Anda di halaman 1dari 6

- Tentang Aku -

# Bagian 1
Perkenalan
Nama ku athifa, aku tinggal di kota Malang bersama keluargaku. Aku bersekolah di SMP
Cahaya Gemilang dan sekarang duduk di bangku kelas 8. Aku tinggal dengan Ibu dan ayahku
dengan sederhana dan bahagia. Dan aku sangat bersyukur karena memiliki keluarga yang
sangat menyayangiku.
Ayah ku hanya bekerja sebagai cleaning service di salah satu mall yang terletak di Kota
Malang ini. Sedangkan ibu ku hanya jualan sembaki dan menjadi tukang kue. Kapan-kapan
kalian harus coba kue ibu ku ya!

# Bagian 2
Terlambat
Pagi ini aku bangun dengan sedikit terburu-buru karena tadi malam aku tidur larut akibat
mengerjakan tugas sekolah yang sangat banyak. Aku segera mandi dan bersiap untuk pergi
ke sekolah.
Aku melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanan ku. Ku lihat jam
hampir menunjukkan pukul 07.30, yaitu pukul 07.15. Aku mempercepat laju sepeda ku, ku
kayuh dengan sepenuh tenaga tanpa memperdulikan keringat yang turun melalui pelipis ku.
Aku tiba di sekolah dua menit sebelum bel berdering pukul 07.30. Aku segera parkir di
bagian sepeda dan berlari memasuki kelasku. Aku tiba di jelas dengan tergesa-gesa. Ku
ambil tisu di tas ku dan segera mengelap sisa-sisa keringat di dahiku.
Aku membuang sampah tisu, kemudian kembali ke tempat duduk dan minum air putih yang
ku bawa dari rumah. Aku menutupnya dan meletakkannya kembali di tasku.

# Bagian 3
Ketua Kelas
Guru mata pelajaran hari ini adalah Bu Leon, beliau mengajar mata pelajaran IPS. Beliau
meminta ketua kelas untuk memimpin berdoa, karena aku adalah ketua kelas, aku pun
memimpin teman-temanku berdoa. “ Ketua kelas, Safira mimpin doa dulu ya sebelum mulai
pembelajaran pagi ini.” Aku hanya nengangguk mengiyakan.
“ Teman-teman, sebelum belajar hari ini marilah kita berdoa sesuai agama dan kepercayaan
kita masing-masing. Berdoa di mulai.” Ucapku lantang untuk meminta teman-temanku
mengikuti ucapan ku.
“ Berdoa selesai. Semoga kita semua diberi kemudahan dalam melakukan pembelajaran hari
ini.” Kata ku. Teman-teman ku mengangkat kepala dan mengusap tangan ke wajah untuk
meng-Aamiin kan doa.

# Bagian 4
Jualan kue
Pelajaran berlangsung dengan lancar hingga bel istirahat berdering. Mendengar bel sekolah
yang berdering sangat nyaring membuatku bergegas untuk mengambil kotak kue yang ku
bawa di dalam tote bag. Aku pun segera melangkahkan kaki menuju kantin untuk menjual
kue-kue buatan ibu ku yang ku bawa dari rumah.
Aku tiba di kantin, mulai membuka penutup kotak dan berteriak. “ Hai, aku jual kue lagi,
yang mau beli bisa langsung ke sini ya.” Kata ku teriak yang mengambil atensi seluruh
pasang mata yang berada di kantin. Beberapa dari mereka langsung berhambur untuk
menyerbu ku.
“ Tifaku mau kue sus sama risoles nya dua ya.”
“ Tif aku dulu dong. Aku duluan loh yang dateng. Udah antru dari tadi nih.”
“ Kak ija aku mau beli sepuluh ribu ya. Dadar gulung 1, pastel 2, sama donatnya 1. “
“ Dek, aku mau beli donat coklatnya 3 ya.”
Kira-kira begitu ucapan para pembeli yang mengerubungi ku. Aku hanya tersenyum dan
meminta mereka untuk bersabar. Menu hari ini adalah risoles, kue sus, dadar gulung, pastel,
dan donat dengan jumlah yang sedikit. Jadi tidak semua bisa mendapatkan pesanan nya.
“ Teman-teman, kakak-kakak, dan adek-adek aku minta maaf ya. Kue nya sudah habis. In
Syaa Allah besok aku jualan lagi. Buat yang belum kebagian maaf banget ya. Kalo mau pesen
bisa langsung dateng ke kelas aku ya. Jadi besok gak perlu antri.” Kataku merasa bersalah
karena masih banyak pelanggan yang belum mendapatkan pesanan nya.

