Anda di halaman 1dari 3

Semarak cinta ibu

“Kisah nyata dari Biografi si Endung”

Wanita hebat sosok Malaikat yang nyata, motivator dibalik rutinitasku mandi keringat. Berjuang
menapaki hidup yang tak tentu arah. Wanita sederhana dengan segudang mimpi yang terpaksa
ditahan demi mengukir senyum pada wajah anak-anaknya, adalah ibuku. Teruntuk ibuku, sedikit yang
bisa kuperbuat dan tak ada bandingannya dengan pengorbananmu.

Dulu sewaktu usiaku masih 8 tahun Aku adalah anak yang periang, friendly, dan selalu bersemangat.
Namun itu tidak lama, insiden meninggalnya temanku ketika bermain bersama dalam suatu Sungai
telah merebut segalanya. Semua orang menuduhku, memojokanku hingga menjauhiku. Hari-hariku
dipenuhi tangis dan kesedihan, Kesunyian dan sesekali tangisan. Seorang anak yang periang kini
menjadi pendiam. Namun Beruntung aku memiliki seorang ibu yang Tak Kenal lelah memberiku
semangat hidup setiap hari tanpa henti menemani aku yang frustasi dan Sempat berpikir untuk
mengakhiri hidup sejak dini. Bayangkan saja seorang anak yang dijuluki pembunuh oleh teman-
temannya bagaimana depresinya dia.

Aku ingat ketika beberapa orang mencoba menghakimi aku yang menjadi tersangka, seketika itu juga
Ibu berdiri di depanku dan melindungi ku seorang diri, sebuah luka yang tak akan pernah kering sampai
saat ini. Ibu berkata :

“Endung jangan takut ya, bentar lagi bapak sama Kakak-Kakak mau pulang”

(Endung adalah nama panggilan manja orang tuaku)

Ibuku menguatkanku meskipun luka di tangannya tak bisa membohongi betapa sakitnya menjagaku,
tak ada yang bisa aku lakukan selain menangis dan lagi-lagi menangis.

Menginjak kelas 6 sekolah dasar dan hampir lulus aku mulai beranikan membuka diri, saat itu
menjelang ujian semester 1, Ibu berkata :

“Endung, kalau nilainya bagus nanti sekolah disekolahin di SMP yang Endung mau di manapun itu”

Aku menjadi sangat termotivasi untuk belajar dan berusaha Menunjukkan kemampuan ku kepada
ibuku. Dan akhirnya aku lulus dengan mendapatkan predikat siswa dengan nilai tertinggi ke-6 dari 78
siswa.

Aku sangat senang, aku pulang berjalan dan sesekali berlari ingin cepat sampai rumah dan
memberikan kabar baik ini kepada orang tuaku, namun sayangnya, begitu aku sampai rumah
terdengar keributan ibu dan bapakku yang sedang berdebat karena faktor ekonomi yang waktu itu
sedang krisis. Ibu berkata pada bapakku, :

“Bapak gak mikirin bentar lagi mau daftarin Endung SMP ?? Uang dari mana Kalau bapak terus-
terusan di rumah ?”

“Di sekolah SMP belakang aja biar deket dan juga biaya juga gratis” Jawab Bapak.

“Endung itu pengen masuk SMP Kota biar punya temen-temen baru, bukan itu itu lagi” kata ibu.

Aku memang menginginkan sekolah di daerah kota dengan harapan bisa mendapatkan teman-teman
yang baru, karena jika sekolah yang bapak minta kebanyakan lulusan dari SD ku.
Semangatku patah dan hampir putus harapan, namun lagi-lagi Ibu menguatkanku, kata Ibu :

“Enggak apa-apa Kalo Endung sekolah di sana, tapi belum Jangan marah ya kalau Ibu enggak punya
uang, Endung nanti pulangnya jalan kaki”

Sejenak aku terdiam berfikir jauhnya jarak dari sekolah ke rumah. Ibu berkata lagi :

“Ibu nanti mau bantu-bantu nyuci baju, gajinya cuma cukup buat biaya sekolah Endung doang”

Terrsentak aku mendengarnya, untuk aku, ibu memutuskan untuk bekerja hanya ingin mewujudkan
keinginan ku.

Esok harinya aku putuskan untuk mengikuti permintaan Bapak dan bilang ke ibu :

“Bu aku mau sekolah di sini aja”

“kenapa ?” sanggah Ibu

“Aku mau diajarin sama Pak Ridwan lagi” Kataku.

Akhirnya Ibu menurutiku, dan esoknya aku dan ibu pergi ke SMP baru ku berjalan kaki sejauh kurang
lebih 6 km dari rumah karena hanya ada uang untuk makan dan membayar pendaftaran.

Hari-hari kujalani masih dengan sikap pendiam namun aku masih memiliki motivasi untuk terus belajar.
Sampai akhirnya pada pembagian raport kenaikan kelas 8, kepala sekolah mengumumkan
bahwasannya raport harus diambil bersama orang tua. Hal tersebut membuatku bingung, karena Ibu
pasti akan berjalan kaki lagi.

Ketika itu aku memiliki sebuah ide gila, aku membisniskan pekerjaan rumah (PR) atau tugas yang guru
berikan dan akan saya contekan jawaban saya kepada teman-teman dengan syarat membayar
sejumlah uang. Dengan begitu saya bisa sedikit menabung untuk menyewa ojek mengantarkan Ibu
antar jemput.

Tibalah hari pembagian raport, ibu datang dengan ojek yang telah saya sewa, dan ketika pengumuman
ternyata saya mendapatkan predikat siswa dengan nilai tertinggi ke-3 diantara kurang lebih 200 siswa
dan mendapat beasiswa pendidikan. Hal itu membuat Ibu mengeluarkan air mata dan mengalir di
pipinya yang tak lagi muda, bukti bangganya padaku, Ibu memelukku. Sungguh senangnya aku bisa
sekolah gratis sampai lulus SMP.

Tak berhenti di situ masalah terus menerus menerpa, saat aku ingin mendaftar SMA kembali faktor
ekonomi menghambat mimpiku bersekolah di kota akhirnya aku kembali sekolah di sekitar
lingkunganKu, dan mendaftarkan diri ke Sebuah pesantren.

3 tahun hampir dilalui, ketika hendak ujian nasional yang menentukan kelulusan ku, masalah kembali
menyapaku dan kembali itu adalah ekonomi. Akan tetapi ini berbeda dari sebelumnya, kali ini bapakku
meninggalkan kami di rumah dan lebih memilih wanita lain.

Sontak membuatku Harus berpikir keras. Aku memutuskan untuk mencari pekerjaan part time setelah
sepulang sekolah, untuk memenuhi kebutuhan rumah dan biaya sekolah, dan malam harinya aku
pulang ke pondok pesantren.

Selang beberapa bulan kemudian, bapak aku pulang dan kembali bersama ibuku, bapak aku kembali
pulang dengan membawa masalah, akan tetapi Ibuku sangat sabar dan penyayang menerima bapakku
lagi.
Hingga sekarang aku masih berjuang untuk ibuku.

Ibuku, Aku sudah dewasa Sekarang, aku sudah mengerti kerasnya dunia ini, dan aku juga sudah bisa
berdiri diatas kaki ku sendiri.

Ibu, kita sekarang kita gantian ya, Ibu di rumah aja dan aku yang berjuang menghidupi keluarga kita.
Sehat terus yaa Ibu, tunggu aku sukses sebentar lagi, nanti aku ajak ibu keliling Ka'bah. semua yang
aku perjuangkan untuk ibu.

Anda mungkin juga menyukai