Anda di halaman 1dari 4

Nama : Lailil Fara Yustianah

NIM : 20192700071

Prodi : PIAUD 4

Matkul : Pola Pengasuhan Anak

Dosen Pengampu : Naning Yuliani, M.Psi

“Grateful to have good parents”

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Perkenalkan nama lengkap saya Lailil


Fara Yustianah. Ayah dan ibu yang memberi nama itu karena memang katanya nama
tersebut memiliki arti sendiri bagi mereka. Saya biasa dipanggil ilil dilingkungan rumah,
biasa juga dipanggil lailil kalau dilingkungan sekolah, dan juga biasa dipanggil fara jika
dilingkungan kerja. Entah itu semua memang berbeda panggilan tetapi bagi saya tetap
sama karena semuanya juga nama saya, hehehe. Saya dilahirkan oleh ibu yang sangat
luar biasa di Gresik,17 April 2000. Saya 2 bersaudara. Saya tinggal berempat bersama
keluarga saya ada ayah, ibu, kakak perempuan, dan ada saya pastinya. Karena saya
anak kedua jadi dipikiran saya pastinya saya bakal dimanja oleh kedua orangtua saya.

Pada usia bayi baru lahir aku tidak mengingat masa – masa itu pastinya pada masa itu
ayah, ibu, dan kakak sangat menyayangiku. Karena aku bisa merasakan mereka benar
– benar menyayangiku dengan sepenuh hati.

Ketika aku berusia 4 tahun memasuki sekolah taman kanak – kanak di TK Sidowunggu.
Ibu dengan senang hati selalu mengantarku ke sekolah serta menjemputnya, berbeda
dengan anak – anak yang lainnya mereka selalu ditunggu ibunya didepan sekolah,
karena memang ibu juga bekerja dirumah untuk menambah ekonomi keluarga jadi di usia
tersebut aku sudah bisa berpikir untuk menyuruh ibu pulang saja tidak perlu menunggu
didepan sekolah seperti temanku lainnya. Ibu selalu berpesan jika sudah waktunya
pulang tetapi belum dijemput aku tidak boleh pulang sendirian. Pernah sekali ketika aku
lama sekali menunggu ibu menjemput, akhirnya aku berpikir ibu memang sibuk dirumah
jadi aku putuskan untuk pulang sekolah dengan berjalan kaki. Dan akhirnya sampai
rumah ibu menegur aku karena pulang sendirian. Itu adalah wujud perhatian seorang ibu
untuk anaknya.

Sore hari ketika aku bermain bersama teman – temanku aku sempat merasa iri dengan
temanku yang baru dibelikan ibunya sepeda baru. Aku lari pulang kerumah sambal
menangis pada ibu dan berkata : “ibu, aku mau dibelikan sepeda baru seperti si dia.” Ibu
berjalan menghampiri aku sambal berkata : “adik kan bisa memakai sepeda kakak,
lagipula kakak sudah besar tidak perlu memakai sepeda kecil lagi, sepeda itu buat adik
saja, sepeda kakak juga masih bagus, sayang kalua adik beli sepeda baru. Bagaimana
adik mau kan?”. Aku pun menjawab : “enak ya jadi kakak anak pertama selalu baru
barangnya kalua anak terakhir pasti mendapat dari bekasnya kakak.” Aku melontorkan
kata – kata tersebut karena memang melihat teman – temanku meski ia anak terakhir
tetap saja apa yang dia inginkan selalu diberi oleh kedua orangtuanya. Ibu pun
menjawab dengan tenang dan halus. “sama saja adik, baik adik ataupun kakak, ibu dan
ayah tetap menyayangi kalian berdua, kalian tetap sama anak ayah dan ibu. Kalian juga
sama harus bersekolah yang tinggi, harus banyak belajar dan nantinya adik jika besok
sudah menjadi seorang ibu akan mengerti apakah yang seharusnya dilakukan orangtua
kepada anaknya”. “sudah adik boleh main lagi, jangan terlalu siang nanti pulangnya.”

Ketika itu aku merasakan kalau ibu dan ayah sangat menyayangi anak – anaknya, ayah
sudah bekerja dari pagi sampai sore, begitupun dengan ibu yang sibuk dengan pekerjaan
rumah tangga dan mencari tambahan untuk ekonomi keluarga. Jadi pikiranku yang aneh
– aneh aku hilangkan. Aku berpikir memang teman – teman merasakan selalu
keinginannya terpenuhi tetapi mereka belum tentu merasakan kehanggatan dalam
keluarga seperti orangtua yang slalu menemani anaknya belajar. Karena memang dari
belum sekolah ibu selalu mengajari aku membaca, menulis, mewarnai. Beda dengan
teman sekitarku yang di les kan ditempat orang lain. Aku setiap hari diajari oleh ibu dan
ayah membaca, menulis, kewajiban sholat 5 waktu. Masa – masa hangat bersama
keluarga itu sering aku rasakan bersama – sama baik suka maupun duka. Disekolah aku
sering mendapat prestasi, baik itu unggul dikelas ataupun lomba – lomba yang lainnya.
Tetapi ayah dan ibu tidak pernah menuntut atau marah sedikitpun agar aku harus
berprestasi. Intinya aku hanya diajarkan untuk berusaha untuk selalu belajar untuk dapat
meraih cita – citaku.

Ketika aku kelas satu di madrasah ibtidaiyah ibu juga selalu mengantar dan menjemput
aku pulang dengan mengayuh sepedanya. Tepat ketika ibu menjemputku pulang, aku
dan ibu dan juga temanku sekelas yang juga dijemput ibunya berbarengan pulang
sekolah dengan mengayuh sepedanya masing – masing. Ditengah perjalanan ketika baru
masuk gang rumahku tiba-tiba ada dua orang penjahat yang dengan sengaja menendang
sepeda ibu hingga kita berdua terjatuh dan penjahat tersebut berusaha mengambil
perhiasan ibu dilehernya padahal perhiasan yang dimiliki ibu hanya kecil harganya dan
juga saat itu ibu juga memakai kerudung jadi untuk pamer perhiasan seperti yang orang
lain bayangkan itu tidak mungkin karena kalung ibu ada dibalik jilbanya. Aku terkejut dan
teriak minta tolong tetapi karena mungkin suaraku kecil jadi tidak ada seorangpun yang
mendengarnya. Lalu aku berlari meminta tolong, sempat lari dan terhenti karena melihat
ibuyang diserang oleh penjahatnya. Lalu aku Kembali lagi menolong ibu melepaskan dari
penjahat tersebut, aku mengigit tangan penjahat tersebut tetapi hal tersebut mustahil
karena dua penjahat tersebut badannya sangat besar. Ibu teriak untuk aku lari, tetapi aku
tidak bisa meninggalkan ibu, hatiku sangat syok, taklama kemudian akhirnya ada
tetangga yang menolongnya. Dan akhirnya dengan keajaiban Allah keadaan ibu tidak
apa-apa dan perhiasan yang dibeli ibu dari hasil kerasnya ayah dan ibu tidak berhasil
diambil oleh penjahat tersebut. 2 hari setelah kejadian tersebut aku masih merasakan
trauma tersebut aku masih tidak mau masuk sekolah dan selalu dihantui oleh kejadian
tersebut. Ibu dan ayah berusaha untuk menenangkan aku dari kejadian itu. Mereka selalu
mengibur aku, memberikan apa yang tidak ingin aku minta. Dan setelah satu minggu
kejadian aku berhasil keluar dari masa trauma tersebut.

Hari beriutnya aku jalani dengan riang hati. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah aku
selalu diajak ibu belanja dan ibu menawarkan untuk dimasakin apa untuk bekal sekolah,
dan juga aku membantu ibu memasak. Setiap sore sepulang sekolah ayah selalu
mengajak aku jalan – jalan kesawah, memetik buah dan sayur yang ditanam oleh ayah.
Meski jalan – jalanku tak seperti temanku yang lain yang diajak orangtuanya ke tempat
wisata dan luar kota. Aku tetap merasa bersyukur dan bergembira dengan kehidupanku.
Aku bersyukur memiliki kedua orangtua yang sangat menyayangiku.

Tetapi kebahagiaan itu berlalu ketika aku berusia 13 tahun duduk dikelas 6 MI, ibu
meninggalkan aku, ayah, dan kakak untuk selamanya. Harapan ku rapuh seketika. Tetapi
ayah adalah orang yang sangat hebat. Ayah selalu membuat aku untuk tetap kuat dan
berusaha untuk meraih cita – cita ku. Ayah selalu ada disampingku saat aku senang
ataupun susah. Ayah yang menemani aku hingga aku sekarang bisa melanjutkan
Pendidikan ku di sekolah tinggi yang adalah impian dari ibuku. Ayah tetap tegar
menghadapi semua cobaan dan berusaha mengeluh didepanku. Ayah dan ibu adalah
orang yang sangat luar biasa yang dikirmkan Allah untuk menjagaku. Mereka tidak
pernah meminta balas budi apapun kepadaku. Terimakasih Ayah dan Ibu.

Itu saja yang dapat saya ceritakan sebagai tugas uts saya pada mata kuliah pola
pengasuhan anak. Pesan yang dapat saya sampaikan kepada pembaca adalah jika
belum bisa membahagiakan kedua orangtua kalian, setidaknya jangan sakiti hati mereka.

Terimakasih ibu dosen yang sudah memberikan tugas ini. Mohon maaf apabila ada salah
kata dalam penulisan dan penjelasannya mohon untuk dimaklumi. Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.

Anda mungkin juga menyukai