Anda di halaman 1dari 12

Nama : Novita Kurniasih

NPM : 1701010156
Kelas : PAI F

1. Iman adalah sesuatu yang pertama yang harus kali harus dibangun pada setiap
individu muslim, karena dengan iman yang kokoh akan terbangun sikap istiqomah
dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Berkaitan dengan
hal ini, coba saudara uraikan bagaimana iman mampu menumbuhkan sikap
istiqomah itu? Baik dalil aqli dan naqli.
Jawab :
Sebelum menjawab bagaimana iman mampu untuk menumbuhkan sikap istiqomah, kita
lihat definisi dari iman dan istiqomah terlebih dahulu. Iman secara bahasa adalah pembenaran
hati, sedangkan menurut istilah adalah pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan,
dan pengamalan dengan anggota badan.1 Pembenaran dengan hati adalah menerima seluruh
ajaran Rasulullah Muhammad SAW. Pengakuan dengan lisan adalah dengan dua kalimat
syahadat. Pengamalan dengan nggota badan adalah hati mengamalkannya dengan keyakinan
dan anggota badan mengamalkannya dengan melaksanakan ibadah.
Istiqamah berarti berdiri tegak lurus (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia), istiqamah
diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Jelasnya istiqomah bisa
diartikan senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan dalam medan yang diemban
seseorang.2
Sebagaimana telah diketahui bahwa Islam adalah tauhid dan taat. Tauhid terkandung dalam
kata “Amantu billâh (aku beriman kepada Allah Azza wa Jalla)” dan taat terkandung dalam
kata “Istiqâmah” karena arti istiqâmah adalah mengerjakan yang diperintahkan dan
meninggalkan yang dilarang, termasuk yang berkait dengan amalan hati dan badan yaitu
iman, Islam, dan ihsan. Allah Azza wa Jalla berfirman dalam Q.S Fushilat ayat 6 :

               

 

6. Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan


kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, Maka tetaplah pada jalan

1
Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid (Jakarta: Ummul Qura, 2017), 147.
2
Makhromi, “Istiqomah Dalam Belajar (Studi atas Kitab Ta’lim Wa Muta’allim),” TRIBAKTI: Jurnal Pemikiran
Keislaman 25 (Januari 2014).
yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. dan kecelakaan besarlah
bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya,

Dalam ayat di atas terdapat isyarat bahwa pasti ada kelalaian (kekurangan) dalam
istiqâmah yang diperintahkan; kemudian dilakukan istighfâr (mohon ampun kepada Allah
Azza wa Jalla) yang menghasilkan taubat dan kembali kepada istiqâmah.
Iman bersifat dinamis, yaitu bisa meningkat dan bertambah seperti dalam Q. S Al Anfal
ayat 2 :

             

   

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.

Secara jelas Allah menyebutkan adanya pertambahan iman pada diri seorang mukmin
manakala dibacakan ayat-ayatNya. Ini menunjukkan bahwa iman bukan entitas statis, tetapi
dinamis. Bisa bertambah, bisa berkurang, dan bisa hilang sama sekali.
Sedangkan di antara hadis yang menunjukkan iman bisa meningkat dan berkurang
adalah :
“Iman terdiri dari tujuh puluh sekian cabang, yang tertinggi adalah ucapan laa ilaha
illallah, dan terendah adalah menyingkirkan duri dari jalanan. Dan malu adalah salah satu
cabang Iman.” (Muslim, Abu dawud dan lain-lainnya)
Hadis ini berbicara tentang tingkatan-tingkatan iman. Jika semakin banyak cabang
dilakukan, maka kualitas imannya tentu akan meningkat. Dan semakin sedikit cabang iman
diamalkan, maka keimanannya akan semakin gersang. Dan jika tidak ada amal sama sekali,
maka tidak ada iman.
Keimanan kepada Allah merupakan tingkat iman tertinggi. Keimanan ini mencakup
percaya pada wujudNya, keyakinan pada keesaanNya dalam rububiyyahNya, uluhiyyahNya
dan asma‟ wa sifatNya. Dalam konteks ini iman bukan sekedar percaya, tetapi harus ada aksi
nyata. Maka keimanan kepada Allah secara mutlak mengharuskan kepercayaan kepada
semua ajaran yang diturunkan Allah. Dan juga mengharuskan adanya ketaatan terhadap
perintah dan larangannya.
Dari sini pula bisa difahami bahwa kalimat iman kepada Allah di dalam hadis di atas
bukan berarti beriman cukup iman kepada Allah tanpa yang lain. Meskipun disebut hanya
iman kepada Allah sesungguhnya mencakup keimanan kepada semua hal yang harus
diyakini. Di dalam Al-Qur‟an maupun hadis sering kali disebut beberapa acam rukun saja,
seperti iman kepada Allah dan RasulNya, Iman kepada Allah dan hari akhir. Tetapi itu tetap
menuntut keimanan kepada cabang-cabang yang lain, baik yang ushul maupun yang furu‟.
Adapun ushul iman sebagaimana disebutkan di dalam hadis Jibril, Rasulullah menyebutkan
ada enam pokok, yaitu iman kepada Allah, malaikatNya, kitabNya, para rasulNya, hari akhir,
dan tadirNya.
Untuk sampai kepada tingkatan ini maka dibutuhkan sikap istiqomah seperti dalam
firman Allah Q.S Al-Hujurat ayat 15 :

