Anda di halaman 1dari 14

Adab Peserta Didik Terhadap Guru dalam Perspektif Quran

Surat Al-kahfi Ayat 66 – 78 dan Implementasinya di Madrasah

Erdiansyah1
1
UIN Raden Fatah, Palembang, Indonesia
erdiansyah.math@gmail.com
No handphone/ whatsapp (081315714190)

Abstract. This study aims to determine the description of the analysis of reasoning ability in
completing the development of problem solving in the context of integrating Islamic values for
junior high school students, then students with high, medium & low abilities were selected. This
type of research is a qualitative research with descriptive method. The research location was
conducted at SMP 29 Kalidoni in March 2022. The technique for collecting research data was
obtained from written tests, interviews and documents. This test aims to obtain data about the
abilities they answered on the answer sheet. The interview aims to find out more about things
related to the abilities that the subject does in depth so that they can interpret situations and
phenomena that occur. this document to support the validity of the research. Data analysis
techniques through data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results of
the research obtained from testing 5 questions ... It turns out that ... it can be concluded that

Keywords: Analysis of Reasoning Ability, Problems with the context of integrating Islamic
values, mathematics

Keywords: Error Analysis, PISA, mathematic

Abstrak. Etika siswa terhadap guru sangat penting diterapkan dan ditanamkan
sejak dini kepada setiap individu. Konsep etika juga dapat ditemukan didalam
surat al-Kahfi ayat 66-78. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep etika
siswa terhadap guru dalam surat al-Kahfi ayat 66-78 dan bagaimana Islam
mengatur dan menyelaraskan nilai-nilai moral dan etika siswa. Penelitian tentang
etika siswa terhadap guru dilakukan dengan metode studi Pustaka. Dalam situasi
sekarang ini, etika siswa terhadap guru dirasa masih kurang dan belum
sepenuhnya mencapai tujuan dari Pendidikan itu sendiri. Penanaman nilai-nilai
moral dan etika sangat diperlukan seperti yang sudah dikishkan didalam surat al-
Kahfi ayat 66-78.
Kata Kunci: Etika, siswa, surat al-Kahfi ayat 66-78.

PENDAHULUAN
Adab seorang siswa terhadap guru merupakan hal yang sering kali
diperbincangkan ditengah-tengah masyarakat mengingat pentingnya nilai
etika dalam proses Pendidikan maupun pengajaran. Didalam proses
pembelajaran, hubungan antara siswa dan guru harus dilandasi dengan nilai
moral dan kualitas etika yang baik. Dengan memiliki kualitas yang baik

1
antara siswa dan guru, maka dalam proses pembelajaran akan dapat
berlangsung dan berjalan dengan baik pula. Dengan adanya nilai moral dan
kualitas etika yang baik yang dimiliki siswa, maka siswa akan lebih mudah
mengetahui mana perbuatan baik dan mana perbuatan buruk. Di era
Pendidikan sekarang ini, banyak pelajar yang tidak mempedulikan nilai etika,
sehingga banyak dari pelajar yang gagal dalam proses Pendidikan
diakibatkan dari pergaulan yang salah.
Seiring perubahan zaman dan kecanggihan teknologi yang semakin
maju, secara pesat mulai menggeser pola pikir dan tatanan kehidupan. Pada
masa terdahulu, proses belajar mengajar antara guru dan siswa saling
menghormati dan menghargai satu sama lain. Namun, melihat di masa
sekarang ini, nilai-nilai moral dan etika perlahan mulai tergerus dalam diri
peserta didik.
Dalam proses pembelajaran saat ini, pemberian nilai tidak hanya
bergantung pada kemampuan siswa dan akademik siswa saja, tetapi juga
bergantung terhadap nilai sikap dan perilaku siswa terhadap guru.
Terkadang siswa berkata dan bersikap kurang sopan terhadap guru namun
mereka tidak menyadarinya. Disini Pendidikan hendaknya bagaimana
merubah pengetahuan dan ilmu yang mereka dapat itu menjadi tingkah laku
dan bagaimana mereka menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Etika sudah seharusnya dikenalkan sedari dini agar siswa mengetahui
dan dapat bersikap dan bertindak dengan baik terhadap orang lain. Disini
jelas terlihat peran orang tua dan guru dalam menanamkan Pendidikan etika.
Seluruh ayat al-Qur’an tersimpan nilai-nilai Pendidikan, baik yang tersurat
maupun yang tersirat. Tidaklah berlebihan jika al-Qur’an disebut sebagai
kitab Pendidikan terbesar dan terlengkap. Kandungan al-Qur’an tentang
sejarah atau kisah-kisah disebut dengan istilah Qashash al-Qur’an.
Beberapa ayat yang terdapat didalam al-Qur’an membahas dan
mengajarkan akan nilai-nilai etika, sebagai pembelajaran untuk umat
Rasulullah saw untuk dapat berinteraksi antar sesama. Pengertian etika
sendiri ialah kumpulan prinsip atau nilai yang memiliki kaitan dengan
moralitas yang meliputi watak, perbuatan, dan perilaku yang perlu dimiliki
oleh manusia agar dapat diterima dalam masyarakat.
Etika adalah aturan yang berupa tata krama yang mengatur cara
seseorang dalam berinteraksi antar sesama untuk menjalani kehidupan
bermasyarakat yang akan menentukan perilaku yang baik dan buruk. Etika
akan membentuk individu yang memiliki orientasi cara hidup melalui
perilaku sehari-hari. Etika dapat membantu individu untuk memiliki sikap
dan perilaku yang baik dan benar dalam menjalani hidup.
2
Etika didalam proses Pendidikan Islam sangat penting diterapkan oleh setiap
individu sebagai sarana berinteraksi dengan baik. Pendidikan Islam sendiri
merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskakn dengan
fungsi manusia untuk beramal didunia dan memetik hasilnya diakhirat.
Kegiatan sebagai seorang siswa dalam mengikuti proses Pendidikan
adalah belajar mencari ilmu kepada orang yang lebih mengerti atau kepada
orang yang lebih berilmu, siswa sebagai manusiawi dan komponen
Pendidikan berperan penting didalam dunia Pendidikan yang kemudian
berlangsung proses pembelajaran yang memiliki tujuan menjadikan manusia
yang berkualitas yang dapat memanfaatkan pengetahuan yang di dapat dan
diperoleh dengan baik.
Seorang siswa mendapat dan memperoleh ilmu melalui perantara
seorang guru, oleh karena itu seorang siswa harus memperhatikan nilai etika
bagaimana bersikap dan berinteraksi terhadap guru. Fenomena yang terjadi
saat ini, banyak siswa yang berkomunikasi dan berinteraksi terhadap guru
yang dianggap menyimpang dan jauh dari ajaran dan nilai-nilai Pendidikan
Islam.
Dalam surat Al-Khafi ayat 66-78 diceritakan kisah Nabi Khidhir dan
Nabi Musa. Dimana Nabi Musa memiliki karakter rasa ingin tahu akan ilmu
yang ada pada Nabi Khidhir dan berusaha untuk memperlajari ilmu nya.
Dengan sikap Nabi Musa yang dijelaskan dalam Al Quran memiliki sikap yang
tidak sabar, kemudian pertemuan dengan Nabi Khidhir membuatNabi Musa
berusaha untuk sabar dengan mempelajari ilmu dari Nabi Khidhir walau
Nabi Khidhir memberikan syarat untuk tidak mempertanyakan apa yang
belum Nabi Khidhir jelaskan, dari syarat tersebut Nabi Musa mengatakan
kepada Nabi Khidhir bahwa Ia akan berusaha bersabar dan mematuhi
perintah dari Nabi Khidhir selama ia mempelajari ilmu dari Nabi Khidhir.
Tindakan Nabi Musa yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian dengan studi Pustaka (library
research) dimana penelitian ini sama halnya dengan penelitian pada umumnya.
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengklasifikasikan data Pustaka baik itu berasal dari jurnal, buku, maupun
manuskrip yang ada kaitannya dengan etika siswa terhadap guru maupun tafsir
dalam surat al-Kahfi ayat 66-78. Adapaun Langkah yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah dengan membaca, mencatat, lalu mengolah data yang telah

3
diambil. Didalam penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode
deskriptif atau dikenal dengan sebuah metode penelitian yang memiliki tujuan
untuk mengumpulkan informasi berupa data secara akurat dan sistematik
mengenai sebuah fakta dilapangan dengan sebuah objek pembahasan yang terkait.
Oleh karena itu, peneliti berusaha untuk menyusun data dan informasi yang
berkaitan dengan etika siswa terhadao guru dalam surat al-Kahfi ayat 66-78.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Etika Siswa Terhadap Guru dalam Islam


