Anda di halaman 1dari 8

Sia-sia

Sang surya mulai meredupkan sinarnya perlahan-lahan. Lama-kelamaan sinar


rembulan datang menggantikan sinar sang surya. Namun sayangnya sinar rembulan tak
mampu untuk menerangi gubuk kecil ini tak seperti sinar sang surya pada petang hari. Tak
mungkin berdiam diri dalam kegelapan kami pun mencari pencahayaan. Si jago merah yang
hidup dari sumbu dalam balutan kaca kecil sudah cukup menerangi walaupun keahlian
menerawang benda dalam kegelapan masih dIbutuhkan oleh kedua bola mata. Sendu-sendu
kegelapan membuat mata ini semakin lelah ditambah iringan nyanyian kaki jangkrik yang
bermelodi ditelinga seolah menghipnotis diri dan membuat semakin besar keinginan untuk
merebahkan tubuh. Kubentang tikar pandan anyaman Ibu ditanah yang merupakan lantai
rumahku. Angin-angin malam mulai menyelinap dari lubang-lubang kecil dinding rumah
yang terbuat dari tepas serta atap rumah yang terbuat dari pelepah daun tua. Rasa dingin
menggetarkan tubuh namun tak ada seuntai benang pun yang menyelimuti. Beginilah malam-
malam yang dilewati.dan ah sudahlah lupakan. Saatnya aku pergi ke alam mimpiku yang
mungkin bisa lebih indah dari kehidupan nyata.

***
Allahu akbar Allahu akbar...

“Taufik bangun salat subuh dulu.” Azan subuh sudah mulai berkumandang seperti biasanya
Bapak selalu membangunkanku untuk salat subuh. Mataku masih ingin terpejam rasanya
namun aku harus melawan segala godaan itu dan terus melaksanakan kewajibanku sebagai
seorang muslim.

Aku dan Bapak lekas pergi ke masjid untuk melaksanakan salat berjamaah. Biasanya selesai
salat aku dan Bapak tidak segera pulang. Kami menghabiskan waktu dengan mengaji
bersama. Ali, temanku yang merupakan pemuda mesjid juga sering ikut mengaji bersama
kami. Suaranya begitu merdu. Aku sangat mengidolakannya. Sepertinya hari sudah mulai
pagi. Saatnya aku pamit dan kebali kerumah untuk memulai hari.

Matahari senin pagi sudah menyapa setiap insan dIbumi pertiwi. Seharusnya anak seusiaku
memulai paginya dengan bergegas ke sekolah. Namun tidak dengan aku, karena tingkat
ekonomi yang rendah. Hari-hariku dihabiskan dengan membantu Bapak dan Ibu. Aku akan
menemani Bapak memotong rumput liar di lapangan untuk diberi makan kepada sapi-sapi
milik juragan Supri. Saat aku dan Bapak sedang asyik memotong rumput sambil bercanda,
tiba-tiba saja.

“Karim... Karim... sini kamu!” Seru Bang Jek si pesuruh lintah darat paling congkak
dikampung ini.

Bapakku pun mendatangi Bang Jek. “Karim kapan kamu mau bayar utang kamu hah? Liat aja
ni catatan hutang kamu dIbuku ini udah dari bulan juli kamu belum bayar sedangkan
sekarang udah bulan desember. Total utang kamu sekarang udah lima ratus rIbu, kalo bulan
depan kagak dibayar juga, kelar hidup lo!” Bentak Bang Jek lalu ia meninggalkan Bapak.

Aku segera merangkul Bapak. Aku menatapnya lama dan ia menatapku kembali. Ia
mengusap tangannya pelan ke rambutku. Aku tau mengapa Bapak melakukan ini semua. Ini
demi keberlangsungan hidup kami. Agar kami tetap bertahan hidup. Begitu berat tanggung
jawab Bapak dalam melaksanakan tugasnya sebagai kepala rumah tangga.

“sudahlah jangan dipikirkan kembali. Ayo kita kumpulkan rumput-rumput ini dan
membawanya ke Juragan Supri. Kalau masalah tadi Bapak akan usahakan sekeras mungkin.
Kamu tenang aja, ayo kita pergi.” Bapak berusaha menenangkanku.

Aku segera melakukan apa yang Bapak perintah kumasukkan semua rumput kedalam karung
lalu aku ikat degan tali dan kurangkul diatas pundakku. Saat dalam perjalanan aku
memikirkan sesuatu.

“kenapa Bapak gak minjam uang ke Juragan Supri aja biar Bang Jek gak marah-marah
lagi?”tanyaku.

“lo masih dipikirin toh, begini nak Bapak gak mau gali lubang tutup lubang. Bapak mau
berusaha cari tanah biar lubang kemari bisa ditutup tanpa gali lubang buat ngambil tanah lain.
Udah lah tidak usah dipikirkan lagi.” Jelas Bapak.
...

Akhirnya pekerjaan hari ini telah selesai. Aku memutuskan untuk melepas penat sejenak di
pondok kecil tengah sawah. Dalam renungku aku masih memikirkan kejadian tadi. Perkataan
Bang Jek kerap kali terlintas dipikiranku. Walaupun Bapak kerap kali megatakan tak usah
dipikirkan lagi tetapi. Aku sudah tidak tahan lagi sudah hidup miskin dicaci maki pula. Aku
harus mencari cara untuk mengatasi semua ini.

***

Kemarin aku sudah menemani Bapak bekerja berarti hari ini giliran Ibu yang aku
temani. Ibu adalah seorang petani kacang. Walaupun pagi masih buta aku sudah harus
membantu Ibu membawa hasil panen kacang ke seorang pengepul. Biasanya hasil panen Ibu
akan dijual ke kota besar. Tiba-tiba saja sebuah ide cemerlang terlintas dipikiranku. Ketika
Ibu sedang sIbuk berbicara dengan sang pengepul. Aku langsung naik ke mobil pick up yang
membawa kacang-kacang tersebut. Aku berkata pada Bang Jol si pengemudi bahwa aku ingin
menumpang untuk mengirimi titipan Ibu untuk temannya dikota. Bang Jol memberikan izin.
Ketika mobil akan berangkat. Aku menunduk dan berpaling muka dari Ibu. Syukurlah, Ibu
tidak menyadari kepergianku. Maafkan aku Ibu, mungkin ini cara terbaik yang bisa aku
lakukan demi keluarga kita. Kulihat wajah Ibu untuk terakhir kalinya. Air mata tak henti-
hentinya terlinang di pipiku. Aku sayang Ibu.

***

Aduh... tubuhku sakit sekali. Perjalanan yang begitu melelahkan. Bang Jol
menurunkanku disebuah pasar. Ramai sekali orang di pasar ini bagai semut yang sedang
berkumpul dan aku disini ialah semut yang tersesat dan kehilangan arah yang akhirnya
memutuskan untuk beristirahat disebuah tiang listrik. Hari ini begitu panas. Panasnya
menjilat-jilat kulitku. Peluh telah membasahi tubuhku. Kipasan tangan ini belum cukup untuk
mengeringkannya. Dan aku memutuskan untuk mencari tempat berteduh. Ketika aku
berbalik, aku melihat sesuatu terpampang di tiang listrik tersebut. Aku mulai membacanya.

LOWONGAN KERJA
DICARI PRIA BERUMUR MIN. 17 TAHUN UNTUK BEKERJA SEBAGAI CLEANING
SERVICE
PT. SABAR UTAMA
***
Aku bertanya-tanya dengan orang sekitar dimanakah letak kantor tersebut. Dengan penuh
eemangat aku mencarinya dan akhirnya aku menemukan letak kantor tersebut. Setelah
melalui berbagai proses akhirnya aku diterima untuk bekerja disana. Aku sangat bahagia
karena aku juga diizinkan untuk menginap dikamar cleaning service kantor. Esok hari aku
akan mulai bekerja

Alhamdulillah, hari ini benar-benar hari keberuntungan tak butuh waktu lama aku sudah akan
mendapat pekerjaan. Semoga cita-citaku untuk membantu Bapak dan Ibu akan lekas tercapai.
Bapak Ibu doakan aku kembali membawa segenggam rezeki

***
Hari demi hari berlalu, semakin kunikmati pekerjaan ini. Tak lupa pula rasa syukur tak henti-
hentinya kulimpahkan kepada sang Khalik. Pundi-pundi rupiah pun sudah mulai
terkumpulkan. Hari ini aku ditugaskan untuk membersihkan toilet pria. Ketika aku sedang
mengepel lantai tiba-tiba saja aku menemukan sebuah tas berwarna hitam di atas meja
wastafel. Setelah kuperhatikan beberapa lama, tak ada seorangpun yang menyentuhnya.
Kurasa tas ini kehilangan pemiliknya. Rasa penasaranku yang begitu kuat mendorongku
untuk membuka tas tersebut. Hatiku sungguh berat untuk melakukan ini tapi aku
melakukannya demi kebaikan. Kubuka tas tersebut. Astaghfirullah, uangnya banyak sekali.
Jika kuperhitungkan secara kasar uang ini berjumlah ratusan juta rupiah. Setan langsung
berbicara dipikiranku. Ia menggodaku untuk mengambilnya sehingga aku bisa lebih cepat
kaya. Malaikat berkata lain. Ia menentangku untuk melakukannya. Ia mengingatkanku akan
niat awalku untuk mengembalikannya pada pemiliknya. Ditas itu juga terdapat dompet
dimana juga terdapat identitas sang pemilik. Dengan mengucap Bismillah aku segera mencari
seseorang dalam kartu identitas tersebut. Aku mencari ke seantero gedung kantor dan...

“Permisi Pak...Bapak...Bapak...maaf Pak...” Aku berusaha mengejar Bapak itu.

“Iya kenapa? Tolong cepat sedikit ya saya tidak punya banyak waktu.” Ucap Bapak tersebut
dengan gaya sombong dan super sIbuk.

“Wah sebegitu sIbuk kah Bapak hingga Bapak meninggalkan tas ini di toilet?” Tanyaku
sarkas. Entah kenapa aku bisa sebernai itu.
“Apa? Saya meninggalkannya di toilet? Saya benar-benar ceroboh tanpa tas ini selesai sudah
hidup saya. Terima kasih anak muda, kamu begitu jujur. Zaman sekarang sangat sulit untuk
menemui orang seperti Kamu. Perkenalkan saya Hari Utomo, direktur utama dari perusahaan
ini. Untuk mengucapkan terima kasih karena kejujuranmu dengan resmi saya mengangkat
anda menjadi pengawas di perusahaan ini. Hendra tolong kamu bimbing dia. Sekali lagi
terima kasih. Saya pergi dulu.” Jelas Direktur tersebut lalu dia pergi secepat kilat bersama
asistennya. Belum sempat aku mengucapkan terima kasih, Direktur tersebut sudah
menghilang.
***
Kini aku telah hidup mapan. Malam ini aku bersama teman sekantor memiliki agenda untuk
makan malam bersama di sebuah restauran mewah. Malam ini begitu menyenangkan.
Melepaskan segala tekanan dan keluh kesah dikantor dengan sebuah canda tawa sangatlah
ampuh. Namun, tiba-tiba saja pandanganku teralih kepada seorang pemuda yang seumuran
denganku. Ia pergi bersama Bapak dan Ibunya yang sudah berambut putih dan memiliki
kerutan diwajah yang menggambarkan bahwa mereka telah lanjut usia. Senyum yang
merekah dari masing-masing wajah mereka. Sepertinya malam mereka lebih menyenangkan
dari malamku. Kini, aku merasa seperti ada yang kosong dalam diriku. Bapak Ibu bagaimana
kabar kalian disana? Aku benar-benar merindukan kalian. Kehidupanku yang sudah sangat
sIbuk membuat diriku tak mempunyai waktu luang lagi untuk bersua dengan kalian. Aku
tidak tahan untuk memendam rasa rindu ini. Akhirnya kuputuskan untuk mengganti agenda
pada lIbur minggu ini menjadi agenda melepas rindu bersama Bapak Ibu

Aku tiba di Stasiun. Kali ini aku kembali ke kampung dengan kereta api. Aku tertidur di
sepanjang perjalanan. Aku terbangun ketika mendengar bahwa kereta telah tiba. Aku segera
mengambil koper dan turun dari kereta. Aku menyambung perjalanan berjalan kaki menuju
rumah kesayanganku. Setelah berjalan jauh akhirnya aku tiba dirumah. Tak sabar rasanya
ingin memeluk Bapak dan Ibu. Baru saja sampai dihalaman rumah aku sudah dIbuat terkejut
ketika aku melihat gubuk kayu lapuk telah disulap menjadi istana beton. Apakah Bapak dan
Ibu lebih dahulu kaya dariku? Apakah aku terlambat? Apa yang telah terjadi? Oh tuhan. Aku
coba beranikan diri melangkah rumah tersebut dan mengetok pintu rumah tersebut. Namun
tak satupun membukakan pintu untukku.

Allahu Akbar... Allahu Akbar...


Azan telah berkumandang. Lebih baik aku pergi menunaikan salat zuhur di mesjid daripada
lelah menunggu di teras rumah. Aku bertanya-tanya kemanakah Bapak dan Ibu pergi? Aku
ingin mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Ya Allah berilah aku petunjuk. Air mataku jatuh.
Ketika selesai salat, seorang pemuda mendatangiku.

“Taufik?” seketika aku menoleh kebelakang.

“Ali?” ucapku terkejut.

“Kemana saja kamu selama ini?”

“Begini Ali, dulu aku bertekad untuk merantau ke kota tanpa izin orang tua karena aku takut
Ibu tidak mengizinkan, tujuanku melaukan itu ialah aku ingin hidup sukses lalu kembali
membawa uang untuk Orang tuaku seperti saat ini. Tetapi, ketika aku kembali mereka tidak
ada disini.” Jawabku panjang.

“Keputusanmu itu benar-benar salah Taufik. Memang tujuanmu mulia yaitu ingin
menyejahterakan keluargamu tetapi caramu itu yang salah. Apakah kamu tidak berpikir apa
yang terjadi pada orang tuamu disini?”

“Apa yang terjadi? Dimana mereka? Apakah kamu tau. Ali?”

“Aku sebenarnya tak sanggup untuk menceritakan ini semua. Kamu harus berlapang dada.
Setelah kepergianmu, orang tuamu mencarimu entah kemana. Karena merasa sangat tertekan
Ibumu jatuh sakit. Sakitnya begitu parah sehingga Bapak menghabiskan seluruh harta
bendanya untuk membiayai pengobatan Ibumu. Bapakmu pikir uang itu dapat digantikan
dengan kerja kerasnya kepada Juragan Supri namun naasnya Juragan Supri jatuh bangkrut.
Bapakmu tidak memiliki uang sepeser pun dan karena hutangnya semakin melilit. Akhirnya,
lintah darat mengusir Bapak dan Ibumu lalu gubuk itu dihancurkan dan tanahnya dijual.
Bapak dan Ibumu tinggal di sebuah pos ronda tua yang tak terpakai lagi. Karena tidak
mendapat perawatan Ibumu akhirnya meninggal dunia. Masalah yang menjadi-jadi mebuat
Bapakmu merasa sangat tertekan dan ia menjadi gila. Bapakmu benar-benar ganas tak ada
yang berani mendekatinya. Ia pun mendapat julukan orang gila si penjaga pos ronda.” Jelas
Ali panjang.
Ternyata itu yang selama ini terjadi. Air mata mulai berderai. Aku tak kuasa mendengarnya.
Kalau begitu berarti perjalananku selama ini sia-sia karena kecerobohanku. Bapak sudah gila
dan Ibu sudah meninggal siapa lagi yang harus kusejahterakan? Soal Bapak, tak mungkin lagi
aku sempat menjaganya Bapak bersifat sangat anarkis sedangkan disana aku benar-benar
sIbuk kapan aku bisa mengayominya. Biarlah waktu yang akan mengakhiri kisah hidup
Bapak. Setidaknya hidupku sudah lebih baik. Aku percaya bahwa jika terlahir miskin itu
bukanlah salahku tetapi jika aku mati miskin itu sungguh kesalahanku. Aku segera pamit
kepada Ali dan kembali menuju stasiun kereta. Hari ini juga aku memutuskan untuk kembali
ke kota. Mulai meninggalkan masa lalu dan mulai menghadapi masa depan.

Tepuk tangan dan sorak riang penonton mengiringi akhir drama kami setelah narator selesai
membaca bagiannya. Huft... syukurlah tugas penampilan untuk akhir semester ini telah
selesai bebanku pun telah berkurang. Aku melihat mama duduk disalah satu bangku penonton
dan aku segera menghampirinya.

“Hebat sekali anak mama. Sepertinya calon aktor nih”. Ucap mama dengan semangat sambil
mengacak-acak rambutku..

“Ya dong kan anak mama.” Jawabku dengan senyum lebar.

“Kamu tau kan apa hikmah dari drama kamu tadi? “ Tanya Mama.

“Tau dong.” Jawabku dengan bangganya.

“Kamu bisa ambil pelajaran dari cerita itu ya Sayang. Yaudah yuk kita pulang. Mama traktir
es krim ya.”

“Hore...” sangking senangnya tak sadar aku sampai melompat.

Kubereskan segala perlengkapanku lalu kumasukkan kedalam mobil dan akhirnya aku
pulang bersama Mama.
Mauliza Putri. Gadis kelahiran Lhokseumawe 31 Juli 2001 ini sedang mengenyam
pendidikan disalah satu sekolah unggul di kotanya yaitu SMAN 10 Fajar Harapan Banda
Aceh. Ia seorang pemilik akun Facebook dengan nama Mauliza Putri. Jika kau merasa bosan
atau ingin curhat kirim saja email ke maulizaaaaa@gmail.com tetapi jika kau butuh balasan
cepat hubungi saja no.HP 085270616333 ya jika ada waktu ia akan membalasnya. Berbicara
tentang menulis, entah kenapa akhir-akhir ini ia suka menulis. Menumpahkan tinta hitam
keatas lembaran putih sudah menjadi hobinya. Ingat! Ia hanyalah seorang pemula.

Anda mungkin juga menyukai