Anda di halaman 1dari 5

Rumah

S inar Matahari tiba-tiba membangunkanku, ternyata itu ayahku yang


membuka tirai jendela kamarku. Mataku langsung tertuju pada jam dinding
berbentuk burung hantu,hadiah ualang tahunku. Jarum panjang menunjuk ke
angka 12 lalu kulihat dengan seksama jarum pendek masih menunjuk angka
7.Aku bernafas lega “Ayo bangun nak, sarapan sudah siap,ibumu sudah susah
payah membuatkan” kata ayahku.

Bergegas aku menuju ruang tengah, disana sudah tersedia sayur


bening,Tempe goreng, ikan asin,serta sambal terasi. Walaupun terlihat
sederhana, masakan Ibu sangatlah luar biasa, tiada makanan mahal yang mampu
menandingi kelezatan masakannya. Tidak lupa Ia memasak Nasi gurih semacam
nasi kuning hanya saja warnanya tidak kuning. Aku,Ayahku,Ibuku,serta kedua
adikku makan dengan lahap.

Jam menunjukan pukul 07:15 aku sudah selesai makan lalu bergegas
menyiapkan keperluan sekolah. Pukul 07:30 aku sudah berangkat menjeput
seorang gadis cantik, cukup tinggi jika dibandingkan perempuan lain di
sekolah,dengan rambut sebahu yang bergelombang, Silua namanya dia adalah
Pacarku. Pukul 07:35 aku sudah sampai di tempat biasanya, Ternyata dia sudah
menungguku disana, kami pun berangkat ke SMK 32 Jerman.

Jam di HP menunjukan Pukul 07:50 aku bergegas ke gerbang sekolah,


untunglah guru killer yang biasanya menutup gerbang sedang tidak ada. Kami
berdua pun bergegas masuk ke dalam kelas lalu duduk di kursi kami masing-
masing. Pukul 08:00 tepat guru masuk ke kelas dan memulai kegiatan
pembelajaran hari ini. Pak Siti memberi instruksi agar terdapat beberapa
kelompok di kelas.

Betapa beruntungnya aku satu kelompok dengan Silua,padahal yang


membagi kelompoknya Pak Siti sendiri. Setelah itu kami mengerjakan tugas
bersama, lalu pergi ke kantin bersama saat istirahat. Saat ingin kembali ke kelas
setelah waktu istirahat selesai, tiba-tiba turun hujan yang sangat lebat.
Pepohonan bergoyang tidak beraturan, terdapat genangan air dimana-mana yang
kemudian dengan cepat merambat naik, mulai dari mata kaki, lutut,hingga
sepinggang. Kami bergegas menuju ke kelas berharap akan aman disana, tiba-
tiba aku terjatuh kedalam lubang yang gelap dan amat sangat dalam. Aku
sendirian,kedinginan,tidak siapa pun untuk menolongku,nafasku kian tak
tertahankan.

Aku membuka mata,ternyata aku masih berada diatas kasurku, tak terasa
air mataku mengalir membasahi bantal kesayanganku. Aku beranjak dari kasur,
mataku tertuju pada jam dinding berbentuk burung hantu hadian ulang tahunku
yang ke-10,aku lupa itu sudah lama rusak. Akhirnya aku melihat jam di Hp dan
ternyata masih Pukul 05:00. Aku membangunkan adikku agar bersiap-siap
untuk sekolah sementara aku juga menyiapkan dagangan yang akan dititipkan
ke kantin sekolah.

Pagi ini seperti pagi-pagi biasanya, kedua orang tua ku masih tertidur
pulas tidak ada sarapan tersedia, apalagi orang yang membangunkanku. Pukul
06:00 aku berangkat membawa daganganku, setelah mengantar sekolah adikku
aku menjemput Silua.Waktu di Hp menunjukan Pukul 06:30 aku sudah sampai
di tempat biasanya aku menjemputnya. “ahh, sepertinya ini hari yang kurang
baik.” Gumamku,biasanya jam segini dia sudah menungguku jika tidak dia
tidak dapat angkot pagi. Pukuk 06:50 akhirnya dia sampai, aku langsung tancap
gas ke sekolah karena takut terlambat.

Pukul 07:00 tepat aku sampai di gerbang sekolah, sudah disambut dengan
panas oleh Pak Tirani Guru paling kejam di sekolah. Meskipun dia seorang guru
agama di sekolah namun tidak ada sedikitpun rasa pengampunan dari
dia,apalagi dari mulutnya yang super pedas. Akhirnya kami menjalani hukuman
dari Pak Tirani mencabuti rumput di halaman sekolah, sembari mendengar
ceramah Pak Tirani yang lebih mengarah ke penghakiman. “siapa juga yang
ingin terlambat, padahal sudah coba menjelaskan tetap saja penjeleasanku tidak
ada artinya bagi dia. Hmph begitulah kebanyakan guru yang kutemui dari dulu,
selalu saja pendapat murid tidak ada artinya.” Batinku sembari mencabuti
rumput.

Setelah 30 menit menjalani hukuman kami bergegas ke kelas, “arrgghh


sial sekali hari ini” gumamku di tengah perjalanan. Guru yang menanti di kelas
adalah Pak Siti, dia adalah guru yang sangat antik, pembelajarannya mengikuti
moodnya apalagi entah kenapa dia sangat tidak suka aku dan Silua berpacaran.
Hanya mungkin karena pandangan tentang pacaran selalu menjurus ke hal
negatif tapi di pandanganku pacaran sendiri hanya sebuah hubungan tidak resmi
yang dijalani dua orang sahabat berlawanan jenis, tapi pandangan banyak orang
di negeri konoha ini ketika mendengar kata pacaran pasti langsung berfikir ke
hal-hal negatif bahkan mengarah ke hal yang mesum.

Kamipun tiba di depan pintu kelas, aku mengetuk pelan lalu membuka
pintu kelas nampak tatapan yang membuatku gemetar. “KALIAN INI!
BERDUAAN TERUS, sampai masuk kelas saja terlambat berdua, ngapain aja
pagi tadi? KEASIKAN PACARAN YA KALIAN BERDUA INI!” mau
bagaimanapun aku menjelaskan tapi “saya ini sudah pernah jadi kamu…” selalu
saja kalimat yang sangat aku benci ini,kamipun duduk dan mengikuti pelajaran.

Setelah satu kelas membuat perencanaan kamipun menju Lab untuk


Praktik. Di tengah-tengah kegiatan praktek setiap kelompok diminta Pak Siti
untuk 1 orang perwakilan setiap kelompok menuju ke meja tengah. Akupun
maju mewakili kelompokku, secara kebetulan Silua kelompoknya persis di
sebelah kelompokku juga mewakili kelompoknya jadi secara tidak langsung dia
ada di sebelahku. “KALIAN INI! Niat praktek tidak, BERDUA MULU! Saya
pindah kelas nanti!” Teriak Pak Siti, akupun melanjutkan praktek dengan
keringat dingin dan badan gemetar. Di sisi lain aku hanya bisa terdiam melihat
Silua yang sepanjang praktek selalu saja di cari kesalahan-kesalahan kecil
hingga besar apapun itu. “begitulah manusia jika sudah termakan rasa benci
dan kehilangan kasih di dalam hidupnya” batinku.

Pukul 16:45 kami pun pulang, aku mengantar Silua ke terminal lalu
pulang, sesampai di rumah aku langsung masak, lalu makan. Setelah makan aku
langsung membersihkan rumah mengerjakan tugas hingga pukul 21:00. Aku
benci ketika sudah jam segini dan aku sudah siap untuk tidur di kasurku, sudah
tidak ada kebisingan dari kesibukan sehari-hariku. Mulai terdengar teriakan-
teriakan saling menyalahkan hingga saling menuntut, semakin lama semakin
terdengar suara barang-barang yang terlempar. Sebenarnya suara-suara ituu
sudah ada dari aku pulang hanya saja baru terasa saat aku sudah hening di atas
kasurku.
Suara tangisan pun terdengar, suara kebisingan dsb. Akupun menutup
mata dan tanpa sengaja air dari mataku mengalir sangat deras, tetapi aku tidak
begitu menghiraukannya tetapi tiba-tiba ada rasa sakit yang sangat hebat
muncul walau hanya sebentar diikuti rasa dingin yang menusuk di sekujur
tubuhku. Akupun membungkus diriku dengan selimut merah berharap
semuanya segera berakhir. Aku menutup mataku “kamu itu anak pemalas!
Kerjaan tiap hari hanya terlambat saja!” kata sebuah suara yang muncul di
benakku “tidak! Aku tidak ingin terlmbat,aku tidak malas aku punya alasan
kenapa aku terlmbat!” teriakku “kamu itu pacaran teruss berduaan teruss tidak
niat belajar kan kamu!” saut sebuah suara berbeda di dalam benakku “tidak!
Aku ke sekolah benar-benar untuk belajar aku ingin masa depanku bisa
membantu banyak orang, aku hanya membantu Silua apakah salah aku
membantu?” saut ku “Kamu ini, Saya itu sudah pernah jadi kamu…” saut suara
itu lagi “tidak kamu tidak pernah jadi aku,kamu tidak pernah merasakan
menjalani hidup di tengah keluarga yang terus berselisih dengan ayah yang
pernah berselingkuh,ditambah dengan tanggungan ekonomi keluarga yang
mengharuskan aku ikut membantu bekerja,kamu tidak pernah merasakan tidak
dinaikan kelas hanya karena guru tidak suka dengan dirimu…” sautku dengan
peuh emosi.

Aku membuka mata,semua perasaan yang baru saja kurasakan


menghilang, aku tidak lagi ada diatas kasurku. Terlihat Cuaca yang sangat
cerah,burung-burung berkiacauan,terlihat juga pekarang bunga nan elok. Aku
melihat dengan seksama bangunan di depanku, terlihat pagar hijau tua dan cat
tembok hijau muda. “iyaa itu rumahku” teriakku dalam hati, akupun mengamati
disana ada dua orang menyambutku ternyata itu Ayahku dan Ibuku, sontak
akupun langsung berlari dan jatuh di pelukan mereka “aku pulang, ini
rumahku,benar-benar ini rumahku,rumahku yang asli” ku teriakan dalam
pelukan mereka sembari meneteskan air mata.

Anda mungkin juga menyukai