahuan berikutnya.

Namun demikian, pada pribadi al-Ghazali itu sendiri telah mengalami


transformasi pemikiran dari filosofis kepada mistisisme (tasawuf). Pada mulanya al-
ghazali adalah pengagum dan pengguna filsafat, tetapi kemudian menentangnya dengan
menggunakan pendekatan mistisismenya. Bahkan, al-ghazali berani menyatakan
kesesatannya terhadap fisafat. Dalam banyak hal, ternyata transformasi pemikiran ini
berpengaruh pula pada pemikiran ekonominya.

16
Ibid

12
A. riwayat hidup al-ghazali

Imam al-Ghazali bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-
Tusi al-Ghazali lahir di Tus, sebuah kota kecil di khurasan, iran, pada tahun 450 H (1058
M). Sejak kecil, imam al-Ghazali hidup dalam dunia tasawuf. Pertama-tama Imam al-
Ghazali belajar bahasa arab dan fiqih di kota Tus, kemudian pergi ke kota jurjan untuk
belajar dasar-dasar ushul fiqih. Setelah kembali ke kota tus selama beberapa waktu, ia
pergi ke Naisabur untuk melanjutkan rihlah ilmiahnya. Al-Ghazali belajar kepada Al-
Haramain Abu Al-Maah Al-Juwaini. Setelah itu ia berkunjung ke kota Baghdad, ibu kota
Daulah Abasiyah, dan bertemu Wadzir Nidzham Al-Mulk. Al-Ghazali mendapat
penghormatan dan penghargaan. Pada tahun 483H (1090M), diangkat menjadi guru di
madrasah Nizhamiyah. Pada tahun 488H/1095M imam Ghazali meninggalkan Baghdad
dan pergi menuju Syiria. Kemudian pindah ke palestina. Setelah menunaikan ibadah haji
dan menetap beberapa waktu di kota Iskandariah, Mesir. Al-Ghazali kembali ke kota Tus
pada tahun 499 H, imam al-Ghazali wafat pada tanggal 14 jumadil akhir 505 H atau 19
Desember 1111 M.

B. Karya Al-Ghazali

Al-Ghazali merupakan sosok ulama dan penulis yang sangat produktif. Al-
Ghazali diperkirakan telah menghasilkan 300 buah karya tulis yang meliputi berbgaai
disiplin ilmu, seperti tasawuf, logika, filsafat, tafsir, fiqih, politik dan ekonomi. Diantara
karya al-ghazali yang paling populer adalah al-Tibr al-masbuk ji Nasihat al-muluk, ihya’
‘ulum al-din, al-iqtishad ji al-i’tiqad, al-mustasfa min ‘ilm al-yshul, mizan al-‘amal, dan
al-munqidh min al-dhalal.

Dalam bidang tasawuf, al-ghazali menulis buku: adab al-shufiyah, adab al-din,
kitab al-arba’in fi ushul al-din, al-imla ‘an asykal al-ihya’, al-ihya’’ulum al-din, ayyuha
al-walad, bidayah al-hidayah wa al-tahdzib al-nafs bi al-al-adab al-syar’iyah, jawahir al-
qur’an al-dauruha, al-hikmah fi al makhluqat Allah, hulashah al-tashawuf, risalah al-
aduniyah, al-risalah al-wadhiyah, fatihah al-ulum, qowaid al-asryah, al-kasyf wa al-
tabyin fi al-ghufr al-khalq ajma’in, al-mursyid al-amin ila’al-mu adzah al-mukminin,
musykillah al-anwar, mukasyfah al-qulub, al-muqarrab ila al-hadhrah al-ilm al-ghuyub,
minhaj al-abidin ila al-jannah, dan mizan al-‘amal.

13
Dalam bidang aqidah, al-ghazali menulis buku: al-ajwabah al-ghazali fi masail al-
ukhrawiyah, aal-iqtisqa al-i’tiqad, al-jam al-‘ulum ‘an ‘ilm al-kalam, al-risalah al-
qusyiah fi al-qawaid al-‘aqaid, aqidah ahl al-sunnah, fadhaikh al-bathaniyah wa al-
fadhail al-mustadzriyah, fi al-tafriqah bain al-islam wa al-zindiqah, al-qashah al-
mustaqin, kimiya al-sa’adah, dan al-maqasid al-isny fi syarf ismi Allah al-husna.