            

      

15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya
(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka Itulah orang-
orang yang benar.
Seorang muslim yang istiqomah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan
dan akidah dalam situasi dan kondisi apapun. Ia tidak berpaling kemanapun. Ia selalu
menjaga ketaatan kepada Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Senantiasa sabar
dalam mengahadapi tiap cobaan dari-Nya dan syukur atas segala anugrah dari Allah. Dengan
begitu semakin seseorang mempertebal keimanannya maka semakin istiqomahlah ia.
Teguh dalam iman berarti memegang erat bahwa tiada Tuhan yang disembah kecuali
Allah. Jika ada yang melakukan menyembahan kepada selain Allah berarti dia tidak
istiqomah dalam imannya. Dalam suatu hadis yang artinya :
Dari Sufyan ibn Abdullah r.a bahwa ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah
S.a.w, wahai Rasul, tunjukkanlah kepadaku suatu perkataan di dalam Islam yang aku tidak
akan menanyakannya lagi kepada selainmu. Rasulullah pun menjawab: Katakanlah ‘Aku
beriman kepada Allah’ dan istiqamahlah (dengan imanmu itu). (HR. Muslim)

Seorang muslim yang sejati adalah apabila ia telah beriman dan dapat mewujudkan
imannya itu dalam bentuk tindakan, dan tindakan itu bersifat kontinyu. Sebetulnya, iman dan
istiqamah itu ungkapan lain dari iman dan amal saleh. Hampir seluruh ayat Al-Qur‟an, kata
“iman” hampir selalu dirangkai dengan kata “amal saleh”: “āmanū wa „amilūs shālihāt”.
Misalnya terdapat pada surat al-„Asr, Q, s. al-Tīn /95:6, dsb.
Hal ini diperkuat dengan firman Allah Q.S Fushilat ayat 30.

             

     

30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah"


kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka
dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah
mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
Maksud dari ayat diatas , mereka beriman kepada Allah Azza wa JallaYang Maha Esa,
kemudian istiqâmah di atasnya dan di atas ketaatan sampai Allah Azza wa Jalla mewafatkan
mereka.
Tentang ayat di atas, al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, ”Mereka
mengikhlaskan amal semata-mata karena Allah Azza wa Jalla dan melaksanakan ketaatan
sesuai dengan syari‟at Allah Azza wa Jalla.” Ayat ini menunjukkan bahwa para malaikat
akan turun menuju orang-orang yang istiqâmah ketika kematian menjemputnya, ketika dalam
kubur dan ketika dibangkitkan. Para malaikat itu memberikan rasa aman dari ketakutan
ketika kematian menjemput dan menghilangkan rasa sedih akibat berpisah dengan anaknya
karena Allah Azza wa Jalla adalah pengganti dari hal itu. Juga memberikan kabar gembira
berupa ampunan dosa dan kesalahan serta amalnya diterima. Juga kabar gembira tentang
Surga yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan belum pernah
terlintas dalam hati manusia.
Al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Allah Azza wa Jalla memerintahkan
Rasul dan hamba-hamba-Nya yang beriman agar teguh dan selalu istiqâmah karena itu
merupakan sebab untuk mendapatkan pertolongan yang besar dalam mengalahkan musuh dan
dapat menghindari bentrokan serta dapat terhindar dari perbuatan melampaui batas.3 Karena
melampaui batas merupakan kehancuran. Dan Allah Azza wa Jalla memberi tahu bahwa Dia
Maha Melihat perbuatan hamba-hamba-Nya, Allah Subhanahu wa Ta‟ala tidak lalai dan tidak
ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya.
Jadi, bagaimana iman seseorang dapat menumbuhkan sifat istiqomah adalah semakin
seseorang beriman (meyakini,mengucapkan,dan melaksanakan) kepada 6 rukun iman maka

3
“Iman dan Istiqomah,” Desember 2017, https://almanhaj.or.id/3351-iman-dan-istiqamah.html.
semakin bertambah pula keistiqomahannya. Karena dalam melaksanakan perintahnya dan
larangannya diperlukan sikap istiqomah terhadap terpaan ujian dan cobaan.
Dari Ibnu Abbas R.A: Istiqomah itu memiliki 3 macam arti: Istiqomah dengan lisan
(Bertahan terus dalam membaca Syahadat), istiqomah dengan hati (Melakukan segala sesuatu
dengan niat dan jujur) dan istiqomah dengan jiwa (Selalu melaksanakan ibadah dan ketaatan
kepada Allah secara terus-menerus tanpa terputus).
Begitupun dengan iman yang memilki 3 aspek penting yaitu meyakini dengan hati,
mengucapkan dengan lisan, dan melakukan dengan perbutan. Yang pertama adalah meyakini
dengan hati. Hati mempunyai peranan yang sangat vital dalam diri seseorang dan menjadi
sentral bagi anggota tubuh lainnya sehingga keberadaannyalah yang dapat menentukan baik
buruk dan hitam putihnya seluruh amalan dan aspek kehidupan seorang muslim.
Seperti dalam hadis :
“Sesungguhnya di dalam tubuh anak Adam ada segumpal daging; apabila segumpal
daging itu baik maka seluruh tubuhnya akan baik. Segumpal daging itu adalah hati.” (HR
Muslim dan Baihaqi).
Beberapa urgensi beriman dengan hati yang istiqomah seperti yang dikatakan Imam al-
Qurtubi, “Hati yang istiqamah adalah hati yang senantiasa lurus dalam ketaatan kepada Allah,
baik berupa keyakinan, perkataan, maupun perbuatan.” Lebih lanjut beliau mengatakan, “Hati
yang istiqamah adalah jalan menuju keberhasilan di dunia dan keselamatan dari azab akhirat.
Hati yang istiqamah akan membuat seseorang dekat dengan kebaikan, rezekinya akan
dilapangkan dan akan jauh dari hawa nafsu dan syahwat. Dengan hati yang istiqamah, maka
malaikat akan turun untuk memberikan keteguhan dan keamanan serta ketenangan dari
ketakutan terhadap adzab kubur. Hati yang istiqamah akan membuat amal diterima dan
menghapus dosa.” Cara untuk mencapai hati yang istiqomah adalah dengan mencintai Allah
melebihi segala-galanya,senantiasa berdzikir, melaksanakan perintahNya, menjauhi larangan-
Nya, dll.
Selanjutnya beriman dengan lisannya. Sabda beliau Shallallahu „alaihi wa sallam
,”Katakanlah,” maksudnya, ucapkanlah dengan lisanmu serta iringi dengan pembenaran
hatimu ”Aku beriman kepada Allah Azza wa Jalla,” bahwa Dialah Allah Azza wa Jalla, Ilâh
Yang Maha Esa yang wajib diibadahi oleh semua makhluk, yang disifati dengan sifat-sifat
yang sempurna Yang Mahatinggi, dan wajib disucikan dari sifat-sifat yang jelek. Apa saja
yang dijadikan-Nya benar maka itulah yang benar dan apa saja yang dijadikan-Nya batil
maka itu batil. ”Kemudian Istiqâmahlah,” yaitu istiqâmahlah di atas konsekuensi perkataan
tersebut; berupa mencintai Allah Azza wa Jalla yang mendatangkan keridhaan dan kecintaan-
Nya serta menjauhkan diri dari kemurkaan-Nya dengan meninggalkan semua yang
menyebabkan kemarahan-Nya.
Yang terakhir beriman dengan jiwa yaitu selalu melaksanakan printah Allah dan
menjauhi larangannya. Dalam hal ini diperlukan tindakan konkretnya berupa istiqomah
dalam menjalankannya yaitu secara kontinyu. Dengan terbiasa melakukannya maka akan
timbul perasaan bersalah jika tidak mengamalkannya dan tumbuhlah sikap istiqomah terebut
sedikit demi sedikit.

2. Pada dasarnya tiap ruh bani Adam telah mempersaksikan bahwa Allah adalah
Rabbnya. Jadi ikatan keimanan antara anak cucu adam dengan Tuhannya telah
dibangun semenjak masih dalam alam ruh. Jika demikian, bolehkah kita menyebut
bahwa tiap manusia yang terlahir di bumi ini adalah umat yang beriman? Meskipun
misalnya terlahir dari kalangan non muslim. Bagaimanakah pendapat saudara terkait
hal ini?
Jawab :
Menurut pendapat saya, kita boleh menyebut manusia yang terlahir di dunia adalah
umat yang beriman meskipun terlahir dari kalangan non muslim. Ruh adalah fase pertama
sebelum manusia itu lahir. Dalam fase inilah terjadi perjanjian antara ruh tersebut dengan
Allah sebagaimana dalam Q.S Al-A‟raf ayat 172 yang berbunyi :

               

             

172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah
aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi".
(kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)".
Berdasar ayat tersebut telah dijelaskan terdapat sebuah perjanjian antara ruh sebelum
ditiupkan ke jasad kemudian dilahirkan. Dalam perjanjian tersebut terdapat persaksian bahwa
Allah adalah Tuhan mereka. manusia diberi lupa oleh Allah dan tidak ingat tentang perjanjian
ini.
Bayi yang lahir kedunia ini dalam keadaan fitrah atau suci kemudian orang tuanyalah
yang menjadikannya Nasrani, Yahudi atau majusi berdasar pada hadis berikut :

ُ‫ع ْنو‬ َّ ِ
َ ُ‫اَّل‬ ِ ‫ع ْن أَتِِ ُى َس ّْ َسج َ َز‬
َ ِ َ ‫السحْ َو ِن‬
َّ ‫ع ْث ِد‬ َ ِِ‫ع ْن أَت‬
َ ‫سلَ َوحَ ت ِْن‬ َ ُِ ُّ ‫ع ْن‬
ّ ‫الز ْى ِس‬ ٍ ْ‫َحدَّثَنَا آدَ ُم َحدَّثَنَا ات ُْن أ َ ِتِ ِذئ‬
َ ‫ة‬
َ ‫ص َسا ِن ِو أ َ ًْ ُّ َو ِ ّج‬
‫سانِ ِو‬ ْ ‫علََ ْال ِف‬
ّ ِ َ‫ط َس ِج فَأ َ َت ٌَاهُ ُّ َي ّ ٌِدَا ِن ِو أ َ ًْ ُّن‬ َ ُ‫سلَّ َن ُك ُّل َه ٌْلٌُ ٍد ٌُّلَد‬
َ ًَ ‫علَ ْْ ِو‬ َّ ََّ‫صل‬
َ ُ‫اَّل‬ َ ِ ُّ ‫قَا َل قَا َل النَّ ِث‬
َ ‫َك َوث َ ِل ْالثَ ِيْ َو ِح ت ُ ْنت َ ُج ْالثَ ِيْ َوحَ ى َْل ت ََسٍ فِْ َيا َج ْد‬
‫عا َء‬

Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu
Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu
'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi
Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak
dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?" (Hadits shohih bukhari no.
1296)
Kemudian ada pula hadis berikut :

