Anda di halaman 1dari 9

Ku Ingin Seperti Mamang

Siswandi

"Nek Mamang1 pulang, dia sedang di Lematang2", aku berlari menyongsong nek ino3
sedang nyuci pakaian di Besemah 4 . "Siapa bilang...?" kata nek ino sambil bergegas
menyelesaikan cuciannya. "Jum odong-odong nek, dia bertemu di jembatan Lematang
mamang dan rombongan sedang foto-foto". "Nah, kalau begitu siap-siap. Sudah
diberitahu makwos Nita?" "Tidak tahu, aku tadi lagi main, di jalan bertemu Jum odong-
odong supir angkot ke pasar tu nah, ngasih tahu kalau mamang sudah di Lematang."
"Kasih tahu dulu makwo Nita, pergilah. Bilang mamang kusno sudah di jalan,
siapkanlah nasi angat 6, ambillah ikan mas di kolam belakang. Nanti nenek nyusul,
tanggu.. ? tinggal mbilas", "Au ...nek"

Tanpa basa-basi langkah seribu ku menuju rumah makwo.


"Tok...tok...tok...Asalamualaikum... wo.... makwoo makwoo" terdengar suara derit
lantai papan yang sudah seumur dengan presiden pertama RI, menuju pintu.
"Walaikum salam siapa ya...?" "Unal Wo... Unal" ku menunggu pintu dibuka, ku raba kelereng
di kantong celana, sambil termenung bentar. Tak apalah fikirku, melepas tanganku
dari kantong celana, masih ngos-ngosan, ku sampaikan pesan nek ino tadi dengan
makwo agar makwo beres-beres dan mempersiapkan jamuan, mamang datang
dari Jakarta, sekarang sudah di Lematang. Satelah mendengar penuturanku, makwo
langsung beresberes, merapikah rumah dan sekaligus masak nasi dengan jumlah
lebih dari biasanya untuk menyambut rombongan mamang yang datang.

Aku tidak ikut membantu makwo. aku kembali ke lapangan SD di bawah pohon
Mbacang7, disana kawan-kawanku masih menunggu, ngajak main kelereng lagi.

Dasar nasib sial, kelereng-kelereng sepokok 8 dengan Dika yang kami dapat dengan
susah payah jatuh semua dalam perjalanan ke sungai tadi. Akhirnya aku tidak di ajak
lagi main kelereng malahan kena denda dua kali lipat dari kelereng yang kuhilangkan
tadi. tetapi sekali ini aku tak menyesal, karena aku ingat mamang hari ini pulang,
seperti biasanya kalau pulang mamang selalu bagi-bagi duit untuk keponakan-
ponakannya. Momen inilah yang selalu kutunggu-tunggu. Begitu juga dengan hari ini,
aku fikir dengan mudah kuganti kelereng-kelereng yang tak sengaja ku jatuhkan
tadi karena entar aku dapat jatah dari mamang, aku tersenyum memikirkan
berapakah mamang ngasih duit entar . Jadi selama beberapa jam, aku menjadi
penonton, mau ikutan main tidak ada modal lagi. Sedangkan utang kelereng harus
dibayar paling lambat besok pagi waktu istirahat keluar main. Menjelang dzuhur aku
dan kawan-kawan mulai beranjak dari arena menuju rum- ah masing-masing.

Aku tidak langsung pulang ke rumah tapi aku mampir ke rumah makwo. Dari kejauhan
tampak dua buah mobil mewah. satu warna hitam sedang satunya lagi merah hati.
Dalam benakku pasti mobil mamang. Ku dekati dan ku baca mereknya BMW semua.
"Bagus sekali mainan mamang" ungkapku. Dasar boca ingusan belum puas kalau belum
mengang, ku sentuh kaca spion mobil merah. Tidak tahu kenapa, mobilnya teriak
bak sirene ambulance bunyi kencang ke mati. Terkejut aku. Sampai pucat mukaku
bagaikan mayat hidup, merusak aku nih. Rasanya mau copot jantungku. Bagaimana
kalau rusak? Pakai apa orang tuaku ganti ruginya? aku terus berfikir. Sedang sirene
masih meraung-raung tampa henti. Bagaimana kalau aku ketahuan dan dimarah
mamang, gagal deach dapat duit. Daripada aku entar dimarah lebih baik aku kabur.
Tanpa fikir panjang aku kabur. Setelah agak jauh, Ku perhatikan. Akhirnya berhenti
juga, lega rasanya.

