Novita Kurniasih
Dalam hati aku membayangkan perjalanan melelahkan apa yang akan aku
lalui esok. Sudah lama perjalanan ini direncanakan. Sudah berkali-kali kami
mengahadiri acara pembekalan untuk perjalanan ini. Aku memeluk erat bantalku.
Sebagai anak rumahan yang hobi rebahan maka perjalananku terbayang selama
beberapa saat aku tidak menemui kasur ataupun bantal hanya duduk di dalam bus.
“sampai jumpa seminggu lagi” kataku kepada entah siapa yang mendengarkan
suaraku.
Aku sedikit terhuyung saat angin laut yang berpadu dengan buaian ombak
menerpa kapal kami. Bukan pertama kali aku menyapa laut dan berdiri atas
tempaan besi ini. Aroma laut yang kurindukan. Bagiku apabila aku sudah di atas
kapal untuk ke Pulau seberang, separuh rinduku sudah hampir tercicil.
Dingin menusuk kulitku saat kakiku mulai menginjak tanah ini. Rupanya
sudah sampai di tanah Jawa. “tidak.. Jawa itu panas” batinku. Ya, ini memang
Jawa, tapi tempat yang kuinjak saat ini adalah salah satu daratan tinggi di pulau ini,
wajar bila dingin.
Dingin yang menggit kulitku ini diikuti oleh sakit di bagian perutku.
Dengan sakit ini sayang sekali aku tidak bisa menikmati sauasana di tempat
persinggahan ini. Perayaan bulanan yang senantiasa menyapaku kenapa hadir di
antara perjalanan panjangku. “Aku harus kuat” tekadku.
Bus kami berhenti pada sebuah kampung. Kubaca tulisan yang tertera di
tembok rumah salah satu wargannya, “Kampung Marketer”. Begitulah deretan
huruf yang tertata apik di atas tembok rumah warga. Sejak awal kami memang
sudah ketahui kalau salah satu tujuan kami adalah Kampung Marketer yang ada di
Purbalingga ini. Aku memang belum sempat untuk menggali informasi mengenai
tujuan-tujuan perjalananku. Aku tidak ada pandangan kalau kampung marketer
merupakan kampung biasa.
Acara pembuakan diisi dnegan ramah tamah dari tuan rumah serta beberapa
kata sambutan. Kemudian kami praktik langsung mengenai pembuatan iklan
menggunakan facebook add. Sayang sekali signal yang aku gunakan sebagai
jaringan selulerku tidak dapat berjalan maksimal, padahal sudah aku persiapkan.
Perjalanan kami lanjutkan. Namun perjalan kami kali ini sedikit menantang
karena diharuskan melewati jalanan meliuk menyintasi pegunungan. Aku sempat
mendengar dulu kata orang orang tuaku bahwa jalan tercepat untuk sampai dari
daerah Purbalingga menuju kotaku adalah dengan melewati hutan dan pegunungan.
Bus berjalan mengikuti jalanan yang meliuk dan naik turun. Perjalanan melewati
hutan dan pegunungan ini membuat beberapa kawanku tumbang.
Hari di luar sana sudah gelap. Senja telah berlalu lama meninggalkan kami
yang masih berada di atas roda empat ini. Beberapa waktu kemudian aku sudah
meluruskan punggungku di atas kasur empuk. Kami menginap di hotel untuk satu
malam ini. Ada sebuah acara mengenai pembekalan judul skripsi yang masih harus
kami ikuti di tengah kenyamanan dan kelelahan kami di hotel ini.
Keraton Jogja dengan unsur Jawa yang kental serta ukiran yang sebagian
besar berwarna hijau dan emas masih sama seperti sepuluh tahun lalu saat terakhir
kali aku mengunjunginya. Tak banyak yang kulakukan disini, hanya melihat-lihat
kemegahan keraton sembariberswafoto. Pikirku inilah tempat tinggal raja yang
diseganioleh seluruh masyarakat Jojgja.
Saat malam senja mulai berjalan menjauh dan gelap mulai meyergap, saat
itulah pesta kami mulai. Tarian adat, nyanyian daerah, bahkan pertunjukkan silat
kami bawakan sebagai tamu yang membawa budaya. Tak ketinggalan dari tuan
rumah pun menghadirkan keroncong, pertunjukkan ibu-ibu yang memainkan alat
penumbuk beras, serta berbagai pertunjukkan lainnya. Malam mulai merangkak
pekat, hampir separonya sudah kami habiskan untuk menonton panggung budaya.
Saat matahari meninggi tak terlalu jauh melewati titik tengah bayangannya,
kami melanjutkan perjalanan pulang. Pulau Sumatera telah menunggu
kepulanganku. Oleh-oleh pengalaman dan ilmu yang kudapat merupakan salah
satu modal untuk melanjutkan perjalanan mimpi kehidupanku. Pada dua dermaga
aku mengokohkan diriku untuk membuat sejarah menggapai impianku melalui
jalan ilmu. Bahwa dua dermaga menjadi saksi selaksa asaku yang membumbung
tinggi berarak bersama awan dan meliuk bersama deburan Selat Sumatera.
Biodata Penulis