Dalam bidang fiqih, al-ghazali menulis buku: israr al-haj, al-mushthafa fi al-‘ilm
al-ushul, dan al-wazir fi al-furu’ sedangkan dalam bidang manthik dan filsafat, al-ghazali
menulis buku: tahafah al-falasifah, risalah al-thaiyir, madkhal al-nazhri fi al-manthiq,
miskah al-anwar, maqar al-quds fi madanj ma’rifah al-nafs, mi’yar al-‘ilm fi al-manthiq,
maqashid al-falasifah, dan al-munqidz min al-dhalal.

Selain buku-buku yang sudah diterbitkan di atas, al-ghazali juga masih


menjelaskan beberapa manuskrip yang belum diterbitkan, diantaranya: jami’ah al-haqaiq
bi tasyribah al-‘alaik, zuhud al-fath, mudkhal al-suluk ilaal-manazil al-mulk, ma’arij al-
salikin, dan Nur al-syam’ah fi bahya zhuhr al-jami’iyah.

Demikian sebagian karya dari imam al-ghazali yang dapat dibaca sebagai
perbendaharaan ilmu pengetahuan, dan masih banyak lagi buku-buku yang lain yang
dapat dijadikan rujukan. Buku-buku tersebut sebagian ada di perpustakaan asing. Hal ini
berarti imam al-ghazali mempunyai andil besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dan pedoman hidup manusia.

C. Pemikiran ekonomi al-Ghazali


Secara umum, pemikiran ekonomi Al-Ghazali didasarkan pada pendekatan
tasawuf sebagai corak utama pemikiran al-ghazali. Corak pemikiran ekonomi al-ghazali
ini dituangkan didalam tiga bukunya: ihya ‘ulum al-din, al-mustasfa, mizan al-‘amal,
dan al-tibr al-masbuk fi Nasihat al-muluk. Dari ketiga buku itu, maka pokok-pokok
pikiran ekonomi al-ghazali bisa diringkas sebagai berikut.
1. Filsafat ekonomi
Tema utama yang ditemukan didalam tulisan-tulisan al-ghazali adalah konsep
maslahah, yakni sebuah konsep yang mencakup semua ktivitas manusia, relavan
dengan peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat dan konsisten dengan aturan dan
tujuan syariah. Konsep mashlahah al-ghazali ini mirip dengan konsep “hard-to-pin-
down, yakni konsep fungsi kesejahteraan sosial yang sudah lam adikenal oleh
ekonomi modern”.

14
Menurut al-ghazali, dalam masyarakat islam ada lima fondasi yang diamanatkan
oleh syariah yang diperlukan individu dan kehidupan sosial, yaitu: din (agama), nafs
(jiwa) nashl (keturunan), mal (harta), dan ‘aql (akal). Mashlahah membutuhkan
perlindungan dan pra-konservasi dari fondasi ini, dan mafsadah dapat
menghancurkannya. Al-ghazali menekankan bahwa kebaikan kehidupan dunia dan
akhirat merupakan tujuan utama dari syariah. Memang yang paling mulia dari semua
ibadah adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Al-ghazali mengutip salah satu
sabda Nabi Saw, “ semua makhluk adalah tanggungan Allah dan yang paling dicintai
dari mereka bagi Allah adalah mereka yang paling bermanfaat bagi tanggungan-Nya.
Sebagi bagian dari fungsi kesejahteraan sosila Islam, al-ghazali juga berfokus
pada aspek masalah ekonomi. Dia mngusulkan tiga hierarki utilitas sosial, yakni
dharuriyah, hajiyah, dan tahsiniyah. Dharuriyah adalah kebutuhan masyarakat ynag
wajib dipenuhi untuk bisa merealisasi lima fondasi. Hajiyah adalah kebutuhan akan
kegiatan dan hal-hal yang tidak begitu signifikan bagi pelestarian lima fondasi, tapi
lebih diperlukan untuk meringankan atau menghilangkan hambatan dan kesulitan
dalam hidup. Sedangkan tahsiniyah meliputi kegiatan dan hal-hal yang melampaui
batas-batas kenyamanan, termasuk hal-hal yang komplemen, mencerahkan atau
menghiasi kehidupan. Menurut al-ghazali, ini semua merupakan kewajiban (fardhu
kifayah) dari negara untuk memenuhiya.

