Anda di halaman 1dari 10

Bukan Mimpi, bukan Juga Impian?

Cerpen oleh : Aisyah Ramadhona

Subuh itu suara nyaring ibu membangunkan tidurku. Seperti biasa aku harus mandi dan
bersiap-siap ke sekolah dan berangkat jam enam pagi ,karena jarak rumahku ke sekolah tidak
terlalu jauh ,lebih kurang satu kilometer . Tapi aku harus menempuhnya dengan berjalan kaki.
Berangkat ke sekolah MTs yang terletak di Desa tetangga, membuatku sedikit malas karena
nanti akan berjalan menuruni jembatan, tapi juga membangkitkan semangat karena tidak
pergi sendiri. Aku biasanya menunggu teman-temanku di simpang gang jalan rumahku,lalu
kamipun pergi bersama-sama.
“Yuk!” ajak sofia sambil tersenyum mengajakku berangkat.
Bukan hanya dia,seperti kataku menunggu teman-temanku, artinya bukan satu orang.
Temanku yang lain juga ikut dan berjalan di belakang kami. Di sepanjang jalan kami tidak
bercerita karena sudah terburu-buru dan takut terlambat.
Agar lebih cepat sampai,kami selalu lewat jalan pintas,yakni melewati jalan di dekat
perkebunan coklat tepat di belakang sekolah,akhirnya kamipun sampai ke sekolah.
Hari itu hari Senin,upacara bendera akan dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada
pahlawan dan negara. Aku bergegas masuk ke kelas meletakkan tas di kursi nomor dua dari
kanan kelas. Lalu berjalan menuju lapangan bersama Sofia dan teman lainnya.
Upacara dimulai dengan hidmat namun tidak nikmat karena terik matahari menyilaukan
mataku ,sehingga akupun menundukkan kepala.
“Mengheningkan cipta oleh seluruh peserta upacara.” Ucap pembina upacara (Hening).
Ketika melafalkan do’a untuk para pejuang di dalam hati, tiba-tiba kepalaku pusing ,tubuhku
jatuh kedepan karena sudah tidak kuat berdiri. Semua siswa-siswi masih diam pada
tempatnya karena berdoa,sedangkan tubuhku dibopong oleh dua ibu guruku. Badanku
seketika hilang rasa, tenggorokanku seperti mau memuntahkan sesuatu.
“Hhh..hhuekk!” Mulutku tidak jadi muntah ,tetapi dadaku serasa sempit dan ditarik ,lalu
beberapa detik kemudian aku tidak bisa melihat apa-apa lagi.
Upacara berjalan dengan lancar karena disaat aku bangun lapangan sudah kosong,mataku
mengintip lewat celah jendela UKS di samping kasur tempat aku beristirahat.
Salah satu guruku datang membawa teh hangat dan menghampiriku. Dia tersenyum dan
berkata, bagaimana ica sudah baikan?ini diminum dulu.” Aku tersenyum pucat lalu
berterimakasih kepadanya ,kemudian akupun meminum teh yang diberikannya padaku.
Tubuhku masih lemah,jadi aku dibolehkan pulang oleh kepala sekolah. Setelah meminta izin
dengan kepala sekolah ,akupun diantarkan bu eva menggunakan mobil,karena tidak mungkin
aku berjalan disaat keadaan tubuhku seperti ini.
Keesokan harinya...
Nenek masuk ke kamarku untuk memberikan makanan juga obat tradisional.
“Ini makan dulu lalu minum obat ya,nenek berdoa agar kamu cepat sembuh,aamiin” Ucap
nenek,sambil mengelus-elus kepalaku.
“Aamiin.” ,jawabku sambil mencoba duduk.
Setelah selesai makan dan minum obat,nenek berkata kepadaku,”ca,kamu ini anak yang
pintar, nenek berharap kamu bisa menjadi juara ,agar bisa pergi ke Malaysia seperti cucunya
Bu Hamidah.”
“Iya nek tapi aku ga berharap kok,yang penting lulus dengan nilai bagus,lalu bikin bangga
orangtua dan nenek itu sudah cukup nek.” Balasku dengan tatapan teduh.
Nenek terdiam sejenak lalu tersenyum dan mengucapkan,” Nenek berjanji akan
memberikanmu baju bagus jika kamu lulus studi banding ke malaysia nanti.”
Aku berfikir tetapi sesaat kemudian nenek berlalu meninggalkanku.
‘Ah ,aku tidak terlalu pintar Sofia lebih pantas mendapatkannya,dan aku tidak berfikir untuk
juara. Pasti ibu dan ayah akan susah mencari uang tambahan ke sana’,batinku .
“Eh nenek tahu dari mana ya tentang program itu?” tanyaku sendiri.
“Hmm,mungkin dari teman atau tetangga,ah tapi biarlah.”jawabku pada diri sendiri.
Akupun kembali memejamkan mata untuk beristirahat.
‘lagipula aku tak punya handphone untuk pergi ke sana untuk berfoto’ batinku menggerutu
dan akupun tertidur lelap.