# Bab 5
Ibu kantin
Aku duduk di salah satu bangku kantin untuk merapihkan dan menghitung uang hasil jualan
hari ini. Saat aku menghitung uang, ibu kantin yang bernama Sari menghampiriku.
“ Nak, kenapa gak jual lebih banyak? Lumayan kan.” Katanya
“ Gak apa ibu, takut kurang laku kalau kebanyakan. Lagian istirahat nya cuman sebentar bu,
takutnya keburu masukan malah jualan nya belum habis.” Jawabku dengan sopan.
“ Besok bawa yang banyak ya nak...temen-temen nya pada suka. Kan kue buatan ibu kamu
emang enak banget. Ibu aja suka. Rasanya pas. Gak kurang dan gak lebih. Besok kalo jualan
kamu titip di warung ibu aja. Jadi waktu istirahatnya bisa kamu gunain buat makan. Kamu
sering banget makan telat sampe istirahat ke dua. Kalo dibiasain terus malah sakit kamu nya
Saf. Besok-besok titip ke warung ibu aja ya.” Sambung nya sambil mengusap bahu ku
dengan lembut.
Aku mengangguk dan berkata, “ Nanti Safira izin ke ibu dulu ya bu, semoga aja ibu bisa bikin
banyak jadi bisa di titip. Makasih banyak ya bu.” Ku lanjutkan dengan senyum sumringah
kepada nya.

# Bagian 6
Nilai ulangan harian
Setelah bel tanda istirahat selesai berdering, aku melangkahkan kaki menuju kelas dan
memasukkan kotak kue ke dalam tote bag seperti semula. Kemudian aku duduk di tempat
ku dan membuka buku untuk belajar materi hari ini.
Bu Dira, guru matematika memasuki kelasku. Aku memberi aba-aba teman-temanku untuk
segera berdiri dan mengucap salam. Lalu aku meminta mereka untuk duduk kembali.
“ Ya, jadi ibu hari ini bakalan bagikan hasil ulangan harian kalian minggu lalu. Dan langsung
melaksanakan remedial hari ini juga. Tapi sebelum itu, ibu sangat kecewa dengan kelas ini.
Padahal kalian ini termasuk kelas unggulan, tapi kenapa ulangan harian bab ini yang tuntas
hanya satu orang saja.” Cecar Bu Dira.
Deg! Jantungku berdetak tak karuan, memikirkan segala hal yang akan terjadi nantinya. Jika
aku mendapat nilai jelek, aku berkemungkinan gagal menerima beasiswa untuk melanjutkan
sekolah di salah satu SMA favorit disini.
“ Siapa hang gak remedial bu? Nilainya berapa bu?” ujar beberapa teman di kelas ku.
Aku semakin menundukkan pandangan, memikirkan berapa nilaiku untuk ulangan harian
bab ini. “ Ya, Safira Adelia mendapatkan nilai terbaik satu angkatan dalam bab ini. Safira,
silahkan mengambil kertas ulangan di depan.” Sorak Bu Dira sambil tersenyum ke arah ku.
Aku telonjak kaget, tak menyangka bahwa hanya aku seorang diri yang tidak mengikuti
remedial. Aku tersenyum dan melangkahkan kaki ku dengan mantap menuju meja guru

# Bagian 7
Pulang
Aku mengeluarkan kunci untuk membuka pengait untuk mengamankan sepedaku. Aku
menaiki sepeda, tersenyum pada pak satpam sekolahku dan mengayuh sepedaku keluar
dari gerbang sekolah. Aku melewati beberapa komplek perumahan untuk sampai di
rumahku. Sesampainya aku di rumah, aku membersihkan diri dan membantu ibuku
membersihkan rumah.
Selesai membantu ibu, aku mempersilahkan ibu ku untuk duduk dan aku melangkah ke
dapur untuk membuatkannya teh tawar hangat, salah satu minuman favoritnya. Ibu
tersenyum begitu aku menyuguhkan teh tawar hangat.
“ Bu, dagangan hari ini laris manis bu. Oh iya, kira-kira ibu keberatan gak kalo setiap hari
bikin jumlah lebih banyak? Soalnya peminatnya banyak banget bu, kan sayang kalo gak di
ambil. Rezeky bu.” Kataku memulai pembicaraan.
Ibu tersenyum dan menggenggam tanganku erat, “ Nak...ibu kan bilang gak usah, ibu bisa
jualan sendiri kok. Kamu fokus sekolah aja ya nak, bikin ibu sama ayah bangga. Karena yang
ibu sama ayah punya kamu, kita gak punya apa-apa nak. Setidaknya kalo kamu besar nanti,
kamu bisa menghidupi diri kamu sendiri. Jangan ya nak?”
“ Tapi bu...kita gak akan cukup kalo cuman mengandalkan gaji ayah dan penghasilan jualan
ibu tiap hari. Ira juga mau bantu ibu sama ayah. Seenggaknya kalo Ira gak bisa kerja buat
memperbaiki ekonomi kita, Ira bisa bantu ibu jualan kue. Ira gak apa apa ibu, Ira pasti bisa
ngimbangin antara belajar sama jualan. Ibu percaya sama ira kan?” jawabku.
“ Yaudah deh kalo kamu maunya gitu. Ibu sama ayah selalu percaya sama Ira nak...anak ibu
sama ayah ya cuman Ira, kalo gak percaya sama Ira mau percaya sama siapa lagi nak? Kalo
gitu, Ira bisa bantuin ibu bikin adonan kuenya dari sekarang kan? Jadi besok tinggal goreng
aja. Ira mau bantuin ibu gak?”
“ Bisa dong bu. Ira gitu loh, masa gak bisa bantuin ibunya. Mau mau mau. Ayo kita ke dapur
buu.” Kataku sambil menarik tangan ibu. Ibu hanya tersenyum dan mengekoriku ke dapur.

# Bagian 8
Ghina Sabrina
Pada malam hari setelah makan malam, aku menuju kamarku setelah membantu ibu
membereskan sisa makan malam kami. Aku menutup pintu dan mencari kontak teman ku
untuk ku telfon. Gotcha! Aku menemukan nya. Segera ku pencet logo telepon, dan segera
terhubung. “ Assalamu’alaikum Safira, kamu udah makan malem?” sapanya begitu
sambungan telepon kami terhubung.
“ Wa’alaikumussalam Ghina, sudah dong. Kamu gimana?” balasku bertanya.
“ Aku sudah juga dong Saf. Haha.” Jawabnya.
“ Ghin, sabtu nanti kamu jadi ke sini kan? Mau aku jemput di stasiun gak? Kamu naik kereta
kan?” cecarku.
Ghina tertawa, “ Haha, iya Safira sayangkuu. Nanti aku ke sana, gak usah deh Saf. Aku sama
mama papa ku deh kayaknya. Cuman nanti kita bakal pisah tujuan.” Lanjutnya.
“ Ahh okayy okayy, nanti kamu ke rumah aku nih? Atau kita ketemuan di mall aja?”
sambungku.
“ Aku ke rumah kamu dulu aja Saf, nanti kita ke mall nya bareng-bareng aja. Aku mau
ketemu ibu ayahmu juga.” Setelah itu, kami melanjutkan pembahasan hingga larut malam.
Saat dirasa cukup, aku berpamitan dan mematikan sambungan telepon itu.

# Bagian 9
Saat waktunya tiba
~ 5 hari kemudian ( Hari Sabtu )
“ Assalamu’alaikum, bener rumahnya Safira?” sapa seseorang yang mengetuk pintu rumah
ku beberapa detik lalu.
“ Iya benar, dengan siapa ya? Ini Ghina ya? Masuk nak masuk, Safiranya masih mandi.
Sebentar ya.” Ucap ibu setelah tau bahwa tamu itu adalah Ghina.
Sembari menungguku bersiap-siap, ibu membuatkan Ghina teh dengan beberapa camilan.
Ibu juga mengajak Ghina mengobrol agar tidak canggung.
Setelah selesai bersiap, aku keluar dari kamar menuju ruang tamu menghampiri ibu dan
Ghina.
“ Ghinaaa, nice to meet you. Aaaa akhirnya setelah tiga tahun kita kenal, kita bisa ketemu
sekarang. Ghinaaaaaa makasih ya udah nyamperin aku. Maaf belum bisa nyamperin kamu.”
Ghina menjawab, “ Safiii, iyaa gak apa apa Saf. Huhu, nice to meet you too. Bestie aku cantik
banget si ihhh.” Dia membalas pelukan ku.

# Bagian 10
Ibu
Ibu hanya memandang kami dengan tersenyum dan melanjutkan pelukan kami. “ Katanya
mau pergi? Gih pergi keburu malem. Kalian mau pergi pake apa?” ucap ibu menyudahi.
“ Eh, di anter mama sama papanya Ghina tante. Sudah nunggu di depan, nanti sampe mall
tinggal pisah aja deh.” Jawab Ghina dengan lembut dan sopan.
Ibu mengangguk, kemudian aku menarik tangannya dan berpamitan padanya. “ Ibu, Ira
sama Ghina pergi dulu ya bu? Ira pulangnya gak terlalu sore kok bu. Ibu sendirian di rumah
gak apa apa kan?” kataku.
“ Gak apa apa nak, sebentar lagi kan ayah pulang. Jadi ibu gak sendiri di rumah. Nak Ghina,
terima kasih sudah mampir ya. Jangan sungkan-sungkan kalo mau ke sini. Jangan kapok
dateng ke rumah Safira lagi ya. Maaf loh rumahnya kecil. Bilangin makasih ke mama papa ya
nak...sekalian titip salam. Oh iya ini titipan dari ibu buat papa sama mama kamu ya nak.”
Kata ibu kepada Ghina.
Ghina menerima dengan hangat, tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Aku
menggenggam tangan Ghina, “ Yuk Ghin, bu Ira pergi dulu ya. Assalamu’alaikum.” Ku tarik
tangan Ghina sembari melangkah ke luar rumah.

# Bagian 11
Mama Papa Ghina
“ Assalamu’alaikum tante, om. Saya Safira, makasih sudah mampir ya tante om. Maaf ya
ngerepotin om sama tante.” Sapa ku begitu aku menghampiri orang tua Ghina dan tidak
lupa menyalami tangan kedua orang tua Ghina.
Mereka tersenyum dan membalas ku hangat. Aku di persilahkan untuk masuk ke mobil
untuk segera menuju mall di Malang ini. Sesampainya di mall, aku dan Ghina berpisah
dengan kedua orang tua Ghina. Aku dan Ghina memutuskan untuk pergi ke gramedia dan
membeli minuman lalu duduk di salah satu bangku taman. Kami juga mengadakan sesi
cerita-cerita.

# Bagian 12
Perpisahan
Selesai sudah ceritaku untuk bertemu dengan Ghina, sosok sahabat yang ku temui di dunia
maya. Terima kasih sudah singgah Ghina, semoga kita bisa ketemu lagi. Love you, dan
semoga selamat sampai tujuan. See you soon Ghina Sabrina.

Anda mungkin juga menyukai