Anda di halaman 1dari 8

2012

BALADA TARI KEJAI

Oleh: RAHMAT NURSYAMLI


XII IPA 1
SMAN 1 Lebong Utara

BALADA TARI KEJAI


Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya
dengan ujung telunjuk kananku. Hawa dingin segera menjalari wajah dan tangan
kananku. Dari balik kerai tipis di lantai dua ini, turun hujan rintik-rintik bagaikan
langit yang sedang menangis. Ketukan-ketukan halus terdengar setiap tetes air
hujan menyentuh atap seng rumah pamanku. Matahari sore menggantung condong ke
barat berbentuk piring putih susu.
Tidak jauh tampak Gedung Sate, gedung pemerintahan jawa barat yan anggun
putih gading dengan atap cokelatnya yang megah, bergaya klasik dengan ornament
sate yang ada di atapnya. Di depan gedung ini, hamparan pohon besar yang rimbun
menjadi semakin hijau setelah tetesan air hujan membersihkan debu maupun
kotoran. Jalan raya yang sebagian mulai tergenang air kini telah dipadati mobil
karyawan yang beringsut-ingsut pulang. Berbaris seperti semut. Lampu rem yang
hidup-mati-hidup-mati memantul merah di sebagian genangan air. Sirine polisi
ambulanssekali-sekali menggertak diselingi bunyi klakson.
Walau dingin mencucuk tulang, hari ini aku lebih bersemangat dari biasanya.
Ini hari terakhirku di Bandung sebelum pulang ke Lebong untuk melepas rasa
rinduku kepada keluarga yang berahun-tahun menungguku pulang.
Kamera, digital recorder, dan tiket aku benamkan ke ransel Polo Bears pnk
pupus. Semua lengkap, aku jangkau gantungan baju dibalik pintu. Jaket putih selutut
aku kenakan dan syal cashmer cokelat tua, aku lilitkan di leher. Oke, semua beres.
Dengan semangat 45 baku beranjak dari rumah paman menuju ke bandara setelah
berpemitan dengan pamanku. Setibanya di bandara, ada penggilan masuk di

handphoneku:
Halo?
Halo, ini kak Nia?
ya, ini Nia, ini siapa?
ini Alif kak, kakak sekarang dimana?

oh Alif? Kakak sekarang lagi di bandara, sebentar lagi kaka berangkat


Alif tunggu ya kak, ibuk sudah rindu katanya
oh ya dek, salam buat ibuk ya
ya kak
Sembari menungu, akhirnya pesawatku-pun segera branangkat. Setengah jam
aku terbang dikala malam, akhirnya sampai juga di Bandara Fatmawati Bengkulu.
Cuaca yabg berubah drastis, aku langsung melepaskan jaketku yang tebal dan cukup
berat ini. Dengan menenteng tas di tangan kiri dan koper di tangan kanan, aku
beranjak meninggalkanmeninggalkan bandara dan segera mencari hotel disekitar
bandara. Tidak mungkin aku lengsung pulang ke lebong dengan keadaan malam yang
sangat kelam. huhfh mungkin disini saja aku bermalam?. Gumamku di depan sebuah
penginapan sederhana. Dengan tarif Rp 95 ribu aku langsung memesan kamar yang
paling menjangkau keuanganku. Tanpa mengganti pakaian lagi, aku lengsung tertidur
pulas diatas kasur yang tidak ada ranjangnya ini.
###

prak.. tamparan yang keras mengenai wajahku, aku tidak mengenal siapa
wanita ini. Teganya ia menamparku. Sambil menangis aku berlari sekuat tenaga
menuju sebuah hutan lebat yang belum pernah aku datangi. Tapi apa daya, wanita
yang lemah dikejar oleh seorang perempuan sakti. Perempuan itu sangat cantik
jelita dengan mengenakan pakaian adat lengkap bagai seorang puteri dari kerajaan.
Namun semua itu berubah saat ia menamparku. Muka amarah yang ia keluarkan
sangatlah menakutkan. Saat aku berlari, dengan spontan, akhirnya ia menggapaiku
dan menjambak rambutku hingga aku terjatuh hebat ke belakang.
Sontak aku terbangun, ah ternyata hanya mimpi, aku langsung melihat jam
berapa sekarang?, waktu telah menunjukkan angka lima dan dengan napas lega aku
langsung mengambil air shalat dan melaksanakan shalat dengan penuh kekushukkan.
###

