Anda di halaman 1dari 8

BELUM USAI

Aku tidak mengerti mengapa masih banyak orang diluar sana yang mengatakan hidup
di Kota itu mudah dan sangat enak. Nyatanya, masih banyak orang yang mengemis untuk
mendapatkan sesuap nasi, masih banyak orang yang tidur di emperan toko, restoran, bahkan
ada yang di bawah jembatan, tetapi mengapa semuanya bisa terjadi? Siapa yang harus
disalahkan?
Hidup di kota tidak sama seperti banyak orang bayangkan. Ya, aku dan keluarga tinggal
diperkotaan. Hidup kami jauh dibawah dari kata hidup sederhana. Kami hanya pendatang dari
sebuah desa. Saatku duduk dibangku kelas dua SD, kami pindah karena rumah kami di gusur
oleh pemerintah desa tersebut, dan anehnya kami tidak diberi ganti rugi, tidak diberi solusi,
sehingga aku dan keluargaku memilih berpindah di kota ini. Kami hanya tinggal di sebuah
rumah kayu, walaupun begitu kami tetap mendapatkan kebahagian. Rumah yang kami huni
dibangun di atas lahan yang bukan milik kami. Kesulitan, kesusahan, dan perjuangan hidup
menjadi keseharian kami sekeluarga.
Andi Adristha nama bapak aku, bekerja sebagai kusir delman. Hidup sebagai anak kusir
delman memang sangat memalukan, tetapi apa yang bisa kami lakukan? Bapak bekerja sebagai
kusir delman adalah satu-satunya jalan untuk keluarga kami mendapatkan sesuap nasi. Nita
Nandita itu Ibuku, dia berjualan sayur-sayuran di pasar. Ibu sangat terkenal di lingkungan kami
karena kepeduliannya dengan sesama walaupun dalam keterbatasan yang ada dalam keluarga
kami.
Nata Nareswari, ya itu namaku! Arti nama Nata adalah wanita yang kuat, sedangkan
Nareswari berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti Permaisuri. Aku sedang menempuh
pendidikan di Universitas Dwi Wacana Tomohon program studi Ilmu politik semester 2. Aku
mempunyai adik bernama Ansen Adhimata dia juga sedang menempuh pendidikan di Institut
Teknologi Minahasa program studi Sistem dan Teknologi Informasi semester 1. Aku dan
adikku Ansen, sebenarnya tidak akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena
keterbatasan ekonomi, tetapi dalam keluarga kami pendidikan sangat penting.