Secara teoritis, etika disebut juga dengan ilmu akhlak. Akhlak berasal
dari Bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradatnya “khuluqun” yang
memiliki arti budi pekerti, perangai, tingkah laku, dan tabiat. Sedangkan
akhlak menurut istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang baik
dan buruk (benar dan salah), mengatur tentang pergaulan manusia, dan
menentukan tujuan akhir dari usaha dan pekerjaannya.1
Islam telah mengatur dan menyelaraskan segala hal yang berkaitan
dengan etika, al-Qur’an dan Hadits lah yang menjadi sumber rujukan umat
Islam untuk menjadi pedoman dalam kehidupannya. Tinggal bagaimana
cara kita agar seluruh konsep dan pedoman yang telah ada di dalam al-
Qur’an dan Hadits dapat bermanfaat untuk kehidupan umat manusia.
Etika dalam hal belajar dan mengajar sudah ada dan diatur didalam
Islam, karena Islam bukan hanya sebagai agama saja, Islam sebagai
pandangan hidup yang didalamnya mengandung nilai-nilai moral dan
etika. Tidak hanya didalam bidang Pendidikan saja, tetapi Islam juga
mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia.2
Menurut Al-Ghazali, etika siswa memiliki beberapa kewajiban yaitu:3

1. Mengutamakan penyucian diri dari akhlak tercela dan sifat buruk,

sebab ilmu itu bentuk dari peribadatan hati, shalat dan pendekatan

batin kepada Allah.

1
Syarifah Habibah, Akhlak dan Etika dalam Islam, Jurnal Pesona Dasar, Vol. 1, No.4,
hlm. 73.
2
Ana Rahmawati, Kontekstualitas Surat Al-Kahfi ayat 66-82 dalam Pendidikan
Kontemporer, Jurnal Tarbawi, Vol. 13, No.1, 2016, hal. 99.
3
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam Hadharah Keilmuan Tokoh
Klasik Sampai Modern, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 116–18.

4
2. Peserta didik menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak

berguna atau kesibukan-kesibukan duniawi dan seyogianya berkelana

jauh mencari ilmu dari tempat tinggalnya.

3. Tidak membusungkan dada kepada guru, melainkan harus patuh dan

tunduk kepada segala urusan dan bersedia untuk senantiasa

mendengarkan serta memperhatikannya.

4. Bagi penuntut ilmu pemula hendaknya menghindarkan diri dari

mengkaji variasi pemikiran dan tokoh-tokoh, baik yang menyangkut

ilmu-ilmu duniawi maupun ilmu-ilmu ukhrawi.

5. Sebagai penuntut ilmu tidak mengabaikan suatu disiplin ilmu apapun

melainkan besedia dan sanggup untuk mempelajarinya hingga tau akan

maksud dan orientasi dari ilmu yang dipelajarinya. Sebagai penuntut

ilmu dalam hal mendalami suatu disiplin ilmu tidak boleh dilakukan

secara sekaligus, akan tetapi perlu adanya proses dan bertahap dan

memprioritaskan disiplin ilmu yang lebih penting.

6. Sebagai seorang penuntut ilmu maka tidak diperkenankan melangkah

mendalami tahapan ilmu berikutnya hingga ia benar-benar paham dan

menguasai tahapan ilmu sebelumnya.

7. Penuntut ilmu hendaknya paham dan mengetahui akan factor-faktor

yang menyebabkan dapat memperoleh ilmu yang paling mulia.

8. Tujuan dari belajar seseorang yang menuntut ilmu adalah

membersihkan batin dan menghiasi dengan keutamaan dan

5
mendekatkan diri kepada Allah swt serta meningkatkan jiwa

spiritualnya.

9. Penuntut ilmu mengetahui relasi-relasi dari ilmu-ilmu yang dikajinya

dengan orientasi yang dituju, sehingga dapat memilih dan memilah

ilmu mana yang lebih diprioritaskan.

Mulianya kedudukan ilmu dalam Islam, maka dari itu seorang yang

beradab tidak akan menyia-nyiakan umurnya untuk mengejar ilmu yang

itu tidak bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. Sebab, jika seseorang

sudah salah dalam mengambil Langkah maka akibatnya sangat fatal, ia

tidak akan pernah mengenal Allah swt, dan mungkin saja tidak akan

pernah mendapatkan kebahagiaan sejati. Yang lebih fatal lagi adalah

seseorang yang sebenarnya tidak tahu tetapi merasa tahu, padahal

sebenarnya dia memang tidak tahu. Pada hakikatnya ilmu adalah salah satu

sifat Allah swt karena sifat itulah Dia disebut dengan ‘Alim (Yang Maha

Tahu). Allah adalah sumber utama dari ilmu. Segala hal maupun

pengetahuan yang diketahui oleh Allah merupakan hasil dari anugerah-

Nya yang diberikan kepada umat manusia. Ilmu Allah tidak akan terbatas

walaupun dibandingkan dengan bumi dan seluruh isinya, manusia hanya

memperoleh sedikit saja karena manusia merupakan hamba Allah yang

memiliki keterbatasan pikiran dan potensi yang ada dalam jiwanya.

B. Etika Siswa Terhadap Guru dalam Surah Al-Kahfi ayat 66-78

Didalam surat al-Kahfi ayat 66-78 merupakan sebuah penggalan dari

kisah-kisah Nabi Musa As yang banyak diceritakan didalam al-Qur’an,


6
didalam ayat tersebut terdapat pembelajaran tentang etika siswa terhadap

guru. Meskipun pada dimensi dan corak penafsiran cukup beragam,

namun didalam pembahasan ini, penulis mendeskripsikan tentang

pelajaran tentang etika siswa terhadap guru yang terdapat pada ayat

tersebut, etika siswa terhadap guru dalam surat al-Kahfi ayat 66-78 yaitu :

1. Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu

‫بِ ُر ع َٰلى‬g‫َص‬ ٓ
ْ ‫فَ ت‬gg‫ َو َك ْي‬٦٧ ‫بْرً ا‬g‫ص‬ َ َ‫ ق‬٦٦ ‫ال لَهٗ ُموْ ٰسى هَلْ اَتَّبِعُكَ ع َٰلى اَ ْن تُ َعلِّ َم ِن ِم َّما ُعلِّ ْمتَ ُر ْشدًا‬
َ ‫ت َِط ْي َع َم ِع َي‬g‫ال ِانَّكَ لَ ْن ت َْس‬ َ َ‫﴿ ق‬

ْ ‫َما لَ ْم تُ ِح‬
)68-66 :18/‫ ﴾ ( الكهف‬٦٨ ‫ط ِب ٖه ُخبْرً ا‬

Artinya : “Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu

agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) dari apa yang telah

diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?” “Dia menjawab,

“Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.”

“Bagaimana engkau akan sanggup bersabar atas sesuatu yang engkau

belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentangnya?”

Didalam ayat tersebut menunjukan kesungguhan seorang penuntut

ilmu dalam upaya mengikuti orang yang lebih mengerti atau paham akan

ilmu. Sudah seharusnya seorang pelajar harus memiliki tekad untuk

bersungguh-sungguh mencurahkan perhatiannya, bahkan tenaganya

terhadap apa yang akan dipelajari dari gurunya.

Seorang murid hendaknya memiliki sikap tawadhu dan

bersungguh-sungguh dalam mengikuti guru dan harus senantiasa menjaga

sikap baik atau akhlak baik dihadapan gurunya. Tawadhu merupakan sikap

7
merendah diri, dan tidak memiliki rasa lebih tinggi dari orang lain, tetapi

senantiasa membawanya ketingkat sejajar dengan orang lain.

Sehingga sudah dipastikan, untuk dapat meraih ilmu yang

diharapkan, tentunya membutuhkan kesungguhan, sedangkan

kesungguhan itu adalah bagian dari niat, niat sendiri adalah kunci pertama

yang harus dipegang dalam setiap amal perbuatan.

2. Memiliki sikap tawadhu berprasangka baik kepada guru


ٓ
﴾ ٧١ ‫ رًا‬g‫ ْد ِجْئتَ َشئًْـا اِ ْم‬gَ‫ا لَق‬gۚ gَ‫ق اَ ْهلَه‬ ۗ َّ ‫ا فِى‬ggَ‫﴿ فَا ْنطَلَقَ ۗا َح ٰتّى اِ َذا َر ِكب‬
ِ g‫ا لِتُ ْغ‬ggَ‫ا َل اَ َخ َر ْقتَه‬ggَ‫ا ق‬ggَ‫فِ ْينَ ِة َخ َرقَه‬g‫الس‬
َ ‫ر‬g

)71 :18/‫( الكهف‬

Artinya : “Kemudian, berjalanlah keduanya, hingga ketika menaiki

perahu, dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, “Apakah engkau

melubanginya untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau

telah berbuat suatu kesalahan yang besar.”

