Anda di halaman 1dari 3

SALAM RINDU BUAT MAMA

Oleh : Panca Lukitasari MP.d

Cahaya bulan nampak bersinar indah, bintang-bintang yang berkerlap-kerlip di angkasa


mengingatkanku dengan sesosok mama. Mama yang selalu mendampingiku, merawat, mendidik,
membesarkanku dengan belaian kasih sayang, mamaku tak pernah tergantikan di atas muka bumi
ini.

Sebulan terasa lama sekali ditinggal mama, yang pergi untuk selama-lamanya. Bayangan
mama selalu datang menghampiri pikiranku. Terkenang saat-saat indah bersama mama, foto-foto
masa kecilku masih tetap tergantung di sisi dinding kamar. Foto-foto yang menggambarkan
ketika masih bayi, aku mulai bisa berjalan, saat belajar bersepeda dan banyak lag, inlah yang
membuat air mataku menetes membanjiri pipi, mama bagaimana aku hidup tanpamu,

Putra, nama panggilanku. Mama memberi nama itu, karena papa sangat merindukan anak
laki-laki sebagai anak pertama. Saat-saat indah tak terlupakan di masa kecilku, hingga
menginjak masa remaja. Sayangnya, mama dan papa harus bercerai pisah rumah. Aku harus ikut
mama, tak bisa ikut papa. Sifat papa yang dulu lembut dan sangat baik, telah berubah menjadi
keras dan temperamen, semenjak papa di PHK. Papa terus berusaha mencari pekerjaan kesana
kemari, sampai terhimpit dengan masalah ekonomi.
Papa mencoba keberuntungan dengan bermain judi. Sekali, dua kali papa menang taruhan
di meja judi, membuat papa lupa daratan. Papa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
uang, uang dan uang. Hal ini membuat mama menunggak banyak hutang dan harus membayar
semua hutang papa. Mama tak bisa menjalani biduk rumah tangga bersama papa lagi.Rumah
satu-satunya tempat kami berteduh ludes, untuk membayar semua hutang-hutang papa.

Mama dan aku akhirnya pindah dan mengontrak rumah sederhana yang jaraknya jauh dari
papa. Mama terpukul dengan kondisi yang dihadapinya. Mama mencarikan nafkah sendiri untuk
membiayai hidup kami berdua dan menyekolahkanku. Pekerjaan apapun dilakukan mama
asalkan halal, termasuk berjualan tahu di Pasar Kerok yang dekat jaraknya dengan rumah kami.

Mama memang pahlawan dan contoh teladan buatku. Mama jarang mengeluh, selalu giat
dalam bekerja, dan mama sangat jujur, tak pernah kutemui wanita setangguh mama. Setiap habis
sholat shubuh mama telah sampai di pasar dan berjualan tahu, sampai jam 10.00 pagi, setelah
dagangannya habis terjual, mama pulang dan memasak makanan untuk kami berdua. Inginku
membantu mama berjualan, tapi selalu ditolak, mama mengharapkanku belajar bersungguh-
sungguh dan menjalankan ibadah dengan khusu’.

Tahun berganti tahun usia mamaku semakin tua, dan kondisinya mulai sakit-sakitan. Aku
sering cemas dan khawatir dengan kondisi kesehatannya. Rasanya ingin menggantikan mama
bekerja. Niat itu sering kusampaikan ke mama, tapi mama menolak dan tetap memintaku untuk
tetap sekolah dan belajar menyiapkan masa depanku kelak. Mama tidak mau menganggu
waktuku bila aku berjualan..

Pertengahan bulan Agustus 2021, tiba-tiba mama pingsan ketika berjualan, tetangga
sebelah rumahku, pak Sholeh membawa mama ke RS Driumbah, untuk didiagnosa penyakit
yang diderita mama. Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, dokter mendiagnosa mama
terkena penyakit kanker rahim stadium akhir, umur mama tak panjang lagi.

Sehabis pulang sekolah aku langsung menjenguk mama, di rumah sakit, di ruang isolasi
A3. Kulihat mama berbaring dan menggunakan alat bantu pernafasan. Denyut nadi mama yang
melemah. Tak mampu menahan rasa sedihku, aku kuatkan untuk tidak menangis di depan mama.
Mamaku sayang, di setiap sujutku aku selipkan doa-doa kesembuhanmu mama, semoga Allah
mendengar dan mengabulkan doaku.
Dokter menemuiku di ruangan tersendiri. Aku mendengar penjelasan dokter dengan serius.
Diagnosa dokter, sel kanker ganas yang telah menyebar di segala organ pusat mama, dan
kondisi tubuhnya terus melemah, hidup mama tinggal hitungan hari. Aku terperanjat dengan
penjelasan dokter. Bagai petir di siang bolong, tubuhku lemas, Ya allah kuatkan aku.

Jam di dinding menunjukkan pukul 23.10 menit, kulihat alat pendeteksi nafas mama terus
melemah, dokter dan perawat selalu memantau kondisinya, dan saat itu mama dinyatakan kritis.
Dadaku semakin berdebar-debar, sedih, khawatir, dan takut mama kenapa-napa. Pukul 23.50
detak jantung mama berhenti, dan dinyatakan meninggal dunia.

“Ya Allah, inalilahi wa inalilahi rojiun, mama. Jangan tinggalkan aku ma”>

Aku menutup wajah dengan kedua tanganku, perasaan sedih yang mendalam, ditinggal
orang terkasih di dalam hidupku, mama. Dengan dibantu warga sekitar aku mengurus roses
pemakaman mama, sampai di tempat terakhir TPU jeruk nangka.

Ingatan akan kematian mama, sedihnya tak pernah habis-habis. Aku hanya mampu
mengenang masa-masa bersama mama tercinta, momen-momen kebersamaan yang tak mungkin
terulang lagi, salam rinduku buat mama tercinta, I love U mom.

Surabaya, 3 Juli 2022

Anda mungkin juga menyukai