Tomohon, 20 Maret 2020


Pagi ini aku bangun pukul 04.20 WITA ditemani sang mentari yang mulai tersenyum
menyapa dunia serta dengan nyanyian burung yang terbang kesana kemari. Aku beranjak dari
tempat tidur dan melangkahkan kaki keluar dari kamar. Aku melihat ibu yang sedang
mempersiapkan sayur-sayuran untuk dijual di pasar, adikku Ansen dari semalam dia tidak
pulang ke rumah entah tidur dimana, sedangkan bapak sama sekali tidak terlihat dirumah
“Bapak dimana, ma?” tanyaku “Sudah pergi mencari nafkah, Nat” Jawab ibu sambil
memasukkan sayur dalam plastik. Aku heran, seperti tidak biasanya bapak pergi mencari
nafkah secepat ini, biasanya bapak pergi pukul 05.15 WITA.
Hari ini selesai kuliah aku akan membantu ibu berjualan dipasar. Akupun bergegas
bersiap untuk kuliah. Hari ini terasa sangat cepat, kuliahku sudah selesai saatnya aku menuju
ke pasar. Tidak seperti hari sebelumnya, pasar terlihat sangat-sangat sepi entah apa yang
terjadi. Hari pun sudah sore, dagangan ibu belum juga habis “Ma, aku pulang lebih dulu ya aku
capek” jawab mama “Iya nak, nanti mama menyusul”. Aku berjalan menuju jalan raya dan
menunggu angkutan umum. Sesampainya dirumah Aku membuka pintu, seperti biasa tidak
terlihat satu orangpun di rumah.
Setengah jam kemudian terdengar suara pintu yang terbuka, akupun bergegas keluar
kamar untuk melihat siapa yang datang. Ternyata Ibu dan Bapak “bapak sudah pulang? kenapa
pak?” tanyaku “sudah nak, 1 hari ini tidak seperti biasanya delman bapak sepi” jawab bapak
dengan muka kecapean. “Lohh, kok bisa?” Jawab bapak “Bapak juga nggak tau nak”. Sejak
saat itu, aku berinisiatif untuk keluar dari zona nyamanku yaitu aku akan mencari kerja untuk
menambah pendapatan dan mengurangi beban ibu dan bapak.
Pagi ini aku bangun seperti biasanya. Burung bernyanyi di pagi hari di temani oleh
angin yang meraung menyampaikan salam kepada semua orang. Selesai kuliah, aku akan
mencari kerja. Ketika sedang berjalan di pusat kota, aku melihat sebuah bangunan tinggi
bagaikan dosa manusia, aku melangkahkan kaki memasuki gedung tersebut “Permisi,
perkenalkan saya Nata. apakah disini ada lowongan pekerjaan?” tanyaku “Selamat sore kak,
mohon maaf kami belum membuka lowongan pekerjaan” ujarnya dengan nada santai “Baik
kak, terima kasih” ujarku dengan muka sedikit kecewa.
Aku pun keluar dari gedung dan menunggu angkutan umum di depan, beberapa menit
kemudian aku melihat seseorang yang berpenampilan sangat mewah bagaikan permaisuri. Aku
mengikuti dibelakang dan masuk ke gedung tersebut dengan alasan untuk izin ke toilet. Aku
pun melihat dan mendengar percakapan mereka, Marah, kecewa, terkejut, sedih tercampur
ternyata perempuan bagaikan permaisuri tersebut mencari pekerjaan dan diterima. Perempuan
yang aku tanyakan tadi diberikan amplop berwarna cokelat. Tikus berdasi ternyata menjadi
musuh bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Aku terus bertanya pada diri sendiri Ada apa
dengan semua ini? Mengapa semua ini terjadi? Apakah karena penampilanku yang terlihat
sangat biasa dibandingkan perempuan itu yang luar biasa?
Mencari pekerjaan ternyata tidak semudah yang kubayangkan. Aku terus berjalan
seorang diri sampai aku tidak menyadari bahwa bulan telah terbangun untuk menggantikan
tempat tinggal matahari. “Selamat malam pak, bu” ucapku sambil menutup pintu rumah
“Selamat malam Nata, darimana saja kamu?” tanya ibu. Mendengar pertanyaan ibu, aku belum
siap memberitahu ibu bahwa aku mencari pekerjaan “Dari kampus ma, tadi ada tugas mata
kuliah Metodologi Ilmu Politik yang harus diselesaikan” jawabku “Oke nak, silahkan siap-siap