Didalam ayat tersebut terdapat kisah tentang perjalanan Nabi Musa

dengan Nabi Khidir dimana Nabi Musa mengklaim bahwa Nabi Khidir

telah melakukakn kesalahan yang besar.

Didalam kisah tersebut kita dapat mengambil pelajaran

bahwasanya seorang murid harus memiliki prasangka yang baik terhadap

gurunya, meskipun didalam pemahaman murid yang dilakukan guru

melanggar syari’at, akan tetapi hal itu boleh jadi disengaja oleh gurunya,

dan dijadikan pembelajaran untuk muridnya. Mengingat bahwasanya

pengetahuan murid jauh dibawah pengetahuan dari gurunya. Hal inilah

8
yang menjadi point penting seorang murid harus senantiasa berprasagka

baik kepada gurunya untuk memperoleh derajat yang mulia.

3. Senantiasa menyadari kesalahan, bertaubat dan meminta maaf

ِ g‫رْ ِه ْقنِ ْي ِم ْن اَ ْم‬ggُ‫ْت َواَل ت‬


ْ‫ري‬g ْ g‫ا َل اَل تَُؤ ا ِخ‬ggَ‫ ق‬٧٢ ‫ ْبرًا‬g‫ص‬
ُ ‫ي‬g‫ا ن َِس‬gg‫ذنِ ْي بِ َم‬g َ َّ‫﴿ قَا َل اَلَ ْم اَقُلْ اِن‬
َ ‫ك لَ ْن تَ ْستَ ِط ْي َع َم ِع َي‬

)73-72 :18/‫ ﴾ ( الكهف‬٧٣ ‫ُع ْسرًا‬

Artinya : “Dia berkata, “Bukankah sudah aku katakan bahwa

sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku?”

“Dia (Musa) berkata, “Janganlah engkau menghukumku karena

kelupaanku dan janganlah engkau membebaniku dengan kesulitan dalam

urusanku.”

Didalam ayat tersebut menceritakan tentang Nabi Musa yang

menyadari akan kelupaannya dan kemudian meminta maaf kepada Nabi

Khidir atas kelupaannya tersebut dan meminta untuk diperbolehkan

mengikuti perjalanan selanjutnya. Dengan menyadari kesalahan yang

telah diperbuat, serta menyesali perbuatannya dengan penuh kerendahan

hati, maka sikap tersebut cukup menggambarkan dari bagaimana seorang

hamba dalam bertaubat dari dosa-dosa yang telah diperbuatnya.

4. Tidak memprotes Guru


ٰٓ
ٍ ۗ ‫ْر نَ ْف‬gِ ‫ۢبِ َغي‬؈ً‫﴿ فَا ْنطَلَقَا ۗ َحتّى اِ َذا لَقِيَا ُغ ٰل ًما فَقَتَلَهٗ ۙقَا َل اَقَت َْلتَ نَ ْفسًا زَ ِكيَّة‬
۞ ٧٤ ‫ رًا ۔‬g‫ ْد ِجْئتَ َشئًْـا نُّ ْك‬gَ‫س لَق‬

َ َّ‫قَا َل اَلَ ْم اَقُلْ ل‬


َ ‫ك اِنَّكَ لَ ْن تَ ْست َِط ْي َع َم ِع َي‬
)75-74 :18/‫ ﴾ ( الكهف‬٧٥ ‫ص ْبرًا‬

Artinya : “Kemudian, berjalanlah keduanya, hingga ketika berjumpa

dengan seorang anak, dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa


9
engkau membunuh jiwa yang bersih bukan karena dia membunuh orang

lain? Sungguh, engkau benar-benar telah melakukan sesuatu yang sangat

mungkar.”

Dia berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa

sesungguhnya engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku?”

Didalam ayat tersebut mereka melanjutkan perjalanannya, kemudian

Nabi Musa melihat Nabi Khidir membunuh anak yang tidak bersalah, dan

Nabi Musa mengeluarkan kata-kata untuk memprotes tindakan yang

dilakukan oleh Nabi Khidir tersebut. Kemudian Nabi Khidir mengingatkan

Kembali atas apa yang sebelumnya telah diucapkan Nabi Musa bahwa

didalam perjalanan Nabi Musa tidak akan mengadakan sangkalan apapun

terhadap apa yang diperbuat oleh Nabi Khidir.4

Kaitannya dalam hal ini, didalam dunia Pendidikan sangat ditekankan

nilai-nilai etika siswa terhadap guru, menghindari sejauh-jauhnya sikap

ataupun perilaku yang jelek di hadapan guru, dan jangan tergesa-gesa

dalam mengomentari guru dengan mengatakan guru melakukan hal yang

mungkar sebelum mengetahui maksud dan tujuan dari perbuatan tersebut.

Sebab jika tidak, maka akan timbul sangkaan-sangkaan yang buruk

terhadap guru, dan akan mengurangi kepercayaan maupun ketawadhuan

seorang murid terhadao gurunya, dan murid akan sangat sulit untuk

menerima ilmu yang diajarkan oleh gurunya.

4
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI,
2009), hal. 480-481.

10
5. Tidak mendikte Guru

‫ ُد اَ ْن‬g‫ دَارًا ي ُِّر ْي‬g‫ا ِج‬ggَ‫ دَا فِ ْيه‬g‫ضيِّفُوْ هُ َما فَ َو َج‬ ْ ‫﴿ فَا ْنطَلَقَا ۗ َح ٰتّ ٓى اِ َذٓا اَتَيَٓا اَ ْه َل قَرْ يَ ِة ِۨا ْست‬
َ ُّ‫َط َع َمٓا اَ ْهلَهَا فَاَبَوْ ا اَ ْن ي‬

ْ َّ‫يَّ ْنقَضَّ فَاَقَا َمهٗ ۗقَا َل لَوْ ِشْئتَ لَت‬


)77 :18/‫ ﴾ ( الكهف‬٧٧ ‫خَذتَ َعلَ ْي ِه اَجْ رًا‬

Artinya : “Lalu, keduanya berjalan, hingga ketika keduanya sampai ke

penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh

penduduknya, tetapi mereka tidak mau menjamu keduanya. Kemudian,

keduanya mendapati dinding (rumah) yang hampir roboh di negeri itu, lalu

dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “Jika engkau mau, niscaya

engkau dapat meminta imbalan untuk itu.”

Didalam ayat tersebut Nabi Musa dan Nabi Khidir menempuh

perjalanan yang sangat jauh, kemudian mereka sampai disebuah desa dan

meminta dijamu oleh penduduk desa, tetapi penduduk desa menolak,

kemudian Nabi Musa melihat Nabi Khidir menegakkan Kembali dinding

yang telah roboh di desa tersebut, dan Nabi Musa berkata kepada Nabi

Khidir bahwa jika mau maka Nabi Khidir bisa meminta upah atas

perbuatannya tersebut, namun yang diucapkan Nabi Musa tersebut,

melanggar perjanjian yang telah dikatakan Nabi Musa diawal perjalanan.5

Didalam dunia Pendidikan, etika seorang siswa terhadap gurunya

sangat ditekankan, sebab etika merupakan cerminan diri, dimana seorang

siswa dilatih untuk senantiasa rendah hati, dan tidak mendikte guru atau

menghindari semua anggapan bahwa guru tidak menyadari sikap yang

5
Hamka, Tafsir Al Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), hal. 4228.

11
seharusnya dilakkukan. Disinilah pentingnya sikap rendah hati terhadap

guru, untuk dapat meraih ilmu yang bersifat batiniah, yaitu kebersihan hati

dan mencapai kedekatan kepada Allah swt.

Bersabar dalam menuntut Ilmu

َ ‫ك بِتَْأ ِوي ِْل َما لَ ْم تَ ْستَ ِط ْع َّعلَ ْي ِه‬


﴿ )78 :18/‫ ﴾ ( الكهف‬٧٨ ‫ص ْبرًا‬ َ ‫ق بَ ْينِ ْي َوبَ ْينِ ۚكَ َساُنَبُِّئ‬
ُ ‫قَا َل ٰه َذا فِ َرا‬

Artinya : “Dia berkata, “Inilah (waktu) perpisahan antara aku dan

engkau. Aku akan memberitahukan kepadamu makna sesuatu yang engkau

tidak mampu bersabar terhadapnya.”

Aspek kesabaran sangat dianjurkan dalam Islam, tidak sedikit para pelajar
mengalami kesulitan dikarenakan kurang memperhatikan dalam hal kesabaran.
Dari ayat 78 diatas bahwa terdapat pesan yang dapat diambil tentang pentingnya
kesabaran dalam menuntut ilmu. Tanpa adanya kesabaran, maka seseorang akan
sangat sulit dalam memetic buah dari kesabaran itu. Sedangkan kesabaran adalah
kunci dalam memetic buah kesuksesan dalam kaitannya dengan permasalahan.
Bahkan didalam al-Qur’an sendiri dijelaskan, “Sesungguhnya Allah Bersama
dengan orang-orang yang sabar”. Disinilah letak dari pentingnya kesabaran dalam
menempuh proses Pendidikan yang mengacu dari kedekatan diri kepada Allah
swt, yakni terwujudnya perilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari, berupa
hubungan baik dengan pencipta (hablum-minaAllah) dan terhadap sesame
(hamblum minannas).

KESIMPULAN
Etika didalam proses pembelajaran sangat penting diterapkan oleh setiap
individu sebagai sarana interaksi yang baik terhadap guru maupun orang lain.
Etika didalam proses pembelajaran, harus senantiasa diterapkan oleh siswa agar
dalam menerima pembelajaran siswa dapat mencapainya dengan baik. Etika akan
membentuk siswa memiliki kepribadian yang memiliki orientasi cara hidup
melalui perilaku sehari-hari. Islam juga mengatur dan menyelelaraskan segala hal
yang itu berkaitan dengan nilai-nilai etika. Dikisahkan dalam surat al-Kahfi ayat
66-78 terdapat kisah tentang Nabi Musa yang mencari ilmu dengan mengikuti
perjalanan Nabi Khidir, surat al-Kahfi ayat 66-78 memberikan manfaat dimana
seorang penuntut ilmu harus senantiasa bersungguh-sungguh dalam menuntut
ilmu, memiliki sikap tawadhu, senantiasa menyadari kesalahan, patuh dan tunduk
12
kepada guru, dan juga senantiasa bersabar agar senantiasa mencapai derajat yang
lebih baik, dekat dengan Allah swt, dan memiliki ilmu yang bermanfaat untuk
banyak orang.

DAFTAR PUSTAKA

Taufik Nugroho, Bekti, Setiono, Etika Komunikasi Siswa Kepada Guru dalam
Pembentukan Moral, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2012).

Junaidi Firman, Arham, et al., Studi al-Qur’an (Teori dan Aplikasinya dalam
Penafsiran Ayat Pendidikan), (Yogyakarta: Dandra Kreatif, 2018).

Wulandari, Fitrianingsih, dkk, Konsep Etika Pelajar Terhadap Guru (Studi


Komparasi Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Zainal Abidin
Munawwir), Jurnal Humanistika, Vol. 8, No. 1, 2021.

Caterine Perdani, Widya, et al., Etika Profesi Pendidikan Generasi Milenial 4.0
(Malang: UB Press, 2019).

Haris, Muhammad, Pendidikan Islam dalam Perspektif Prof. H.M Arifin, Jurnal
Ummul Qura, Vol. 6, No.2, September 2015.

Yudi Firmansyah, Fani Kardina, Pengaruh New Normal Ditengah Pandemi


Covid-19 Terhadap Pengelolahan Sekolah dan Peserta Didik, Jurnal Buana
Ilmu, Vol. 4, No.2.

Habibah, Syarifah, Akhlak dan Etika dalam Islam, Jurnal Pesona Dasar, Vol. 1,
No.4.

Rahmawati, Ana, Kontekstualitas Surat Al-Kahfi ayat 66-82 dalam Pendidikan


Kontemporer, Jurnal Tarbawi, Vol. 13, No.1, 2016.

13
Assegaf, Abd. Rachman, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam Hadharah Keilmuan
Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013).

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama


RI, 2009).

Hamka, Tafsir Al Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992).

RIWAYAT PENULIS
PENULIS 1
NAMA :
No HP/WA : FOTO
ALAMAT :

PENULIS 2
NAMA :
NO HP/WA : FOTO
ALAMAT :

PENULIS 3
NAMA :
NO HP/WA : FOTO
ALAMAT :

14

Anda mungkin juga menyukai