a. Kegiatan ekonomi dan akhirat


Fitur utama islam sebagai sebuah agama adalah bahwa setiap aktivitas kehidupan
manusia merupakan satu kesatuan yang holistik. Kehidupan yang terjadi didunia-
termasuk bidang ekonomi- memiliki korelasi dengan kehidupan akhirat. Dalam hal
kegiatan duniawi ini, al-ghazali membagi manusia kedalam tiga kelompok: (1) orang
– orang yang mengabaikan akhirat dengan memprioritaskan urusan duniawi- mereka
akan hancur. (2) orang-orang yang mengejar akhirat dengan mengorbankan kehidupan
duniawi – mereka akan berhasil dan (3) orang-orang yang mengikuti jalan tengah dan
terlibat dalam urusan duniawi, termasuk kegiatan ekonomi, sesuai dengan aturan
syariah – mereka akan mencapai keselamatan.

b. Kekurangan penghidupan
Menurut al-ghazali, kekuranga kehidupan secara materil itu tidak dapat diterima
sebagai norma bagi masyarakat. Namun demikian, al-ghazali juga negingatkan untuk
15
tidak berlebihan pula dalam memenuhi kebutuhan duniawi. Dalam kehidupan duniawi
cukup sampai pada tingkat kifayah, yakni standar hidup pertengahan yang
memungkinkan seseorang untuk memberikan pada dirinya sendiri dan keluarganya
kebutuhan dasar kehidupan, seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal. Apabila
pendapatan itu melebihi kifayah, kelebihan itu harus didistribusikan kepada orang
miskin.
Pada bagian lain, al-ghazali mengidentifikasi kelompok orang yang tidak perlu
terlibat dalam kegiatan ekonomi secara langsung. Mereka itu adalah orang-orang yang
melakukan fungsi sosial dan keagamaan penting bagi kesejahteraan masyarakat, yaitu:
(1) orang pertapa, yang terlibat dalam ibadah fisik dan yang secara spiritual
tecerahkan dan mampu membedakan yang rahasia dan tersembunyi dengan jelas dari
kondisi manusia; (2) orang yang terlibat dalam profesi mengajar dan membimbing
orang lain; dan (3) pegawai negeri yang bertaggung jawab atas pelaksanaan urusan
duniawi negara, seperti penguasa, hakim, dan lain-lain. Kelompok seperti ini dapat
bergantung pada bendahara publik untuk dukungan ekonominya.

c. Kebutuhan Ekonomi dan Non-Ekonomi


Menurut al-ghazali, semua kegiatan ekonomi itu dilakukan untuk menyediakan
tiga kebutuhan dasar manusia; makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Namun, makna
kebutuhan dasar ini sangat fleksibel dan mungkin lebih inklusif, tergantung pada
kondisi umum dalam suatu masyarakat. Namun demikian, menurut al-ghazali masih
ada kebutuhan manusia lain yang bukan dalam bentuk fisik, seperti status dan
prestise, dan bahkan perkawinan. Hal tersebut merupakan kebutuhan manusia yang
signifikan.
Pada bagian lain, al-ghazali membedakan antara tiga tingkat konsumsi: terendah,
tengah, dan tertinggi- dan ini berlaku bagi masing-masing tiga kebutuhan dasar
(makanan, pakaian, tempat tinggal)- masing-masing mungkin puas pada salah satu
dari tiga tingkatan: primer, sekunder, atau tersier. Misalnya, standar tempat tinggal
terendah mungkin tinggal disebuah gubuk atau tempat penampungan. Standar tengah
(nyaman) mungkin rumah sendiri dengan ukuran kecil tetapi memiliki privasi.
Tempat tinggal tingkat tertinggi adalah besar,, kokoh, rumah dengan estetika yang
unggul, dengan banyak fasilitas. Selanjutnya, al-ghazali menyatakan bahwa setiap
orang memiliki hak yang sama untuk memiliki tempat tinggal tersebut tanpa ada
intervensi dari negara.
16
d. Kekayaan dan kekafiran
Diskusi al-ghazali tentang kebutuhan dasar dan hierarki kepuasan konsumsi
menyebabkan orang untuk memeriksa pandangannya tentang kekayaan dan kefakiran
di masyarakat. Menurut al-ghazali, ada yang selalu tercela tentang perilaku serakah
orang, demi keinginan untuk memperoleh kekayaan dan kekayaan itu merupaka dari
sifat manusia ketika ia menyatakan, “manusia suka mengumpulkan kekayaan dan
meningkatkan miliknya dari semua jenis kekayaan. Jika ia memiliki dua lembah
emas, ia akan ingin memiliki yang ketiga”.
Selanjutnya, al-ghazali menyebutkan alasan yang jelas tentang perilaku tersebut
dengan mengatakan, “manusia itu memiliki cita-cita yang tinggi. Dia akan selalu
berpikir bahwa kekayaan yang ada saat ini mungkin tidak akan bertahan, atau
mungkin hancur dan karena itu membutuhkan lebih banyak lagi. Dia mencoba untuk
mengatasi ketakutan ini dengan mengumpulkan lebih lanjut. Namun ketakutan
tersebut tidak berakhir; bahkan jika mungkin bisa memiliki semua harta dunia”. Hal
ini berarti bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan materealistis.
Kecenderungan tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hari ini, tetapi juga
untuk memenuhi kebutuhan masa depan.

