Jam menunjukan pukul 07:15 aku sudah selesai makan lalu bergegas
menyiapkan keperluan sekolah. Pukul 07:30 aku sudah berangkat menjeput
seorang gadis cantik, cukup tinggi jika dibandingkan perempuan lain di
sekolah,dengan rambut sebahu yang bergelombang, Silua namanya dia adalah
Pacarku. Pukul 07:35 aku sudah sampai di tempat biasanya, Ternyata dia sudah
menungguku disana, kami pun berangkat ke SMK 32 Jerman.
Aku membuka mata,ternyata aku masih berada diatas kasurku, tak terasa
air mataku mengalir membasahi bantal kesayanganku. Aku beranjak dari kasur,
mataku tertuju pada jam dinding berbentuk burung hantu hadian ulang tahunku
yang ke-10,aku lupa itu sudah lama rusak. Akhirnya aku melihat jam di Hp dan
ternyata masih Pukul 05:00. Aku membangunkan adikku agar bersiap-siap
untuk sekolah sementara aku juga menyiapkan dagangan yang akan dititipkan
ke kantin sekolah.
Pagi ini seperti pagi-pagi biasanya, kedua orang tua ku masih tertidur
pulas tidak ada sarapan tersedia, apalagi orang yang membangunkanku. Pukul
06:00 aku berangkat membawa daganganku, setelah mengantar sekolah adikku
aku menjemput Silua.Waktu di Hp menunjukan Pukul 06:30 aku sudah sampai
di tempat biasanya aku menjemputnya. “ahh, sepertinya ini hari yang kurang
baik.” Gumamku,biasanya jam segini dia sudah menungguku jika tidak dia
tidak dapat angkot pagi. Pukuk 06:50 akhirnya dia sampai, aku langsung tancap
gas ke sekolah karena takut terlambat.
Pukul 07:00 tepat aku sampai di gerbang sekolah, sudah disambut dengan
panas oleh Pak Tirani Guru paling kejam di sekolah. Meskipun dia seorang guru
agama di sekolah namun tidak ada sedikitpun rasa pengampunan dari
dia,apalagi dari mulutnya yang super pedas. Akhirnya kami menjalani hukuman
dari Pak Tirani mencabuti rumput di halaman sekolah, sembari mendengar
ceramah Pak Tirani yang lebih mengarah ke penghakiman. “siapa juga yang
ingin terlambat, padahal sudah coba menjelaskan tetap saja penjeleasanku tidak
ada artinya bagi dia. Hmph begitulah kebanyakan guru yang kutemui dari dulu,
selalu saja pendapat murid tidak ada artinya.” Batinku sembari mencabuti
rumput.
Kamipun tiba di depan pintu kelas, aku mengetuk pelan lalu membuka
pintu kelas nampak tatapan yang membuatku gemetar. “KALIAN INI!
BERDUAAN TERUS, sampai masuk kelas saja terlambat berdua, ngapain aja
pagi tadi? KEASIKAN PACARAN YA KALIAN BERDUA INI!” mau
bagaimanapun aku menjelaskan tapi “saya ini sudah pernah jadi kamu…” selalu
saja kalimat yang sangat aku benci ini,kamipun duduk dan mengikuti pelajaran.
Pukul 16:45 kami pun pulang, aku mengantar Silua ke terminal lalu
pulang, sesampai di rumah aku langsung masak, lalu makan. Setelah makan aku
langsung membersihkan rumah mengerjakan tugas hingga pukul 21:00. Aku
benci ketika sudah jam segini dan aku sudah siap untuk tidur di kasurku, sudah
tidak ada kebisingan dari kesibukan sehari-hariku. Mulai terdengar teriakan-
teriakan saling menyalahkan hingga saling menuntut, semakin lama semakin
terdengar suara barang-barang yang terlempar. Sebenarnya suara-suara ituu
sudah ada dari aku pulang hanya saja baru terasa saat aku sudah hening di atas
kasurku.
Suara tangisan pun terdengar, suara kebisingan dsb. Akupun menutup
mata dan tanpa sengaja air dari mataku mengalir sangat deras, tetapi aku tidak
begitu menghiraukannya tetapi tiba-tiba ada rasa sakit yang sangat hebat
muncul walau hanya sebentar diikuti rasa dingin yang menusuk di sekujur
tubuhku. Akupun membungkus diriku dengan selimut merah berharap
semuanya segera berakhir. Aku menutup mataku “kamu itu anak pemalas!
Kerjaan tiap hari hanya terlambat saja!” kata sebuah suara yang muncul di
benakku “tidak! Aku tidak ingin terlmbat,aku tidak malas aku punya alasan
kenapa aku terlmbat!” teriakku “kamu itu pacaran teruss berduaan teruss tidak
niat belajar kan kamu!” saut sebuah suara berbeda di dalam benakku “tidak!
Aku ke sekolah benar-benar untuk belajar aku ingin masa depanku bisa
membantu banyak orang, aku hanya membantu Silua apakah salah aku
membantu?” saut ku “Kamu ini, Saya itu sudah pernah jadi kamu…” saut suara
itu lagi “tidak kamu tidak pernah jadi aku,kamu tidak pernah merasakan
menjalani hidup di tengah keluarga yang terus berselisih dengan ayah yang
pernah berselingkuh,ditambah dengan tanggungan ekonomi keluarga yang
mengharuskan aku ikut membantu bekerja,kamu tidak pernah merasakan tidak
dinaikan kelas hanya karena guru tidak suka dengan dirimu…” sautku dengan
peuh emosi.