Hari ini aku lengsung pulang ke Lebong, dangan menaiki travel yang telah aku
pesan sebelumnya. Hawa dingin sudah mulai terasa ketika aku telah melewati
perbatasan antara kota Bengkulu dan Benteng.
Perjalanan ini semakin lama semakin berat. Mobil yang aku tumpangi semakin
lama semakin cepat hingga memilin perutku dan membuat mata nanar. Sudah tiga
butir pil antimo aku tenggak dan kulit limau manis aku jajalkan didepan hidung. Tapi
peritku terus bergolak ganas, air liur terasa encer kecut dan otot rahang mulai
menegang. Kritis. Aku sendiri di depan dam raksasa yang siap runtuh. Plastic asoy
aku buka lebar-lebar untuk menampung isi perutku yang bertekad keluar. Hanya
tinggal menunggu waktu saja.
BLAAAR!!! Mobil tiba-tiba bergetar dan oleng. Semua penumpang berteriak
kaget. Amukan di perutku tiba-tiba surut, pudut seperti lilin yang dihembus angin.
Sopir dan kenek bersamaan berseru, padeak da wey, lubang igai. Aduh, lubang lagi.
Mobil kami ternyata melewati lobang besar. Setelah itu, perutku brgoyang-goyang
lagi seperti ombai-ombak badai.mulutku pahit dan merangang. Begitu terasa ada
yang mendesak kerongkongan, aku hadapkan muka ke luar jendela dan aku relakan
isi perutku ditelan bumi.
Aku baru benar-benar terasa lega ketika aku melihat danau tes yang
berkedip-kedip karena pantulan sinar matahari yang sudah mulai condong ke barat.
Artinya tinggal sebentar lagi aku akan tiba di rumahku tercinta. SEMELAKO.
Setibanya aku di depan rumah, kulihat banyak orang yang telah menungguku.
Dengan rasa terharu, aku langsung berlari dan berlutut di depan ibu dan ayahku.tak
bisa ditahan lagi, air mataku mengucur derastak terbendung lagi. Aku diterima lagi
di rumah idamanku setela tiga tahun kuliah di Bandung.
Aku disembut meriah oleh keluarga besar ku, banyak yang bertanya tentang
pengalamanku saat di Bandung dulu. Canda tawa telah aku rasakan kembali bersamasama disini.
###

Udara khas lebong sudah tiga hari aku hirup, ditengah sawah yang sudah
menguning bagaikjan barpet yang lebar membentang dari semua penjuru, sangat
jarang sekali melihat keindahan ini di kota-kota besar, hanya di desa kecil saja yang
mempunyai keindahan seperti ini. Hamparan angina sepoi-sepoi menghempas semua
kegalauan. Terdengar suara yang agak sedikit cempreng memanggilku:

kak ibuk suruh ke balai desa sekarang


memangnya ada apa?
ada panen, kaka disuruh nari kejai katanya
oh,,, baiklah, nanti kakak nyusul
Aku beranjak dari pondek tengah sawah dan menuju balai desa. Suasananya
cukup ramai, ada yang berjualan, ada yang mengobrol diseling glak tawa para ibuibu, dan aku disambut oleh teman kecilku, namanya Nur. Kami memang selalu
bersama sejak kecil, bahkan nomor absen kamipun berurutan dari SD hingga SMA.
Kami juga selalu duduk sebangku saat itu, tak terasa sudah 3 tahun aku tidak
bertemu dengannya lagi, sekarang ia semakin cantik, meski tidak secantik diriku,
hehehe
Setelah beberapa menit mengobrol, ternyata dia juga ikut menari
bersamaku. Saat semua sudah berkumpul, kepala desa mengatakan bahwa di desa
kami akan diselenggarakan acara Demundang Biniak , sebagai ungkapan rasa
syukur kepada yang kuasa atas hasil panen yang begitu melimpah. Aku, Nur, dan
sembilan gadis dari desa tetangga diperintah untuk menari kejai pada saat acara di
rumah adat. Mulai besok kami akan latihan selama dua minggu di balai desa.
Hari demi hari, akhirnya dua minggupun telah berlahu. Kami latihan tanpa ada
masalah apapun, dari gerakan hingga penghayatan telah kami lakukan dengan baik,
karena yang kami lakukan hanyalah pengulangan saja. Sejak SD kami diwajibkan oleh
masing-masing orang tua kami untuk mengikuti sanggar latihan kejai. Kami letihan
menari di sanggar almarhum kakekku dulu.
Tinggal menunggu hari H lagi, pakaian adat telah dibagikan oleh bibiku, agar
langsung dikenakan dirimah masing masing.