Siang hari di sekolah...


“Weh udah sembuh ca?” tanya yena padaku ,lalu belum sempat aku menjawab sofia
memotong “udah kayaknya kan ca?hehe nanti pulang barengan ya?” tanya Sofia padaku.
“Hiss apalah pia ni,aku belum dijawab ica udah dipotong aja,”potong yena lagi
“Hehe ,iya maaf ya.”jawab Sofia.
“ee ak,” belum sempat menjawab,perkataan ku dipotong ucapan yena ,”yaudah aku ke
kelasku dulu ya?bye!” yena beranjak pergi ke kelas VIII A,sedangkan aku dan Sofia tetap di
kelas kami yaitu VIII B.
“Huhhh..”aku menarik nafas ,karena menahan kesal.
“Gimana ca?”tanya sofia padaku. “Alhamdulillah udah sehat,iya nanti kita bareng.”
Jawabanku untuk pertanyaan yena sekaligus sofia tadi.
Lalu Sofia duduk di kursinya karena guru bahasa arab sudah memasuki kelas.Aku dan yang
lainnya menyimak dan mencatat penjelasan yang diberikan bu ana.
Saat perjalanan pulang sekolah, sofia bercerita kepadaku tentang keinginannya yang kuat
untuk menjadi pemenang program studi banding itu. Aku mendengarkan ucapan antusiasnya
dengan tersenyum dan menatap matanya,tetapi tetap berjalan lurus.
“Iya sof,kamu pasti menang,pasti bisa dong kan kamu pintar.”ucapku menyemangatinya.
Kami lalu berpisah saat aku sudah di depan simpang gang jalan ke rumahku,sedangkan Sofia
terus berjalan lurus di jalanan aspal.
“Assalamu’alaikum.” Ucapku ketika sampai di rumah ,tapi tidak ada yang menyahut.
Aku masuk ke kamar untuk mengganti pakaian ,sejurus menit kemudian aku pun rebahan.
Belum sempat memejamkan mata,ibu datang dan memanggilku.
“Icaaa” panggil ibu
“Iya Bu?” jawabku ,bangun dari tempat tidur ,lalu menuju keluar kamar.
Ibu mengeluarkan belanjaan sayurnya dan mengambil baskom berukuran sedang.
“Bantu ibu ya, bersihkan sayur kangkung ii.” Ucap ibu kepadaku.
Tanpa berfikir panjang,aku mengambil sayur dan memotongnya. Ibu tidak melihatku begitu
saja,ia juga mengerjakan hal lain seperti membersihkan ikan untuk dimasak.