Padahal masih takut, aku beranikan ke rumah makwo, sengaja ku lewat


gaghang 9 . Sesampainya di belakang kulihat banyak tetangga makwo, sepupuku, hilir
mudik sibuk dengan kegiatan masing-masing cuci piring, beres-beres bekas hidangan
makan siang.

Umakl° tak kelihatan di belakang, cuman ada tetangga dan sepupuku yang
beresberes. Aku menuju pintu, kuperhatikan suasana di dalam rumah. Disana
tampak ada semua, umak dengan bak, makwo, mamang dan istrinya, wak'an 11 , dan
famili-famili lainnya. Ku lihat keluarga besar ku lagi asyik mendengarkan cerita
mamang, sesekali tertawa terbahak-bahak, sesekali saling memotong omongan.
Bahagia aku melihat hal itu, ku lihat di dekat pintu ada orang asing bagiku, mungkin
mereka pengawal sekalian supir pribadi mamang. Orangnya ganteng, gempal, rambut
cepak masih muda lagi. Matanya melotot seperti mau nelan orang bulat-bulat, ngeri
aku melihatnya.
Belum lama aku ngintip di dipintu, ada seseorang menarik bajuku dari belakang
nyuruh makan. Memang dari tadi aku mau makan, semangat 45 aku menghadapi
hidangan yang ada.

Alah mak kataku setelah melihat apa yang ada di hadapan ku. Ku lihat piring
kosong, bakul nasi, pembasuhan12, potongan timun, balur13,1Wayam sedikit, sambal
caluk14 ada sesendok, terus semangkok gulai masam ancau 15 sepotong ikan mas sisa
orang. Sekilas pemandangan ini membuat aku mual, selera makan hilang, padahal
lapar kemati sebentar lagi sapeRan16. Dasar anak-anak, ku tanya dengan orang tadi.
"Mustahil hanya ini, sisa lagi, nek ino bilang tadi ikan mas peliharaanku udah
dimasak" sambil merajuk. Tetangga makwo yang sering dipanggil Usi menjawab
seadanya. Inilah yang membuat aku mau nangis. Sepupuku memanggil umak yang
lagi husuk mendengarkan pepata-petiti mamang, dibisikkanya kalau aku tidak mau
makan. Umak mendapatkan aku lagi merajuk di belakang. Dengan seriusnya umak
membujuk aku. Dia bilang kalau ikan mas peliharaanku sudah habis untuk
menjamu rombongan mamang, entar digantinya dengan ikan kalang besak 17 beli di
kalangan rabu 18. Tapi dengan syarat jangan nangis lagi, diberinya duit Rp. 1000,-
untuk beli kelereng. Dasar umak sudah tahu keinginan ku, kalau sudah nangis kehabisan
lauk makan pasti dia menemani aku makan sambil nyuapi makan, nasinya dicolekannya
sambal dengan balur. Walhasil, hari itu aku cuman makan nasi sambal denga.balur,
kuah asam acau terabaikan, karena takut makannya, bagaimana tidak sisa orang
semua, tinggal kuah dengan sedikit daging ayam yang tak berbentuk. selesai makan,
ku masih mondar-mandir di dapur sesekali bediang 19 , takut ke depan bertemu
rombongan mamang. Sambil bediang aku menghayal berapa dolarkah nanti
mamang ngasi duit, tahun lalu Rp 12.500,- sisa beli rokok, dua tahun lalu Rp 5.000,-
sisa beli kerupuk, tahun lalu Rp 20.000,- khusus THR, tahun lalu tahun lalu aku tidak
ingat lagi. Masih melamun tak tahunya mamang lewat di depan mukaku mau ke kamar
mandi. Mamang berhenti tepat di depanku bediang, "nah, Unallll....? Kenapa tidak
ke depan nemui mamang...? Salam dulu dengan mamang nih" mengulurkan tangan,
dan kusambut tangannya, "malu mang" jawabku malu-malu. "Sudah kelas berapa,
sudah besar sekali" dan banyak lagi pertanyaan tentangku. Aku jawab seadanya
saja, dan beliau berlalu menuju kamar mandi.
Setelah agak sepi, kuberanikan ke depan, terlihat mamang sedang sholat, tikar-tikar
puRun2° digelar semua, berlusin gelas plastik kosong disana sini, wak'an tidur-tiduran
ditempat tidur yang berkelambu, seperti itu juga kulihat, asbak rokok yang tak tahu
lagi isinya kemana-mana. Tetangga-tetangga makwo mondarmandir ada yang
menyembunyikan sendal dibelakang lemari, ada yang membawa kuali besar dan
dandang untuk masak air, pokoknya semuanya sibuk dengan aktivitasnya masing-
masing, ku kurang tahu apa yang dikerjakannya untuk menyambut rombongan
mamang.

