Anda di halaman 1dari 6

“Terukir Jiwa Sirius”

Karya: Rifqia Kholifatu Rosida

Man 2 ponorogo

Suara sunyi malam mulai datang suara angin mengalun berhembus, lampu
seperti semakin temaram walau sebenarnya tidak meredup. Hanya saja Aku sudah
merasa sangat terkantuk, kelopak mataku ingin mengatup, dan mataku tak kuasa
menahan beban lelah. Terkadang kantuk itu menguat membuatku hanyut sebentar,
namun tidak lama aku tersadar dan meneruskan kegiatanku. Sudah tiga jam Aku
duduk didepan teras rumah kakek ku ini tetapi tidak ada yang muncul satu pun
benda langit diatas sana. Bulan purnama telah hilang dililit awan-awan gelap itu
sedangkan bintang ku yang biasanya terlihat kali ini hanya muncul sebentar
seperti tidak menyatakan kerinduanya padaku.

“Ifaa , sudah pukul 09.00 kenapa belum tidur ? besok sekolah nduk” Aku terasa
dibangunkan dari alam sadarku, jantungku berdebar-debar mendengar suara itu
ternyata itu adalah suara lembut dari uti ku.

“Oh, iya uti,Ifa sebentar lagi masuk ke kamar kok.” Jawabku dengan nada ceria.

”iyaa nduk, uti masuk dulu ya. Nduk ifa harus masuk  benda langit sudah tidak
terlihat bearti ini sudah waktunya..”

Uti ku belum selesai berbicara tetapi karena reflek aku berkata”Waktunya apa uti
“ dengan nada tinggi aku memotong pembicaraan uti ku.

“Menandakan bahwa makhluk bumi juga harus mengakhiri aktivitas , yaudah uti
mau masuk dulu” Sahut uti ku.

Didalam hati ku yang tadinya kaget mendengar kata-kata dari uti sekarang
pun menjadi riang gembira karena jawaban uti tadi bertolak belakang dengan apa
yang telah aku tafsirkan. Aku pun mengikuti uti dan masuk kedalam kamar untuk
istirahat. Entah mengapa aku ingin selalu bisa melihat Sirius bahkan jika aku
dijadikan bintang Sirius pun aku ingin. Ah, candaku terlalu berlebihan.
***

Alrm. pun berbunyi tepat disaat kakek ku mengumandangi adzan shubuh


di masjid desaku. Suara kakek yang lantang dan nyaring membangunkan jiwaku
untuk bangkit dari sekotak keranjang yang empuk ini. Aku keluar untuk
mengambil air wudhu yang dinginya terasa menusuk otot-otot dalam tubuhku.
Hembusan angin pagi terasa begitu sejuk dan syahdu melambaikan setiap
pepohonan yang berjejer rapi dijalanan depan rumahku yang penuh dengan krikil.

Aku pun masuk untuk bertemu lagi dengan sang pencipta alam ini. Hari
ini aku bertanya banyak hal kepada sang pencipta dan aku yakin bahwa
pertanyaanku itu akan mendapat balasan entah lain waktu. Aku mempersiapkan
tas dan kupakai seragam putih abu-abu ini yang menandakan bahwa aku
menduduki kelas menengah atas. Sekolah menurutku ialah hal yang
mengagumkan ,tempat satu-satu nya aku bertemu banyak orang , banyak hal
bahkan aku bermimpi bisa mengukir sebuah nama di sekolah itu.

“nduk ifaa , ayo nduk makan dulu sudah pukul 06.00”teriak utiku yang cantik ini
dari sudut dapur bagian belakang.

“iya uti sayang , ifaa kesana sebentar lagi” sahutku dengan nada lebay dan aku
pun langsung berlari kearah uti ku karena aku yakin bahwa uti ku telah membuat
nasi goreng berbentuk bintang kesukaanku seperti apa yang ia lakukan setiap hari.

“ini nduk nasi goreng nya , dimakan terus cepat berangkat sekolah biar ndak telat
“ cakap uti ku

“Siap uti , uti nggak makan ?” tanyaku pada utiku.

“Uti nggak bisa makan kalau nggak didekat sawah sana , rasanya pasti berbeda
nduk fa”canda utiku. Aku pun hanya tersenyum dan memakan lahap enaknya nasi
goreng buatan utiku ini.