Seminggu kemudian...
Tidak terasa hari yang begitu menegangkan bagi para siswa-siswi sudah tiba. Ujian Akhir
Semester dimulai pada hari ini yakni hari Rabu. Aku mengenakan baju batik seragam
sekolahku berwarna biru ,tak lupa lambang TUT WURI HANDAYANI di lengan kanan bajuku.
Seperti biasa pemandangan para siswa-siswi,sibuk menghafal materi sebelum ujian dimulai.
Tetapi itu bukan kebiasaanku,karena aku sudah belajar beberapa hari yang
lalu.Menurutku ,lebih pusing menghafal satu jam atau tiga puluh menit sebelum ujian dan
bisa membuat cemas. Lalu memicu aksi contek menyontek.
Sambil menunggu pengawas ujian datang,aku mengulang hafalan dan pemahaman di dalam
batinku ,serta untuk menambah daya ingat aku juga tak lupa berdoa.
“Ca ,kamu pasti menang dan pergi ke luar negeri nanti,aku yakin!” tiba-tiba saja delia
berbisik di sebelah kiri depanku. Tapi tak tampak seperti berbisik,aku mengira sofia akan
mendengarkannya dan benar saja ,saat aku melihat ke belakang ia menatap delia dengan
tatapan yang tak dapat diartikan.
Batinku tak enak,karena aku takut sofia salah paham , karena sama sekali aku tak berniat
memenangkan program itu. Saat aku terdiam pengawas datang lalu membagikan kertas soal
ujian dan lembaran jawabannya juga.
TING NONG...”WAKTU UJIAN TELAH HABIS,SEMUA SISWA-SISWI DIPERSILAHKAN
BERISTIRAHAT!” TINGGNING!!
Suara bel istirahat sudah berbunyi aku keluar kelas setelah mengumpulkan jawaban ujianku.
Aku berdiri di depan pintu menunggu sofia ,namun sofia hanya diam berdiri di dekatku.
Kami berjalan menuju kantin tanpa percakapan.
Saat selesai memesan sofia membuka suara.
“Hmm ca?” panggilnya
“Iya pi,kenapa?”jawabku
“Aku mau nanya.”ucapnya
“Iya tanya apa pi?”balasku
“Kamu juga mau menang program itu ya?”tanyanya padaku
“Hah,enggak kok! Oh soal delia tadi,dia mungkin sembarangan ngomong,aku gapernah cerita
ke dia kalau aku mau menang program itu . Kamu jangan salah paham ya!” Jelasku pada
sofia
“Kalau memang iya juga gapapa,jadi kita bisa bersaing?”
“Hah? Aku ga ada kepikiran buat nyaingin kamu pia,aku malah dukung kamu. Kamu jangan
salah paham,jangan sampai gara-gara ini pertemanan kita rusak.” Jawabku sedikit khawatir
sofia salah paham.
Tampaknya sofia sedikit tenang dan mulai senyum tipis ,”oke deh makasih yah.” Ucapnya
lagi kepadaku.
Setelah percakapan itu ,pesanan kami datang yaitu dua mangkok miso berserta es teh dua
gelas.
“Makasih Bu,”ucap kami bersamaan.
~•~
Ujian Akhir Semester selesai ,besok adalah hari yang ditunggu-tunggu sofia,aku juga
menunggunya meskipun bukan sebagai pemenang ,mungkin juara kelas dua atau tiga?Karena
aku tahu sofia pintar dan dia juga juara satu tahun lalu. Aku berharap dia menjadi penerus
angkatan kami sekaligus wakil untuk studi banding itu,karena memang dia juga sangat
menginginkannya.
Sebab aku tak berfikir untuk menjadi juara umum dan bisa pergi studi banding . Program itu
cukup mustahil aku dapatkan,karena aku tahun kemarin hanya mendapat peringkat
dua ,lagipula biaya dari pemerintah tidak mungkin cukup dan aku juga tidak memiliki
handphone untuk berfoto
Malam itu aku memikirkan bagaimana esok,entah kenapa sudah deg-degan dari
sekarang,padahal aku hanya ingin mempertahankan peringkat duaku.
‘Semoga saja tidak turun!’ batinku.