Rupanya petang itu rombongan mamang sudah istirahat semua, anak-anak


dan supirnya tidak tahu kemana keliling desa, yang ada mamang, wak, dan bibik yang
tidurtiduran tak beraturan di kasur dan sarung bantal yang masih bau toko. Jarang
sekali terlihat sehari-hari benda seperti itu kalau bukan mamang pulang, pasti di
simpan di lemari. Pokoknya sekali mamang pulang semua baru, segala enak, segala
rapi diberikan semua.

Ah, orang-orang di rumah ini semua pada istirahat, berjubel, kurang enak
aku mendekati mamang kalau dia sedang istirahat, bisa-bisa bukannya dapat duit
malah dapat omelan. Lebih baik aku ke halaman depan saja, gabung dengan orang-
orang di halaman depan. Di sana ku dengar semua orang membicarakan mamang. Ada
yang bilang mamang itu orang yang disegani, orang yang bepangkat, jenderal kata
mereka, apa yang dikatakan orang-orang aku anguk-anguk saja. Sepenangkapan aku
mereka mengatakan mamang itu seperti itu. Tapi ada yang mengatakan hal yang
kurang baik kudengar. Disanalah aku tahu bahwa mamang itu seorang jenderal
pangkat dua. Kok mamang sudah jenderal padahal masih bintang dua, pak Pian, guru
SDku bilang jenderal itu bintangnya empat bukan dua seperti yang diungkapkan
orang-orang itu. Tapi aku tidak berani mengungkapakan apa yang kuketahui bahwa
jenderal itu bintang empat seperti apa yang dikatakan pak Pian. Tapi yang penting
mamang ku itu seorang jenderal. Aku harus mencontoh mamang, terkenal.
semua orang membicarakannya. Ku masih menjadi pendengar terbaik, dan tidak
terduga. Aku sudah berada di dunia hayal, aku sudah seperti mamang, berpangkat,
pakaian hijau, sepatu licin, beda dengan apa yang dipakai orang o r a n g d i d e s a k u ,
d a n m e n g a n g t o n g k a t b a g u s . S a m b i l s e n y a m - s e n y u m a k u membayangkan
jadi jenderal, membawa senampan mesin bagaikan di film-film Rambo.

Hayalanku sudah kemana-mana, ku keenakkan menghayal. Ehhhhhh ternyata


orangorang sudah pada ngacir dari arena. Aku beranjak dari tempat itu, rasanya
betisku semutan, pinggang pegal-pegal terlalu lama duduk jongkok mendengarkan
cerita sampai - sampai aku tinggal sendirian. Dalam hati aku bangga dengan
mamang, aku ingin jadi mamang kalau sudah besar nanti.

Ah, pulang dulu,....sebelum pulang aku teringat simpanan duit Rp 1.000,- di dapur
tadi. Duitnya kusumputkan di atas Lantai 21 dapur . karena tempat duduk tadi
bertumpukan kayu bakar, jadi kalau mau ngambil duit simpananku harus manjat
lemari. Celigukkan aku lihat kanan-kiri, aku mulai manjat lemari. Dasar lemari tua!
Tinggal beberapa jengkal lagi tanganku sampai ke tempat simpanan duitku, aku
terpelesat, jatuh karena kakiku salah pijakan, kunci lamari lepas sehingga terbuka
lebar. Ku lihat isinya ada ikan mas goring, sambal caluk, bermacam-macam lauk ada
di sana. Melihal hal itu, timbul rasa ketidakpercayaan ku dengan orang-orang.
Bagaimana tidak aku tadi makan hanya dengan sambal, balur, dan pokoknya lauk-lauk
sisa. Padahal dalam lemari masih banyak lauk enak-enak. Dasar orang-orang, makwo,
umak, pelit dengan aku, semua orang jahat sama aku, ....karuuttttt semua dengan
makan.... pelittttt -t-tttlittttttttatttttt.... Aku nangis, lari ke rumah.

Sampai di rumah, aku langsung masuk kamar, aku tumpahkan semua hasrat
dan kekesalanku dengan menangis sejadi-jadinya, kaki kotor bekas lumpur main
layanglayang tidak ku hiraukan, langsung berselimut. Sedu-sedan aku teringat
peristiwa tadi siang, ingat umak tak sayang lagi, ingat dengan makwo yang tak
biasanya, biasanya kalau aku ke rumahnya selalu disiapkannya makan-makanan
enak. Apa yang ku mau di dipenuhinya, tapi setelah mamang pulang lupa sama aku.
Bak22, kelawai23, muanai24 pada pergi semua nemui mamang di rumah makwo, ngumpul
disana. Rasanya tidak mau hidup lagi, lebih baik mati kalau seperti ini....!!!

Seperti biasa kalau aku merajuk atau kena marah aku pasti nyemulung25 dan akhirnya
berakhir dengan hayalan yang tidak karuan. Aku menghayal kalau besar nanti aku
akan jadi orang. Beli mobil bagus banyak, tak kan ada yang ku ajak naik dan jalan
dengan aku, ku tinggalkan semuanya jalan jauh. Umak, bak, atau siapa saja di rumah ini
ku tinggal. Biar orang tahu siapa aku. Aku senyam-senyum sendiri, membayangkan
aku jadi orang terpandang. Akhirnya aku tertidur.

Beranjak petang, rumah makwo semakin banyak orang berdatangan, ada yang
hanya ingin dengar cerita, ada yang menawarkan anaknya supaya mamang mau
mengajaknya ke Jakarta, ada juga yang basa-basi dan ujung-ujung minta duit untuk
beli rokok. Ada juga yang cuman mau numpang ngopi. Macam-macam maunya,
semuanya dilayani mamang. Memang mamang panutan orang kampungku, banyak
ibuk-ibuk kalau menasehati anak-anaknya " benar-benarlah belajar, rajin-rajinlah
sekolah supaya kamu bisa seperti mamangnya Unal, Kusno.

Dia itu jadi polisi karena mendengarkan apa yang dikatakan orang tua, rajin belajar,
dan tidak banyak main seperti kau, kalau kau maunya duit memulu, main layang-
lanyang, keluyuran, disuruh orang tua tidak pernah mau, bagaimana mau jadi
polisi". Seperti itu juga umak menasehati ku, “kalau kau tidak mendegar apa yang
umak bilang, tidak kusuruh kau ikut mamang”. Namanya saja anak SD, lagi dinasehati
mangut-mangut seolah-olah mau berubah tapi setelah beberapa saat apa yang
dibilang orang tua lupa semua dan kembali bikin ulah.

Sampai maghrib aku masih tertidur, terbangun matahari sudah diperaduannya. Muazin
telah berkoar mengajak shalat magrib. Bekas lumpur di kaki sudah kering bak peta pulau
sumatera. Keluar kamar kak Agus terlihat sudah rukuk entah rakaat keberapa. Hordeng di
kamar depan sudah tertutup rapi. Suara jangkrik berbunyi tiada henti. Mata aku masih
ngantuk, meraba-raba mencari stok kontak lampu PLN mau ke kamar mandi.
alasannya bayar PLN mahal, padahal kalau 5 watt tidak bakalan mahal, tapi memang
penghasilan orang di kampung ini tak sebesar pendapatan orang kota.

Aku masih terbayang raut muka Apri, pasti marah dia kalau besok aku tidak membayar
kelereng siang tadi. Aku takut, dia sukanya ninju, body besarnya dibandingkan dengan
aku, kuat pula. Mana berani aku kalau diajaknya bekelahi, pusing tujuh keliling aku
memikirkannya.

Akhirnya aku beranikan minta antar sama kak Agus ke rumah makwo alasanku mau
nemui umak, tapi dia tetap saja tidak mau. "Aku sudah kesana siang tadi, sudah bertemu
rombongan mamang, sudah ngopi dan makan disana. Cukuplah, seperti itu juga kau. Tadi
sudah dibawakan umak bakul, mau apa lagi kau sepertinya penting !!! kabarnya ngamuk
siang tadi karena habis gulai, jadi untuk apa lagi kau kesana, lagian hari sudah malam". "tapi
kak, aku belum salaman dengan mamang !!!" kataku agak membentak. "Cukuplah tadi siang
kau kesana, aku melihat kau berbincang di dapur, benar nggak..??" aku terdiam, tersekak sekali
agi. Ude bilang seperti itu kak Agus bercerita.