Aku menaiki sepeda untuk pergi kesekolah , mungkin aku sedikit berbeda
dengan lainya. Aku sangat suka naik sepedah saat bersekolah. Karena Indonesia
tekenal dengan kerahmatannaya. Polusi di Indonesia terkenal cukup drastis. Aku
pun bermaksud menghindari penyebab polusi itu dengan naik sepedah. Pernah
kakek ku berkata agar aku naik mobil sama pak.surya sopir rumahku. Tetapi aku
menolak dengan baik bahwa aku ingin naik sepedah. Kakek ku pun mengizikan
asalkan aku baik-baik saja disekolah.

***
“Dek , jadi ikutan lomba karya tulis ? lusa karya tulis itu harus dikumpulkan kalau
jadi ikut, lusa ke kelas ku ya .“ Tanya kak.bilqis padaku.

“Iya kak , aku jadi ikut lomba. Tema nya tentang Indonesia kan kak?” jawabku

“iya dek , yasudah aku ke kelas dahulu ya ” cakap kak.bilqis

“Iya kak , silahkan” jawabku sok sopan.

Dentam bel berbunyi, menyuarakan sebuah nada bel yang khas tanda
waktu istirahat para murid. Siswa-siswi disibukkan dengan kesibukkan masing-
masing. Mengobrol, membaca, mengerjakan tugas dan lain-lain. Sedangkan aku
hanya bersandar dikursi dengan benda yang selalu menemaniku yaitu laptop.
Entah mengapa aku mengingat desa Alit dimana aku pernah diajak oleh kakek dan
uti ku kesana. Aku pun berniat untuk pergi kesana bersama kakek dan uti ku.

***

Pagi yang tenang di daerah pedesaan yang masih terbilang kumuh, mentari
menyapa dari ufuk timur dengan senyuman lebar penuh harapan. Bentangan
sawah yang berbaris rapi seakan menandakan desa ini belum tersentuh fenomena
perubahan alam, yang mencekam jiwa-jiwa pencinta ibu pertiwi. Terlihat sebuah
gubuk dimana banyak anak kecil yang asyik bermain. Senyuman , canda , dan
tawa mereka pun menggoyahkan ku untuk beranjak dari batu yang aku duduki.
Aku pun menghampiri mereka dan bertanya.

“Selamat pagi adek manis”sapaku padanya.


“Hehe, pagi mbak ifa cantik” sahut anak-anak itu sambil menulis sesuatu
di selembar kertas putih.

“Lagi nulis apa dek ? “ tanyaku kepada mereka.

“hehe, Cuma nulis biasa kok mbak fa” jawabnya dengan wajah polos.

“Hayoo , eh dek kalau sudah selesai nulisnya mbak pinjem ya ”

“iya mbak , buat apa mbak fa?”

“hehe, nanti mbak bawa pulang mau mbak kasih hadiah siapa yang
tulisanya bagus. Gimana dek boleh kan ?”

“hore, iya mbak” jawab mereka dengan serempak seraya lebih semangat
dalam menulis.

“Ini mbak , ini mbak ,ini mbak” lembar demi lembar kertas putih itu mulai
memenuhi keranjang sepedaku , aku heran kepada mereka yang mempunyai
semangat tinggi walaupun pendidikan formal belum pernah ia dapatkan. Sungguh
malu nya diriku saat bercermin dengan mereka semua.