e. Berbagi dan pemerataan kekayaan


Secara makro, islam mengajarkan kepada umatnya akan pentingnya
persaudaraan. Salah satu bentuk emplementasi persaudaraan tersebut, menurut al-
ghazali adalah berbagi kekayaan. Implementasi berbagi kekayaan itu dapat dibagi
menjadi tiga tingkatan. Tingkat pertama, ketika seseorang harus mempertimbangkan
saudaranya sebgai pembantu dan mengambil untuk dirinya sendiri agar membantu
saudaranya yang membutuhkan tanpa mengharapkan untuk meminta bantuan. Tingkat
kedua, ketika seseorang menganggap saudaranya sebagai dirinya sendiri dan
mengizinkannya untuk berbagi dalam hartanya seakan dia juga adalah pemilik
kekayaan itu. Tingkat ketiga, ketika seseorang memilih kebutuhan saudara melebihi
kebutuhan dirinya sendiri.
Menurut al-ghazali, perilaku islam yang benar ditandai dengan tingkat berbagi
dan pemberian tingkat ketiga. Untuk memperkuat pendapatnya, al-ghazali mengutip
ayat al-qur’an :”....urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah diantara mereka”.
Dengan demikian, al-ghazali menganjurkan untuk selalu berbagi kekayaan secara
17
sukarela sebagai bagian dari ajaran syariah. Berbagi kekayaan ini dilakukan secara
personal, bukan atas dasar perintah atau paksaan dari penguasa.
f. Antara boros dan kikir
Ada dua sifat yang kontradiktif terkait dengan distribusi kekayaan, yakni boros dan
kikir. Boros adalah jenis pengeluaran yang melebihi kecukupan(kifayah), sedangkan
kikir adalah menahan diri untuk tidak mendistribusikan hartanya kepada orang lain.
Menurut al-ghazali, sifat boros dan kikir adalah dua sifat yang bertentangan dengan
syariah dengan argumen beberapa ayat al-qur’an berikut: “ dan jangan kamu jadikan
tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurnya karena
itu kamu menjadi tercela dan menyesal.17

2. Gagasan ekonomi Al-Ghazali


a. Pertukaran Sukarela dan Evolusi Pasar

Pasar merupakan suatu tempat bertemunya antara penjual dengan pembeli.


Proses timbulnya pasar yang berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran untuk
menentukan harga dan laba. Tidak disangsikan lagi, al-Ghazali tampaknya
membangun dasar-dasar dari apa yang kemudian dikenal sebagai “Semangat
Kapitalisme”. Bagi al- Ghazali, pasar berevolusi sebagai bagian dari ‘’hukum alam’’
segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri
untuk saling memuaskan kebutuhan ekonomi. Al-Ghazali jelas-jelas menyatakan
“mutualitas” dalam pertukaran ekonomi yang mengharuskan spesialisasi dan
pembagian kerja menurut daerah dan sumber daya.

