Anda di halaman 1dari 16

Dua puluh tahun lalu aku hadir didalam dunia ini untuk mengisi peranku yang sudah ditetapkan

oleh Sang Pencipta. Dilahirkan dari dua orang yang sangat spesial dalam hidupku. Yupz mereka adalah papa dan mamaku. Aku hasil dari perjuangan cinta mereka yang gak pernah kenal kata menyerah. Ehm tapi aku gak sendirian. Aku punya seorang adik juga yang unik. Dari awal dia lahir, adikku udah spesial karna ketika dia lahir dia mengalami kegagalan sistem pernafasan sehingga butuh penanganan khusus. Adanya adikku sampai saat ini merupakan anugrah tersendiri dari Yang Mahakuasa, karna itu diakhir namanya diberi kata anugerah. Ketika aku masih kanak-kanak, mama merupakan sosok yang sangat sempurna dalam hidupku. Selalu membangunkanku tiap pagi, menyuapi aku ketika sarapan, mengantar aku sekolah, bahkan menemaniku dengan ceritaceritanya yang bagiku sangat lucu sebelum aku tertidur. Semua itu terjadi sampai usiaku menginjak empat tahun. Entah kenapa di usiaku yang masih dini itu , di suatu malam aku berkata pada mamaku, ma, temen-temenku punya adik, aku juga pengen

punya adik ma aku mengatakanya sambil menggebu-gebu dan mamaku menjawab celotehanku dengan senyuman. Waktu terus berlalu bersama dengan hari-hariku dimasa kanak-kanak yang menyenangkan yang tanpa aku sadari perubahan yang terjadi pada perut mamaku dan begitu aku sadar perutnya sudah membesar,aku pun bertanya dan mama menjawab bahwa didalam perutnya ada adikku. Sejak saat itu hari-hariku menjadi penuh semangat. Tiap aku bertemu mamaku, selalu kucium perutnya dan bertanya ma kapan adik keluar? tanyaku dengan polos. Hal itu terus aku lakukan sampai usia kandungan mamaku memasuki bulan ke-empat. Tak diayal-ayal hal buruk menimpa mamaku, mama terjatuh dan aku diberi tau bahwa adiku tidak jadi keluar saat itu. Barulah diusiaku yang ke-6 tahun mamaku hamil lagi dan kali ini adiku lahir didunia dengan sukses. Betapa senangnya hatiku ini. Dengan adanya adiku ini, maka bertambah lagi satu warna untuk mewarnai kehidupanku. Aku yang awalnya sangat senang tiba-tiba mulai merasa tersaingi dengan kehadiran adiku yang terus tumbuh menjadi seorang anak. Aku mulai kehilangan sebagian dari kasih sayang

kedua orang tuaku. Hal ini membuatku tidak nyaman. Apalagi tiap kali aku bertanya selalu dijawab mama papa tetep sayang kamu nak Huh ngomong doang mana buktinya? kataku yang udah mulai memasuki usia remaja. Apalagi ketika adikku mulai sekolah, aku merasa semakin terpojok dan itu membuatku iri hati. Sekitar kelas 2 smp, aku yang terus merasa iri hati dengan adiku dan hal itu membuat hubunganku dan mamaku menjadi renggang. Hal ini terus memburuk sampai suatu ketika aku bertengkar hebat dengan mamaku. Aku marah berat sampai aku menggengam tanganku dengan erat. Malam itu menjadi malam yang sangat kelam bagiku. Karna didalam pertengkaran itu aku nyaris melayangkan tinju kearah wajah mamaku. Seandainya malam itu tidak ada pamanku, mungkin aku sudah menjadi anak yang sangat terkutuk! Malam itu yang kulihat hanyalah butiran air mata mengalir deras di pipinya sembari memasuki kamar dan aku hanya bisa terdiam melihatnya. Gak hanya berhenti disitu, aku juga mengalami hal yang tidak mengenakan dengan papaku. Waktu itu lagi musimnya nich, anak laki-laki seusiaku memiliki majalah bola dan aku juga menginginkanya.

