Anda di halaman 1dari 7

Siang menjelang sore, kuucapkan salam meskipun jika tidak diperhatikan mungkin salam

ku tidak ada yang mendengar. Karena, memang saat itu aku sedang sangat lelah, dengan
masih memakai seragam sekolah aku duduk di atas teras rumah, untuk melepaskan semua
beban-beban yang mencengkram di pundaku.
Allahuakbar Allah...huakbar kumandang adzan terdengar jelas di telingaku. Segera aku
bergegas masuk untuk mandi dan berwudhu, seperti biasa aku sholat hanya bersama ibuku,
karena ayahku di masjid dan kakakku belum pulang kerja.
Berusaha mengkhuyukkan sholatku tiba-tiba suara tawa membuyarkan usahaku. Setelah
selesai sholat, bergegas aku melepas mukena yang kupakai dan mencari sumber tawa itu.
Akhirnya ku temukan, sumber tawa itu berasal dari samping rumahku, ternyata itu adalah
kakakku yang baru pulang kerja, itu memang hal biasa tapi yang membuatku terkehut adalah
seekor kucing yang digendongnya, seperti baru beberapa hari lahir dan juga dua ekor kucing
yang juga seumura kucing yang tadi yang kadang mengelilingi kakakku.
Sebelumnya keluargaku memang sudah mempunyai 4 ekor kucing yang sudah besar,
tapi sekarang pasti akan lebih ramai dan mungkin akan lebih sulit dengan 3 kucing kecil
tambahan. Ah ... sudahlah, semua kesulitan ini pasti akan terbayarlah dengan kelakukan lucu
mereka saat mereka bermain seperti kejar-kejaran, petak umpet, berburu serangga atau
bahkan sepak bola. Semua itu adalah permainan yang biasa dilakukan oleh kucing kecil. Aku
ingat betul, dulu saat kucingku yang sudah besar ini masih kecil mereka suka bermain
permainan ini.
Ra, mau kasih nama apa kucing-kucing ini? Tanya kakakku, ya itu nama panggilanku,
Ira. Mungkin terdengar aneh untuk orang yang tidak tahu jelas tentang aku. Luluk Purwanti,
itu adalah nama lengkapku, ya nama lengkapku dari nama panggilan berbeda. Ada cerita
tersendiri atas semua itu, sudahlah bukan itu yang ingin ku ceritakan, kembali ke cerita.
Hmmm... Apa ya? Jawabku kepada kakak.
Ya, sudah nanti kalau kamu sudah tahu cepet kasih nama! Kakak mau sholat dulu ya
Kata kakakku lalu pergi.
Hari-hari berlalu. Hari ini malam datang sangat cepatbintang pun segera memenuhi langit
yang mulai gelap. Ini waktunya memberi makan kucing-kucingku.
Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tu... Hah kok cuma enam bu? Tanyaku kepada ibu
yang saat itu ada di sebelahku.
Mungkin dia sedang bermain atau jalan-jalan, sisakan saja makanannya biar nanti dia
makan sendiri! Aku mematuhi perintah ibu dan mencoba tenang.
Duduk diam di teras. Seperti biasa, setelah sholat Subuh aku hanya duduk dan melihat
bunga-bunga yang baru mekar. Sang surya mulai mengalahkan gelapnya malam. Ini adalah

waktunya untuk bersiap-siap sekolah. Saat berjalan masuk rumah, mataku kekiri-kekanan
melihat hal-hal yang tak tentu, tak sengaja tatapanku menemukan makanan yang kusisahkan
untuk kucingku semalam. Makanan itu tidak tersentuk sedikitpun, ini menandakan bahwa ia
tidak pulang semalam? Saat ini aku bingung dan resah.
Pulang sekolah, hari ini tak kulalui seperti biasa. Karena saat ini aku langsung mencari
kucingku itu, kakakku yang baru pulang juga ikut mencari kucing itu. Namun, hasilnya nihil,
kakakku menenangkan dengan berkata.
Sabar! Mungkin dia menemukan keluarga yang lebih baik aku mencoba sabar,
meskipun memang sulit. Karena kucing itu hilang bahkan sebelum aku beri nama.
Kehilangan

ini

membuatku

teringat

akan

kejadian

yang

lalu

saat

kucingku

meninggalkanku. Bedanya, dia meninggalkan saat sudah aku beri nama, namanya Twity dia
sangat cantik dan juga dia sudah lama menjadi bagian dari keluargaku. Beda dengan kucing
tak bernama ini yang baru aku rawat. Meskipun ia belum lama menjadi bagian dari
keluargaku, tapi ini sangat membuatku sedih dan menangisinya hingga berhari-hari. Ku coba
tegar disetiap langkahku meskipun ini sulit.
Semoga Allah memberikan jalan terbaik untuknya, semoga dia-dia baik saja dimanapun
dia berada dan semoga dia bisa menemukan keluarga yang lebih baik. Ya... Allah doa ini
untuk kucing tak bernama yang sangat ku sayanag.

RINCIAN PERISTIWA
1)

Suara di handphoneku mulai berisik.

2)

Sarapan pagi.

3)

Berangkat sekolah.

4)

Seperti biasa di sekolah masih sepi.

5)

Teman-teman perlahan mulai datang.

6)

Pelajaran demi pelajaran berlalu.

7)

Aku bingung dan perasaanku sangat kacau.

8)

Aku berharap kakakku meneleponku untuk sekedar ngobrol.

9)

Tapi aku masih sangat rindu dengan kakakku.

10)

Berselang dua hari aku menelepon kakakku.

11)

Tiap hari aku menelpon kakakku.

12)

Handphoneku tidak ada secara tiba-tiba.

13)

Aku mulai mencari di kamar semua orang.

14)

Ternyata ibuku yang menyembunyikannya. Klimaks

15)

Aku ingin marah tapi dia orang tuaku.

16)

Aku merenungkan masalah diriku.

17)

Paginya aku menemui ibuku.

18)

Aku menghubungi kakakku untuk minta maaf.

19)

Setelah itu aku akan pergi mandi

20)

Tak ku sangka yang datang adalah kakakku.

Perkenalan

Konflik

Penyelesai
an

Suara di handphoneku mulai berisik, tandanya aku harus segera bangun dari
tidurku yang sangat nyenyak, aku segera pergi ke kamar mandi untuk mandi dan
wudhu. Setelah selesai, aku melaksanakan tugasku kepada Tuhanku, disaat sudah
selesai sholat aku ganti baju sekolah. Memang terlalu pagi untuk menggunakan
baju yang rapi tapi aku sudah terbiasa.
Aku pergi ke dapur untuk sarapan, ibuku pagi-pagi sekali memang sudah
masak jadinya aku tinggal makan saja. Pagi ini sarapan dengan nasi goreng
spesial

buatan

ibuku,

perutku

sudah

kenyang.

Sesudah

makan

dan

mempersiapkan buku dan segala perlengkapan sekolah.


Sebelum berangkat sekolah aku selalu menjemput dulu temanku. Kami selalu
berangkat sekolah bersama, rumahku tidak terlalu jauh dari rumahnya, jadi tidak
perlu waktu lama. Aku bisa menunggu angkutan untuk berangkat ke sekolah.
Seperti biasa di sekolah masih sepi. Jadi aku duduk di depan kelas sambil
menunggu teman-temanku datang, pagi itu aku selalu terbayang ingin kembali ke
rumah, karena kakakku akan kembali ke tempat kerjanya. Aku ingin sekali
melihatnya untuk terakhir kalinya, karena tadi pagi dia masih tidur jadi aku tidak
berani untuk membangunkannya.
Teman-temanku perlahan-lahan mulai datang, jadi aku masuk untuk sekedar
mengobrol dengan temank, bel pelajaran sudah berbunyi semua masuk ke dalam
kelas dan mengikuti pelajaran. Tapi pikiranku tak lepas dari kakakku, aku takut
saat aku pulang sekolah kakakku sudah pergi. Aku ingin sekali menangis tapi itu
tidak mungkin karena masih ada pelajaran, jadi aku harus mengikutinya hingga
selesai.
Pelajaran demi pelajaran berlalu, saat jam pelajaran terakhir di dalam hati
terus berkata Cepat pualng, cepat pulang, akhirnya bel pulang berbunyi. Aku
bergegas untuk pulang agar bisa melihat kakakku. Maklum saja aku begitu karena
aku jarang bertemu kakakku, setelah aku sampai di rumah aku mencari kakakku
tapi tidak ada lalu aku bertanya ke ibuku Ibu, kakak dimana? Lalu ibu menjawab
Kakak sudah berangkat tadi, aku lalu diam dan pergi ke kamar, mataku
berkaca-kaca entah kenapa sikapku seperti itu. Aku tertidur hingga sore hari baru
bangun, dan saat bangun aku tiba-tiba menangis.
Aku bingung dan perasaanku sangat kacau, mungkin perasaan kecewaku
terbawa hingga aku tidur, ibu yang melihatku lalu bertanya Kamu kenapa? Kok
nangis aku tidak menjawab dan pergi ke kamar mandi untuk cuci muka agar

mukaku lebih segar. Aku duduk sejenak untuk menenangkan diriku, setelah aku
tenang aku kembali seperti biasa.
Aku berharap kakakku menelponku untuk sekedar ngobrol denganku.
Walaupun kemarin kita sudah ngobrol banyak tapi aku ingin sekali mengobrol
dengan kakakku, dan tiba-tiba teleponku berbunyi waktu ku angkat ternyata itu
suara kakakku au sangat bahagia mendengarnya. Aku mengobrol sangat lama
mungkin kakakku lelah mendengar aku mengoceh tiada henti, dan dia lalu
berkata Udah, dulu ya, kakak mau kerja dan aku menjawab Ya, kak aku lega
sudah bisa ngobrol dengan kakakku.
Tapi aku masih sangat rindu dengan kakakku, padahal aku sudah ngobrol
lama. Tapi yang sangat membuatku rindu adalah senyuman terakhir dari kakakku
yang sangat manis sekali, aku sadar jika aku bersikap seperti kemarin itu tidak
baik, karena kakakku pergi itu untuk kerja dan aku harus mengerti itu dan aku
tidak boleh egois.
Berselang 2 hari aku menelpon kakakku lagi, karena rindu pada kakakku
muncul kembali, entah kenapa bayangan kakakku selalu teringat di benakku,
seperti waktu itu aku mengoceh tiada henti, aku tidak memikirkan keadaan
kakakku yang sedang kerja, malah mementingkan diriku lagi padahal kemarin aku
sudah berjanji pada diriku agar tak egois lagi.
Sekarang hampir setiap hari aku menelpon kakakku, aku benar-benar tidak
peduli kakakku bekerja atau tidak, yang terpenting rasa tidurku pada kakakku
terobati, memang tidak wajar sekali karena setiap hari aku rindu pada kakakku.
Ibuku yang setiap hari mendengar dan melihatku selalu menelpon kakakku mulai
menegurku Nak, jangan tiap hari kau hubungi kakakkmu, kan dia sedang
bekerja, nanti mengganggu! Aku menjawab Ya, bu, tapi seperti aku sudah
tidak dapat di atur aku tak menghiraukan perkataan ibu.
Siang harinya setelah aku pulang sekolah aku mencari handphoneku, karena
aku ingin menghubungi kakakku, tapi entah aku lupa meletakkannya dimana
handphone hilang secara tiba-tiba. Aku bingung juga panik, aku mencari disetiap
sudut kamarku dimana terakhir kalinya ku letakkan handphoneku. Tapi sampai
lelah aku mencari tetap tak kutemukan, aku lalu bertanya pada ibuku Bu, liat
handphoneku tidak?, dengan ekspresi agar sinis ibu menjawab Tidak.
Aku mulai mencari disemua ruangan, tempat terakhir yang belum ku geledah
adalah kamar ayah dan ibuku, lalu mulailah aku mencari disetiap sudut kamarnya
dan ketika aku membuka lemari handphoneku ada didalamnya, aku heran dan
bingung kenapa bisa ada disitu. Lalu aku cari ibu dan bertanya padanya Ibu,
kenapa handphoneku ada di lemari, bu? Ibu hanya diam kutanya sekali lagi dan
dia tidak menjawab lalu pergi.

Aku ingin sekali marah padanya tapi dia orang tuaku jadi tidak mungkin aku
melakukan itu, malam itu aku tak bisa tidur karena memikirkan masalah yang
tadi itu, entah kenapa ibu menyembunyikan Hpku? Dan untuk apa ia melakukan
itu.
Malam itu aku merenungkan tetang diriku, dipikirkan terus berkata, apa aku
ada salah? Apa yang salah dari sikapku? Dan setelah ku pikir aku memang
memiliki kesalahan yang tak ku sadari sama sekali.
Paginya aku menemui ibuku yang sedang sibuk di dapur, aku berkata pada
ibuku Aku tau kenapa ibu menyembunyikan handphoneku Ibuku hanya diam,
aku lalu berkata lagi Aku hanya minta maaf atas kesalahanku waktu itu bu? Ibu
menjawab Itu sudah ibu maafkan Aku sangat lega mendengarnya.
Lalu aku telepon kakakku dan aku meminta maaf padanya, dia memaafkan
atas sikapku itu, dan berkata Kamu boleh menghbungi kakak kapanpun, tapi
ingat waktu! Aku menjawab Iya, kak.
Setelah itu aku pergi mandi, tapi ku dengar suara motor dan ada yang
mengetuk pintuku. Langkahku terhenti dan lalu membuka pintunya
Tak ku sangka yang dayang adalah kakakku, aku sangat bahagia bercampur
kaget. Itu adalah pengelaman terindah dan penuh dengan pelajaran bagiku, aku
tau sekarang mementingkan kepentingan untuk diri sendiri sangat tidak baik.

Cerpen

Aku, dulu bersumpah akan kuhabiskan sisa hidupku untuk menanam sayur, buah dan
bunga di rumahku yang mungil. Halaman depan samping dan juga ditepian jalan gang akan
ku tanam segala tumbuhan yang bisa hidup. Aku masih ingat nasehat ibu, kalau nanti
punya rumah, yang mungil saja, yang penting halamannya cukup luas dan tanamilah buah,
bunga dan sayuran. Gaji jangan dihabiskan untuk rumah, tabunglah sebagian ditempat
yang aman.
Tapi sayang, ternyata sumpahku itu tak terwujud, aku juga sudah melupakan amanah
ibu tersebut. Pulang kerja sambil tertawa-tawa aku langsung masuk kafe untuk
mengasihani diriku yang kepung hampaan, pemilik kafe juga menyambut kesetiaanku
menyambut

kehampaanku.

Sambil

menyeruput

chickenlate

kesukaanku,

aku

membayangkan keindahan masa kecilku, yang sekelilingnya serba hijau langitnya biru,
masa kecil yang tak pernah sirna dari hidupku.
Sekarang malam gelap gulita, kikir bulan sudah lupa aku, sudah berapa lama hal ini
terjadi. Sudah ratusan malam kulalui tanpa sebundar bulan pun, yang ada hanya sesabit
bulan, itu pun posisinya selalu terjepit (kegelapan). Kalah siang selalu mendung, mentari
tari disembunyikan kemurungan, meski mendung itu kecil, tapi mampu menghadang
mentari di langit kota. Karena itu, tak ada lagi beda siang atau malam, malam atau siang.

NAMA

KELAS

ANGGRAENI
: IX - B

DEVI

--- >> Langir Tanpa Warna << ---

Anda mungkin juga menyukai