b. Permintaan, Penawaran, Harga, dan Laba

Sepanjang tulisannya, al-Ghazali berbicara mengenai “harga yang berlaku seperti


yang ditentukan oleh praktek- praktek pasar”, sebuah konsep yang dikemudian hari
dikenal sebagai al-tsaman al-adil (harga yang adil) dikalangan ilmuan muslim atau
equilibrium price (harga keseimbangan) dari kalangan Eropa kontemporer. Beberapa
paragraf dari tulisannya juga jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran dan
permintaan. Untuk kurva penawaran yang ”naik dari kiri bawah ke kanan atas”
dinyatakan oleh dia sebagai ”jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, ia

17
Dr. Yadi Janwari, M.A, pemikiran ekonomi islam dari masa rasulullah hingga masa kontemporer,
(Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2016), h. 184-191

18
akan menjualnya pada harga yang lebih murah”. Sementara untuk kurva permintaan
yang ”turun dari kiri atas ke kanan bawah” dijelaskan oleh dia sebagai ”harga dapat
diturunkan dengan mengurangi permintaan.”

c. Etika Prilaku Pasar

Dalam pandangan al-Ghazali, pasar harus berfungsi berdasarkan etika dan moral
pelakunya. Secara khusus memperingatkan larangan mengambil keuntungan dengan
cara menimbun makanan dan barang- barang lainnya, memberikan informasi yang
salah mengenai berat, jumlah dan harga barangnya.18

d. Aktivitas Produksi

Imam al-Ghazali mengklasifikasikan aktivitas produksi menurut kepentingan


sosialnya serta menitikberatkan perlunya kerjasama dan koordinasi. Fokus utamanya
adalah tentang jenis aktivitas yang sesuai dengan dasar- dasar etos Islam.

a. Produksi Barang- barang Kebutuhan Dasar Sebagai Kewajiban Sosial Dalam hal
ini, pada prinsipnya, negara harus bertanggung jawab dalam menjamin kebutuhan
masyarakat terhadap barang-barang kebutuhan pokok. Disamping itu al- Ghazali
beralasan bahwa ketidak seimbangan antara jumlah barang kebutuhan pokok yang
tersedia dengan yang dibutuhkan masyarakat cenderung akan merusak kehidupan
masyarakat.

b. Hierarki ProduksiKlasifikasi aktivitas produksi yang diberikan al-Ghazali hampir


mirip dengan klasifikasi yang terdapat dalam pembahasan kontemporer, yakni
primer (agrikultur), sekunder (manufaktur), dan tersier( jasa). Secara garis besar, ia
membagi aktivitas produksi kedalam tiga kelompok berikut:

(1) Industri dasar, yakni industri- industri yang menjaga kelangsungan hidup
manusia

(2) Aktivitas penyokong, yakni aktivitas yang bersifat tambahan bagi industri
dasar

(3) Aktivitas komplementer, yakni yang berkaitan dengan industri dasar.

18
https://jurnal.iainambon.ac.id/index.php/THK/article/view/579 5 november 2020

19
c. Tahapan Produksi, Spesialisasi, dan KeterkaitannyaAl-Ghazali mengakui adanya
tahapan produksi yang beragam sebelum produk dikonsumsi. Selanjutnya, ia
menyadari kaitan yang sering kali terdapat dalam mata rantai produksi, sebuah
gagasan yang sangat dikenal dalam pembahasan kontemporer. Tahapan dan
keterkaitan produksi yang beragam mensyaratkan adanya pembagian kerja,
koordinasi dan kerja sama. Ia juga menawarkan gagasan mengenai spesialisasi dan
saling ketergantungan dalam keluarga.

d. Barter dan Evolusi UangTampaknya al-Ghazali menyadari bahwa salah satu


penemuan terpenting dalam perekonomian adalah uang. Ia menjelaskan bagaimana
uang mengatasi permasalahan yang timbul dari pertukaran barter.19

1) Problem Barter dan Kebutuhan Terhadap Uang Al-Ghazali

mempunyai wawasan yang sangat kompherhensif mengenai berbagai


problema barter yang dalam istilah modren disebut sebagai: kurang memiliki angka
penyebut yang sama (lack of common denominator), barang tidak dapat dibagibagi
(indivisibility of goods) dan keharusan adanya dua keinginan yang sama (double
coincidence of wants). Walaupun dapat dilakukan, pertukaran barter menjadi
sangat tidak efisien karena adanya perbedaan karakteristik barang- barang (seperti
unta dengan kunyit).