ََّ‫صل‬ َ ِ‫اَّل‬ ُ ‫اَّلِ قَا َل قَا َل َز‬


َّ ‫سٌ ُل‬ َ ‫ع ْن َجا ِت ِس ت ِْن‬
َّ ‫ع ْث ِد‬ َ ‫س ِن‬ َ ‫ع ْن ْال َح‬
َ ‫الس ِتْعِ ت ِْن أَن ٍَس‬ َ ‫َحدَّثَنَا ىَا ِش ٌن َحدَّثَنَا أَتٌُ َج ْعفَ ٍس‬
َّ ‫ع ْن‬
َ ‫ع ْنوُ ِل‬
َ ‫سانُوُ ِإ َّها‬
‫شا ِك ًسا ًَ ِإ َّها‬ َ ‫ب‬ َ ‫سانُوُ فَإِذَا أَع َْس‬ َ ‫ع ْنوُ ِل‬
َ ‫ب‬ َ ‫ط َسجِ َحتََّ ُّ ْع ِس‬ْ ‫علََ ْال ِف‬
َ ُ‫سلَّ َن ُك ُّل َه ٌْلٌُ ٍد ٌُّلَد‬
َ ًَ ‫علَ ْْ ِو‬ َّ
َ ُ‫اَّل‬
ً ُ‫َكف‬
‫ٌزا‬
Telah bercerita kepada kami Hasyim telah bercerita kepada kami Abu Ja'far dari Ar-
Robi' bin Anas dari Al Hasan dari Jabir bin Abdullah berkata; Rasulullah shallallahu'alaihi
wasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan di atas fithrah (Islam), hingga lisannya
menyatakannya (mengungkapkannya), jika lisannya telah mengungkapkannya, dia nyata
menjadi orang yang bersyukur (muslim) atau bisa juga menjadi orang yang kufur". (Musnad
Ahmad no. 14277)
Lalu hadis berikut:
ِ‫صا ِلحٍ َع ْن أَ ِت‬ َ ِ‫ش َع ْن أ َ ِت‬ ُ ‫ِ َحدَّثَنَا ْاْل َ ْع َو‬ ُّ ‫ّز ْتنُ َز ِتْ َعحَ ْالثُنَا ِن‬ ِ ‫ُ َحدَّثَنَا َع ْثد ُ ْال َع ِز‬ ْ ‫ِ ْال َث‬
ُّ ‫ص ِس‬ َ ُ‫َحدَّثَنَا مَحُمََُّ ْتنُ َّحْ ََْ ْالق‬
ُّ ‫ط ِع‬
‫ص َسانِ ِو أَ ًْ ُّش ِ َّسكَانِ ِو ِقْ َل َّا‬ّ ِ َ‫سلَّ َن ُك ُّل َه ٌْلٌُ ٍد ٌُّلَد ُ َعلََ ْال ِولَّ ِح فَأَتَ ٌَاهُ ُّ َي ّ ٌِدَانِ ِو أَ ًْ ُّن‬ َ ًَ ‫اَّلُ َعلَ ْْ ِو‬َّ ََّ‫صل‬َ ِ‫اَّل‬ َّ ‫سٌ ُل‬ ُ ‫ى َُسّ َْسج َ قَا َل قَا َل َز‬
‫ث قَ َاَل َحدَّثَنَا ًَ ِكْ ٌع َع ْن‬ ٍ ّْ ‫س ْْنُ ْتنُ ُح َس‬ َ ‫ة ًَ ْال ُح‬ ٍ ّْ ‫اهلِْنَ تِ ِو َحدَّثَنَا أَتٌُ ُك َس‬ ِ ‫اَّلُ أ َ ْعلَ ُن تِ َوا كَانٌُا َع‬ َّ ‫اَّلِ فَ َو ْن َىلَكَ قَ ْث َل ذَلِكَ قَا َل‬
َّ ‫سٌ َل‬ ُ ‫َز‬
َ‫س‬ ْ ‫سلَّ َن نَحْ ٌَهُ تِ َو ْعنَاهُ ًَقَا َل ٌُّلَد ُ َعلََ ْال ِف‬
َ ْ‫ط َسجِ قَا َل أَتٌُ ِع‬ َّ ََّ‫صل‬
َ ًَ ‫اَّلُ َعلَ ْْ ِو‬ ّ ِ‫ع ْن أ َ ِتِ ى َُسّ َْسج َ َع ْن النَّث‬
َ ِِ َ ِِ‫ْاْل َ ْع َو ِش َع ْن أَت‬
َ ٍ‫صا ِلح‬
‫سلَّ َن‬ َّ ََّ‫صل‬
َ ًَ ‫اَّلُ َعلَ ْْ ِو‬ َ ِِ ّ ‫صا ِلحٍ َع ْن أ َ ِتِ ى َُسّ َْسج َ َع ْن النَّ ِث‬ َ ِ‫ش ْع َثحُ ًَ َغْ ُْسهُ َع ْن ْاْل َ ْع َو ِش َع ْن أَ ِت‬
ُ ُ‫ص ِحْ ٌح ًَقَدْ َز ًَاه‬
َ ‫س ٌن‬ ٌ ‫َىرَا َحد‬
َ ‫ِّث َح‬
‫س ِسّع‬ َ ‫ط َس ِج ًَ ِفِ ْال َثاب َع ْن ْاْلَس ٌَْ ِد ت ِْن‬ ْ ‫َف َقا َل ٌُّ َلد ُ َع َلَ ْال ِف‬
Artinya adalah telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya Al Qutha'i Al
Bashri; telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin Rabi'ah Al Bunani; telah
menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan di atas al millah
(agama fithrahnya, Islam), namun, kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau
Nasrani, atau menjadikannya seorang yang musyrik." Kemudian ditanyakanlah pada beliau,
"Wahai Rasulullah, lalu bagaimanakah dengan yang binasa sebelum itu?" belaiu menjawab:
"Allah-lah yang lebih tahu terhadap apa yang mereka kerjakan." Telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib dan Al Husain bin Huraits keduanya berdua berkata; telah menceritakan
kepada kami Waki' dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam sepertinya dan dengan makna yang sama pula dan beliau bersabda:
"Dilahirkan dalam keadaan fithrah." Abu Isa berkata; Ini adalah hadits Hasan Shahih. Dan
hadits ini telah diriwayatkan pula oleh Syu'bah dan selainnya dari Al A'masy dari Abu Shalih
dari Abu Hurairah dari Nabi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia pun menyebutkan;
"Dilahirkan dalam keadaan fithrah." Hadits semakna juga diriwayatkan dari Al Aswad bin
Sari'.
Dan dinyatakan juga dalam Alquran sebagaimana Al-Hadid ayat 8 :

               



8. Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah Padahal Rasul menyeru kamu supaya
kamu beriman kepada Tuhanmu. dan Sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjianmu jika
kamu adalah orang-orang yang beriman[1457].

