Anda di halaman 1dari 12

AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

DALAM BIDANG PEMIKIRAN

(Disusun Untuk Memenuhi Tugas individu Mata kuliah Islam dan Budaya Lokal)
Dosen Pengampu: HASYIM MAHMUD WANTU,S.Ag,M.Pd.I

OLEH :
1. STEVI HINUR
2. SRI VITA FAJRIATI
3. WAHYUDI RIANTIARNO

(IAIN) SULTAN AMAI GORONTALO


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, sehingga makalah “AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA
DALAM BIDANG PEMIKIRAN” ini dapat terselesaikan.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi kita
Muhammad Saw, yang telah memberikan keteladanan dan petunjuk yang baik dan
benar kepada umatnya.
Materi kuliah Ilmu Pendidikan Islam ini merupakan pengembangan dari buku-
buku ilmu pendidikan islam yang sudah ada kemudian kami sempurnakan dengan
beberapa buku dan referensi lain yang berkaitan dengan materi tersebut agar lebih
lengkap lagi dan mudah dipahami.
Kami juga menyadari bahwa materi AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA
DALAM BIDANG PEMIKIRAN ini memang masih sangat sederhana dan jauh dari
sempurna. Kami juga mengharapkan masukan dan kritik dan saran dari semua pihak
yang telah mempelajari makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
mendapat ridha Allah Swt.

Gorontalo, Desember 2017


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian pendidikan
B. Fungsi dan tujuan pendidikan
C. Problematika dan isu-isu penyelenggaraan pendidikan
D. Menciptakan pendidikan bermutu

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Suatu pemikiran termasuk agama memiliki ciri tersendiri yang membedakannya


dengan yang lain. Demikian juga dengan budaya. Agama dan juga budaya sama-sama
menjadi pedoman hidup atau petunjuk untuk bertindak bagi suatu masyarakat. Agama
dan budaya berada dalam ruang dan waktu, dan pada waktu tertentu agama bertemu
dengan budaya, atau bahkan setiap saat, bagi orang yang memegang erat nilai
budayanya dan juga mempercayai kebenaran agamanya.

Pertemuan antara agama dan budaya tersebut tidak selalu memenangkan satu
pihak untuk kemudian menyisihkan pihak yang lain, namun ada kalanya terjadi
penerimaan dari suatu masyarakat dengan budaya tertentu kepada budaya lain, untuk
kemudian kebudayaan asing tersebut diolah ke dalam kebudayaan sendiri, namun
tanpa menghilangkan kepribadian asli yang telah terlebih dahulu tertanam. Hal
tersebut sering kita menyebutnya akulturasi.

Islam datang ke Indonesia tidak dalam keadaan vakum peradaban, karena di situ
sudah ada kerajaan besar, baik kerajaan hindu maupun kerajaan Budha. Demikian
pula ketika islam datang pertama kali di pulau jawa, masyarakat jawa telah
mempunyai kepercayaan yang dianut. Maka dari itu terjadilah pertemuan antara
agama islam dengan budaya lokal di jawa. Di mana pertemuan antara islam dengan
budaya lokal di jawa tersebut menghasilkan berbagai macam hal baru, seperti dalam
bidang pemikiran, ritual, kesenian dan pranata sosial.

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep teologi dan tasawuf dalam tradisi islam?
b. Bagaimana pemikiran ketuhanan dan gnostik jawa pra islam?
c. Bagaimana akulturasi kedua tradisi tersebut dalam jawa islam?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Teologi dalam tradisi islam

Kalam secara harfiah berarti pembicaraan. Istilah ini merujuk pada sistem
pemikiran spekulatif yang berfungsi untuk mempertahankan Islam dan tradisi
keislaman dari ancaman maupun tantangan dari luar. Para pendukungnya,
mutakallimun, adalah orang-orang yang menjadikan dogma atau persoalan-persoalan
teologis kontroversial sebagai topik diskusi dan wacana dialetik, dengan menawarkan
bukti-bukti spekulatif untuk mempertahankan pendirian mereka.

