Anda di halaman 1dari 11

Impian Anak Desa

Bermimpilah selagi langit masih sanggup menampung mimpimu. Kata-kata itulah yang
selalu membuatku semangat untuk bermimpi. Orang sering mengatakan bahwa ‘Bermimpilah
setinggi langit’, aku sempat mempertanyakan hal tersebut pada guruku. Kenapa harus bermimpi
setinggi langit? Emang gak boleh kalo mau mimpi setinggi pohon kecambah.
Ya kini baru kusadari bahwa langit itu sangat tinggi jadi wajar saja kalo orang mengatakan untuk
bermimpi setinggi langit bukan setinggi pohon kecambah. Maklum saja pertanyaan itu terlontar dari
mulutku saat usiaku menginjak 5 tahun. Angan-anganku dulu mengatakan bahwa pohon kecambah
jauh lebih tinggi dari pada langit, dulu saja aku tak tau yang mana namanya kecambah. Setelah
melakukan pelajaran serta penelitian maksudnya bertanya pada ibuku ternyata kecambah itu nama
lain dari toge. Cukup bahas tentang mimpi, langit, sama kecambah atau nama lainnya toge.

Namaku Dino usiaku saat ini telah berada pada angka 13 Tahun. Sekarang aku telah duduk
di bangku kelas 1 SMP. Aku adalah seorang anak desa yang tak pernah henti untuk bermimpi.
Bagiku mimpi itu hak setiap orang, Mau dia bermimpi jadi Astronot. Mau jadi Ilmuwan, Mau jadi
Psikolog, Mau jadi Guru bahkan sama sepertiku yang ingin menjadi seorang Arkeolog. Tetanggaku
sering mengatakan padaku untuk apa bermimpi jadi Arkeolog, disini kan enggak ada yang namanya
universitas. Tapi itu bukan halangan bagiku, menurutku ada tidak adanya sebuah universitas itu
bukan halangan. Sekarang aku harus giat membaca buku untuk menambah ilmu. Karena pada
dasarnya buku merupakan jendela ilmu.

Pagi ini aku mulai melakukan penelusuran untuk menambah ilmuku. Aku melewati jalan kecil yang
di kiri dan kanannya merupakan sawah, setelah menempuh perjalanan yang panjang dan jauh
akhirnya aku sampai di perpustakaan desaku. Aku mengambil sebuah buku.
Saat tengah asyik membaca aku dikejutkan dengan sebuah suara yang muncul tiba-tiba.
“Mau jadi Arkeolog ya?” Tanya orang tersebut padaku sambil melemparkan seulas senyuman yang
indah.

Aku pun menganggukkan kepalaku yang menandakan bahwa aku memang ingin menjadi
seorang Arkeolog.

Ia nampak memperhatikan diriku. Aku hanya memandangnya dengan heran. Tapi aku tak terlalu
mempersalahkannya karena aku yakin dia orang yang baik.
“Kenapa mau jadi Arkeolog?” Dia mengeluarkan kata-katanya lagi.

1
“Arkeolog itu keren kak, kita bisa tau keadaan masa lampau itu gimana. Kita juga bisa tau bahasa
apa saja dipakai mereka. Kita juga tau tentang zaman azoikum, megalitikum, paleolitikum dan
neolitikum. Kita bisa nemuin fosil dan benda-benda berharga masa lampau lainnya” Aku menjawab
pertanyaannya dengan jawaban yang cukup panjang. Namun, ia masih tetap setia mendengarkan
semua jawaban yang keluar dari mulutku.

Dan setelah selesai aku menjawab pertanyaannya ia tersenyum sambil memperlihatkan gigi
putihnya.
“Kamu tau aku siapa?” Aku memperhatikan orang ini dengan sangat detail, aku melihat dia dari atas
sampai bawah dan mengulanginya lagi. Setelah lelah memperhatikan orang ini, aku pun menutup
buku yang ada digenggaman ku.

“Aku tidak tau kak” Jawabku yang akhirnya menyerah, toh aku memang tidak mengenal nya.
Ia merogoh saku bajunya dan mengeluarkan satu kertas kecil lalu memberikannya padaku. Aku
membaca kertas yang diberikannya padaku itu. Seketika senyumku langsung mengembang
bagaikan bunga yang layu disiram air langsung mekar kembali.
“Wahhh kakak Arkeolog ya?” Ucapku dengan nada yang sangat semangat serta antusias. Dia pun
tersenyum lalu mengangguk kan kepalanya seolah berkata ‘iya’.
“Kalo besar nanti aku pasti bisa jadi seperti kakak” Jawabku sambil melihat ke atas seolah ada
bayanganku ketika aku besar nanti