Sepulang sekolah ku temui papaku yang sedang makan siang dan mengatakan bahwa aku ingin memiliki majalah itu. Papa meberi tahu aku dengan senyumnya bahwa hari itu papa sedang tidak memiliki uang. Aku yang sudah dibutakan oleh keinginanku, tidak mau tau dan terus memaksa. Papaku melanjutkan makannya dengan kepala tertunduk dengan aku yang terus ngomel-ngomel. Akhirnya selesai makan uang itu aku terima dan papa langsung tidur. Sore harinya sebelum berangkat kerja, papa menemui mama dan meminta uang untuk membeli bensin karna didompetnya sudah tidak ada uang lagi. Kemudian mama memberikan uang receh,kembalian uang belanja untuk membeli bensin. Aku yang tanpa mereka sadari melihat kejadian itu, hanya bisa terpaku dibalik tangga. Serasa menjadi anak yang bisanya hanya menyakiti orang tua. Ketika aku memasuki masa SMA hal yang tidak disangaka terjadi. Mamaku sakit. Awalnya berjalan dengan normal seperti orang sakit biasa. Berkali-kali dibawa kedokter, dokter hanya mendiagnosa bahwa mama hanya kecapekan atau terkena animea biasa. Hal ini terus berlanjut. Sampai suatu saat dokter yang kami datangi curiga bahwa mama mengalami sesuatu

yang cukup serius. Dan benar ketika hasil lab keluar, baru diketahui bahwa sel darah merah mama jauh dibawah batas normal. Saat itu juga mama diharuskan mengikut perawatan dirumah sakit sampai sel darah merahnya kembali normal. Hal ini menjadi kebiasan baru mamaku kalau tiap 4 bulan mama harus dirawat dirumah sakit. Memasuki tahun keduaku di bangku SMA, mama semakin parah. Sekarang tiap kali perawatan mama harus transfusi darah. Pengalaman pertama mama transfusi darah, mama mengalami kejang-kejang dikarenakan rhesus darah mama dan darah donor tidak sama. Hal ini membuat aku marah-marah terhadap pihak rumah sakit. Transfusi-opname-minum obat ketiga hal itu yang menjadi rutinitas mamaku saat itu. Bayangkan saja tiap transfusi dan membeli obat bisa memakan dana sampai 3juta rupiah. Pernah suatu saat aku tanpa sengaja mendengar percakapan papa mamaku dikamar. Mama meminta papa untuk menghentikan pengobatan karna memakan biaya yang cukup besar sedangkan aku dan adiku masih duduk dibangku sekolah. Tapi satu hal yang aku sangat kagumi dari sosok papaku ialah beliau berkata sampai kapanpun aku akan terus berusaha supaya mama bisa

sembuh, masalah anak-anak mama percaya saja sama papa satu kalimat yang benar-benar menginspirasiku. Setelah sekian lama berobat di salah satu rumah sakit dimalang, ternyata mama mengalami hal yang aneh lagi yaitu wajahnya membengkak dan kepalanya merasa sakit seperti mau pecah. Melihat hal itu kami sekeluarga memutuskan untuk membawa mama ke surabaya. Dan hal yang membuatku sangat membenci dokter mama yang di malang ialah dia telah memberikan obat yang tidak sesuai atau bisa dikatakan mal praktek. Sejak saat itu rasa dendam terhadap dokter tertanam dihatiku. Selama di Surabaya, mama mengalami hal yang semakin menjadi-jadi. Setelah dokter meneliti semua penyakitnya, dokter memberi diagnosa bahwa mama terkena penyakit langka yang bernama AIHA penyakit yangmenyerang system imun didalam tubuh dan mengakibatkan sel darah putih memakan sel darah merah. Dokter juga berkata lagi pada papa bahwa mama hanya dapat bertahan hidup dengan cara mengkonsumsi obat selama hidupnya serta mengikuti terapi medis. Papa merahasiakan hal ini dari aku dan adiku. Beliau hanya berkata pada kami bahwa mama pasti sembuh. Setelah kejadian itu,

kami sekeluarga pulang ke rumah kami. Dua minggu sudah berlalu, suatu pagi ketika mama terbangun dari tidurnya, mama menyadari bahwa ada banyak rambut disekitar bantalnya. Mama mengatakan hal itu pada papa dengan tersenyum. Aku dan adik yang teralihkan dengan kesibukan kami sekolah tidak menangkap sepenuhnya maksud mama. Aku ingat betul sore itu sekitar pukul 4 sore, aku yang baru pulang dari sekolah sangat terkejut melihat berubahnya model rambut yang nge-bob. Akupun tersenyum melihatnya. Malam harinya aku berdiri didepan cermin, melihat bahwa rambutku sudah memanjang dan aku putuskan malam ini untuk memotong rambut di salon langganan kami sekeluarga. Sesampainya disana pemilik salon tiba-tiba mengajaku duduk dan dia bercerita bahwa siang tadi mama potong rambut juga. Aku yang teringat model baru rambut mama, menjadi tertawa geli mendengarnya. Kemudian dia melanjutkan ceritanya tapi dengan raut wajah yang berat serasa ada aliran air mata yang akan keluar dari matanya. Dia mengatakan bahwa mama memintanya untuk memotong habis rambut yang ada dikepalanya. Ketika ditanya kenapa, mama menjawab dengan tertawa dari pada hatiku menangis melihat

setiap helai rambut jatuh dan itu membuatku patah semangat, lebih baik aku tidak punya rambut dan memikirkan bahwa diriku sudah sembuh. Itu lebih membuatku mampu menerima ini semua. Mendengar hal itu dia tidak bias berkata-kata lagi. Dia hanya mengatakan padaku bahwa butuh kekuatan ekstra bagi seorang perempuan untuk memotong habis mahkotanya. Aku yang mendengar hal ini bertanya dengan suara bergetar, trus dari mana rambut yang ada dikepala mama? dari penjelasanya baru aku tau bahwa itu adalah rambut palsu. Aku langsung pulang dan menuju kamar mamaku. Kubuka dengan perlahan pintu kamarnya, takut mama terjaga dari tidurnya. Betapa hancurnya hatiku, melihat wanita yang telah melahirkanku tidur tanpa ada sehelai rambutpun menghiasi kepalanya. Malam itu kumasuki kamarku, dalam tangisku aku bertanya-tanya Kenapa hal ini menimpaku? Apa salah mamaku? tidak ada jawaban yang dapat membuatku menerima keadaan itu. Hanya derai suara angin yang seakanakan mengerti keadaanku malam itu. Hari-hariku serasa semakin berat setelah mengetahui keadaan mamaku. Tepat sekitar bulan September tahun 2009 mama harus memasuki

rumah sakit karna keadaanya yang terus memburuk. Selama hamper 3 minggu mama dirawat. Tiap pulang sekolah aku selalu ke Surabaya menemui mama dan pulang pada malam harinya serta mengulangi hal yang sama sampai 3 minggu. Satu hal yang selalu mama katakan tiap kali aku menemuinya yaitu kak, kamu jaga adik baik-baik ya. Itu membuatku menjadi teringat dengan adikku yang masih kecil. Itu membuatku tersadar bahwa betapa bodohnya aku memiliki rasa iri hatiku terhadap adiku yang masih kecil. Oia mama juga selalu bilang kesemua orang yang menjenguknya bahwa Aku tidak mau mati dalam keadaan sakit. Aku mau dalam kondisi sehat untuk mengahadap TUHAN. Kalimat itu yang selalu di ucapkan pada tiap orang yang ia temui. Tidak terasa hampir 3 minggu mama dirawat di rumah sakit. Kabar baik datang dari dokter bahwa kondisi mama sudah membaik. Dan bererapa hari lagi bias sembuh. Mendengar kabar sukacita itu kami memutuskan membawa mama pulang kerumah dan member tahu semua orang tentang kabar sukacita itu. Sore itu banyak orang datang kerumah memberi ucapan bahagia atas kabar baik itu. Malam itu entah

kenapa aku merasa sangat bahagia tapi seperti melihat kebahagian semua orang, aku merasakan hal yang buruk akan segera dating. Malam itu aku tidak mengijinkan pikiran negative masuk dalam kebahagianku. Setelah semua orang pulang, kami segera istirahat dan sebelum kami tidur, aku dan adikku menghampiri mamaku dan mencium keningnya, kebiasaan yang hamper hilang selama mama sakit. Ditengahtengah kenyaman tidur, aku, yang entah kenapa terbangun dan ingin kekamar kecil. Hal yang jarang terjadi. Dengan mata setengah terpejam kuturunin tangga menuju kamar kecil. Setelah itu aku ingin melanjutkankan tidurku karna kulihat masih pukul 3 dini hari. Ketika menuju kamar aku melihat kamar mamaku seperti ada cahaya yang sangat terang. Aku yang waktu itu setengah sadar mengacuhkan hal itu. Keesokan harinya ketika aku mau pamit untuk berangkat sekolah, mama tidak menjawab. Mama tetap diam dalam tidurnya. Tanpa curiga aku mencium keningnya. Keanehan mulai terlihat ketika papa membangunkan mama. Aku yang untuk pertama kalinya melihat papaku menangis didepan mataku menjadi bertanyatanya. Sembari mengguncangkan tubuh mamaku papa terus

10

memanggil-manggil nama mamaku dengan air mata yang tercurah dengan deras diwajahnya. Aku mengerti sekarang bahwa mama dalam keadaan buruk. Keluargaku langsung membawa mama ke Surabaya. Aku pun yang sudah siap berangkat sekolah mengurungkan niatku kemudian berlari memasuki kamarku.aku berdoa sambil marah=marah sama TUHAN. Aku bertanya pada-Nya kenapa Dia tidak mendengar doaku. Saat itu serasa tanpa tenaga. Untuk berdiripun aku butuh pegangan. Tiba-tiba handphoneku berbunyi. Ternyata itu kabar dari keluargaku yang member tahu bahwa mama sudah dirawat dan menyuruhku segera kesana. Akupun begegas. Entah kenapa seperti ada kekuatan yang membuatku kuat kembali. Di sepanjang perjalanan aku merasa kacau. Melihat keadaan sekitarku seperti terdiam tanpa suara. Sesampainya aku dirumah sakit, aku diberitahu bahwa mamaku koma tapi sudah mendapat perawatan khusus dari dokter. Aku yang hanya bisa melihat mamaku dari luar ruangan sambil berharap sesuatu yang baik segera datang. Sampai sore harinya aku menjaga mamaku seorang diri. Papaku harus kerja dan adiku tidak diberitahu tentang hal ini. Sekitar pukul 6 sore dokter

11

memasuki ruangan untuk memeriksa mamaku. Begitu pemeriksaan selesai aku bertanya dan dokter menjawab bahwa aku harus teteap berdoa. Pukul 9 pun datang. Tak kusangka papaku datang kerumah sakit. Beliau bertanya padaku tentang banyak hal. Dari matanya kulihat kesedihan sangat mendalam yang mungkin membutuhkan tempat untuk mengungkapkan isi hatinya. Tepat pukul setengah sepuluh malam, perawat mengijinkan kami memasuki ruangan untuk menjaga mamaku. Papa langsung memeluk mamaku yang masih dalam keadaan koma dengan menangis sambil berkata ma ayo bangun, jangan tidur terus, anak-anak butuh mama. Papa juga butuh mama. Kata-kata yang sama diulang-ulang ditelinga mama. Melihat hal itu aku pun ikut menangis. Mataku ini tiba-tiba tertuju pada alat monitor jantung yang angkanya teur menurun dengan perlahan. Aku memberitahukan hal itu pada papaku dan papaku langsung keluar mencari dokter. Aku dan mamaku. Hanya kami berdua yang ada dalm ruangan itu ditemani dengan berbagai macam alat medis. Aku dengan perlahan mendekatinya. Aku mulai menyanyikan lagu yang sering dinyanyikanya untukku ketika aku masih kecil. Aku bernyanyi

12

sambil kupegang erat tanganya yang semakin dingin. Setelah bernyanyi aku berbisik pada mamaku tentang impiannya yang ingin jalan-jalan menggunkan mobilku bersama papa, mama dan adikku. Aku juga berkata ma, mama katanya mau lihat aku sarjana. Ayo bangun dong ma. Jangan pergi. Aku udah kelas 2 bentar lagi kuliah trus sarjana dech. Ayo mama harus bangun aku pengen mama lihat ketika aku jadi sarjana. Setelah kukatakan hal itu detak jantung mamaku meningkat normal. Papaku yang kembali dari ruang dokter mengajakku keluar ruangan. Serasa disambar petir ditengah malam ketika aku mendengar kata-kata ini keluar dari mulut papaku mama udah gak bisa bertahan lagi. Kalaupun dia harus koma, ia akan tersiksa. Jadi kamu lebih baik ijinkan mama pergi. Biar mama tenang gak kesakitan lagi. Aku gak mau menangis lagi. Sudah cukup air mata ini. Kalaupun menangis gak akan bisa merubah keadaan, pikirku saat itu. Kami segera memasuki ruangan ICU. Dokter dan para perawat sudah selesai melakukan persiapan malam itu. Aku gak peduli dengan para dokter dan perawat itu. Langsung kupeluk mamaku dan aku berkata, ma, kalau mama mau pergi, mama boleh pergi.untuk

13

adik biar aku yang jaga. Tepat setelah aku mengatakanya, angka pada alat monitor jantung itu turun dengan cepat. Kulihat para dokter dan perawat mereka juga meneteskan air mata. Cuma satu kata yang bisa kusampaikan pada mereka TERIMA KASIH. Setelah semua urusan selesai kamipun dapat membawa jenazah mama pulang kerumah. Didalam ambulance, aku yang duduk di bangku depan merasa semua orang terdiam tanpa suara. Bahkan suara sirene pun tak terdengar ditelingaku. Serasa hidupku berhenti. Yang ada dipikiranku saat itu ialah, bisakah aku hidup tanpa mama?. Bisakah ku jalani hari-hariku tanpanya? Sesampainya dirumah yang ingin pertama kali adalah adiku. Aku tau dia pasti shock. Benar ketika kami sampai di langsung kupeluk dan air matanya mengalir membasahi bajuku. Aku pun tidak bisa berkata apa-apa. Sungguh hari yang berat dalam hidupku. Ketika pagi datang kulihat kerumunan orang memadati rumahku. Mereka bersiap untuk memulai upacara pemakaman mamaku. Sebelum peti ditutup untuk terakhir kalinya kucium kening mamaku, dan saat itu kusadar bahwa aku tidak akan pernah dapat melakukanya lagi. Pada waktu

14

penimbunan peti, aku terus memeluk adiku dengan erat. Seakan-akan bayang-bayangku selama mamaku hidup muncul satu-satu didalam pikiranku. Gundukan tanah telah terbentuk dihadapanku. Saat itu aku tau bahwa aku harus bisa. Aku harus kuat menghadapi semua ini. Memang susah saat itu mengembalikan semangat hidup dari papaku dan adiku. Tapi seiring berjalannya waktu. Kami bisa kembali bersemangat. Adiku sudah bisa tersenyum lagi. Papaku sudah bisa tertawa lagi. Aku pun mulai bisa memasak meskipun banyak yang gagal. Mama sudah percayakan papa dan adiku sama aku. Jadi aku harus kuat supaya mereka juga kuat. 3 minggu setelah pemakanman mamaku,ketika kehidupan semua anggota keluargaku sudah kembali normal, aku yang sore itu sedang sendirian dirumah sambil bermain dengan handphone peninggalan mamaku. Tiba-tiba Hp itu berdering. Ketika kulihat nomer penelponya adalah nomer mamaku sendiri. Aku bingung bercampur takut. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Gak masuk akal sama sekali. Kukumpulkan keberanianku untuk menerima telpon itu. Tidak ada suara diseberang sana. Hanya telpon yang terhubung.setelah 10 detik telpon itu

15

terputus. Aku duduk terdiam sambil menatap kelangit senja. Entah kenapa aku merasakan mama ada disampingku dan terdengar suara sayup-sayup TERIMA KASIH YA KAK. Aku menangis kembali. Tapi saat itu aku bahagia karna aku tau mamaku juga sudah bahagia disana. Dan mulai saat itu aku mengerti bahwa kebahagiaan keluargaku adalah kebahagian mamaku juga. Senyuman papa dan adikku adalah senyuman mamaku. Aku sangat mencintai keluargaku. THE END

16

Anda mungkin juga menyukai