Aku pulang jam 06;00 sore. Gerah rasanya setelah latihan, aku langsung
menyiram diri dengan air segar. Pada saat malam tiba, mataku mulai nanar, aku
mengantuk dan dengan sigap aku lengsung berlayar menuju pulau kapuk.
###

srksrksrk... aku tersungkur ke belakang semak-semak, dengan tergesa-gesa


aku berlari lagi, namun kakiku tersandung akar pohon. Aku menoleh kebelakang,
ternyata

wanita

itu

masih

mengejarku

sambil

mengatakan

kau

telah

menghancurkannya, kau telah merusaknya, sekarang kau harus membayar


semuanya. Aku berjuang mendorong kakiku agar menjauh dari wanita itu, namun
semakin lama aku mundur akhirnya tanganku-pun tak bias menggapai apapun. Aku
terjatuh ke dalam jurang yang sangat dalam, dengan kepala yang terlebih dahulu
menyentuh tanah
Sontak aku kaget dan terbangun dari tidurku, hah? Mimpi itu lagi? Apakah

mimpi itu masih berlanjut?. Setelah mimpi itu, aku tidak bisa tidur lagi, aku
bingung dan selalu memikirkan mimpi itu.
Tak terasa ayam-pun berkokok, matahari mulai bekerja lagi, dan akupun akan
melalui hari yang sangat istimewa dalam hidup ini. Acara demundang biniak akan
diselenggarakan saat matahari berada diantara pandangan mata dan ubun-ubun.
Kami bersiap dengan pakaian adat yang diberikan masing-masing., semuanya
berdandan sangat cantik, dengan sanggul yang tidak terlalu besar ditancapkan
dengan Bunga yang bergoyang-goyang. Pakaian merah seragam dangan songket yang
terbuat dari benang emas asli dijadikan sebagai sarung dan selempang.
Yups, semuanya telah siap untuk menari, aku dan teman-temanku yang lain
telah siap untuk menari. Suara kulintang dan gong telah dibunyikan, pertanda tarian
adat telah dimulai. Kami semua dangan semangat menampilkan hasil latihan kami
selama dua minggu yang lalu, dengan sigap kami membentuk formasi lingkaran,
namun hal ini mulai terasa aneh saat aku mulai terbawa dengan suara alunan musik
yang semakin lama semakin keras di telingaku.

Aku terhanyut dengan suara kulintang yang tidak pernah behenti ini,
kemudian ada yang aneh disaat kami menarikannya, aku kaget saat aku melihat salah
satu penari lain yang bergerak kaku sambil mempelototi aku. Aku bingung dibuatnya,
bahkan ia tidak pernah berkedip untuk mempelototiku, aku semakin takut
dibuatnya, dan tidak lama kemudian ia berkata kepadaku pergi kau dari sini! Kau

telah menghancurkan karyaku, kau telah merusak tarianku, tarian ini bukan untuk
orang kotor seperti kau!. Aku kaget atas perkataannya, dan aku mengenal katakata itu disaat mimpi tadi malam, aku baru ingat saat aku belajar tarian kejai waktu
SMP dulu, guruku mengatakan bahwa tarian kejai dilakukan oleh bujang dan gadis
yang masih suci, belum pernah menikah, dan tidak pernah mempermalukan keluarga.
Sontak aku menjerit dan kemudian semua pandangan mataku gelap gulita.
Namun kemudian yang aku lihat hanyalah kerumunan orang yang berebut
memperhatikanku. Di sebelah kananku ada ibu yang sedang memegang pipiku, dia
mengatakan bahwa aku tadi kesurupan dan kemudian jatuh pingsan
Aku termenung sejenak. Apakah aku harus mengatakannya kepada ibuku?
Tapi aku takut jika hubungan keluarga ibuku dengan pamanku yang ada di Bandung
menjadi pecah. Dan aku lebih takut jika ibuku marah besar kepadaku karena aku
tidak memberitahukannya jauh hari.

Namaku Nia, tiga tahun yang lalu seharusnya aku sudah tiada. Dua minggu
pertama aku di Bandung, empat orang teman pamanku datang. Mereka langsung
masuk kedalam kamarku dan memperkosaku. Teman pamanku mengatakan bahwa aku
diperkosa hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan aku.
Hal ini telah terjadi sebanyak dua kali. Seharusnya aku sudah bunuh diri
sejak tiga tahun yang lalu, namun tuhan memberikan keputusan yang lain kepadaku,
aku tidak jadi bunuh diri saat mendengarkan adzan magrib. Sehingga hal itu aku
urungkan hingga saat ini.
Lebih baik aku tidak mengatakannya kepada ibuku, aku takut ia menjadi
shock saat mendengarkan kejadian ini. Biarkanlah waktu yang memberitahukannya

sedikit demi sedikit, meski hal yang lebih buruk lagi dari ini sudah menunggu
kedatanganku.
Aku rela dan pasrah, apapun yang terjadi, aku menerimanya.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai