Anda di halaman 1dari 40

Perjalanan Perdana di Pulau Borneo

Oleh : Arif Noor S.

Waktu menunjukkan pukul 16.00 wita. Keadaan


di luar sana masih hujan. Hujan mengguyur Kota
Tenggarong sejak satu jam lalu. Namun
nampaknya belum ada tanda – tanda mau
berhenti.

Bunyi air hujan yang jatuh menimpa atap seng


rumah membuat suasana semakin riuh. Belum
lagi semerbak aroma tanah yang di siram oleh air
langit begitu khas menyengat hidung.

Alarm HP pun berdering menandakan waktu nya


untuk bersiap diri.

“Kriingggg....Kriiinggg...Kriiinnnggg...”
Nada keras yang muncul dari HP Nokia jadul ini
cukup membuat penghuni kamar terbangun. Aku
yang sejak tadi bermimpi indah seketika langsung
terperanjat bangun dari mimpi.

“Aahh... HP si Fajar ini selalu mengusik tidur ku..”


Gumam ku sembari mengucek mata.

“Eh, sudah bangun Rip... Tolong sekalian matikan


alarm HP nya yaa... diluar masih hujan kan ?”
Tanya Itok kepada Ku sambil kembali menaruh
kepalanya di atas bantal.

Yang punya HP siapa, yang harus matiin alarm


siapa. Huh, memang harus sabar menghadapi
rekan seperjuangan yang satu ini.

“Sudah lah Rip.. Tidur saja lagi... paling hari ini


libur lagi jualannya..” Sahut Itok.
“Libur terus... kapan untungnya kalau begini.. Kan
Kita juga butuh pemasukan tambahan selain
gaji..” Jawab ku sambil mematikan alarm HP Itok.

Di celah – celah pintu kamar tidur Ku lihat Occa


sedang sibuk dengan Gadget nya. Nampak ada
kecemasan dalam raut wajahnya.

Ia nampak sedang menelepon dan mengobrol


dengan seseorang. Paling itu Pak Andis pemilik
sekaligus Bos dari Angkringan Cinta ini.

Kebetulan Aku, Mas Occa dan Mas Itok bekerja di


Angkringan Cinta. Angkringan ini berlokasi tepat
di depan bengkel 99 di sekitaran pesisir sungai
mahakam.
Lokasinya yang di tengah – tengah Kota
Tenggarong menjadi tempat yang strategis untuk
berjualan Angkringan khas jogja ini.

Kami semua berasal dari Jawa. Kami datang ke


Pulau Borneo dengan perjalanan dan perjuangan
yang awalnya berbeda – beda.

Aku sendiri berasal dari Kediri. Awalnya bisa


sampai di tenggarong ini bermula ketika Aku
terpisah dari rombongan yang hendak berangkat
bekerja di Perkebunan Kelapa Sawit.

Hampir dua hari Aku terkatung – katung di


sekitaran pelabuhan Semayang Balikpapan.

Sudah jauh – jauh merantau masak pulang tidak


bawa hasil. Tekad ini lah yang selalu tertanam
dalam lubuk jiwa yang paling dalam.
Di tengah ke gundahan karena tidak ada tujuan
mengingat juga tidak ada saudara disini, maka Ku
putuskan untuk mencari masjid yang bisa di
jadikan tempat sementar untuk singgah.

Setelah berjalan kurang lebih sekitar 1 Km dari


pintu keluar Pelabuhan, Ku dapati di sebelah
kanan jalan ada sebuah masjid.

Waktu itu menunjukkan pukul 15.00 wita.


Penanda sholat asyar sudah berkumandang
dengan lantang. Adzan terdengar begitu
menyentuh kalbu.

Memang di saat sulit, kadang adzan terdengar


bisa menggetarkan hati. Tapi di waktu senang,
Kita pun sering acuh bahkan tidak memenuhi
panggilan Nya dengan segera. Maafkan hamba
Mu ini Yaa Alloh...
Dengan membawa dua tas. Yakni tas jinjing dan
tas rangsel, Aku nampak memang seperti orang
yang sedang merantau.

Di tambah jaket abu – abu, celana kolor panjang


dan sendal jepit mengingatkan masa awal dari
sebuah perjuangan. Segera Ku langkahkan kaki ke
masjid yang sudah lama jarang Ku singgahi.

Setelah melepas sendal kemudian Aku mencari


tempat di sudut masjid untuk menaruh barang –
barang.

Tidak ada barang berharga. Hanya uang yang sisa


Rp 245.000 dan HP Evercross yang sudah
melembung baterainya. Tapi masih bersyukur
masih bisa di gunakan sms’an. Tapi kalau untuk
telpon sudah tidak mampu lagi.

Segera Ku mengambil air wudhu yang membuat


wajah dan badan terasa segar kembali. Hati
merasakan kedamaian yang tidak Ku sadari apa
sebabnya. Mungkin ini semua dari Allah.

Kadang kedamaian hadir di saat Kita butuh


tempat untuk bersandar dan memohon
pertolongan.

Berharap kepada manusia bisa saja kecewa.


Berharap pada Allah pasti tidak akan mungkin
Allah ingkar janji. Pasti Kita akan mendapat
pertolongannya.

Shalat asyar empat rakaat beserta dzikir setelah


shalat membuat hati yang tadi gelisah kini pun
sedikit menjadi tenang kembali.

Aku pun berdiri kemudian melangkah ke serambi.


Di situ ku cari tiang untuk bersandar dan
menyelonjorkan kaki.
Setelah ini Aku mau kemana lagi ? Pertanyaan itu
yang nampaknya belum Ku temukan jawaban
pastinya.

Ku raih HP yang sedari tadi berada di dalam tas.


Coba mencari – cari kontak nomor kawan –
kawan yang barangkali bisa di hubungi.

Sesekali di selingi mencari informasi lowongan


kerja di Daerah Balikpapan dan sekitarnya.
Karena pandangan Ku hanya fokus pada HP tanpa
di sadari ada seseorang sudah tepat berdiri di
depan Ku.

“Maaf mas, mas di sini tujuannya mau kemana ?


Barangkali bisa membantu ?” Tanya seorang
Bapak – bapak. Mungkin Bapak ini adalah jamaah
masjid sini atau bahkan anggota DKM masjid.
Dalam kebingungan ku untuk menjawab, Bapak
itu pun kembali melontarkan pertanyaan kepada
ku,

“Mas namanya siapa dan asli mana ?” Tanya


Bapak itu kembali.

“Ohh..,, iya Pak maaf... Nama Saya Arip dari Kediri


Jawa Timur. Disini niat awalnya mau merantau
ikut kerja ke perkebunan kelapa sawit PAk.

Tapi waktu turun dari Kapal terpisah dari


rombongan. Jadi sekarang masih belum punya
tujuan Pak..” Jawab ku sedikit menjelaskan
kepada Bapaknya.

“Oohh begitu ya mas... Tapi ini maaf ya mas


sebelumnya.. Ini masjid bukan untuk musafir..
Jadi setelah sholat isya’ masjid ini akan Kami
tutup dan kunci. Sebaiknya mas segera mencari
penginapan untuk beristirahat..” Jawab
Bapaknya.

“Iya Pak... Terimakasih atas pemberitahuannya..”


Jawab ku singkat. Kemudian Bapak tadi
meninggalkan Ku sendiri di serambi masjid.
Sepertinya Bapak tadi rumahnya tidak jauh dari
sini.

Tiba – tiba dari arah samping muncul seseorang


yang bicara sambil menepuk bahu Ku.

“Mas orang jawa nya ?” tanya nya ramah sambil


tersenyum.

“Iii..yaa..Pak..” Jawab Ku agak sedikit kaget.


“Perkenalkan mas nama Bapak Triyatno atau
biasa di panggil Pak Tri.” Bapak tadi
memperkenalkan diri sembari mengulurkan
tangan untuk bersalaman.

“Salam kenal Pak Tri.... Nama Ku Arip..”


Membalas salam perkenalan dari Pak Tri.

“Mas kesini sama siapa ?” Tanya Pak Tri kembali.

“Sendirian saja Pak..” Jawab Ku singkat.

Merantau memang harus selalu waspada kepada


orang baru yang ditemui. Apalagi orang tersebut
belum Kita kenal sebelumnya.

Tetap hati – hati tapi jangan berprasangka buruk


juga sama orang lain. Siapa tahu itu jalan di
bukanya pintu rejeki untuk Kita.
“Mas mau kemana tujuannya ? Apa ada Saudara
disini ?” Tanya Pak Tri

“Belum tahu ini Pak... Mungkin mau cari kerja


disini untuk menyambung hidup... Saudara
kebetulan juga tidak ada yang disini..” Jawab ku
singkat.

“Bagaimana kalau mas ikut kerja di tempat Saya


saja. Di pabrik pembuatan batu bata.”

“Sistem kerjanya bagiamana Pak ?”

“Kerjanya borongan mas. Mess sudah di


sediakan. Untuk makan nanti bisa kasbon terlebih
dahulu di warung.
Setelah gajian baru di bayarkan. Gajian setiap 2
minggu sekali. Gaji atau Upah di bayarkan sesuai
dengan hasil pekerjaan.

Apabila mampu mencetak banyak bata berarti


upahnya pun juga akan menyesuaikan.”

Sebelumnya Aku pernah bekerja borongan tanam


sawit. Kerja borongan memang menghasilkan
rupiah yang cukup besar dalam waktu yang tidak
terlalu lama.

Namun butuh tenaga yang ekstra untuk bisa


menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang
sudah ditentukan.

Dengan berbagai pertimbangan maka Aku


putuskan untuk tidak menerima ajakan Pak Tri
bekerja di pabrik batu bata yang di tawarkannya
tadi.
Aku masih yakin bahwa pasti ada pekerjaan yang
tidak menguras begitu energi. Sudah capek dan
lelah rasanya kerja menjadi buruh kasar terus.

“Mohon maaf Pak, sepertinya Saya mau mencari


pengalaman kerja yang lain dulu. Nanti apabila
butuh sewaktu-waktu Bapak akan saya hubungi.
Minta nomor HP nya saja Pak.”

“Oh,, iya mas silahkan dicatat barangkali nanti


butuh..”

Setelah mencatat nomor Pak Tri, segera Ku


berkemas untuk mencari makan di sekitar area
pelabuhan.

Barangkali ada makanan yang murah meriah.


Mengingat kondisi keuangan mungkin tidak
cukup untuk seminggu maka harus benar-benar
hemat agar bisa bertahan hidup.

Aku berjalan menelusuri trotoar Kota Balikpapan.


Melihat – lihat sudut kota yang ramai lalu lalang
kendaraan.

Tampak pula berjajar toko – toko yang


menjajakan aneka barang dan makanan. Di salah
satu sudut toko banyak orang sedang menunggu
kedatangan travel yang hendak mengantarkan ke
daerah masing-masing.

“Mas mau kemana ? Samarinda kah, Tenggarong,


atau Bengalon ?” Seorang Bapak menawarkan
jasa angkutan.

“Tidak Pak.. Saya sedang mencari warung


makan..” Jawab ku singkat sambil terus berjalan.
Aku amati di seberang jalan ada tembok yang
setinggi kurang lebih satu setengah meter
terdapat lobang sebesar orang dewasa.

Ku perhatikan banyak orang keluar masuk dari


tempat itu. Sepertinya para sopir truk dan kenet
lagi pada kumpul di situ. Karena rasa penasaran,
akhirnya Ku mendekati tempat itu.

“Permisi Pak, numpang masuk...”

“Iya mas... silahkan...”

Ternyata di dalam nya terdapat warung makan


yang khusus menyediakan makanan untuk para
sopir, kenet bahkan pegawai serabutan ada dan
berbaur disini.

Tempat yang pas untuk memadamkan api lapar


yang sedari tadi bergejolak.
“Mau makan apa mas..?” Tanya pelayan warung
dengan ramah sambil mengambil piring dan
sendok makan.

“Nasi, Sayur Lodeh, Tahu + Krupuk nya satu ya


Bu...”

“Iya mas... ditunggu ya.. Minumnya apa mas ?”

“Air putih hangat saja Bu...” Biar ngirit batin ku.

“Oh, iya mas... silahkan duduk dulu..”

Tanpa harus menunggu lama, makanan dan


minuman yang Ku pesan sudah ada di hadapan
Ku. Saatnya makan.
Memang makanan apapun akan terasa nikmat
saat Kita dalam keadaan lapar. Apalagi lapar
karena belum tersentuh nasi seharian.

Dengan lahap sesendok demi sesendok Ku


habiskan makanan yang ada di depan ku.

Alhamdulillah akhirnya kenyang juga. Kalau


warung seperti ini memang menyediakan menu
makanan yang sangat komplit.

Tidak kalah dengan restauran. Apalagi Kita bisa


tambah nasi semau Kita. Maka tempat seperti ini
menjadi tujuan para pekerja lepas untuk mengisi
energi.

“Berapa Bu semuanya.. ?”

“Apa saja tadi mas makannya..?”


“Nasi, sayur lodeh, tahu, krupuknya satu dan
minum air putih hangat..”

“Nasi tiga ribu, sayurnya dua ribu, krupuk dan


tahu dua ribu, minumnya tidak di hitung. Jadi
totalnya Rp 7.000 mas.”

“Wah...murah banget Bu... setiap hari bisa kesini


kalau begitu..”

Segera Ku ambil uang di dalam saku celana. Uang


sepuluh ribuan Ku keluarkan. Ketika mengambil
kembalian, ku bilang sama Ibu pelayan warung,
yang tiga ribunya air mineral ini saja Bu. Supaya
pas.

“Ohh,, iya mas.. Silahkan ambil.. Terimakasih


sudah mampir ke sini..”
“Iya Bu.. Sama-sama.." Aku pun kembali
melangkahkan kaki. Entah mau kemana juga tidak
tahu.

Tampak di sebelah pelabuhan ada tempat


dudukan yang langsung mengarah ke laut. Duduk
– duduk di situ sepertinya asyik.

Dengan cepat Ku bergegas kesana. Mengambil


posisi tepat di pinggir laut. Sungguh luar biasa
ciptaan Allah.

Hamparan laut yang begitu luas dengan kekayaan


aneka ragam ikan di dalamnya menjadi sumber
penghidupan bagi manusia di bumi.

Nampak perahu – perahu nelayan dari kejauhan


sedang berjuang untuk menangkap ikan.
Dimana keluarga dan anak sedang menantinya di
rumah. Begitulah perjuangan seorang Ayah /
Bapak yang rela bersusah payah
mempertaruhkan nyawa di tengah lautan untuk
mencari nafkah.

Masak diri ku yang masih muda ini belum bisa


berbuat banyak untuk keluarga. Harusnya Aku
mengaca dan malu pada mereka.

Hikmah ini lah yang mendorong kembali


semangat yang ada pada diri ini untuk bertekad
untuk sukses kelak di kemudian hari. Aku pasti
bisa sukses dan membuktikan pada semua orang.

Sambil menanti tenggelamnya matahari, Ku


amati berjajar Bapak – Bapak sedang duduk
manis sambil menunggu pancingnya disambar
ikan.
Sungguh nikmat rasanya berada di posisi mereka.
Yang bisa bersantai di sore hari tanpa perlu
berpikir besuk harus makan apa.

Segera Ku teringat nasehat simbah bahwa kunci


kebahagiaan adalah ketika Kita tidak memikirkan
nikmat orang lain.

Di situlah Ku tersadar. Mengapa harus


memikirkan orang lain. Lebih baik segera Ku
susun rencana tentang apa yang harus Ku lakukan
besuk. Minimal untuk bertahan hidup di tanah
rantau.

Hari tidak terasa semakin gelap. Matahari sudah


mulai menelusup masuk diantara celah langit dan
laut. Ku pun harus segera mencari tempat untuk
tidur malam ini.

Tidak mungkin juga Ku tidur di masjid. Karena


sebagaimana yang Bapak penjaga masjid katakan,
bahwa masjid hanya untuk shalat bukan untuk
menampung orang yang dalam perjalanan alias
musafir.

Senandung pujian dan tilawah menjelang


berkumandangnya adzan maghrib terdengar di
berbagai sudut kota.

Aku pun mulai berjalan kembali ke masjid yang Ku


tempati shalat tadi sore. Sepanjang perjalanan Ku
amati banyak truk parkir hendak masuk ke
pelabuhan. Sepertinya truk – truk itu mau
berangkat ke Jawa.

Sempat terlintas dalam hati, apa Aku ikut truk –


truk itu saja ya. Pulang lagi ke Jawa daripada disini
runtang – runtung tidak jelas.

Pergumulan batin pun terjadi. Pulang malu tak


pulang makin pilu. Pilu karena tujuan yang belum
jelas. Tapi sebagai anak laki – laki, Aku tidak boleh
cengeng. Aku harus berjuang disini.

Pulang harus bawa hasil untuk orangtua yang


menunggu di rumah.

Apa kata tetangga dan keluarga ketika


mendengar diri Ku yang katanya merantau di
Pulau Borneo tapi pulang tidak membawa hasil
apa-apa.

Mending kerja di Jawa saja kalau begitu. Apa


harus jauh – jauh ke luar pulau. Anggapan seperti
itu harus Ku tepis dengan pembuktian. Tunggu
saja saatnya nanti.

Ku habiskan malam ini untuk lebih dekat kepada


Nya. Dengan berdiam diri di masjid, Allah
memberikan petunjuk dan jalan keluar atas
masalah yang kini sedang Ku hadapi.
Setelah sholat isya tetap saja belum menemukan
jalan keluar. Karena Masjid hendak di tutup, maka
mau tidak mau Aku pun harus keluar.

Ya Allah... kemana lagi Aku harus melangkah..


Mohon bimbinglah hamba Mu yang penuh dosa
ini. Paling tidak untuk bisa beristirahat malam ini.

Malam semakin larut. Untuk makan malam


terpaksa hanya bisa mencium aroma nasi goreng
yang sedang di jual di warung pinggir jalan.

Aku pun duduk di samping warung yang


kebetulan ada tempat duduk memanjang. Cukup
untuk meletakan seluruh badan dalam posisi
miring.

Lumayan ini untuk tidur. Karena kondisi yang


sudah mulai ngantuk, capek, dan lemas. Ku
putuskan untuk tidur di samping warung nasi
goreng.

Benar – benar menggelandang ini ceritanya.


Semoga aman – aman saja. Barang – barang ku
masukan kedalam kolong kursi. Sementara tas
yang berisi pakaian Ku keluarkan.

Pakaian – pakaian itu ku jadikan satu lalu Ku


bungkus ke dalam sebuah sarung. Tujuannya
sederhana, untuk dijadikan bantal supaya leher
ini tidak langsung menyentuh papan.

Semoga hari esok keadaan bisa berubah lebih


baik lagi. Mata pun perlahan memejam.

Tiba – tiba HP Ku berdering... Ah.. Siapa ini malam


– malam telpon. Ganggu tidur orang saja. Sudah
tahu malam, kenapa tidak besuk saja
menghubungi kalau penting.
Nomor di sembunyikan lagi. Ini siapa sih malam –
malam ngerjain orang banget.

Langsung saja Ku angkat.

“Hallo,, selamat malam dengan siapa ini ya..”

“Hallo juga... Apa benar ini nomornya Arip anak


Kediri..”

Kok suara laki – laki yang di telpon bisa tahu nama


dan tempat asal Ku.

“Iya Benar.. Ini siapa ya ?’’ Tanyaku penasaran.

“Oalah.. Hallo Bro... Masih ingat saya tidak ??


Teman waktu dulu di sawitan..”
“Siapa ya.. Teman di sawitan kan banyak..”
Semakin penasaran saja ini.

“Hanung Bro... Dari Jogja.. Yang dulu Kita bareng


kerja borongan nanam sawit.”

“Ohh... Mas Hanung thoo... Apa kabar Mas bro ?


Sekarang dimana ?”

“Sekarang Aku di Samarinda Bro..”

“Kerja sawitan lagi kah mas disana ?”

“Ya sudah enggak lah Bro... masak sampai tua


kerja sengsara terus.. Panas – panasan.. Hehehe”

“Lalu kerja apa Kamu di Samarinda..?”


“Kerja di Katering Bro... Ikut orang Samarinda..
Orang nya baik banget... Kamu dimana sekarang
? Masih di Jawa kah ? Kerja bareng aku saja sini..”

Seperti ketiban bulan. Rasa senang campur aduk


bersama dinginnya angin malam. Tawaran yang
sekaligus mungkin pertolongan dari Allah.

Maka jangan pernah ragu lagi sama Allah. Ketika


Kita meminta pasti Allah akan mengabulkan.

Yang penting Kita yakin saja. Tapi kalau mintanya


sama manusia, ujung – ujungnya kecewa
biasanya.

“Aku sekarang kebetulan di Balikpapan Bro...


Ketinggalan rombongan kerja ke sawit..”
“Wah,, pas banget bro berarti.. Kira – kira kamu
naik travel kesini berani tidak ? Nanti ongkosnya
biar di ganti sama bosnya..”

“Memang berapa Bro travel dari Balikpapan ke


Samarinda ?”

“Kurang lebihnya sekitar 300rb Bro..”

“Boleh berangkat sekarang kah Bro... soalnya aku


ini tidak ada tempat istirahat..”

“Memang posisi sekarang ada di Balikpapan


sebelah mana Bro.. ?

“Aku di emperan toko Bro... masih sekitaran


Pelabuhan Semayang Balikpapan..”
“Ya Allah... Ya sudah berangkat sekarang saja
kalau memang ada travel.. Kalau tidak ada travel
naik bis saja Bro... Alamatnya ini saya kirimkan..”

“Ok.. Siap Bro... Saya berangkat cari travel malam


ini juga ya.. Tungguin Bro... jangan sampai tidur
dulu sebelum aku datang..”

“Siap Mas Bro.. Hehehe.”

Segera Ku bangkit dari tempat tidur sementara.


Ku bereskan barang – barang dan segera Ku pakai
sendal jepit warna hijau kesayangan.

Kebetulan tukang nasi goreng masih ada sedang


bersih – bersih menutup warungnya.

“Permisi Pak... Jam segini apa masih ada travel


ya.. ?” Tanya ku kepada penjaga warung nasi
goreng.
“Memang mas nya mau kemana malam – malam
gini ?” dengan tatapan penuh tanya.

“Mau ke tempat teman Pak.. Kebetulan ada di


samarinda.”

“Kalau jam segini biasanya sudah tidak ada mas..


Kalau ke samarinda jadwal berangkatnya paling
malam sekitar jam 19.00 wita.”

“Kalau naik bis apa masih bisa Pak ?”

“Mas sebelumnya pernah naik bis dari sini belum


? Soalnya agak rawan juga mas apalagi mas ini kan
pendatang.”

“Tidak apa – apa Pak... Kira – kira dimana ya Pak


ada terminal Bis yang ke arah Samarinda ?”
“Baiklah mas... Bis biasanya ngetem atau
berhenti di sebelah kiri pintu keluar pelabuhan.

Dari pintu keluar pelabuhan mas jalan saja lurus


kira – kira 100 meter sampai ketemu jalan raya.
Biasanya disitu bisnya.”

“Baik Pak.. Terimakasih banyak Pak atas


informasinya.”

“Iya mas.. Sama-sama.. Hati – hati di jalan ya..


Sebentar mas ini ada sisa dagangan barangkali
mas nya belum makan malam. Bawa saja mas
buat makan di jalan.”

“Alhamdulillah.. Terimakasih banyak Pak..


Semoga Bapak semakin banyak rejekinya..”
“Aamiinn...”

Aku pun pamit kepada Bapak penjual nasi goreng


yang baik hati sekali. Mungkin inilah hikmah nya
ketika Kita sering berbuat baik kepada seseorang
dimanapun berada,

Pasti suatu saat ketika Kita mendapatkan


kesulitan atau masalah, Allah juga akan
mengirimkan orang-orang baik untuk membantu
Kita.

Harus terus menebar kebaikan kepada semua


orang. Tidak perlu mengharap balasan langsung
dari orang tersebut, karena mungkin Allah
menyiapkan orang baik lain yang akan hadir di
saat yang tepat untuk membantu Kita.

Ketika perjalanan telah sampai ke depan pintu


keluar pelabuhan semayang, ada dua Bapak –
Bapak tinggi besar berjaket hitam dan bercelana
jins yang sedikit sobek di bagian lutut berada di
depan Ku.

Mencoba menghalangi dan menghadang langkah


Ku. Yang satu nya ingin meraih tas jinjing yang
sedang Aku pegang tapi bisa Ku hindarkan.

Ingin teriak rasanya tapi keadaan sedang sunyi.


Tidak ada satu pun kendaraan yang lewat. Hati
sudah mulai cemas.

Ya Allah.. Lindungi lah Hamba mu ini dari orang –


orang jahat yang hendak mencelakai ku.

“Mau kemana mas ?” tanya seorang bapak


dengan nada yang tegas dan nyaring.

“Maa... Maa.. Uu... ke Samarinda Pak..” Jawab ku


dengan agak sedikit gugup.
Kemudian Bapak tadi merogoh saku celananya.
Mengeluarkan benda yang membuat jantung
berdegup semakin kencang. Ya Allah..

Akan kah usia Ku hanya akan sampai di sini... Ku


pun sudah sangat pasrah ketika itu..

Setelah benda tersebut keluar dari saku Bapak –


Bapak itu, kemudian benda itu di taruh ke telinga.

Ternyata itu HP .. Huuhh... sedikit lega rasanya.


Bapak itu nampak sedang menelpun kawannya.
Karena Nelpon nya menggunakan bahasa Bugis,
jadi Aku tidak paham apa yang dia bicarakan.

“Ayo mas ... Saya antarkan ke Samarinda..


Kebetulan ada mobil kosong..
Oya, kenalkan Saya Bapak Andreas, sopir travel
di sini yang melayani rute Balikpapan – Samarinda
PP.”

“Ohh.. Jadi Bapak ini sopir travel yaa...” Sedikit


bernapas lega.

“Iya mas.. Maaf mengagetkan ya tadi.. Hehe”

“Berapa Pak ongkos ke Samarinda ?” Tanya ku.

“500rb saja mas ayo berangkat sekarang..” jawab


Pak Andreas sambil memegang kunci mobil.

“Waduh.. ga bisa kurang kah Pak ?” Ku coba


menawarnya.

“Memang Mas punya uang berapa ?” Pak


Andreas bertanya kembali.
“Cuma 230rb Pak... Sisa uang terakhir yang ada di
saku..”

“Memang ke Samarinda tujuannya mau kemana


mas ? Kerumah saudara kah ?”

“Tidak Pak... Saya mau ke tempat teman yang


kebetulan kerja di sana. Mau sekalian ikut kerja
disana Pak.”

“Coba telpon lagi teman mu, suruh nambahi


ongkosnya.” Pinta Pak Andreas.

Ku ambil HP dan menghubungi kembali Mas


Hanung.
“Hallo.. Bro.. Ini sudah dapat travel aku Bro...
Cuma ongkosnya ga cukup bagaimana ini..” Tanya
ku minta solusi.

“Ya sudah, gini saja bro.. Tawar saja 400rb kalau


mau berangkat saja ikut travelnya.. Nanti sampai
sini saya tambahi ongkosnya..”

“Walah.. Jadi ngrepotin ini... terimakasih banyak


mas bro..”

“Ok.. Santai saja.. Hati – hati di jalan ya.. Ku


tunggu kedatangan mu disini.

“Ok Bro.. Siap..”

Setelah menawarkan harga 400rb dan di sepakati


oleh Pak Andreas, aku pun akhirnya bisa
meluncur menuju Kota Samarinda.
Seperti apa ya Kota nya.. Jadi semakin penasaran
ini... Selamat tinggal sementara Kota Balikpapan..
Pasti suatu saat nanti Aku akan singgah kembali
kesini.

Pukul 22.30 wita.. Berangkat menuju Kota


Samarinda..

Bersambung....

Anda mungkin juga menyukai