untuk tidur agar supaya besok tidak telat bangunnya”.
Kukuruyukk... terdengar suara ayam. Hari ini hari sabtu, aku akan berjalan ke pusat
kota tepatnya di Menara Alfa Omega kira kira satu kilometer dari rumahku. Suasana dipusat
kota sangat-sangat ramai bagaikan lautan massa yang terdiri dari anak muda dan orang tua.
Tetapi, dari berbagai macam dan banyaknya orang aku tidak melihat salah satu di antara
mereka yang naik delman. Aku melihat mereka yang sibuk dengan diri mereka sendiri, mereka
sibuk dengan handphone, sibuk dengan pacar, dan sibuk dengan pakaian yang mereka gunakan.
Aku melangkahkan kaki melihat lebih dekat dan mendengar 2 orang anak muda yang
sedang berbincang-bincang sambil sibuk dengan handphone mereka. “Eh, zaman sekarang
masih ada ya delman? jadul banget.” Tanya seorang perempuan “Iya, padahalkan zaman sudah
semakin canggih, sudah ada motor, mobil, bahkan yang terbaru ada motor dan mobil listrik”.
Setetes air mataku terjatuh mendengar kalimat itu. Aku ingin sekali menampar mereka dengan
5 jariku ini tetapi aku mencoba untuk sabar, dan mencoba menerima kenyataan. Memang
sangat tidak mudah menerima kenyataan yang ada, tetapi aku mengingat perkataan bapak
“Akan ada hikmah dibalik mereka yang memperlakukan kita”. Kalimat itulah yang mendorong
aku untuk tidak melakukan apa-apa kepada mereka yang memperlakukan jahat kepada kami.
Setelah aku meratapi kehidupanku, Akupun memutuskan untuk pulang ke rumah dan
beristirahat.
Akupun memberanikan diri untuk menceritakan kepada bapak dan ibu bahwa aku
sedang mencari pekerjaan. Mungkin alasan aku tidak diterima karena kuranya restu orang tua.
1 bulan telah berlalu, kesana kemari, masuk keluar gedung mewah aku juga belum
mendapatkan pekerjaan.
“Pekerjaan di kota semakin sulit. Semakin banyak orang yang membaca peluang disana. Aku
telah menyusuri gedung demi gedung dan jumlahnya semakin marak. Aku telah mencoba
pekerjaan yang lain, namun tidak ada hasilnya” keluhku kepada bapak dan ibu ketika kami
sedang duduk di kamar.
“Iya nak, jangan pernah menyerah. Dagangan ibu di pasar juga lagi sepi di tengah banyaknya
orang di pasar” jawab ibu sambil mengelus pundakku.
Jawab bapak “Delman bapak juga sedang sepi beberapa belakangan ini. Mungkin besok bapak
akan mencari pekerjaan lain.”
Ketika sedang berbincang-bincang di kamar, terdengar suara pintu sangat bising. Kami
bertiga pun keluar dari kamar dan ternyata adikku Ansen. “POKOKNYA BESOK AKU MAU
BAPAK DAN IBU BELIKAN MOTOR BARU!!” jawab ansen “Nak, dagangan dan delman
bapak lagi sepi. Mencari sesuap nasi saja sudah susah, apalagi membelikan motor nak. Tolong
pengertiannya” jawab ibu dengan muka sedikit capek. Jawab Ansen “Aku tidak mau tau, besok
sudah harus ada motornya TITIK!” Kami bertiga pun memutuskan untuk tidak menanggapi
Ansen.
Keeseokan Harinya setelah selesai kuliah, aku mencoba untuk menjual kue sambil
menjual koran di lampu merah pusat kota. Panas terik matahari di atas kepalaku yang sedang
menyebrang jalan dari barat ke timur. Kendaraan yang lalu lalang terdengar sangat bising,
klakson mobil dan motor menampar telingaku. Aku melihat seorang pengemis yang terlihat
sangat kelaparan. Akupun memutuskan untuk memberi 2 buah kue yang aku jual, dengan aku
memberikannya 2 buah kue tidak akan membuatku rugi besar. “Terima kasih, nak Tuhan Yesus
memberkatimu” ujarnya “Sama-sama” jawabku. Ketika bulan tersipu malu untuk
menampakkan dirinya, kue dan koran yang aku jual belum juga habis terjual. Sesampainya di
rumah, aku langsung mandi dan tidur.

Hari ini seperti biasa aku bangun dan bersiap untuk kuliah. Sesampainya di kampus,
aku langsung disambut dengan bisikan-bisikan misterius “eh dia kan?”, “eh yang ini bukan”,
“dia kan” ujar mereka sambil melayangkan tatapannya kepadaku. Aku sangat heran. “Eh Nata,
katanya kamu jualan Kue dan Koran di lampu merah, ya?” ujar Mentari kepadaku “Iya, kenapa
emangnya?” jawabku “tadi kamu sempat heboh karena ada salah satu mahasiswa yang melihat
kamu, semangat ya kamu” ujar mentari. Ya, aku sadar bahwa aku satu-satunya mahasiswa yang
berbeda dalam sudut pandang ekonomi. Bagaimana tidak, aku berjualan kue dan koran di
lampu merah. Tapi aku tidak malu dengan hal yang ku buat selagi itu tidak merugikan mereka.
Seusai kuliah, aku mendapatkan ide untuk mewawancarai orang-orang penyebab
mereka tidak mau naik delman, dengan begitu aku bisa membuat kesimpulan dan mencari jalan
keluar. Akupun bergegas pergi ke pusat kota untuk wawancara, pertama yang aku cari adalah
Bapak dan ternyata bapak dan delmannya tidak berada di tempat mungkin lagi mengantar
penumpang. Beberapa menit kemudian aku melihat seorang anak berseragam sekolah
“Permisi, perkenalkan saya Nata. Bisa meminta waktunya sebentar?” tanyaku, “iya kak, bisa”
jawabnya.
“Mengapa orang-orang lebih senang naik kendaraan modern dibandingkan delman yang
didepan itu?” tanyaku “Karena dunia ini juga sudah canggih kak, semua sudah serba teknologi.
Sudah ada motor dan mobil listrik juga dan kalau naik mobil itu nyaman, ada AC nya juga”
jawab seorang anak berseragam. “Oh baik kak, terima kasih ya” jawabku. Akupun duduk di
dekat pusat kota sambil termenung.
Mengapa semuanya bisa terjadi? Siapa yang harus disalahkan? Pertanyaan yang aku
sangat ingin tanyakan akhirnya terjawab. GLOBALISASI. Ya semuanya karena Globalisasi,
Globalisasi saat ini yang mana semua berkembang lebih maju dan terjadi secara cepat, sehingga
sering terjadi perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain dan sangat
memungkinkan terjadinya masalah sosial. Globalisasi membawa dampak negatif bagi
masyarakat, dan bisa mengancam Negara Kesatuan Republik indonesia.
Akupun sadar bahwa keluarga kami korban dari Kesenjangan sosial dan ekonomi.
Seandainya aku bisa memberikan saran kepada pemerintah langkah-langkah yang adalah;
Meningkatkan kulitas sumber daya manusia melalui pendidikan, memberi akses kepada
seluruh masyarakat tanpa memandang. Peristiwa yang aku tidak diterima bekerja di gedung
tinggi bagaikan dosa manusia faktor penyebabnya adalah Pakaian yang aku gunakan saat itu.
Pertanyaan baru yang muncul dalam benakku adalah Dimana peran orang-orang yang
telah rakyat percayai? Aku sadar bahwa Globalisasi bukan karena mereka, tetapi apa langkah
yang tepat untuk menghadapi globalisasi? Dimana mereka yang menebar janji? Dimana??
Jabatan? Kehormatan? Harta? Gaji? Mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri. Mereka
hanya melakukan hal yang menguntungkan dirinya sendiri tanpa pernah memikirkan akibat
terhadap rakyat kecil. Rakyat kecil tertindas dengan apa yang telah terjadi.
“KAK NATA, KAK NATA” terdengar suara Adikku Ansen yang setengah berteriak.
“Iya Ansen, ada apa?” tanyaku dengan muka sedikit panik
“Bapak Kak, bapak!!” jawab Ansen “Iyaa.. kenapa bapak??” Tanyaku
“Bapaakk ditabrak mobil kak..., sekarang bapak berada di Rumah sakit” ujar Ansen
Tanpa berkata-kata pun, aku langsung menuju rumah sakit.
“Gimana keadaan bapak sekarang?” tanya ku kepada ibu
“Dokter belum memberitahu, Nat” jawab ibu
“Permisi, ini dengan keluarga bapak Andi?” ujar dokter
“Iya dok, bagaimana keadaan suami saya?” tanya ibu
“Kami sudah berusaha, dan hasilnya... Bapak Andi hanya mengalami cedera” jawab dokter
“Baik dok, terima kasih banyak” ujar ibu, dan aku
Dua menit kemudian, datang seorang suster “Permisi, dengan keluarga bpk Andi?”
ujarnya. “Iya, benar” jawab ibu “Baik, kami dari bidang administrasi mau menyerahkan nota
pembiayaan”. “Baik terima kasih” ujar ibu.
WAW kataku dalam hati ketika melihat biaya yang harus segera dilunasi. Aku
termenung sambil meneteskan air mata. Isi nota tersebut adalah :

RUMAH SAKIT INDAH PERMAI TOMOHON


BIAYA TAGIHAN PENGOBATAN PASIEN

Nama Pasien : Andi Adristha


No Pasien : 023
Ruangan : Kamar Permata 015
Keterangan : Rawat nginap

A. BIAYA
Keterangan Nama Dokter Total Biaya
Konsultasi dokter spesialis dr. Anita Saraswati, Sp. Rp. 341.000
Konsultasi dokter umum dr. Michael Addison, S,Ked Rp. 322.000
Biaya kamar Rp. 352.000
Kamar permata 015 (kelas 2)
Pelayanan kamar Rp. 135.000
Biaya obat-obatan dr. Andriarto Jhonson, S.Farm Rp. 1.124.000
Biaya Perawatan Rp. 5.580.000
Kamar permata 015 (kelas 2)
Penunjang medis Rp. 6.090.000
Biaya Administrasi Rumah sakit dr. Hana Wijayanti, SARS, MARS Rp. 100.000
Biaya Laboratorium (foto) dr. Anwar Nugroho, MKK Rp. 518.000
Lain-lain Rp. 50.000
JUMLAH Rp. 14.612.000

MENGETAHUI
Petugas Administrasi Pihak keluarga

dr. Hana Wijayanti, S.ARS, M.ARS Nita Nandita


Setelah empat hari bapak di rawat inap, akhirnya bapak sudah bisa pulang ke rumah.
DDRRTTTT, DDRRTTT Alarmku berbunyi Tidak seperti biasanya aku dibangunkan oleh
alarm. Selesai kuliah aku sekali lagi akan mencari pekerjaan karena bapak sedang sakit, dan
tidak ada pemasukan untuk keluarga kami. Kali ini, aku akan melamar pekerjaan di sebuah
gedung yang tidak terlalu mewah dan tidak terlalu tinggi, harapanku aku diperlakukan seperti
manusia biasa. Akupun melihat seorang perempuan yang berdiri tepat di pintu masuk gedung
itu. “Mengapa kamu masuk disini? Pakaian kumuh begitu masuk disini, KELUAR sekarang!!”
tanpa mengeluarkan satu katapun, aku langsung keluar dari gedung itu.
Aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku duduk di depan
pintu rumah termenung atas peristiwa tadi. Sejak itu akupun sadar, bahwa aku tidak diterima
bekerja hanya karena pakaian yang aku kenakan. Semangatku pun hilang untuk masuk lagi ke
gedung-gedung yang mewah. “Kak, besok dipanggil pihak kampus” ujar adikku Ansen. “Dapat
info dari mana?” jawabku. “Ini suratnya” jawabnya sambil memberikan sepucuk kertas. Belum
aku membaca suratnya, aku sudah mengetahui isi dari surat tersebut. Isi surat tersebut adalah
Pemanggilan orang tua dan mahasiswa karena tunggakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang
seharusnya di bayar di awal semester.
“Selamat pagi, dengan orang tua Nata Nareswari?” ujar bapak dosen. “Iya bapak”
jawab ibuku “Sebelumnya terima kasih sudah meluangkan waktu untuk hadir di Rektorat
Universitas Dwi Wacana Tomohon. Kami mau menginformasikan bahwa UKT anak ibu sudah
lewat dari tengak waktu yanbg sudah ditentukan. Oleh karena itu, kami pihak kampus
memberikan kesempatan terakhir kali sampai dengan akhir bulan ini, kira kira masih ada waktu
4-5 hari kedepan” ujar dosen. “Mohon maaf dan terima kasih bapak, tapi apakah kami boleh
meminta keringanan terhadap biaya UKT, karena bapak Nata juga baru keluar dari rumah sakit
dan perlu biaya yang besar?” jawab ibuku. “Mohon maaf sekali ibu, dana UKT sudah tetap,
jadi tidak bisa di ganggu gugat biayanya.” Ujar dosenku. “Baik terima kasih” ujar aku dan
ibuku.
Perasaan campur aduk saya dan ibu saya alami. Di tengah kesenjangan ekonomi, di
tengah sulitnya hidup ini tidak ada yang mengerti. Mahalnya biaya pendidikan juga berdampak
pada penurunan kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia, dan pertahanan Negara Republik
Indonesia. Pendidikan merupakan salah satu sektor terpenting dalam membangun kualitas dan
standar Sumber Daya Manusia yang ada di Indonesia guna membangun Indonesia yang lebih
baik di masa yang akan datang. Jika hak untuk mendapatkan pendidikan itu sendiri terhalang
karena masalah biaya, bukankah ini juga akan berdampak pada menurunnya kualitas Sumber
Daya Manusianya?
Dengan zaman yang semakin berkembang, dibutuhkan generasi-generasi dengan
standar tertentu yang mampu beradaptasi menghadapi hal tersebut, sehingga kelak akan
mampu bersaing baik secara nasional maupun internasional dan akan membawa Indonesia
kearah kemajuan. Dan untuk mewujudkannya pendidikan merupakan sektor yang paling tepat.
Tetapi dimana peran pemerintah? Saya sangat berharap Pemerintah dapat buka mata
berkomitmen agar tidak lepas tangan dalam menangani hal tersebut. Kesadaran akan
pentingnya pendidikan harus dimiliki para penyelenggara agar lebih memprioritaskan
pembangunan Sumber Daya Manusia melalui sektor pendidikan.
5 Hari kemudian, Aku duduk di kamar dan merenungkan kami juga belum bisa
membayar UKT, dan saya resmi dikeluarkan secara hormat dari kampus. Sedih, kecewa
menjadi satu, tetapi apakah yang harus aku lakukan? Aku sudah berjuang berjualan kue,
mencari pekerjaan untuk membayar UKT tetapi uang tidak juga terkumpul, dan sudah melewati
tenggak waktu perjanjian pembayaran UKT.
TTRRTTT, TTRRTTT... Bunyi telepon ku. “Selamat siang, apakah benar ini dengan
keluarganya Bapak Andi Adristha?” ujar seorang bapak yang tidak diketahui namanya. “Iya,
saya dengan anaknya. Ini siapa ya?” ujarku, “Baik. Kami pihak kepolisian mau
menginformasikan bahwa Bapak Andi telah mengalami kecelakaan, pelaku kecelakaan adalah
sahabat anda sendiri yang mengaku iri. Saat ini bapak Andi berada di Rumah sakit Permata
Hati Tomohon”, “Baik, terima kasih pak” ujarku sambil bergegas menuju Rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, aku mendengar suara tangisan yang sangat menggelegar.
Aku dan adikku pun panik berharap tidak terjadi apa-apa. “Mohon maaf, kami sudah berusaha
tetapi Tuhan berkehendak lain. Bapak Andi sudah meninggal dikarenakan Pendarahan di Otak
yang dialaminya” ujar dokter. Tanpa berkata-kata, Aku dan adikku Ansen pun menangis
tersedu sedu sampai air mata mengalir bagaikan sungai.
Air mata mengiringi kepergian bapak. Sekarang adikku menyesal, benar-benar
menyesal akan sikapnya yang jahat pada ayahku. Ingin rasanya mengulang hidup kembali.
Namun tidak mungkin. Aku hanya ingin mengatakan pada semua orang kalau kita harus tetap
baik bagaimanapun orang tua bersikap. Karena kita tidak tahu alasan di balik perbuatan orang
tua. Penyesalan yang sangat dalam kami rasakan. “Mohon maaf belum bisa menjadi anak yang
berbakti, selalu memaksakan kehendak” ujar Ansen.
2 Tesalonika 3:10 : Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan
ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.
Hidup dengan penuh penyesalan sangatlah tidak menyenangkan. Jadi, sekali lagi aku ingatkan agar
kalian semua dapat menyayangi orang tua kalian bagaimanapun sikap mereka.

Anda mungkin juga menyukai