Dari hadis-hadis diatas, terdapat kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap manusia
adalah bahwa sesungguhnya tidak ada satu pun jiwa yang lahir ke dunia ini, kecuali Allah
telah mengambil perjanjian dan kesaksian mereka ketika di alam ruh bahwa, Allah adalah
Rabb mereka, dan Allah melakukan hal ini agar mengujinya dalam kehidupan dunia agar
pada hari akhirat nanti tidak ada satupun manusia yang akan mengingkari tentang keEsaan
Allah, atau agar tidak ada alasan manusia untuk mengatakan bahwa mereka mengikuti agama
dari bapak dan nenek moyang mereka, sehingga mereka hidup di dunia dengan
menyekutukan Allah.”

Dari berbagai hadis diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bayi yang lahir adalah suci
atau fitrah kemudian atas didikan orang tuanya dan lingkungannya yang menjadikan mereka
beragam. Dari ungkapan hadis-hadis di atas saya sependapat bahwa sesungguhnya tidak ada
satu jiwa pun yang lahir ke dunia ini, kecuali Allah telah mengambil perjanjian dan kesaksian
mereka ketika di alam ruh bahwa, Allah adalah Rabb mereka. Namun untuk kehidupannya
kedepan, dia harus mencari tahu siapa dia dan Tuhannya. Karena fitrah manusia sebagai
tempat luput dan lupa maka Allah mengujinya dalam kehidupan dunia agar pada hari akhirat
nanti tidak ada satupun manusia yang akan mengingkari tentang keEsaan Allah, atau agar
tidak ada alasan manusia untuk mengatakan bahwa mereka mengikuti agama dari bapak dan
nenek moyang mereka, sehingga mereka hidup di dunia dengan menyekutukan Allah.

