Anda di halaman 1dari 5

PETUALANGAN 12 PURNAMA #1

(Real Story : Relawan pendidikan di Pedalaman Indonesia)

Karya : Erdiansyah

Matahari masih malas-malas bangun dari tidurnya saat Garuda besi mulai menerbangkan kami
ke angkasa pagi 2 Juni 2016 Pukul 05.50 WIB, kami berduabelas mengudara menuju
Palembang, Sumatera Selatan.

Muara Enim, disanalah rumah baru kami menunggu. Dimana keluarga baru, saudara baru, dan
seluruh alamnya akan menjadi satu dengan hidup kami yang baru.

Saya duduk dikursi Pesawat udara itu dengan perasaan campur aduk. Seperti antara mimpi dan
nyata bahwa kami akan memulai hidup yang baru di pedalaman sumatera yang selama ini
hanya kami kenali dalam peta Indonesia.

Burung besi mendaratkan kakinya di kota dengan julukan bumi sriwijaya itu sekitar pukul 07.00.
Disana kami telah disambut oleh supir jemputan dan teman-teman relawan pendidikan
Palembang dan dengan mobil sewaan yang langsung penuh sesak dengan semua barang kami.
Setelah berbincang-bincang dengan mereka, hari itu juga kami langsung melanjutkan
perjalanan kurang lebih 6 jam menuju Kabupaten Muara Enim, karena agendanya malam hari
ada kegiatan penyambutan oleh Bupati Muara Enim di pendopo kabupaten.

Saya menikmati perjalanan itu karena dalam perjalanan memang selalu menghadirkan cerita
yang serba tidak bisa ditebak. Pun, cerita dari Pedalaman Sumatera Selatan. Bagi saya
perjalanan ini harus penuh kekuatan, kekuatan untuk berani memulai dan keluar dari zona
nyaman.

Memberanikan diri mengambil keputusan untuk keluar dari zona nyaman dan ikut tergabung
dalam relawan pengajar di pedalaman selama 1 tahun penuh. Melalui program Indonesia
mengajar kami mencoba mewujudkan janji kemerdekaan untuk mengabdikan diri dalam upaya
memajukan pendidikan Indonesia.

Selama 6 jam kami berada di dalam mobil yang penuh sesak dengan orang dan barang-barang.
Akhirnya sekitar pukul 14.00 kami sampai dihotel dan langsung disambut kepala dinas
pendidikan kabupaten muara enim.

Dua hari di Kota Muara Enim itu adalah masa orientasi bagi kami. Mulai dari acara
penyambutan, sampai pengenalan pada tokoh dan tempat-tempat di Muara Enim yang
nantinya akan banyak bersinggungan dengan kami selama satu tahun ke depan.

Tanggal 4 Juni 2016, adalah hari dimana semua akan benar-benar kami mulai. Itulah hari
dimana kami mulai berpencar ke desa kami masing-masing bertugas. Saya sendiri akan
bertempat di Talang Air Guci, salah satu desa terpencil di ujung utara Kabupaten Muara Enim
bebatasan langsung dengan Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Saya diantar paling pertama menuju Kecamatan Rambang oleh anggota TNI dari Kodim 0404
Muara Enim, Ada perasaan gugup membayangkan bagaimana tempat dimana saya akan tinggal
nantinya. Setelah perjalanan kurang lebih 2 jam sampailah saya di Desa Sugih Waras, ibu kota
Kecamatan Rambang.
Ternyata saya sudah ditunggu oleh Pak Efriansyah salah satu guru di tempat mengajar saya
nanti. Setelah menurunkan barang dan bebincang sejenak. Kemudian saya Tanya kepada beliau.

“Pak sekolahnya dimana?” tanyaku

“Masih jauh pak, sekitar 1 sampai 2 jam lagi” Jawabnya.

“sekarang kita naik motor masuk hutan pak, kalo musim hujan kaya gini mobil ga bisa masuk
kesana pak. Bapak ganti sepatu dan baju pak. takut kotor” jelasnya lagi.

Kami pun langsung melakukan perjalanan dan langsung dihadapkan dengan tanah merah berlumpur
sepanjang perjalanan. Kanan kiri jalan hanya deretan pohon yang kami lihat. Tidak pernah melihat
rumah apalagi perkampungan sepanjang perjalanan.

Saya sangat hati-hati sekali berkendara, jalannya licin sekali dan lubang-lubangnya sangat dalam. Bahkan
ada yang sedalam pinggang, jadi kalo motor kami masuk ke lubang itu selesai sudah riwayat motor
tersebut.

“Pak erdi, mohon maklum saja pak kalo jalannya rusak begini, karena belum pernah diperbaiki dari
jaman penjajahan dulu”.canda Pak Efriansyah

“iya pak, kayanya atlit motorcros aja minder lihat jalan begini” balasku
“iya pak, saya berani balapan dengan mereka kalo dijalan ini” balas Pak Efri sambil tertawa.

karena hari sudah semakin sore. Kamipun terus memacu gas motor dengan harapan tidak kemalaman
dijalan. Namun tiba-tiba.

Bruuukkk..saya terjatuh. Pakaian dan tas saya kotor penuh lumpur, bagitupun dengan muka saya.
Namun melihat kondisi tersebut Pak Efri bukannya segera menolong, malahan senyum dan berkata.

“itu namanya salam perkenalan pak, nanti juga Pak Erdi terbiasa” ungkapnya

Mendengar kata Pak Efri, saya hanya membalas dengan ketawa sembari menahan rasa sakit dan
membersihkan lumpur di muka dan pakaian saya.

Setelah jatuh bangun beberapa kali, akhirnya sampailah disebuah dusun kecil ditengah hutan dengan
kurang lebih 100 warga yang mendiami tempat tersebut. saya disambut suka cita oleh warga terutama
anak-anak. Saya langsung diarahkan ke rumah Pak Hasnel, sosok yang akan menjadi orang tua angkat
dan menampung saya selama bertugas di dusun tersebut.

Setelah berbincang sejenak dengan warga dan anak-anak, saya langsung disuruh mandi oleh Pak Hasnel.

“Pak Erdi, pergilah mandi, nanti akan ditemani anak-anak mandinya. Barang-barang masukin saja ke
kamar depan, nanti selama disini Pak Erdi tempati kamar itu”. ujar Pak Hasnel

“baik pak..”jawab saya

Setelah itu saya bergegas menuju ke tempat mandi dituntun anak-anak, namun anehnya kenapa anak-
anak menuntun saya keluar perkampungan, dan ternyata di rumah mereka belum punya tempat mandi
pribadi. Jadi tempat mandinya di sungai kecil yang letaknya dipinggir kampung.

Awalnya saya ragu mandi ditempat itu, selain belum pernah sebelumnya, tempatnya juga lumayan
menyeramkan mirip dengan tempat diadegakan film “anaconda” jadi takut saja pas mandi, tiba-tiba
muncul ular besar dari bawah dan melahap kami.

Namun disaat kekhawatiran tersebut tiba-tiba satu anak loncat ke sungai tersebut, dan diikuti anak-anak
yang lain.

“ayo pak..loncat, airnya dingin” kata mereka serempak.

Dengan penuh keraguan akhirnya saya memberanikan diri untuk melompat..byuuurrrr.


Ternyata segar sekali airnya dan tambah seru karena ditemani oleh anak-anak yang sangat ramah dan
menyenangkan tersebut. Selesai mandi saya kembali ke rumah dan kembali bercerita sekaligus
perkenalan diri kepada masyarakat dusun, dan mereka sangat ramah dan menerima dengan baik.

Begitulah cerita langkah pertama dari 12 purnama yang sangat berkesan dalam hidup dan pasti tidak
akan terlupakan sampai kapanpun.

Anda mungkin juga menyukai