Nal, kau dengar kat kakang26 ni, mamang tu adalah panutan kite, anak laki-laki nenek satu-
satunya yang jadi orang, kita harus hormat dengannya, kita harus baik, jangan kurang
ajar, berdosa kalau kita kurang ajar. Tahu nggak kau. mamang pulang mau syukuran, tadi
sudah dibantu semua, masak nasi, bikin roti, sampai membuat tarup27. Umak, Bak,
kelawai kau, muanai kau,para tetangga, membantu semua. Memang seharusnye
seperti itu adat Besemah. Sekarang ini, tinggal urusan orang tua. panjang sekali cerita kak
Agus.
Tidak terasa jam telah nunjukkan pukul sepuluh kurang lima belas menit. "Bagaimana, jadi
kau ke rumah makwo nemui mamang...? Ayolah, ku antar...!" "Ah, kakang ni, kalau sekarang
sudah malam, takkan lama lagi bak umak sudah pulang pula."jawabku pasra. "Katanya tadi
Sambil makan mihun goreng bawaan umak, aku dikasih lipatan kertas ternyata isinya duit
lime ribu. "Nah, Unal ini pemberian mamang untuk Unal, katanya untuk beli kelereng.

kau mau bertemu mamang? kalau tidak jadi aku mau sholat Isyak dan tidur, kalau jadi
ayolah" Agus serius, dalam hatinya, Unal kau tu adingku, aku tahu maunya kau, mau
bertemu mamang mau minta duit, makanya jam segini kuajak supaya tidik bertemu lagi
mamang, karena sudah balik ke Jakarta malam ini juga, siapa lagi yang mau ngasih kau duit,
nyengir Agus lihat tingkah adik bungsunya yang masih polos rela

berkorban menunggu dia bercerita karena tidak di antar bertemu mamang, kasian juga
Agus melihatnya. Karena Unal, masih ingat duit untuk mengganti kelereng hilang tadi,
"Ayolah kang biarlah agak malam dikit...!"

Kalau begitu Masukkanlah gitar ke kamar. Belum sampai keluar pintu kamar, umak bak
sudah di depan pintu, masuk membawa bungkusan gulai. Sayup-sayup tedengar mamang
sudah berangkat malam ini langsung ke Jakarta lewat Lahat. Karena mau mampir dulu
kerumah bibi'.
Dengan syarat jangan dihabiskan semua untuk beli kelereng, sisakan untuk ditabung,
katanya Unal mau kuliah kalau tamat SMA, nambunglah mumpung masih kecil" lemahlembut
umak memberikan duit tersebut. Kuambil duit itu, Aku senang, sambil bertanyatanya dalam
hati didari mana mamang bisa tahu aku mau beli kelereng. Mamang hebat bisa baca
pikiranku, aku menghayal lagi.

Di dapur umak bilang sama Agus, "duit Unal itu jangan Agus bilang, itu tu duit umak.
Bukan pemberian mamang Kusno, untuk beli papir rokok Bapak kau. Kalau dia tahu itu duit
umak bisa-bisa dia marah sama mamangan kau. Karena dia tadi cerita waktu umak
menyuapinya makan siang tadi karena mamanglah Unal kehilangan kelereng di sungai.

1 Paman 15 JenismasakanSukuBesemah
2 NamasungaidiKotaPagaralam 16 Ma'ag
3 Nenek 17 LeleJumbo
4 NamasungaidiKotaPagaralam 18 Pasarseminggusekalipadaharirabu
5 Kakakperempuanibu 19 Menghangatkantububdidekatapitungkudapur
6 Masaknasih 20 TikaryangierbuatdariPuRun
7 Namabuahsatuspesiesdanganmannga 21 Tempatpenyimpanan yang terletakdiatasdapur
8 Modalsama-sama 22 Bapak
9 Teras belakang, biasanya terbuat dari bambo dan 23 Saudaraperempuanuyalaki-laki
tempatmencucipiringdll 24 Saudaralaki-lakinyaperempuan
10 lbu 25 Nangis
11 Kakaklaki-lakiayah 26 Kakak
12 Tempatcucitanganketikamakan 27 Tenda
13 Balur
14 SambalTerasi

ssZ"14z*);eB)

Anda mungkin juga menyukai