3. Coba saudara sebutkan hal penting apa saja yang telah saudara dapatkan setelah
mempelajari ilmu tauhid?
Jawab :
Ilmu tauhid merupakan sumber ilmu-ilmu keislaman, dan Ilmu tauhid merupakan
ilmu dasar atau pondasi dalam Islam dimana ilmu ini mengajak bagaimana mengenal Tuhan
kita yaitu Allah dan cara-cara untuk mengimani-Nya.Kajian ilmu tauhid yang sudah
dipelajari adalah tentang iman. Rukun Iman ada 6 yaitu Iman kepda Allah, Iman kepada
Malaikat Allah, iman kepada Kitab-Nya, iman kepada Rasul-Nya, iman kepada Hari Kiamat,
dan iman kepada Qodho dan Qodar Allah.
Tauhid adalah menyakini keesaan Allah. Dalam Tauhid terbagi menjadi 3 yaitu
Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah, dan Tauhid Asma wa Sifat. Tauhid Rububiyyah
adalah bagaimana cara kita mengesakan Allah dengan meyakini keeesaan Allah dalam segala
perbutan-Nya dan meyakini bahwa Dia sendiri yang meciptakan seluruh mahluk-Nya.
Kemudian Tauhid Uluhiyyan adalah bentuk tauhid dalam ibadah karena Allah, tiada yang
pantas dimintai doa kecuali Allah, tidak ada yang dimintai pertolongan kecuali Allah, tidak
boleh beribadah kecuali untuk dan hanya kepada Allah.tauhid Rububiyyah adalah bukti wajib
dari tauhid uluhiyyah. Maka beribadah atau tauhid rububiyyah adalah gerbang uutama untuk
tauhid uluhiyah. Kemudian Tauhid Asma wa Sifat yaitu beriman kepda nama-nama Allah
dan sifat-sifat-Nya sebagimana dijelaskan dalam Qur‟an dan Hadis. Tauhid ini kita meyakini
hanya Allah-lah pemilik Asmaul Husna.
Iman adalah pembenaran hati. Maksud dari pembenaran hati disini adalah mengakui
dengan lisannya, membenarkan dengan hatinya, dan melakukan dengan perbuatan.
Pembenaran dengan hati artinya adalah kita siap untuk menerima ajaran Rasulullah SAW.
Pengakuan dengan lisan adalah dengan kita mengucap dua kalimat syahadat sebagai bukti
saksi kita bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Selanjutnya
mengamalkan dengan perbuatan. Seorang yang mengaku berimanlantas merealisasikan
imannya dalam bentuk perbutan dimana ia melaksanakan perbuatan yang diperintahkan dan
menjauhi semua yang dilarang oleh Allah.
Kajian pertama keimanan dalam Ilmu Tauhid adalah iman kepda Allah. Iman kepda
Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Satu, Esa, Tunggal,
tempat bergantung, tidak beristri dan tidak beranak, Tuhan Penguasa segalanya, tiada sekutu
bagi-Nya, Dzat Yang Maha Pencipta, Dzat Yang Maha Mematikan, dan lainnya sesuai
dengan 99 nama Allah atau Asmaul Husna. Iman kepda Allah adalah pokok dari rukun iman
dimana sebagai drajat tertinggi keimanan. Dengan mengetahui iman kepada Allah beserta
nama-namanya yang berjumlah 99 (Asmaul Husna) dan sifat-sifat Allah maka kita semakin
yakin bahwa Allah-Lah Tuhan Pemilik segalanya, kita hanyalah hamba-Nya yang lemah dan
kecil. Apa-apa yang kita punyai hanyalah titipan dari-Nya dan segala yang terjadi atas kuasa-
Nya jadi kita sebagai manusia sangat tidak pantas dan tidak berhak untuk sombong.
Selanjutnya iman kepada Malaikat Allah. Kita wajib mengimani dan meyakini bahwa
Allah memilki malaikat yang benar-benar ada, diciptakan dari cahaya, tidak durhaka, dan
selalu melaksanakan perintah Allah. Malaikat jumlahnya sangat banyak, hanya Allah yang
Tahu. Ada sepuluh malaikat yang wajib kita imani. Pertama, malaikat Jibril yaitu malaikat
yang menyampaikan wahyu. Kedua, malaikat Mikail yang bertugas membagi rizki. Malaikat
Isrofil bertugas meniup sangkakala, lalu malaikat „Izroil yang tugasnya mencabut nyawa.
Kemudian ada malaikat yang mencatat amal baik buruk manusia yaitu malaikat Rakib Atid
dan malaikat yang menyanya dalam kubur adalah Mungkar dan Nakir. Kemudian syurga
Allah yang menjaganya adalah malaikat Ridwan dan neraka Allah yang menjaganya adalah
malaikat Malik. Malaikat tidak seperti manusia yang makan minum dan bernafsu, mereka
adalah hamba Allah yang paling taat. Meski mereka tidak dapat kita lihat namun sebagai
umat Islam wajib untuk meyakini keberadaannya. Seperti kita ketahui bahwa dalam berbuat
apapun kita akan dicatat amalnya oleh malaikat Rakib dan Atid maka dalam berperilaku kita
harus hati-hati. Hati-hati disini maksudnaya jika kita kaan berbuat jahat kita ingat bahwa ada
ynag mencatat perbuatan kita, dan jika kita merasa berat untuk beribadah kita ingat bahwa
tiap kebaikan yang diniatkan ikhlas akan berbuah pahala.
Iman ketiga adalah beriman kepada kitab-kitab Allah. Kita mempercayai dengan
sepenuh jiwa bahwa Allah menunrunkan kitab-kitab kepda para Raul untuk disampaikan