Keesokan harinya...
Semua murid dan para wali atau orangtua dikumpulkan untuk menerima raport. Biasanya
ibuku selalu menemaniku untuk mengambil raport,tapi hari itu ibu sakit,sehingga ayahku
yang pergi untuk mengambil raport ku.
Di musholla,para wali murid dikumpulkan. Tapi kami murid-murid belum boleh
masuk,mungkin karena tempatnya tidak terlalu luas atau pengumuman pemenang itu masih
dirahasiakan.
Setelah selesai aku penasaran ingin melihat raportku,aku berjalan ke arah ayahku untuk
meminta raportku. Ayahku berlalu pulang begitu saja,tapi raut wajahnya tak bisa kuartikan.
‘Berapa ya hasilnya,semoga saja bertahan’ batinku.
Belum sempat aku membuka raportku teman-temanku berkumpul di luar musholla ,akupun
penasaran ada apa sebenarnya,lalu aku mendekati mereka.
“Woy tau nggak, dengar-dengar yang pergi ke Malaysia itu Ica!” Ucap Izza ,teman kelas
sebelah kelasku dengan nada riang dan lantang diwarnai sedikit suara cemprengnya.
Aku diam mematung,antara bingung ,kaget dan tidak percaya. Bahkan aku tidak bisa
mengura bagaimana ekspresiku saat itu. Disaat aku masih terdiam,aku melihat Sofia
menangis dipelukan ibunya ,yang samar-samar aku dengar dalam isakannya.
“Maaa,hiks piaa ga menang,kenapa harus orang lain hhh kenapa bu..hh bukan pia?hiksss”
Deg...
Aku merasa bersalah sekaligus cemas,tetapi kata-katanya barusan membuatku sedikit
tertusuk,karena dia menganggapku orang lain?
Sofia lalu mengusap air matanya dan berjalan melewatiku. Tatapannya seperti orang yang
sedang benci.Setelah semua orang mulai pulang tiba-tiba delia menghampiriku.
“Wiss selamat caa,cieee benerkan kataku kamu pasti menang!”
Aku bingung ingin menjawab dengan apa,karena otakku masih mencerna semua kejadian
ini,tidakkah semua seperti mimpi?
Semua orang di keluargaku senang,tak terkecuali nenek. Nenek akan menepati janjinya untuk
membelikanku baju bagus untuk ke sana. Ayah dan ibuku akan berkerja keras agar bisa
membantu membiayaiku ke sana.
...
Di satu sisi aku senang karena semua orang peduli dan bahagia untukku. Tapi di sisi lain aku
masih memikirkan bagaimana perasaan sofia yang bertekad besar untuk memenangkan
program itu,apalagi ini sebulan setelah pengumuman itu aku tidak bersapaan dengan sofia.Ya
dia enggan menyapaku,sekarang dia sudah mendapat teman baru dari kelas lain. Apakah aku
sudah berkhianat?Apakah salah jika aku menang padahal bukan keinginanku? Entahlah takdir
berkata lain.
“Tidak kok.” Celetuk nenekku. “Ah yasudah terserah ibu saja.”,jawab ayahku.
Aku pikir nenek datang ke kamarku untuk menjawa pertanyaan di kepalaku ,lalu aku
tersenyum malu sendiri.
“Wah cucu nenek senyum-senyum sendiri,pasti senang kan besok akan berangkat?”
“Ica tidak tau nek,bingung.” Keluhku pada nenek yang membuat kening nenek berkerut.
“Kenapa bingung?Kan cucu nenek ini pintar jadi sudah sepantasnya menang kan?” Ucap
nenek sambil memegang kedua bahuku.
Lalu nenek duduk di sampingku dan melanjutkan ucapannya “Udah jangan dipikirin,kan
biaya sudah diusahakan ayahmu ,dan handphone kan juga sudah dibelikan ayah ,ditambah
uang ica menang lomba pidato juga kan??ya walaupun tidak mahal tapi Ica harus bersyukur
ya nak.”
“Iya nek,Ica harus bersyukur,makasih nek.” Ucapku membalas ucapan nenek sambil
tersenyum ke arahnya.
Setelah percakapan itu,nenek menyuruhku tidur dan menyelimutiku.
...
Waktu secepat itu hingga aku sudah berdiri di sini.Suasana di Malaysia sangat ramai,tetapi
hanya banyak mobil,bus dan sedikit sepeda motor. Aku pergi berjalan-jalan menggunakan
bus tapi anehnya aku hanya seorang diri. Paman bus tersenyum kepadaku dan mengantarku
melihat menara kembar.
Sesampainya di sana ,aku takjub melihat menara yang tinggi itu,dari jauh seperti bangunan
monumen saja,dan sekarang dari dekat aku melihatnya. Aku berjalan dan masuk ke dalam
ruangan di dalam menara ini. Semua ruangan di sini seperti tidak ada jalan ruangan ,dari
tempat aku berdiri sampai ke ujung seperti jalan di kamar-kamar hotel,namun lebih mirip
seperti ruangan karyawan di kantor.
Aku pun menghirup udara sejuk dari jendela kantor menara kembar itu. Lalu aku masuk ke
dalam kereta gantung Awana Skyway. Jujur saja aku takut ketinggian,tapi saat masuk ke
dalam kereta gantung,lalu melihat pemandangan gedung-gedung dan ada juga bukit-bukit,aku
seperti ingin melompat.
“Eh foto yuk” ucap seseorang yang tak lama ini jadi temanku. Akupun bingung entah dari
mana kamu kenal,karena daritadu aku hanya sendiri di bus.
Karena lelah akhirnya kami berdua pergi ke restoran China di Singapore. Aku tak peduli
kenapa kami sampai di sini,karena lapar kamipun masuk ke salah satu restoran yang megah
yang bertuliskan ‘SONG FA ba kut teh’ di atas dekat depan pintu masuk.
Kami berdua kenyang,lalu aku bersama temanku itu pergi bermain ke wahana anak-anak. Di
Indonesia biasa disebut istana balon,tapi di sini kami tidak tahu namanya.Aku menyambut
tangan temanku ,kemudian kami tertawa sambil melompat-lompat. Entah kenapa semakin
lama,penglihatanku semakin berkurang dan wajah temanku bersinar kemudian menghilang.
“Icaaa,banguuun! Kamu ga jadi berangkat?banguuuun.” Aku tersentak kaget dan bangun dari
kasurku sambil mengucek kedua mataku.
“Iya Bu Ica udah pulang kan dari malaysia?kok cepet banget sih?” ucapku lemah dengan
mata yang masih sayu.
“Kamu mimpi ya?pagi ini kamu baru mau berangkat Ica,ini ibu sudah siap-siap anterin kamu
ke tempat berkumpul semua peserta.”
“Hah iya ya bu,berarti tadi Cuma mimpi?”ucapku mulai sadar.
“Udah ca bangun,ibu sudah memesan dua ojek untuk kita.” Jawab ibu dengan nada sedikit
kesal,mungkin karena aku bangun terlambat.