***

Cahaya keemasan matahari dan hembusan angin sore membuat daun-daun


kecil berguguran di depan jalanan rumahku. Burung-burung mengipaskan
sayapnya yang indah. Mega merah mulai membuka pintu rumahnya menyambut
malam yang indah. Ku ambil secarik kertas di keranjang ku dan kubaca selembar
demi selembar sambil duduk dibawah naungan bintang Sirius. “Aku ingin
sekolah seperti anak lainya , bukan hanya bermain layang-layang disawah
bersama seribu rumput. Aku bukan anak jalanan yang selalu jalan kesana-kemari
meminta uang tetapi aku adalah anak bangsa yang ingin menggapai mimpi ini.
Aku ingin tuhan menurunkan malaikatnya untuk mengajakku menggapai mimpi
itu seperti yang aku inginkan. Jika tuhan mengabulkan doaku , aku sangat
berterimakasih padamu.”.
Air mataku mulai menetes sehingga tulisan anak-anak desa itu tak terlihat
jelas. Sinar bintang Sirius yang terpapar didepanku membulatkan tekad ku untuk
membantu anak-ank itu agar bisa memperoleh pendidikan yang layak seperti anak
lainya. Aku teringat dengan lomba karya tulis kata kak bilqis kemarin , jika aku
menulis kisah nyata yang penuh inspirasi itu kedalam inti karya tulis
kemungkinan besar jika karyaku memperoleh peringkat aku bisa menyisihkan
uang itu untuk pendidikan mereka. Waktu semakin malam , cahaya bintang
semakn redup. Akhirnya aku memulai merangkai kata demi kata sehingga
menjadi sebuah cerita penuh inspirasi yang berjudul “Pasukan semut dari
kampung alit ”. semoga dengan kukirimkan cerita ini tuhan mengabulkan setiap
doa anak-anak yang mempunyai kekurangan dalam hidupnya termasuk anak di
desa alit itu.

***

Hari ini adalah hari paling bersejarah dihidupku , tak kusangka karya tulis
yang aku kirimkan kemarin memperoleh peringkat pertama sehingga aku bisa
membangun tempat di desa Alit . Sebuah tempat kecil dimana aku bisa belajar
bersama dengan anak-anak kecil itu. Dengan aku membuat tempat seperti itu
keajaiban dari sang pencipta turun kepadaku . anak-anak desa itu semakin mahir
dalam ilmu pengetahuan. Aku bersyukur kepada tuhan telah memberikan aku
kesempatan melihat anak-anak bangsa tersenyum bahagia.

Satu bulan kemudian entah karena faktor darimana rumah motivasi yang
dibuat untuk belajar bersama itu terrmakan oleh si jago merah. Semua isinya ludes
terbakar. Aku tersungkur melihat rumah motivasi yang aku bangun dengan usaha
itu lenyap begitu saja . Mataku tak kuasa menahan bendungan air yang ingin
keluar dari rumahnya. Darah mengalir dengan perlahan dari luka yang terbuka.
Mereka tersenyum padaku seakan menjahit mili demi mili luka ini. Perih
menjalar ke urat sarafku menyadarkan otakku, aku mulai memutar lagi rekaman
tadi, apa yang terjadi dan mengapa bisa?

Kakek ku selalu berkata padaku agar tetap tegar seperti bintang Sirius ,
aku pun bangkit dari keterpurukanku selama ini. Aku berusaha mencari ide
bagaimana aku bisa membuatkan anak-anak di desa alit itu bisa memperoleh ilmu
pengetahuan. Berbagai macam cara aku kerahkkan hanya untuk mereka. Sehingga
akhirnya aku mengikuti lomba debat “kondisi kekinian Indonesia” aku memilih
topic yang tidak jauh dari kehidupan anak-anak dari kampung alit itu. Saat loma
debat tiba keadaan tubuhku sedang sakit. Kakek dan utiku melarang aku megikuti
loma debat itu tetapi jika aku mundur sekarang, bagaimana nasib anak-anak
kampung alit itu. Tuhan telah memberi jalan melalui diriku. Seberapa besar
rintangan aku harus bersedia melawannya.

Ajang pengunguman pun telah dimulai , aku berdoa kepada tuhan bahwa
aku bersedia menggantikan kehidupan anak-anak itu agar mereka yang
mempunyai semangat tinngi bisa menggapai impianya. Aku berdoa agar mereka
mendpat pendidikan yang kekal karena detik ini aku merasa ingin pergi dari
kehidupan mereka.

***

Terimakasih tuhan , aku merasa bangga bisa melihat mereka sekarang bisa
mengejar impiannya. Mereka sudah mempunyai teman lebih dan pendidikan yang
lebih. Itu saatnya aku harus pergi , tugasku menyinari mereka selama ini sudah
kulakukan dan sedikit demi sedikit aku merasa cahayaku semakin redup. Apakah
aku sudah menjadi bintang Sirius ? seburuk apapun cuaca dilangit , walau ia
tertutup awan tebal , tetapi sinarnya tetap terang untuk bumi ini. Sirius , aku
mencintaimu.

Anda mungkin juga menyukai