Fungsi uang menurut al-Ghazali adalah sebagai satuan hitung (unit of


account), media penukaran (medim of exchange) dan sebagai penyimpan kekayaan
(store of value). Adapun fungsi uang yang ketiga ini menurutnya adalah bukan
fungsi uang yang sesungguhnya. Sebab, ia menganggap fungsi tersebut adalah
sama saja dengan penimbunan harta yang nantinya akan berakibat pada
pertambahan jumlah pengangguran dalam kegiatan ekonomi dan hal tersebut
merupakan perbuatan zalim.

2) Uang yang Tidak Bermanfaat dan Penimbunan Bertentangan Dengan Ilahi

Dalam hal ini, al-Ghazali menekankan bahwa uang tidak diinginkan karena
uang itu sendiri.Uang baru akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu
pertukaran. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa tujuan satu-satunya dari emas dan

19
Ibid

20
perak adalah untuk dipergunakan sebagai uang (dinar dan dirham). Ia mengutuk
mereka yang menimbun kepingan- kepingan uang atau mengubahnya menjadi
bentuk lain .Al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang melakukan penimbunan
uang merupaka orang yang berbuat zalim dan menghilangkan hikmah yang
terkandung dalam penciptaannya. Allah berfirman: ”dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih”15

3) Pemalsuan dan Penurunan Nilai Uang

Dalam hai ini ia membolehkan kemungkinan uang representatif (token


money), seperti yang kita kenal dengan istilah modern- sebuah pemikiran yang
mengantarkan kita pada apa yang disebut sebagai teori uang feodalistik yang
menyatakan bahwa hak bendahara publik untuk mengubah muatan logam dalam
mata uang merupakan monopoli penguasa feodal.

4) Larangan Riba

Al-Ghazali menyatakan bahwa menetapkan bunga atas utang piutang


berarti membelokkan uang dari fungsi utamanya, yakni untuk mengukur kegunaan
objek pertukaran. Oleh karena itu, bila jumlah uang yang diterima lebih banyak
dari pada jumlah uang yang diberikan, akan terjadi perubahan standar nilai.
Perubahan ini terlarang.20

3. Peranan Negara dan Keuangan Publik

Dalam hal ini, ia tidak ragu- ragu menghukum penguasa. Ia menganggab negara
sebagai lembaga yang penting, tidak hanya bagi berjalannya aktifitas ekonomi dari
suatu masyarakat dengan baik, tetapi juga untuk memenuhi kewajiban sosial
sebagaimana yang diatur oleh wahyu. Ia menyatakan, bahwa “negara dan agama
adalah tiang-tiang yang tidak dapat dipisahkan darisebuah masyarakat yang teratur.
Agama adalah fondasinya, dan penguasa yang mewakili negara adalah penyebar dan
pelindungnya; bila salah satu dari tiang ini lemah, masyarakat akan ambruk.”

20
Ibid

21
1. Kemajuan Ekonomi Melalui Keadilan, Kedamaian dan Stabilitas

Al-Ghazali menitik beratkan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi,


negara harus menegakkan keadilan, kedamaian dan keamanan, serta stabilitas. Ia
menekankan perlunya keadilan serta “ aturan yang adil dan seimbang.” AlGhazali
berpendapat negara bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi yang layak untuk
meningkatkan kemakmuran dan pembangunan ekonomi. Di samping itu, ia juga
menulis panjang lebar mengenai lembaga al- Hisbah, sebuah badan pengawasan yang
dipakai di banyak negara Islam pada waktu ini. Fungsi utama badan ini adalah untuk
mengawasi praktik- raktik pasar yang merugikan.

Gambaran Al-Ghazali mengenai peranan khusus yang dimainkan oleh negara dan
penguasa dituliskan dalam sebuah buku tersendiri yang berjudul Kitab Nasihat Al-
Muluk.21

2. Keuangan Publik

Al-Ghazali memberikan penjelasan yang rinci mengenai peran dan fungsi


keuangan publik. Ia memperhatikan kedua sisi anggaran, baik sisi pendapatan maupun
sisi pengeluaran.

a. Sumber-Sumber Pendapatan Negara

Berkaitan dengan berbagai sumber pendapatan negara, al-Ghazali memulai


dengan pembahasan mengenai pendapatan yang seharusnya dikumpulkan dari seluruh
penduduk, baik muslim maupun non muslim, berdasarkan hukum Islam. Al- Ghazali
menyebutkan bahwa salah satu sumber pendapatan yang halal adalah harta tanpa ahli
waris pemiliknya, tidak dapat dilacak, ditambah sumbangan sedekahah atau wakaf
yang tidak ada pengelolanya. Pajak-pajak yang dikumpulkan dari non muslim berupa
Ghanimah, Fai, jaziyah dan upeti atau amwal al masalih.Disamping itu, al-Ghazali
juga memberikan pemikiran tentang hal-hal lain yang berkaitan dengan permasalahan
pajak seperti administrasi pajak dan pembagian beban diantara para pembayar pajak.

b. Utang Publik

21
Ibid

22
Dengan melihat kondisi ekonomi, al-Ghazali mengizinkan utang publik jika
memungkinkan untuk menjamin pembayaran kembali dari pendapatan dimasa yang
akan datang. Contoh utang seperti ini adalah revenue bonds yang digunakan secara
luas oleh pemerintah pusat dan lokal di Amerika Serikat. Menurut al-Ghazali,
seseorang tidak dapat menyangkal izin bagi penguasa untuk meminjam dari rakyat
ketika negara sangat membutuhkan.

c. Pengeluaran Publik Penggambaran fungsional dari pengeluaran publik yang


direkomendasikan alGhazali bersifat agak luas dan longgar, yakni penegakan keadilan
dan stabilitas negara, serta pengembangan suatu masyarakat yang makmur. Mengenai
pembangunan masyarakat secara umum al-Ghazali menunjukkan perlunya
membangun infrastruktur sosio ekonomi. Al-Ghazali mengakui “Konsumsi bersama”
dan aspek spill-over dari barang-barang publik. Di lain tempat ia menyatakan bahwa
pengeluaran publik dapat diadakan untuk fungsi-fungsi seperti pendidikan, hukum
dan administrasi publik, pertahanan dan pelayanan kesehatan.22

D. Kesimpulan

Pemikiran ekonomi al-ghazali sebenarnya merefleksi pemikiran makronya bahwa


islam itu adalah kemaslahatan. Oleh karena itu, setiap kegiatan ekonomi
diorientasikan kepada kemaslahatan. Kemaslahatan dalam perspektif al-ghazali terdiri
dari dharuriyat, hajiyah, dan tahsiniyah. Pemikiran ekonomi lain, yang juga sangat
penting menurut al-ghazali bahwa kegiatan ekonomi tidak boleh hanya diorientasikan
pada kehidupan dunia semata tetapi juga harus diorientasikan bagi kehidupan
ukhrawi.

Secara umum, pemikiran ekonomi al-ghazali lebih menekankan pada aspek


makro ekonomi. Al-ghazali berbicara tentang peranan negara dalam pembangunan
ekonomi, kebijakan moneter dan uang, termasuk didalamnya membahas tentang
sumber pendapatan dan belanja negara. Namun demikian, dalam bagian yang parsial

22
Ibid

23
dan relatif singkat, al-ghazali juga melihat pada aspek mikro ekonomi, seperti
pembahasan produksi dan penentuan harga dipasar.23

23
Dr. Yadi Janwari, M.A, pemikiran ekonomi islam dari masa rasulullah hingga masa kontemporer,
(Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2016), h. 205

24
DAFTAR PUSTAKA

Wirianto, Dicky.2013 meretas pendidikan karakter: perspektif Ibn Miskawaih dan John
Dewey, Banda Aceh: PeNA.

Janwari, Yadi. 2016 pemikiran ekonomi islam dari masa rasulullah hingga masa
kontemporer, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

http://lembarkuliah.blogspot.com/2017/05/pemikiran-ekonomi-ibn-miskawaih.html?m=1

https://jurnal.iainambon.ac.id/index.php/THK/article/view/579

https://www.academia.edu/33759435/PEMIKIRAN_DAN_KONTRIBUSI_TOKOH_EKON
OMI_ISLAM_KLASIK_DAN_KONTEMPORER_Ahmad_Maulidizen

https://m.akurat.co/id-626591-read-pemikiran-ekonomi-alghazali

https://m.akurat.co/634682/menakar-mata-uang-ala-ibnu-miskawaih?page=2&_gl

25

Anda mungkin juga menyukai