Masalah teologi dalam tradisi islam memang mempunyai sejarah yang cukup
panjang. Setelah rasulullah saw wafat terjadi berbagai perselisihan umat mengenai
siapa yang berhak menjadi pengganti/khalifah. Issu paling hebat terjadi pada masa
Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib di mana pada saat itu muncul berbagai paham
teologi yang timbul akibat pergolakan politik. Pada saat itu muncul paham qadariah dan
jabariah, juga aliran khawarij. Setelah masa Ali masalah teologi semakin ramai
dipersoalkan, maka kembali muncullah berbagai paham teologi, seperti aliran murji’ah,
syiah, dan mu’tazilah. Selain faktor politis yang menyebabkan munculnya perbedaan
pada paham teologi, ada lagi faktor pertemuan antara ajaran Islam dengan kebudayaan
lain. Faktor lainnya, yaitu berkaitan dengan pemahaman ayat al Qur’an.

Walaupun muncul berbagai aliran dalam bidang teologi, namun aliran-aliran di


atas tetap meyakini konsep monoteisme, yaitu ajaran agama yang mempercayai adanya
satu Tuhan; kepercayaan kepada satu Tuhan. Aliran-aliran yang ada walaupun saling
bertentangan dalam berbagai hal namun mereka tetap mempercayai bahwa hanya ada
satu Tuhan Yang maha Esa, satu Tuhan Yang Disembah.
2. Tasawuf dalam tradisi islam

Kata sufi umumnya dinisbatkan kepada kata suf, bahasa arab untuk wol, merujuk
pada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Meskipun secara
tekstual tidak ditemukan ketentuan agar umat islam melaksanakan tasawuf akan tetapi
kegiatan tasawuf telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat
menjadi rasul, ia telah berulang kali pergi ke Gua Hira dengan membawa sedikit
perbakalan.

Tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa,


menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang
abadi. Tasawuf merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam. Dalam
Mukadimah-nya, Ibn Al-Khaldun menulis, “Ilmu ini (yakni tasawuf) salah satu ilmu
syariat baru di dalam agama Islam. Sebenarnya, metode kaum ini (kaum sufi) telah ada
sejak masa para sahabat, tabiin dan ulama-ulama penerusnya, sebagai jalan kebenaran
dan petunjuk. Inti tasawuf adalah tekun beribadah, memutuskan hubungan dari selain
Allah, menjauhi kemewahan dan kegemerlapan duniawi, meninggalkan kelezatan harta
dan tahta yang sering dikejar kebanyakan manusia dan mengasingkan diri dari manusia
untuk beribadah. Praktek ini populer di kalangan para sahabat dan ulama terdahulu.
Ketika tren mengejar dunia menyebar di abad kedua dan setelahnya, manusia mulai
tenggelam dalam kenikmatan duniawi, orang-orang yang menghususkan diri mereka
kepada ibadah disebut sufi.”

Tasawuf dalam bahasa inggris disebut islamic mysticism (mistik yang tumbuh
dalam islam). Adapun tujuan utama dari seorang yang mengamalkan ajaran tasawuf
menurut Abdul Hakim Arabi diterangkan yang artinya sebagai berikut, “sasaran
(tujuan) tasawuf ialah sampai kepada Dzat Al Haqq atau Mutlak (Tuhan) dan bersatu
dengan Dia.”
Ada beberapa paham dari aliran tasawuf ini, di antaranya, kedudukan syariat
dalam empat tingkatan spiritual, yaitu syariat, tariqah, hakekat, dan ma’rifat. Di mana
setiap tingkatan menjadi landasan bagi tingkatan selanjutnya, maka mustahil seseorang
mencapai tingkatan berikutnya dengan meninggalkan tingkatan sebelumnya.

Paham yang selanjutnya adalah paham kesatuan wujud atau wihdatul wujud.
Paham ini melihat kesempurnaan tauhid ketika seseorang fana dari wujudmu karena
tidak adanya pandanganmu terhadap wujudmu sama sekali, dengan cara kamu tidak
melihat wujud bagi dirimu beserta wujud Gusti-mu Yang Maha Agung dan Mulia. Hal
itu, karena seseorang tadi telah menyatakan Gusti-mu dan kamu mempertimbangkan
pandanganmu didalamnya. Maka kamu melihat wujudmu, yaitu semua amalmu dari
Allah swt sebagai ciptaan, maka ketika ini, kamu tidak melihat wujud kecuali Allah swt
Yang Maha Agung dan Mulia.

