Anda di halaman 1dari 3

Momen terindah

“Bangun! Sudah jam setengah tujuh! Nanti kamu terlambat ke sekolah!” suara gertakan itu
mengagetkan dan mengiang di telingaku. Dengan sangat malas akupun beranjak bangun dari kasur,
berusaha mengumpulkan nyawanya, dan berusaha menyapa indahnya dunia. Lagi-lagi suara
gertakan itu terdengar, “Lina, bangun! Kamu susah sekali kalai di bangunin!” “iya ma, sebentar lagi”
kataku. Dengan langkah sedikit gontay akhirnya aku keluar kamar dan menyantap roti yang sudah
tersedia dan segera mandi dengan terburu-buru.

Nos, adalah nama panggilan untuk motor kesayanganku. Motor ini sangat mengerti dan
memahamiku, seolah-olah dia adalah hidup dan matiku untuk memulai perjalanan ke sekolah. “Pagi,
pak” sapaku kepada satpam penjaga sekolahku. “Pagi juga neng, telat lagi ya?” balasnya, “iya nih pak
hehe” ujarku sambil menangis kuda, “Yasudah cepat masuk” katanya. Lalu aku aku memarkirkan
motor. Ada perasaan yang aneh, entah mengapa mengapa pagi ini saya merasa deg-degan. Tanpa
memperdulikan perasaan, akhirnya aku segera berlari menuju kelas. Tiba-tiba aku berhenti ketika di
kelas ada Ibu Desi! Guru pelajaran matematika yang terkenal galak dan cuek. Dengan tangan sedikit
gemetar, akhirnya aku membuka kelas, “pagi, bu” sapaku. Pada saat itu suasana kelas sedang hening
karena mereka mengerjakan tugas yang diberikan oleh Ibu Desi. “Kemana saja kamu jam segini baru
dating?” gertaknya. “Saya.. Itu.. Itu.. Ban motor saya….” Selesai aku berbicara, Ibu Desi yang terlihat
kesal pada saat itu belum kata-kataku “ah! Sudah jangan banyak alasan! Sekarang, coba ibu lihat
pekerjaan rumah kamu”. Aduh! Gawat! Ibu Desi meminta pr yang kemarin beliau kasih, aku harus
alasan apa lagi nih? Gumamku dalam hati. “Cepat keluarkan pr mu!” bentaknya. Dengan memasang
pintug lesu, aku pun menjawab, “maaf bu, saya…” “sudah kamu berdiri di dekat!” seolah-akan beliau
tahu apa yang akan saya katakana. Dengan sedikit kesal, aku menuruti kata-katanya. Hari ini, adalah
hari tersial bagi mustahil, aku pun mulai dibangun lagi. Ibu Desi yang kesal pada saat itu kata terlihat-
kataku “ah! Sudah jangan banyak alasan! Sekarang, coba ibu lihat pekerjaan rumah kamu”. Aduh!
Gawat! Ibu Desi meminta pr yang kemarin beliau kasih, aku harus alasan apa lagi nih? Gumamku
dalam hati. “Cepat keluarkan pr mu!” bentaknya. Dengan memasang pintug lesu, aku pun
menjawab, “maaf bu, saya…” “sudah kamu berdiri di dekat!” seolah-akan beliau tahu apa yang akan
saya katakana. Dengan sedikit kesal, aku menuruti kata-katanya. Hari ini, adalah hari tersial bagi
mustahil, aku pun mulai dibangun lagi. Ibu Desi yang kesal pada saat itu kata terlihat-kataku “ah!
Sudah jangan banyak alasan! Sekarang, coba ibu lihat pekerjaan rumah kamu”. Aduh! Gawat! Ibu
Desi meminta pr yang kemarin beliau kasih, aku harus alasan apa lagi nih? Gumamku dalam hati.
“Cepat keluarkan pr mu!” bentaknya. Dengan memasang pintug lesu, aku pun menjawab, “maaf bu,
saya…” “sudah kamu berdiri di dekat!” seolah-akan beliau tahu apa yang akan saya katakana.
Dengan sedikit kesal, aku menuruti kata-katanya. Hari ini, adalah hari tersial bagi mustahil, aku pun
mulai dibangun lagi. Saya…” “sudah kamu berdiri di dekat pintu!” seolah-akan beliau tahu apa yang
akan saya katakana. Dengan sedikit kesal, aku menuruti kata-katanya. Hari ini, adalah hari tersial
bagi mustahil, aku pun mulai dibangun lagi. Saya…” “sudah kamu berdiri di dekat pintu!” seolah-akan
beliau tahu apa yang akan saya katakana. Dengan sedikit kesal, aku menuruti kata-katanya. Hari ini,
adalah hari tersial bagi mustahil, aku pun mulai dibangun lagi.
KRIIIIIIING… Akhirnya suara tersebut dapat membuat hati senang dan lega rasanya. Dengan sangat-
buru-buru saya menarik kedua, Ajeng dan Via. “Udah deh cepetan ah! Nanti kanti keburu ramai!”
“iya tapi gak usah narik-narik kita juga dong” balas Via, “iya, sakit nih tanganku” Ajeng yang daritadi
hanya diam saja angkat bicara. “Ih kalian nih, yaudah ayo cepat!”. 30 kemudian menit bel berbunyi
lagi, kemudian kami pergi meninggalkan kantin dan segera menuju kelas.