~•~

Suasana di sini sangat ramai,tidak seperti mimpiku tadi. Ada sekitar seratus orang
lebih ,peserta di sini. Aku menyimak pengumuman pembagian kelompok ,kemudian
berkumpul menurut kelompok dan pembimbing masing-masing. Aku masuk ke kelompok
dua yang beranggotakan empat perempuan termasuk aku,dan dua orang laki-laki serta satu
ibu pembimbing.
Keesokan harinya,setelah menginap di Islamic Senter,kamipun berangkat ke bandara subuh-
subuh sekali. Perjalanan ke BIM (Bandara Internasional Minangkabau) aku lalui dengan
tertidur pulas,mengingat semalam aku begadang karena teringat ibu,ayah dan nenek di
rumah.
Suasana di bandara ternyata lebih ramai. Bahkan aku mendapatkan pengalaman baru ,yakni
buang air kecil di toilet duduk. Setelah melalui semua prosedur,termasuk mengumpulkan
koper,kami semua diberi makan siang,karena penerbangan akan dilakukan sebentar lagi.
Ini adalah pengalaman pertamaku menaiki pesawat. Aku bersama teman-teman kelompokku
berbaris menaiki tangga pesawat,lalu masuk ke dalam pesawat dan mencari nomor kursiku.
“B4 ,B4 hmm nahh.” aku mendapatkan kurisku di sisi kiri pesawat ,tetapi berada di tengah-
tengah dari tiga kursi itu.
Dengan perasaan campur aduk ,takut dan senang. Aku pejamkan mataku sambil
membayangkan hal indah seperti awan,tetapi saat pesawat naik ,tubuhku juga terasa terangkat
. Teriakkan mungkin saja aku keluarkan,namun kutahan sebisa mungkin. Kepalaku pusing
seperti nya aku mabuk,tapi aku harus menikmati bagaimana rasanya naik pesawat pertama
kali.
Sesampainya di Kuala Lumpur,aku turun dengan was-was,karena badanku sedikit terhuyung.
Singkatnya lima hari di Malaysia aku merasa berbeda. Di sana banyak kota-kota dengan
gedung tinggi,bahkan tak satupun kulihat desa atau rumah penduduk. Semua bangunan nya
mirip apartemen atau hotel.
Selama lima hari itu aku mengunjungi banyak tempat bersama yang lainnya. Seperti masjid
putrajaya,menara Petronas yang dimimpiku aku namai menara kembar,ada juga pabrik coklat
ternyata adalah toko yang menjual coklat,money changer,naik kereta gantung Awana Skyway,
ke gedung KBRI(Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Kuala Lumpur. Lalu tak lupa kami
singgah ke toko jam tangan buatan Swiss,dan masih banyak lagi.
‘Mimpi itu aneh dan unik,tetapi ketika nyata semua terasa sempurna dan indah.’batinku tiba-
tiba saja mengatakannya.
Aku teringat kembali bahwa selama perjalanan di Malaysia ini ternyata lebih banyak yang
aku alami daripada di mimpi itu.Hanyabada dua yang sama yaitu aku melihat menara
Petronas dan naik Awana Skyway. Mungkin saja aku bisa datang ke semua tempat itu di
dalam mimpiku,hanya saja mungkin Tuhan menyuruhku bangun untuk mewujudkan lebih
banyak mimpi. Dan benar saja , kenyataan yang aku alami ternyata lebih indah dan lebih
banyak dari mimpiku.
Sekarang aku telah tiba di Singapore , walaupun tak sama dengan mimpi,karena aku tak
makan di restoran China itu. Aku justru pergi ke tempat-tempat indah seperti patung
Merlion,lalu pergi ke salah satu mall di Singapura,wahana bermain dan ada lagi yang
kulupakan. Sepertinya Tuhan juga ingin mengatakan kepadaku bahwa tak semua mimpi harus
terjadi,apalagi makan di restoran China,sebagai muslim aku harus berhati-hati. Jadi ,tidak
semua hal indah itu baik bagiku,tetapi hal baik bagi Tuhan sudah tentu indah bagiku.
Setelah perjalanan panjang itu,aku mendapatkan pengalaman dan pelajaran dari tempat-
tempat yang aku datangi,selain itu juga pelajaran dari peristiwa ini.
Setelah kepulanganku,aku memberikan oleh-oleh kepada teman-teman di sekolahku meski
tak seberapa,hanya sebuah mainan kunci dan permen bola coklat. Lalu diam-diam aku
memberi Sofia hadiah yang berbeda dari yang lainnya,sebuah buku kecil berisi pengalaman
dan motivasi serta diaryku. Dan sebungkus permen coklat serta boneka kecil sebagai
permintaan maaf ku .
Awalnya aku takut ia tidak akan memaafkanku,dan dengan memberanikan diri aku
menghampirinya.Tak kusangka ia menerima semua pemberianku dan tersenyum.
“Aku iri padamu yang bisa pergi ke sana, karena itu adalah impianku,Tap..” ucap Sofia
terputus seraya aku menatapnya dan ia juga menatapku.
“Tapi aku lebih iri melihat kebaikan dan ketulusannu ca.”lanjutnya sambil memegang
tanganku.
Aku masih diam karena masih mencerna maksudnya,karena aku fikir selama ini aku telah
menghianatinya.
“Sekarang aku mengerti kenapa kamu yang menang.” Ucapnya kembali sambil tersenyum
ringan.
“Itu pasti karena kebaikanmu dan tidak pernah lupa dengan orang lain,bahkan kamu masih
mengingatku setelah aku bersikap cuek dan tidak mau menyapamu lagi.” Sofia
menggenggam tanganku dengan mata yang hampir menangis dan suara haru.
“Piaa,kamu itu teman aku mana mungkin aku lupain,dan aku minta ma..”ucapanku terputus.
Sofia menggelengkan kepalanya. “Nggak ,kamu baik dan kamu memang pantas dapat itu
semua.”
“Udah udah jangan nangis dong,sini-sini.” Aku memeluk Sofia dengan erat,karena hatiku
juga terenyuh mendengar pernyataan pia.