3. Pemikiran Ketuhanan dan Gnostik Masyarakat Jawa pra Islam

Salah satu ciri masyarakat Jawa adalah berketuhanan. Pemikiran ketuhanan


masyarakat Jawa pra islam dapat dikategorikan dalam dua fase, yaitu fase animisme
dinamisme serta fase hindhu budha. Suku bangsa Jawa sejak masa prasejarah telah
memiliki kepercayaan animisme, yaitu suatu kepercayaan akan adanya roh atau jiwa
dalam benda-benda, tumbuhan, hewan, dan pada manusia sendiri. Semua yang
bergerak dianggap hidup dan memiliki kekuatan gaib atau roh yang berwatak baik atau
buruk. Selain itu juga ada kepercayaan bahwa ada roh yang paling berkuasa dan lebih
kuat dibanding manusia itu sendiri, jadi agar terhindar dari roh tersebut mereka
melakukan upacara disertai dengan sesaji. Selain animisme masyarakat Jawa juga
menganut paham dinamisme, yaitu kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar
manusia yang diyakini memiliki kekuatan ghaib. Dinamisme mengajarkan bahwa tiap-
tiap benda atau makhluk mempunyai daya dan kekuatan. Maksudnya adalah kesaktian
dan kekuatan yang berada dalam zat suatu benda diyakini mampu memberikan manfaat
atau marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air, pepohonan,
binatang, atau bahkan manusia sendiri.

Setelah masa animisme dan dinamisme, masuklah agama hindu dan budha ke
Jawa. Masyarakat Jawa pada masa hindhu Budha mempercayai bahwa ada dewa-dewa
yang mengatur kehidupan ini dan harus disembah agar mendapat berkat darinya. Dalam
agama Budha dewa tertinggi adalah Adibudha dan tidak dapat digambarkan karena
tidak berbentuk. Sementara dalam agama Hindhu Dewa Siwa (Çiwa / Shiva) adalah
manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa sebagai pelebur, melebur segala sesuatu yang
sudah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga segala ciptaan Tuhan
tersebut harus dikembalikan kepada asalnya (Tuhan).

Selain pemikiran tentang ketuhanan, masyarakat Jawa pra islam juga mempunyai
mite-mite tentang penciptaan alam dan manusia atau yang biasa disebut dengan
kosmogoni dan kosmologi. Salah satu mite menyebutkan bahwa Brahma adalah
pencipta bumi dan Wisnu adalah pencipta manusia. Setelah Brahma berhasil
menciptakan bumi, ia ingin menciptakan manusia sebagai penghuni bumi. Namun
Brahma gagal setelah mencoba tiga kali, maka ia meminta Wisnu untuk menciptakan
manusia. Wisnu kemudian turun ke bumi dan mengambil tanah liat untuk dibentuk
sesuai dengan bentuk tubuhnya, kemudian diberikan energi berupa jiwa dan sukma
(semangat). Namun Wisnu lupa memberikan prana (nafas), maka ciptaannya tadi
hancur menjadi ribuan serpihan dan berubah menjadi hantu. Wisnu kemudian mencoba
lagi dan kali ini berhasil menciptakan manusia pertama yang diberi nama Adina
(Adam). Kemudian karena Adam sendirian di bumi, Wisnu memerintahkan kepada
setangkai bunga teratai untuk menjelma menjadi perempuan dan jadilah perempuan
yang diberi nama Dewi Kana (Hawa) untuk menemani Adam.
4. Akulturasi dalam Jawa Islam

Akulturasi adalah suatu proses sosial di mana suatu masyarakat dengan


kebudayaan tertentu bertemu dengan kebudayaan asing, kemudian kebudayaan asing
tersebut diterima dan diolah ke dalam budaya sendiri tanpa menghilangkan kepribadian
kebudayaan sendiri. Pada masyarakat Jawa yang telah memiliki kebudayaan kemudian
bertemu dengan islam sebagai agama yang datang di Jawa, maka proses akulturasi
tidak dapat terhindarkan. Akulturasi yang terjadi antara kebudayaan Jawa dengan islam
di antaranya dalam bidang pemikiran, terutama dalam bidang teologi dan tasawuf,
karena islam yang pertama datang ke Indonesia adalah agama islam yang banyak
terpengaruh unsur mistik di Persia dan India.