“Kalian mengerjakan buku paket kimia halaman 111, ibu Ilma tidak masuk karena anaknya sakit.
Nanti dikumpulin ya!” lalu guru piket pun keluar. Kelas yang tadinya hening seketika langsung
gembira oleh kegembiraan karena ibu Ilma tidak masuk. Ibu Ilma adalah guru yang cukup terkenal
dengan kedisiplinannya. Maka dari itu, ketika dikan kepada beliau tidak masuk, rasanya ada
kesenangan yang dating dari Tuhan.

Karena merasa bosan di kelas dan aku merasakan hawa-hawa pertemuan, aku mengajak Ajeng dan
Via untuk keluar kelas. “Ke kelas atas aja yuk, jangan ada orang” saran Via. Kemudian kami menaiki
anak tangga satu persatu, dan setibanya di atas kami mulai mengobrol macam-macam. Tidak
terasabel pelajaran kimia pun habis. Kami semua pun menuju kelas. Tiba-tiba mata tertuju pada
seseorang lelaki yang mengenakan kaos hitam, celana jeans panjang, dan sepatu warna putih. Ajeng
dan Via yang mengetahui arti keberhentianku, akhirnya mereka juga berhenti. “Lah? Itu Galih kan
Lin? Dia ngapain disini?” Melalui memecahkan suasana hening. “Aku juga gak tahu. Mungkin dia
ingin bertemu bu Asha. Tapi dia daritadi pagi agak aneh, dia nyuekin aku terus” ujarku sedikit sedih.
“Yasudah ayo kita ke bawah dan berbicara dengannya. Galih, adalah kekasih Lina. Mereka sudah
lama menjalin hubungan bersama. Walaupun mereka terhalang oleh jarak yang jauh, tapi mereka
saling percaya. “Hei, kamu ngapain disini? Tumben disini tidak bilang-bilang aku dulu?” aku memulai
pembicaraan. “Aku mau ketemu bu Asha, ada urusan” adalah jutek. “Oh gitu, yasudah aku masuk
kelas dulu ya” Galih hanya menganguk. Lina tidak habis piker dengan perubahan Galih yang sangat
drastis.

Jam pada pukul 13:00, jadwal semua siswa menunjukkan pelampiasan pembelajaran hari itu.
Ternyata Galih sudah menunggu Lina di depan kelasnya. “Ayo kita pulang” Galih berkata ketika Lina
keluar dari kelas. Lina pun hanya diam dan jalan mengikuti Galih dari belakang.

Hari ini Lina bisa di bilang sangat kesal dengan Galih. Karena dia tidak memberi kabar kepada Lina.
Menit demi menit hanya Lina digunakan untuk mendukung. Tidak terasa sekarang jam menunjukkan
pukul 23:59. Lina masih belum bisa menghilangkan rasa kesal di hati Galih. Tiba-tiba hp Lina bunyi,
Lina sedikit malas mengangkat telpon dari Galih. Belum sempat Lina bilang hallo, Galih lebih dulu
berbicara, “selamat ulang tahun ya! Panjang umur dan sehat selalu. Maaf hari ini aku sengaja
nyuekin kamu hehe” ujarnya. Lina terdiam cukup lama, “halo? Halo? Kamu ada di situkan?” Galih
bingung karena Lina tidak berbicara berbicara. “Kamu jahat ya udah bikin aku kesel, ah tapi terima
kasih atas ucapannya. Ternyata kamu masih ingat ulang tahun aku” ucapnya namun senyumnya
mengembangkannya.

Anda mungkin juga menyukai