Anda di halaman 1dari 4

PESAN IBU YANG TERAKHIR

Oleh : Markus Dolu Namang

Kelas : XI IPS1

Aku seorang laki-laki yang hidupnya tidak berkecukupan. Aku hidup bersama ibuku di rumah berdinding
bambu beratapkan seng yang mulai mengarat. Ayahku telah lama meninggal akibat sakit yang diderita.
Aku terpuruk dalam kehidupanku selepas kepergian ayah. Namun dengan begitu aku tetap semangat
agar ibuku pun merasa nyaman hidup bersamaku. Kini ibu menjadi tanggung jawabku.

Kini ibu semakin menua dan sering sakit-sakitan. Namun rasa ibahnya padaku tak pernah henti ia
berikan. Meskipun keriput tulang pipihnya ia tetap tangguh merawatku. Aku pun tak kunjung putus asa
bekerja dengan menjual koran. Uang yang kudapat tak begitu banyak. Tetapi cukup untuk membeli obat
untuk ibu agar ia kembali sehat seperti dulu lagi.

Aku sangat mencintai seorang ibu yang telah melahirkanku dan merawatku hingga tumbuh menjadi pria
yang kuat. Dahulu kecil aku di ajarkan banyak hal bersama ibu. Ketika di sekolah seorang guru adalah
peran yang sangat membantu perkembanganku. Pada awalnya tugas membaca dan menulis sangatlah
berat bagiku. Ibu telah mengajarkan banyak hal kepadaku dari apa yang aku tidak tahu menjadi tahu.
Waktu bersekolah memerlukan 6 jam untuk mengikuti setiap mata pelajaran. Namun lebih banyak
waktu yang kuhabiskan bersama ibu di rumah, karena rumah adalah tempat pertamaku belajar
mengenal kehidupan dan lingkungan sekitarku.

Namun semua itu berubah ketika aku beranjak dewasa dan masuk SMA. Aku mulai mengabaikannya,
mulai belajar nakal karena pergaulanku sehari-hari yg buruk. Aku mulai merokok minum minuman keras
dan sering ikut tawuran di sekolahku. Aku tidak mendengarkan nasihatnya, tapi ia tak pernah henti
menasihatiku.

Masa-masa kini aku telah banyak belajar mengenal apa yang sering orang bicarakan tentang cinta.
Banyak realitas yang harus ku terima terutama di masa-masa kini aku mulai belajar dan mendapatkan
seorang gadis cantik seangakatan denganku. Aku lebih menyibukan diri bersama dengannya kebanding
besama ibuku sendiri di rumah.

“Nak, jangan lupa makan.” Kata ibu.


“Nak, rumah sudah dibersihkan?”

“Nak, belajarlah yang keras dan berusahalah mandiri”

Seperti seekor merpati yang terus berusaha mencari makanan untuk anaknya begitulah ibu yang selalu
menjagaku dan mengingatkanku demi kebaikan dan masa depanku kelak. Namun aku sering
membantahnya. Bagiku ibu sangat menggangu waktu luangku. Wajah yang lembut kini berubah menjadi
seorang pemarah yang selalu memarahiku karena telah banyak salah dan kelalain yang ku buat padanya.
Itu terus kulakukan.

Di suatu hari……..

“Salim?” Panggil ibu padaku.

“Jam berapa kamu berangkat ke sekolah, nak?”

“Jam 6.30 ma”

“Sudah jam berapa sekarang?” Tanya ibu padaku.

“Dikit lagi ma, ini baru 5.30 ma” Jawabku dari tempat tidur dengan suara kesal.

“Salim ayo bangun nak, segera siapkan dirimu berangkat ke sekolah telat nanti kamunya.”

“Mama apaan sih..? Aku masih mau tidur, ma barangkali masih gelap di luar sana.” Kataku dengan keras.

Itulah jawabanku ketika malas mendengarkan kata-kata mama. Aku menjadi seorang pembangkang
yang sangat egoistis. Bagiku aku sudah dewasa dan tak perlu di atur-atur lagi. Namun ia tak jemu
memberitahuku dengan kata-kata yang biasa ia ucapkan padaku.

Bangun dan siapkan dirimu ke sekolah sudah hamper telat kamunya,”Jangan tidur lagi nak, matahari
sudah napak di depan jendela kamarmu”(kata ibu dengan nada pelan berusaha membujukku untuk
bangun). Aku bangun dengan keadaan terpaksa karena ibu terus memanggilku, dan setelah itu aku
bersiap, dan berangkat tanpa telat ke sekolah dengan suara pamitan kecil pada ibu.

Waktu yang begitu panjang telah kulewati dengan sejuta masalah dan kesalahan yang ku buat pada ibu.
Kini tibalah waktunya berita kelulusanku. Ditambah pulah usia mama yang semakin menua dan sering
sakit-sakitan yang berat, aku berjalan menuju ke sekolah tanpa didampingi seseorang pun.

PUKUL 15.00 SORE


Dari kejauhan aku berteriak kegirangan memanggil ibuku. “Ma…aku lulus sekolah ma..” “ Ma….”Teriakku
semakin keras. Aku terhenti di ambang pintu dengan wajah penuh semangat ingin memberitahu ibu
bahwa aku lulus dari sekolahku. “took took tokkk” Bunyi pintu yang ku ketuk dari luar rumah. “ Ma aku
pulang..”sapaku dari luar rumah. “maaaa…….Salim pulang..Salim lulus sekolanya ma….” Hatiku semakin
merasa tak nyaman dengan keadaan seperti ini. Suara mama yang terus ku dengar dan menjawabi
panggilanku itu kosong. Rumah ini hampa. Dalam hatiku aku beertanya “Di manakah ibu?” Aku
mencarinya ke kamar tapi tak aku temukan. Barulah aku keluar dari kamar mama terdengar suara
panggilan dari luar rumah tepatnya di depan pintu masuk.

“Salim..?” suara panggilan tetangga di debelah rumahku.

“Ada apa pak? Sahutku.

“Bagaimana berita kelulusanmu?

“ Baik pak. Aku lulus kok pak”

“Maaf nak Salim, mamamu siang tadi di bawakan ke rumah sakit”

“Emangnya mama kenapa pak?”

“Mamamu sakit dan sangat kritis kondisinya sehingga ada warga yang menolongnya ke rumah sakit.”

“Mama sakit lagi pak?”

“Iya nak.” Jawab tetangga sebelah rumahku sambil mengangguk-angguk kepalanya.

“Terima kasih pak, aku segera menyusul ibu di sana.”

Tanpa menggantikan pakayanku aku berlari dengan seragam sekolah yang masih ku kenakan dari
sekolah tadi dan mendapati seorang tukang ojek. Ia segara mengantarku ke rumah sakit tempat ibu di
antar oleh warga desa tadi siang. Dalam perjalanan ke rumah sakit aku semakin cemas tubuhku
berkeringat di tanganku ku genggam erat-erat surat kelulusanku yang pastinya akan kutunjukkan pada
ibu. “Mas bisa lebih cepat mas…” “Iya dek, sedang di usahakan.”

Udara jalanan yang begitu sejuk dapat membantu meredahkan keringatku yang terus mengalir. Aku tak
sabar membujuk tukang ojek agar cepat sampai. “udah dekat mas?” Tanyaku pada sih tukang ojek.
“Hampir sampai dek.” Timpalnya.

Gedung rumah sakit itu sudah tepat di depan mataku. “Mas stop disini saja.” Aku turun ketika motornya
benar-benar berhenti. Kuberikan uangnya kepada tukang ojek tersebut. “Terima kasih dek.” Aku tak
menjawab ucapannya lagi dan segera berlari ke dalam rumah sakit.

Aku memasuki gedung rumah sakit dan menyalami seorang dokter yang sempat aku temui.

“Dok, di mana ibuku?” Tanyaku tanpa berbasa basi lagi.

“Apakah ini dengan anak ibu yang di antar oleh warga tadi?” Tanya dokter itu padaku.
“Iya dokter, di mana ibuku?” Tanyaku tidak sabar.

“Silakan masuk nak, kamarnya tepat di depanmu.” Kata dokter itu padaku.

“Terima kasih dok.”

Satu langkah di depanku pintu itu kubukakan pintu itu dan mendapati sebuah sebuah tempar tidur yang
kosong, hanya sebuah surat tulisan tangan yang penuh dengan bercak air mata, entah apa isinya aku
pun tidak tahu. Aku tak sabaran membacanya.

UNTUK SALIM TERSAYANG

APA KABAR DIRIMU NAK? IBU RINDU DIRIMU YANG DULU NAK. IBU SELALU BERJUANG MENJADI
SEORANG IBU YANG KUAT. IBU SELALU MENDUKUNGMU. BELAJARLAH YANG KUAT, MANDIRI, JANGAN
PERNAH BERUBAH. TUMBUHLAH MENJADI SEORANG LAKI-LAKI SUKSES. MAAFKAN ORANGTUAMU INI
YANG TAK BISA BANYAK MEMBANTU. KUATKANLAH HATIMU, JANGAN PERNAH LELAH, INGAT KUNCI
KESUKSESSAN ADA DI TANGANMU NAK. JADILAH SEORANG ANAK YANG IBU KENAL. AKHIR KATA INI
ISINKANLAH IBUMU PERGI MENINGGALKANMU UNTUK SELAMA-LAMANYA. TERIMA KASIH NAK. IBU
MMENCINTAIMU SELALU MESKIPUN ENGKAU SELALU MENGABAIKANNYA. INGAT NAK CINTA SEORANG
IBU PADA ANAKNYA TIADA BATASNYA.

PELUK HANGAT DARI IBUMU TERCINTA…….

Anda mungkin juga menyukai