Sore harinya di rumahku...


Sambil menatap langit-langit kamar,aku berbicara sendiri pada batinku.
“Ternyata,mimpi itu indah,tetapi akan lebih indah jika semuanya menjadi nyata.”
‘Ya karena itu jangan tidur terus ,jangan banyakin mimpi,tapi banyakin cita-cita dan impian '
jawab batinku seperti orang lain yang menggubris.
“Iya aku tahu,mungkin aku hanya memiliki impian menjadi peringkat dua,tetapi takdir Tuhan
menjadikanku lebih baik dan mendapat juara umum.” Bisikku seolah berkomunikasi pada
batinku.
“Dan kemarin aku bermimpi atas takdir itu,namun kenyataannya lebih indah dari mimpi
itu.”Ucapku berbisik lagi sambil berfikir.
‘Itulah kenapa kita harus bersyukur atas takdir Tuhan yang memberikan apa yang kita
butuhkan bukan hanya yang kita inginkan.’batinku lagi
‘Tuhan tahu yang terbaik untuk Hamba-Nya. Yang aku pikir buruk seperti menjadi juara
umum karena aku merasa menghianati temanku,sekarang telah membuka pikiran temanku
dan mengajarkannya untuk ikhlas.’ batinku tak berhenti berucap.
‘Dan yang penting,buruk bagimu belum tentu buruk bagi Tuhan,dan baik bagiku belum tentu
buruk,justru akan diperlihatkan sisi baiknya oleh Tuhan,ya kan?’batinku lagi.
“Iyaaa.”ucapku cukup keras sehingga ibuku berkerut keningnya ketika baru membuka pintu.
“Ehehe kenapa bu?” tanyaku tak merasa bersalah.
Kemudian ibu menutup pintu kamarku ,sepertinya ia mencari gelas kotor di kamarku seperti
biasanya,yang tentu saja tidak ia temukan karena aku telah belajar dari negeri seberang.

Anda mungkin juga menyukai