kepda hamba-Nya yang lain dengan benar dan jelas sebagai petunjuk kebenaran hakiki. Kitab
yang wajib kitab ketahui ada yang pertama, Taurat. Taurat diberikan kepada Nabi Musa.
Kemudian Kitab Zabur pada Nabi Dawud. Lalu ada Kitab Injil kepada Nabi Isa as. Dan yang
wajib kita imanai dan pelajari yaitu Al-Quran. Kemudia ada shuhuf(lembaran-lembaran
wahyu) Nabi Ibrahim dan Musa as. Yang juga wajib kita ketahui. Mengimani kitb-kitab
Allah hukumnya adalah wajib. Kitra tidak diperintahkan untuk mengimani kitab-kitab selain
Al-Quran secara rinci. Tidaik dibenarkan juga untuk mempercayai isinya karena kitab yang
ada pada ahli kitab masa kini adalah sebuah penyelewengan. Jadi kita hanya cukup tahu dan
tidak mempelajarinya secara rinci sebagaimana kita mempelajari Al-Quran. Di dalam Al-
Quran sudah lengkap semua masalah dunia, akhirat, danga, hukum, dan lain-lain. dengan
mengetahui tentang iman kepada kitab Allah kita menjadi semakin semangat untuk
mempelajari Al-Quran lebih dalam seperti menghafal, memaknai artinya, dan
mengamalkannya dalam perbuatan sehari-hari.
Iman keempat adalah iman kepada iman kepda Rasul Allah. Rasul adalah seorang
laki-laki pilihan Allah yang diutus untuk menyeru suatu kaum untuk mengesakan Allah.Rasul
memilki akhlak yang sangat terpuji, kita wajib mengimani mereka secara umum, baik yang
diketahui maupun yang tidak diketahui. Juga mengimani mereka yang secara khusus yaitu
mereka yang Allah sebutkan namanya berjumlah 25 orang. Selain mengimani 25 Nabi dan
Rasul, kita juga wajib meyakini bahwa Allah telah menunrunkan nabi-nabi lain selain
mereka. iman kepda Rasul yaitu menaati mereka dengan mengikuti seluruh perintah dan
meneladani sosoknya. Dengan mengetahui iman kepada Rasul-Rasul Allah menjadikan diri
kita semakin berusaha lebih baik mencontoh akhlak Rasul Muhammad SAW. Sebagai suri
tauladan yang baik.
Rukun iman kelima adalah mengimani hari kiamat. Iman kepda hari kiamat adalah
percaya bahwa semua yang Allah beritahukan di dalam kitab-Nya dan yang Rasul
beritahukan mengenai kehidupan setelah mati adalah benar. Yaitu tentang adanya fitnah
kubur, haki kebangkitan, hari pngumpulan, hari pembagian catatan amal, hari perhitungan,
hari penimbangan, ada pula telaga (al-haudh), jembatan (ash-shirath), syafaat, dan adanya
surga neraka. Dengan mengetahui rukun Iman yang kelima ini kita menjadi lebih
bersemangat dalam beribadah dan bekerja. Dimana semua amal kebaikan dan keburukan
meski sebiji dzarrah pasti akan diperhitungkan dan dipertanggung jawabkan. Bekerja dan
belajarpun semakin semangat karena apa-apa yang dilandasi ikhlas dan diniatkan ibadah akan
ada nilainya di sisi Allah.
Lalu rukun iman keenam adalah iman kepda Qodho dan Qodar Allah. Allah telah
menggariskan jalan ceritanya bagi tiap mahluknya. Segala yang terjadi di alam ini sudah ada
dalam takdir terdahulu. Dengan mengetahui iman kepada Qodho dan Qodar kita akan
semakin mendekatkan diri pada Allah, mengikhlaskan segala yang terjadi karena semua itu
adalah izin kehendak-Nya, semakin sabar dalam menghadapiujian dari-Nya dan semakin
bersemangat dalam berikhtiar. Selanjutnya dengan mempelajari ilmu Tauhid ini pula kita
dapat ketahui bahwa doa adalah sebuah motivasi atau pengahrapan yang selanjutnya harus
disertai dengan ikhtiar meski akhirnya hanya Allah-lah yang menentukan.
Setelah mempelajari ilmu Tauhid kita mengethaui bahwa iman adalah sumber
ketenangan dan ketentraman. Iman adalah sumber kesuksesan karena menguatkan ikatan
masyarakat, mengeratkan hubungan, menyucikan perasaan, dan membawa diri kita menuju
kemuliaan. Iman juga dapat menyucikan diri dari keraguan dan khurafat. Dari ilmu Tauhid
pula kita diingatkan bahwa perbuatan sekecil apapun yang menyangkut dengan
menyekutukan Allah dapat menjadikannya dosa besar yaitu syirik dan menjadikan keimanan
luntur bahkan hilang. Dalam hidup sehari-hari kita kadang tidak sadar bahwa diri kita telah
melakukan syirik, kufur nikmat dan lainnya. Dengan mempelajari Ilmu Tauhid ini semoga
dapat membawa diri ini menuju jalan yang lurus yang diridhai oleh Allah dan menjauhi
segala bentuk kesyirikan.
Semoga bapak sekeluarga di beri umur
panjang nan berkah, di beri kesehatan,
dilancarkan rezekinya, dan senantiasa
diberikan berkah dari Allah. Terimakasih
atas ilmu yang sangat bermanfaat yang
bapak berikan dan semoga ilmu tersebut
dapat saya manfaatkan dan bagikan kepda
orang lain. mohon maaf jika banyak salah
kepada Bapak. Sekali lagi terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai