Anda di halaman 1dari 2

Jika waktu bagi sebagian orang adalah matahari dalam proses fotosintesis mungkin dalam

kamusku waktu punya arti yang berbeda, terkadang aku merasa hina karena dikangkangi
olehnya, tapi disisi lain aku merasa begitu nyaman berteduh dibawa zona nyamannya. Dua
rasa itu muncul bergantian. Jika kalian bertanya saat ini kamu merasakan yang mana? Aku
barangkali akan menjawab saat ini aku berada diantara keduanya, sebuah rasa baru.

Aku masih menggeliat di dalam sleeping bag ketika terdengar hiruk pikuk mahasiswa yang
berlarian di depan basecamp. Maklum saja basecamp mapala yang menjadi tempat kami
berkumpul berada bersebelahan dengan kelas program bimbingan konseling. Sehingga tidak
heran suara mereka terdengar begitu jelas. Jam di Hendphoneku menunjukkan angka sepuluh
pagi. Rasa malas terus saja mengepung, ahhh, biarlah pikirku, mata kembali terpejam untuk
menggapai mimpi maya yang tak jelas arahnya. Hanya berselang sebentar terdengar suara
pintu basecamp digedor kuat dari luar. Sontak saja aku terbangun, ternyata waktu yang
menurutku sangat singkat sudah berlalu dua jam, kini jam heandphoneku menunjukkan angka
12.00 wib. Dengan rasa malas dan rambut yang berantakan ku buka teralis pintu depan. Ooo
ternyata juniorku, “ganggu aja pikirku”.

“baru bangun bang,, sudah jam dua belas nih” Tegurnya

Aku tak menghiraukan dan segera beranjak ke kamar mandi. Manda masuk lalu meletakkan
ceriel 100 liter dari pundaknya.

“Motor sudah di service?” tanyaku setelah beres membersihkan muka dan mandi

“sudah. Terus konsumsi dan logistik kita uda abang ceklist?”

“sudah, sama si eka. Bentar lagi dia datang dari pasar”Jawabku.

Aku dan manda berencana mengisi liburan minggu tenang menjelang ujian akhir semester.
Sebuah kesempatan untuk merefresh pikiran yang penat akan tugas dan rutinitas kulya.
Hampir satu minggu yang lalu aku dan manda merencanakan untuk melakukan pendakian ini.
Sebenarnya kami bertiga dengan reza. Reza menunggu di lokasi magangnya yang sekitar 2 jam
perjalanan dari basecamp. Perjalanan kali ini akan di lalui dengan sedikit tantangan. Pasalnya
sebelum mencapai lokasi desa terakhir kami akan mengendarai motor dari basecamp di unja
telanai menuju desa sungai lalang yang ditempuh selama lebih kurang 8 jam perjalanan. Jalur
ini kami tempuh mengingat keuangan sedang menipis sementara niat tak bisa di undur.

Eka datang dengan membawa beberapa kantong plastik berisi konsumsi dan logistik.

“ini, sesuai dengan apa yang ada diceklistan” ujarnya sambil meletakkan barang belanjaannya
ke depan kami. Manda segera membuka kembali bungkusan-bungkusan platiknya dan
menyusunnya berdasarkan kebutuhan menu perhari.
Pukul 14.00 wib kami telah siap packing dan siap berangkat. Seperti biasanyanya ketua
menyempatkan memberikan wejangan dan arahan sebelum kelapangan. Pukul 14.30 wib
motor vixion meluncur menuju desa sungai lalang kab. Merangin provinsi jambi. kami
berencana menghentikan perjalanan di sarolangun di rumah bang bujang untuk menghindari
perjalanan malam. Selanjutnya besoknya melanjutkan ke sungai lalang.

Sabtu,

Rasa dingin terasa menusuk kulit dari balik jaket yang kami kenakan. Cuaca terlihat cerah pagi
ini. Puncak gunung dapat terlihat dari pinggiran jalan. Menjulang tinggi dengna bentuk kontur
yang indah dibalik warna hijau. Seperti bentangan karpet menutupi tonjolan raksasa. Waktu
menunjukkan pukul 09.00 wib baru saja kami menyelesaikan sarapan nasi gemuk yang dibeli
dari warung makanan di pinggir jalan. Satu-satunya warung makanan yang ada di desa ini.
Maklum saja masyarakat desa biasanya tidak terlalu tertarik membeli makanan dan lebih
memilih untuk membuatnya sendiri. Manda menyempatkan menemui kepala desa untuk
memberikan surat pemberitahuan prihak kegiatan pendakian yang hendak kami lakukan.

Secara administrasi gungun masurai termasuk ddalam kawasan taman nasional kerinci
seblat. Tapi pada prakteknya tidak berjalan sesuai dengan seharusnya. Pendakian gunung
masurai bahkan tidak terpantau secara maksimal. Di pintu rimba terdapat sebuah balai taman
nasional. Tapi sejauh ini bangunan itu berdiri seperti sebuah formalitas. Tidak ada petugas
yang tinggal di kantor tersebut bangunan itu mulai terlihat usang dan rusak di beberapa
bagiannya. Sehingga tidak heran pendaki yang mendaki gunung masurai tidak dapat terdata
dengan baik. Beruntungnya kehilngan pendaki di gunung masurai belum pernah terdengar.

Anda mungkin juga menyukai