1. Akulturasi dalam teologi


a. Konsep mengenai Tuhan yang Maha Esa

Teologi masyarakat Jawa pada zaman hindu budha adalah politeis, atau
percaya pada banyak dewa, kemudian islam datang dengan paham monoteis, yaitu
hanya menyembah kepada satu Tuhan. Akulturasi dari keduanya adalah konsep
mistik Dewaruci, yang mempunyai dua aliran. Pertama, pandangan mengenai
Tuhan yang bersifat pantheistis, yang menganggap Tuhan sebagai yang terbesar, tak
terbatas, dan sebagai seluruh alam semesta ini, tetapi yang sebalik Tuhan dapat
berbentuk kecil sekali sehingga dapat dimiliki setiap manusia. Kedua, pandangan
monistis, yang menganggap Tuhan sebagai mahabesar, tetapi berada di dalam
segala bentuk kehidupan di alam semesta ini, termasuk manusia, yang merupakan
makhluk yang sangat kecil saja di antara segala hal yang ada.

b. Konsep mengenai Kosmogoni dan Kosmologi

Terjadi pula akulturasi dalam hal penciptaan alam dan peenciptaan manusia,
atau kosmogoni dan kosmologi agami Jawi. Dalam islam Tuhan menciptakan alam
semesta dalam waktu …hari, Tuhan menciptakan Adam sebagai makhluk pertama,
dan sebelum menciptakan alam dan Adam terlebih dahulu Tuhan menciptakan Nur
Muhammad. Sedangkan dalam ajaran hindu budha dipercaya bahwa Brahma yang
menciptakan bumi dan Wisnu yang menciptakan manusia. Hasil akulturasi yang
terjadi tertera dalam serat ambiya. Dalam serat Ambiya tersebut diceritakan bahwa
Allah mula-mula menciptakan cahaya (nurcahya), setelah 70.000 tahun kemudian
keluar air, disusul dengan munculnya gelombang, kemudian busa gelombang dan
uap air. Dari busa gelombang tercipta tujuh dunia dan dari uap air terbentuk tujuh
langit. Dan dari pusat uap air muncul api yang dari situ Allah menciptakan malaikat
(molekat).

Setelah itu Allah memerintahkan para malaikat untuk menciptakan manusia,


berturut-turut Jibrail, Ming Kharil tidak berhasil. Akhirnya Ijajil berhasil
menciptakan manusia pertama. Allah memerintahkan semua malaikat untuk sujud
kepada Adam namun Ijajil menolak, dan karena itu dia diasingkan di neraka.
Namun kemudian Ijajil berhasil menyelinap ke surga dengan berubah menjadi ulat
yang dimakan burung merak. Di surga Ijajil berhasil menggoda Adam dan Hawa
untuk makan buah kuldi. Karena telah memakan buah terlarang Adam, Hawa dan
burung merak dibuang oleh Allah ke bumi dan mereka tiba di puncak Gunung
Selan pada tanggal 3 bulan sura.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Teologi sebagaimana diketahui membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama.
Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan
pada landasan kuat, yang tidak dapat diombang ambing oleh peredaran zaman. Teologi
islam yang diajarkan di Indonesia pada umumnya adalah teologi dalam bentuk ilmu
tauhid.

Istilah tasawuf secara eksplisit kebahasan tidak pernah disebut dalam Al-qur’an.
Sebagian ulama’ tasawuf sepakat bahwa masalah tasawuf tersebut secara implisit
(tersirat) dan termuat dalam istilh zuhud. Sementara itu istilah zuhud yang berati orang
yang tidak merasa tertarik terhadap sesuatu, hanya terdapat satu kali ditulis dalam Al-
qur’an yaitu dalam QS. Yusuf: 20

“Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, Yaitu beberapa dirham
saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.”
DAFTAR PUSTAKA

Khoiri, Alwan. Mustafa, Tulus dan Damami, Moh. 2005. Akhlak/Tasawuf.


Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.

Nasution, Harun. 2008. Teologi Islam. Jakarta: UI Press.

Anda mungkin juga menyukai