.
“Haha teruslah bermimpi dan belajar karena kakak kecil dulu sama sepertimu. Kakak selalu
bermimpi bisa jadi Arkeolog tapi kakak sadar mimpi saja tidak cukup kakak juga harus berusaha ya
salah satu caranya kakak harus rela menghabiskan waktu hanya untuk membaca, membaca dan
membaca. Kakak juga di sekolah selalu bertanya pada guru tentang sejarah dan alhamdulillah
berkat usaha kakak selalu ini serta diiringi doa dari kedua orangtua kakak, Kakak bisa seperti
sekarang” Jawab dia dengan ucapan yang sangat panjang, tapi aku hanya tersenyum bahagia
mendengar semua ucapannya. Ucapannya seperti penyemangat baru bagiku.
“Baiklah kak, aku yakin suatu saat kita bertemu nanti kita ada dalam sebuah profesi yang sama yaitu
sebagai Arkeolog” Tuturku sambil berdiri dan tersenyum padanya.
Akhirnya ia pun pamit pulang denganku. Karena, ia ingin kembali ke kotanya untuk melaksanakan
tugas selanjutnya. Aku melangkahkan kaki sambil tersenyum pada hamparan sawah serta burung-
burung yang berterbangan. Aku yakin bahkan sangat yakin bahwa suatu saat nanti aku akan
menjadi seorang seperti yang aku impikan selama ini.

2
Waktu begitu cepat berlalu, aku yang dulu masih kecil sekarang telah dewasa. Desaku yang dulu
belum ada perubahan, sekarang telah menjadi sebuah kota. Perpustakaan yang dulu sebagai
tempatku mencari ilmu sekarang menjadi tambah besar dan bagus. Tak ku pungkiri ini semua akibat
adanya globalisasi yang terjadi dalam kehidupan. Sekarang aku sedang duduk di dalam
perpustakaan ini, membaca buku sejarah yang pernah ku baca saat umurku tiga belas tahun.
Terlintas sebuah kenangan saat aku bertemu dengan kak Zaky seorang Arkeolog yang pernah aku
temui di perpustakaan ini. Aku merindukan dia sebagai seorang kakakku sendiri. Aku telah mencoba
mencari keadaanya tapi aku tak pernah menemukan dirinya

.
“Dino”
Merasa namaku di panggil lantas aku menoleh kebelakang. Dan saat aku melihat ke belakang
betapa terkejutnya aku. Ia dia kakak Arkeolog itu. Datang menghampiriku.
“Kak Zaky?” Ucapku sambil mengajaknya untuk duduk.
“Iya, apa kabar kamu?” Ucap kak Zaky sambil memperhatikan diriku.

“Seperti yang kakak lihat, aku baik-baik saja. Kakak kemana saja, aku telah mencari kakak tapi aku
tak menemukan kakak. Dan sekarang kakak datang sendiri padaku” Ucapku pada kak Zaky.
Kak Zaky pun langsung tertawa, entahlah apa yang ada dalam benaknya hingga membuat ia
tertawa mendengar ucapanku tadi.

“Tingkahmu sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Maafkan aku, aku sibuk bekerja di luar negeri.
Bagaimana dirimu sudah jadi Arkeolog?” Ucap kak Zaky sembari mempertanyakan hal tersebut
padaku.
Aku pun mengeluarkan sebuah kertas sama seperti yang kak Zaky lakukan padaku dulu. Ia pun
memberikan seluas senyuman dan selamat padaku. Aku telah menempati janjiku dahulu, saat aku
bertemu dengan kak Zaky kembali aku telah menjadi seorang Arkeolog. Terimakasih untuk
semuanya kak Zaky karena berkat kakak jugalah aku bisa meraih Impianku menjadi seorang
Arkeolog. Teruslah bermimpi karena mimpi adalah kunci untuk kita meraih impian kita, mimpi itu
sebagai pupuk yang akan membuat bunga semakin tumbuh dengan subur sehingga bunga yang
dihasilkan akan lebih indah daripada bunga yang tidak diberi dengan pupuk.

Sumber: http://www.eibroo.com/cerpen-remaja/3/

3
Burung Piyik
Cerpen Karangan: Abyan Rai
Kategori: Cerpen Lucu (Humor), Cerpen Motivasi, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 10 August 2018

Dari kejauhan terlihat gerombolan siswa berdiri memandangi beberapa lembar kertas yang terpaku
pada sebuah majalah dinding sekolah selepas waktu sekolah usai. Satu demi satu dari mereka mulai
meninggalkan tempat tersebut dengan berbagai ekspresi penuh kemenangan. “Payaaaah”, gerutu
seorang siswa kelas tiga SMA. Brian adalah siswa tersebut, siswa yang sangat spesial karena tak
satupun siswa kelas tiga di sekolahnya yang punya nilai lebih kecil darinya dalam setiap ujian.
Beberapa menit yang lalu Brian kembali mencatatkan namanya sebagai siswa dengan nilai terendah di
sekolahnya. Beruntung pencapaiannya masih dalam cakupan sekolah dan belum mencapai level
nasional.

Seperti nilai ujiannya, perawakan Brian juga yang paling kecil di antara siswa kelas tiga di sekolahnya.
Tak ayal kerap kali dirinya diberikan julukan sebagai burung piyik. Burung yang merupakan anakan
dari merpati, burung kecil yang terkenal akan ketidakberdayaannya. Di kelasnya, Brian punya seorang
yang selalu dianggapnya sebagai pesaing terberat. Namanya adalah Christo, siswa yang selalu
meletakan namanya di pucuk daftar nilai dalam lembar kertas yang terpaku pada majalah dinding
sekolah. Terlebih lagi nama Christo sudah banyak diminati oleh perguruan tinggi negeri ternama di
Indonesia untuk bisa bergabung sebagai mahasiswanya. Bila digambarkan, Christo ibarat burung
elang dengan segala daya dan kharismanya. Brian dan Christo bagaikan langit dan bumi, entah apa
yang dipikirkan Brian hingga ia berani menyebut Christo sebagai pesaingnya.

Melompat, berlari, dan tertawa adalah serangkaian ‘ritual’ yang Brian lakukan setiap kali perjalanan
pulang ke rumahnya demi melepas penat di sekolah. Meskipun terbelakang dalam pendidikan, Brian
selalu tau cara untuk menghibur dirinya dan hal itulah yang menjaga dirinya agar tetap hidup percaya
diri di tengah segala kekurangan.

Hari berganti malam, Brian telah tiba di rumahnya. Seragamnya telah berganti menjadi pakaian tidur,
tak lama lagi bantal akan menghipnotis Brian menuju alam bawah sadarnya. Keesokan paginya, Brian
bangun kesiangan dan bergegas merapikan diri untuk berangkat ke sekolah. Segala usahanya sia-sia,
ia terlambat untuk masuk ke sekolah dan diberikan hukuman oleh pihak sekolah.

Terlambat di pagi hari sudah menjadi kegiatan rutin dan terjadwal dengan jelas dalam daftar kegiatan
Brian sehari-hari. Bahkan sekali waktu ia pernah bangun lebih pagi dari biasanya. Ia merasa tidak
nyaman dengan keadaan tersebut hingga akhirnya ia tidur kembali agar dirinya bisa bangun
kesiangan. Orangtuanya sudah sering mengingatkan sampai akhirnya lelah dan membiarkan Brian
sambil berharap kelak kesadarannya akan muncul.

Setelah melalui berbagai proses hukuman, Brian akhirnya diizinkan masuk kelas. “Huuuuuuu”, seisi
kelas menyambut kedatangannya dengan sambutan yang layak Brian dapatkan. Seharian di sekolah
tak ada momen spesial yang kali ini Brian dapatkan. Hanya tambahan pencapaian buruk yang
menambah buruk track record-nya semasa SMA.

Namun ternyata saat bel pulang berbunyi, Brian mendapat panggilan dari Pak Tikno selaku kepala
sekolah di SMA-nya. “Kamu hanya punya satu kesempatan terakhir, lusa akan diadakan ujian
matematika dalam rangka persiapan ujian nasional untuk kelas tiga. Jika kamu kembali menjadi yang

4
paling buruk. Silahkan keluar dari sekolah ini”, pesan Pak Tikno kepada Brian yang membuatnya
pusing tujuh keliling mengelilingi kepala barbie. Raut wajah depresi mulai terlihat nyata sepanjang
perjalanan ia menuju rumahnya. Reputasinya akan hancur bila sampai ia dikeluarkan dari sekolahnya.
Lebih-lebih pesaingnya yaitu Christo tau, habislah Brian menjadi bahan hinaan.

Berubah total, Brian merubah segala yang ia rasa akan membantunya menyelamatkan diri dari
ancaman drop out. Orangtua Brian bahkan terheran-heran dengan sikap anaknya yang berubah total
dan percaya bahwa Brian telah mendapatkan kesadarannya. Waktu Brian tidak banyak, ia percaya
dirinya akan mampu melewati tantangan dari Pak Tikno dan memanfaatkan dengan baik kesempatan
terakhir yang ia miliki.

Waktu telah selesai, segala persiapan dirasa sudah sangat matang. Brian siap berangkat ke ‘medan
pertempuran’. Tiba di sekolah tak banyak yang bisa Brian persiapkan karena saat ia tiba ujian telah
berjalan 15 menit dari total 90 menit. Dua hari belum mampu merubah kebiasaan Brian bangun
kesiangan. Keringat mulai bercucuran dan membasahi seragam sekolahnya. Tak jauh dari tempatnya
berada ia melihat Christo dengan segala ketenangannya mampu menjawab soal demi soal dengan
meyakinkan. Brian semakin panik hingga akhirnya waktu ujian selesai dan lembar jawaban diserahkan
kepada pengawas ujian. Meskipun terisi penuh namun Brian tetap mencemaskan hasil ujiannya.

Hari demi hari berlalu, tak sekalipun Brian meninggalkan sholat lima waktu sekaligus memanjatkan
do’a demi keberhasilan ujiannya. Brian memang rajin beribadah dan bukan hanya saat ia dalam
kondisi terdesak tapi dalam setiap kondisi ia tidak pernah meninggalkan kewajibannya. Satu-satunya
yang bisa dibanggakan orangtua Brian terhadap anaknya.

Hari pengumuman telah tiba tepat satu minggu setelah ujian dilaksanakan. Dari kejauhan terlihat
gerombolan siswa berdiri memandangi beberapa lembar kertas yang terpaku pada sebuah majalah
dinding sekolah selepas waktu sekolah usai. Satu demi satu dari mereka mulai meninggalkan tempat
tersebut dengan berbagai ekspresi penuh kemenangan. “Yeeeeeeey”, teriak salah seorang siswa
disertai lompatan yang tinggi. Brian berhasil melewati tantangan yang Pak Tikno berikan. Ia berlari
mengelilingi sekolah dan memeletkan lidahnya ketika bertemu pesaing terberatnya, Christo. Nama
Brian kini tak lagi berada di urutan terbawah. Kini namanya berada di urutan kedua dari terbawah.

Brian berhasil menaklukan tantangan dengan segala kerja kerasnya tanpa perlu merubah dirinya
menjadi srigala, harimau, atau hewan buas lainnya. Kini Brian sadar, mungkin burung piyik tidak akan
pernah bisa mengepakkan sayapnya selebar burung elang. Tapi Brian yakin dan percaya, burung piyik
juga bisa terbang tinggi. Bahkan lebih tinggi dari burung elang.

Cerpen Karangan: Abyan Rai


Blog / Facebook: Abyan Rai

5
Kuburan Keramat
Cerpen Karangan: M Yusuf Abul Mahasin
Kategori: Cerpen Horor (Hantu), Cerpen Lucu (Humor), Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 1 December 2018

Pada malam jum’at, di desaku sedang mengadakan acara pasar malam. Rencananya Aku, Reza, Beni,
Andi akan mengunjungi ke sana. Setelah sholat isya’, temanku langsung berkumpul ke rumahku.

“Eh, berangkat nanti dulu ya. Nunggu ibu sama ayahku pulang” pintaku kepada teman-teman agar
menunggu sebentar.
“Lama nggak Joe?” tanya Andi dengan nada penuh kesal.
“Nggak-nggak, palingan beli obat doang di apotek. Udah duduk dulu, sembari nunggu ibu sama
ayahku pulang ngobrol apa gitu biar ndak sepi. Aku mau ke belakang mau ngambil kalian minuman”
jawabku sembari pergi ke belakang.

Aku pun segera pergi ke dapur untuk mengambil sirup. Setelah mengambil sirup, aku segera
menuangkannya ke dalam gelas.
“Ssttt” terdengar suara aneh dari belakang. Segera aku menoleh ke belakang untuk melihat sekeliling.
“Suara apaan ya barusan? Kok perasaanku jadi tidak enak gini? Ah lupakan ajalah, mungkin ini efek
gegara aku sering tidur terlalu larut malam” kataku untuk menghilangkan pikiran yang aneh-aneh.

“Maaf ya udah nunggu terlalu lama” sambil tersenyum malu-malu.


“Udah nggak papa, yang penting tenggorokan ndak kering” jawab Beni dengan tertawa.
“Masih pada ngobrolin apa kalian?” tanyaku dengan penuh rasa penasaran.
“Kalian tau Pak Slamet sama Mas Arman kan? Yang sering keliling kampung untuk jurit malam?”
tanya Andi dengan nada yang cukup membuat kami semua penasaran.
“Emang ada apa dengan mereka, Ndi?” tanya Reza.
“Kata mereka, ketika lagi jurit malam dan pas lewat kuburan tua itu. Mereka sering denger suara
wanita yang lagi minta tolong” jawab Andi dengan nada yang mengerikan.
“Tapi ketika pas dicari dan didatengin yang ada cuman sekumpulan batu nisan dengan pohon beringin
yang cukup tinggi. Karena mereka tidak melihat ada cewek di sekitar situ, mereka pun berbalik untuk
pulang dan “Brruuuk!” terdengar suara benda jatuh dari belakang. Mereka pun menoleh ke belakang
dan “Aaaaaaa” akhirnya ibumu sama ayahmu udah pulang” lanjut Andi sambil tertawa.
“Jangkrek lu, Ndi. Padahal aku udah dengerin dengan penuh ke khusyukan, tapi kok malah putus
ditengah jalan” balasku dengan nada penuh kesal.
“Udah-udah, ibumu juga udah pulang buruan izin aja biar ndak kemaleman nantinya” ujar Reza
kepadaku.

“Bu, aku sama temen mau ijin pergi pasar malam yah” kataku kepada ibu. “Iya, tapi jaga diri lho,
jangan nakal di sana” jawab ibu dengan sedikit memberi saran.

Di tengah jalan aku nasih terbayang akan cerita Andi tadi. Tidak terasa kami semua sudah ada di
depan gerbang kuburan lama. Hawa dingin berselimut dengan rasa takut menambah kesan seram
bagiku.
“Aaaaa” jerit Reza yang membuat kami semua kaget dan was-was.
“Eh, anak ibu, punya kaki dua, berkepala botak, udah bau, hidup lagi. Napa sih loe tiba-tiba teriak
ndak jelas kayak cinta digantungin gitu” ujar Beni sambil tertawa.
“Itu tadi gue liat cewek cantik lewat” jawab Reza dengan nada yang sedikit ketakutan.
“Mana ada cewek, dari tadi gue ndak liat tuh. Bohong kali loe ya, mentang-mentang pemberani mau
nakut-nakutin kita semua gitu?” balas Beni.

6
Ketika sedikit ada percakapan yang membuat kami bingung seperti ibu-ibu yang sein kiri tapi malah
belok kanan. Tiba-tiba terdengar suara cewek menangis.
“Huuuhuuuhuuu” terdengar suara cewe menangis dari dalam kuburan.
“Kau dengar tak? Ada suara cewek lagi nangis tuh. Coba sana kau cari!” pinta Andi kepadaku untuk
mencari suara tersebut.
“Ogah ah, udah malem coba. Masak ada cewek nangis di dalem kuburan gitu. Kan ndak lucu” jawabku
dengan nada ketakutan. “Okedah, aku cari. Tapi kalian semua nemenin aku dari belakang. Pada mau
ndak?” pintaku biar semuanya mau bantu cari.
“Oke, kita semua mau” jawab semua dengan serentak.

Dengan diiringi semilir angin malam yang membuat badan dingin bercampur bau bunga melati. Kami
semua menyusuri kuburan yang konon katanya angker tersebut, dengan hati yang penuh penasaran
bercampur rasa takut.
“Joe, udah lama kita cari-cari. Tapi kok ndak ketemu gini, balik aja dah” pinta Reza untuk kembali
pulang.
“Ya udah kita pulang ajalah” jawabku.

Tiba-tiba dari belakang.


“Mas, tolongin saya. Tolong kuburkan saya dengan layak, tolong mas saya ingin tidur dengan tenang.
Tubuh saya ada di bawah pohon beringin besar itu!” suara cewe dengan nada yang mengerikan.
“Iii…yaaa, Mbak. Tapi jangan ganggu kami ya!” jawab Andi dengan nada terbata-bata.

Kami semua pun menuju pohon beringin yang diberi tau dari cewek yang nggak tau asalnya tersebut.
Ketika kita semua mencari dan terus mencari, akhirnya kami menemukan sebuah mayat yang sudah
busuk. Kami semua pun langsung menggali kuburan dengan alat apa-adanya. Karena pada saat itu
Reza membawa sarung, aku pun meminta Reza untuk membalutkan sarungnya ke mayat tersebut.

Setelah semua sudah selesai, kami pun berdoa untuk mayat perempuan tersebut. Setelah selesai,
kami langsung bergegas pergi dari kuburan tua dan pulang ke rumah masing-masing. Memang
pengalaman yang cukup mengerikan yang membuat kami semua takut untuk keluar rumah ketika
malam jum’at.

“Joe… Joe… Joe. Bangun, ini sudah jam berapa? Kamu tidak berangkat sekolah? Ayo cepat mandi
sana!” dengan nada yang cukup keras, ibuku membangunkanku dari tidur.
“Iya… iya, Bu” jawabku dengan nada malas.

Setelah sarapan pagi, aku segera pergi untuk sekolah. Setelah sesampainya di sekolah, aku pun
bercerita tentang mimpi tersebut kepada Andi, Reza dan Beni. Mereka semua juga merasakan hal
yang sama. Apakah ini yang dinamakan cinta? Hahaha… eh apakah ini kebetulan atau bagaimana? Ah
lupakan saja…

Cerpen Karangan: M Yusuf Abul Mahasin


Blog / Facebook: M Yusuf Abul Mahasin

7
Plagiator Cerpen
Cerpen Karangan: Hardian Ridho Alfalah
Kategori: Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 26 July 2018

Pada saat bel pelajaran terakhir berbunyi, semua siswa di kelas 8A bersiap-siap pulang ke rumah
masing-masing, semua siswa di kelas sudah mulai berhamburan keluar kecuali satu siswa, nama
siswa itu adalah Zakki. Ia tampak sedang mengerjakan sesuatu. Pandangannya yang sedikit serius
tertuju pada layar laptopnya, pada saat yang sama seorang siswa bernama Hani ingin mengambil
suatu barang yang tertinggal di kelas 8A, ia melihat Zakki di sana. Hani penasaran apa yang
dikerjakan Zakki, namun tiba-tiba Zakki sudah menutup laptopnya sehingga Hani tidak sempat untuk
melihatnya.

Pada keesokan harinya Rena, anak dari kelas lain ingin meminjam laptop milik Zakki untuk presentasi
di kelasnya, 8B.
“Zakki, boleh pinjam laptop milikmu untuk presentasi? Aku lupa bawa laptop, karena buru-buru tadi
pagi.”
“Ya, tapi jangan terlalu lama ya.”
“Oke! Makasih ya.”
Kemudian Zakki pun meminjamkan laptopnya kepada Rena, Hani yang duduk tidak jauh dari sana
mendengarnya sehingga ia mempunyai niat untuk melihat kembali apa yang dikerjakan oleh Zakki
kemarin saat setelah pulang sekolah. Ia masih begitu penasaran.

Di saat Rena sedang mengerjakan tugas menggunakan laptop milik Zakki, Hani pun mendekatinya
dan ingin meminjamnya, Rena memberikan laptopnya Zakki kepada Hani, lalu Hani mencari tempat
yang sepi dan tak bisa diketahui orang lain. Ia membuka semua data, dan menemukan apa yang dia
cari, ternyata sebuah karangan cerpen baru Zakki. Ia menyalin file tersebut ke dalam flashdisknya.
Setelah itu ia mengembalikan laptop milik Zakki kembali Rena. Saka melihat ketika Hani
menggunakan laptopnya Zakki. Dari gerak-gerik dan ekspresi wajah Hani, terbesit suatu pikiran yang
membuat Saka curiga.
Si Hani itu kenapa ya, kok senyam-senyum sendiri. Aneh. Hah, enggak usah dipikirkan!

Sampai di rumah, Hani Membuka dokumen karangan Zakki yang telah ia salin. Ia membacanya
sampai terakhir namun ternyata karangan itu belum selesai.
“Bagus ceritanya, tapi sejak kapan Zakki pandai mengarang?” gumam Hani. Hani pun mempunyai niat
untuk melihat lanjutan cerita tersebut.

Hari berikutnya Zakki diam-diam mengerjakan kembali karangannya, tanpa diketahui siapa pun
termasuk sahabatnya sendiri, Saka. Lalu tiba-tiba Saka mengagetkannya dari belakang.
“Ha! lagi ngapain?” ucap Saka sedikit teriak
“Enggak, enggak apa-apa kok!” ucap Zakki, karena kaget ia refleks menutup laptopnya
“Kamu sudah dengar belum ada banyak lomba yang diadakan untuk peringatan Bulan Bahasa?”
“Belum, memang ada?”
“Astaga! Temanmu ini seorang ketua OSIS lho, apa aku begitu sibuk ya sampai belum
memberitahunya ke kamu ya?”
“Iya, kamu memang sok sibuk, bukan?”
“Huh. Apa aku perlu menjelaskan? Padahal sudah diumumkan di papan mading sekolah,” ucap Saka
“Oke. Begini jadi ada lomba membaca pidato itu hari Senin… bla… bla”
“Oke, aku ke papan mading dulu!” ucap Zakki sambil berlari ke luar kelas
“Hey, padahal aku sudah baik hati mau menjelaskan!” teriak Saka dengan kesal “Setidaknya dengerin
sampai akhir!”
“Kamu bicaranya terlalu cepat! Aku enggak mengerti!” balas Zakki, raut muka Saka seketika
cemberut.

8
Setelah itu Zakki melihat pengumumannya. Ternyata ada lomba mengarang cerita. Dalam hatinya
Zakki berencana untuk mengikutinya, namun karangannya belum selesai dan ia sedikit malu tentang
karangan cerpennya. Ia bertekad ingin segera menyelesaikan karangannya.
“Haduh, batas waktu ngumpulin ceritanya 3 minggu lagi.” ucap Zakki. Hani yang sedang berada di
sekitar tempat Zakki berada sempat mendengar perkataan Zakki. Sekarang ia tahu bahwa Zakki akan
mengikuti lomba mengarang.

Di sekolah, Zakki sering mengerjakan karangannya diam-diam hingga hampir ia selesaikan. Pada saat
istirahat, semua anak kecuali Zakki keluar kelas. Seperti biasanya ia menyelesaikan karangannya
tanpa diketahui siapa pun. Lalu Hani masuk kelas untuk mengambil sesuatu, dan melihat Zakki
sedang membuka laptopnya. Ia pun berpikir “Pasti karangannya Zakki sudah selesai. Ia pasti mau
mengajukan cerpen karyanya saat lomba peringatan Bulan Bahasa.” Hani kemudian berniat sesuatu.
Sesaat kemudian Sarah masuk dan meminjam laptopnya Zakki.

“Zakki, pinjam laptopnya ya. Untuk mengerjakan tugas PKN kelompokku.”


“Ya, nanti kalau sudah selesai taruh di laci mejaku.” ucap Zakki sambil berjalan keluar kelas. Hani
kebetulan satu kelompok dengan Sarah. Hani pun menghampiri Sarah.
“Kamu lagi apa?”
“Oh ya, kebetulan ada kamu. Ini IPS-nya tolong diketik ya! Aku mau ke kantin dulu.” ucap Sarah
“Ya, serahkan kepadaku!” ucap Hani. “Pucuk dicinta ulam pun tiba. Timing yang pas sekali.” pikir
Hani. Hani berniat untuk menyalin lagi karangan cerpen milik Zakki. Hani membuka dan mencari
karangannya Zakki dengan diam-diam.
Ketemu! Lalu ia berpikir “Aku ubah saja, biar karangannya Zakki enggak lolos.” Hani pun menyalin
karangan yang asli ke dalam flashdisk-nya. Dan mengubahnya serta menghapus di bagian tengah
cerita. Lalu Sarah masuk kelas, dan pada saat yang bersamaan Saka juga masuk kelas.

“Hani, Sudah selesai belum? Biar aku yang lanjutin.”


“Hmm. Enggak usah. Biar aku saja.”
“Apa enggak apa-apa?”
“Ya, enggak apa-apa. Aku lanjutin di rumah. Besok sisanya aku beri ke yang lain”
Saka, melihat percakapan mereka dan melihat yang kedua kalinya Hani memakai laptopnya Zakki.
Lalu ia berniat bicara dengan Zakki setelah pulang sekolah. Bel masuk pelajaran sudah berbunyi.

“Zakki, Hani itu kenapa pinjam laptopmu. Aku sudah liat yang kedua kalinya.” ucap Saka
“Apa iya? Setahuku yang pinjam Rena, yang kedua Sarah.” jawab Zakki
“Iya, aku dari dulu ngerasa aneh. Jangan-jangan si Hani ngotak-atik, atau mencari sesuatu, atau
jangan-jangan yang lebih buruk lagi.”
“Ah, mana mungkin?”

Saat perjalanan pulang, Zakki terus memikirkan yang dikatakan Saka. Sesampainya di rumah Zakki
penasaran, dan membuka laptopnya. Dan mencari karangannya karena batas waktu pengumpulannya
besok.
“Lho, karanganku berubah! Seingatku terakhir kali, bukan seperti ini. Ternyata betul yang dikatakan
Saka.” ucap Zakki dengan kesal. “Tapi, siapa? Siapa yang melakukan ini?” Zakki menghela napas.
“Untungnya aku punya cadangan karangannya di flashdisk.”

Lalu setelah itu Zakki mengecek ulang karangannya tersebut dan menambahkan bagian-bagian
penting lalu mencetaknya. Di sisi lain Hani memperbaharui karangannya dan memadukan
karangannya Zakki yang telah ia salin sebelumnya.
“Akhirnya selesai juga. Aku yakin, pasti aku yang menang!” ucap Hani dengan semangat

Keesokan harinya masing-masing peserta sudah mengumpulkan karangannya. Satu minggu telah
berlalu dan hari pengumuman telah tiba. Saat istirahat, Saka melewati papan pengumuman. Lalu ia
melihat ada secarik kertas yang baru saja ditempel oleh pengurus OSIS lain. Ia pun membaca.
“Zakki menang lomba mengarang cerpen? Sejak kapan ia mulai mengarang? Aku harus segera
memberitahunya.” ucap Saka. Sesampainya di kelas Saka lalu memberi tahu Zakki. Dan saat itu juga
teman-teman yang lain, termasuk Rena Sarah, dan Hani juga tahu.

9
“Zakki, ternyata kamu ikut lomba mengarang cerita ya. Kamu menang lomba lho!”
“Masa, sih?”
“Lihat saja sendiri. Pengumumannya di papan mading.” Setelah itu Zakki bergegas melihat papan
pengumuman, dan ia pun terkejut.
“Ternyata betul. Alhamdulillah.”
Teman sekelasnya, termasuk Rena dan Sarah melihat papan pengumuman. Di samping itu Hani juga
melihatnya.
“Selamat ya, Zakki! Kamu kok enggak bilang-bilang kalau kamu suka mengarang cerita. Oo, jadi
selama ini kamu diam-diam buka laptopmu itu untuk membuat cerita itu ya.” ucap Saka sambil
tersenyum. Teman-teman lain juga memberi ucapan selamat kepada Zakki.
“Iya, maaf sebenarnya aku enggak percaya diri sama ceritanya. Aku juga enggak tahu bagus atau
enggak.” jawab Zakki
“Kenapa enggak percaya diri? Baguslah kamu sudah mencoba. Bagus atau enggak urusan nanti, kalau
ingin lebih mahir lagi bisa terus belajar, kan? Kayaknya kamu bisa jadi penulis top deh. Hasil pertama
saja sudah juara pertama. Aku nanti lihat cerpennya ya?” ucap Saka
“Iya nanti aku juga lihat ya?” ucap Rena dan Sarah
“Iya, ya boleh kok.” jawab Zakki. Kemudian mereka kembali ke kelas, kecuali Saka yang berjalan
melambat di belakang dan seketika berbalik badan dan berhadapan dengan Hani.
“Hani, kamu ternyata juga ikut lomba mengarang ya? Lalu kamu dapat juara 3 ya? Selamat! Aku juga
nanti boleh baca hasil karyamu? Itu benar-benar hasil karyamu, bukan? Apa benar-benar hasil dari
pikiran sendiri? Sudah ya, aku duluan!” ucap Saka dengan sedikit tekanan sambil berlalu. Hani hanya
terdiam mematung. “Sial, kenapa Saka bisa tahu?”
Hani masih mematung. Ia kesal, kenapa bukan dirinya yang juara pertama? Ia belum puas dengan
hasil pengumuman. Hani kemudian pergi lari entah kemana.

Keesokan harinya, pagi yang cerah. Pepohonan rindang sekitar sekolah bagai menyapa dengan udara
segarnya. Sang mentari dengan cahaya yang begitu hangat menerpa sambil tersenyum. Murid-murid
ramai memasuki sekolah, kemudian memberi salam kepada para guru yang sedang berjajar.

“Zakki! Pagi! Sudah mengerjakan PR?” ucap Saka sambil merangkul Zakki
“Pagi juga. Sudah lah!” balas Zakki sambil tersenyum
“Zakki!” teriak seorang murid. Zakki dan Saka menoleh ke arah sumber suara itu.
“Hani, ada apa?” ucap Zakki
“Maaf, Zakki. Kamu pasti menyadari, kan? Tentang cerpen karanganmu yang tiba-tiba berubah dan
hilang beberapa bagiannya? Itu salahku, akulah yang berbuat semua itu. Maaf, Zakki. Aku benar-
benar minta maaf.” ucap Hani sedikit berteriak tanpa jeda.
“Kenapa?” tanya Zakki
“Eh. Kenapa?” tanya Hani kebingungan. “Aku memang salah. Aku hanya ingin jadi juara pertama. Aku
minta maaf.” jawab Hani
“Sudahlah, Hani. Kalau kamu sudah mengetahui jika kamu salah, ya sudah. Kamu tahu kan? Masih
banyak cara yang benar supaya bisa jadi yang terbaik. Belajar salah satunya. Jika kamu merasa
bersalah, iya aku maafkan. Kamu tahu, meskipun kamu juara pertama dan itu sama saja menjiplak
hasil karya orang lain, apakah kamu bisa bangga dengan itu? Tidak, kamu akan bisa bangga jika itu
hasil jerih payahmu sendiri. Sudah ya, aku duluan.” ucap Zakki
“Huh. Hani. Untung saja Zakki baik hati begini. Baguslah kalau kamu sudah meminta maaf.” ucap
Saka
“Iya, aku sudah mengerti. Makasih.” ucap Hani sambil berlalu
“Saka, apa kamu sudah tahu kalau pelakunya Hani?” tanya Zakki “Kenapa kamu enggak ngasih
tahu?”
“Ya, begitulah.” jawab Saka dengan santai. “Biar, dia menyadari kesalahannya sendiri, sudah cukup.
Kita akan telat masuk kelas kalau lambat begini, aku juga ada piket lagi.” ucap Saka sambil melihat
jam tangannya dan berlari.
“Oke!” ucap Zakki sambil menyusul Saka.

Cerpen Karangan: Hardian Ridho Alfalah


Blog / Facebook: Hardian Ridh

10
11

Anda mungkin juga menyukai