Anda di halaman 1dari 3

LDR

Laju mobil menuju pondok pesantren begitu pelan, seperti sengaja ayah perlambat
agar bisa leluasa mengobrol denganku sebelum perdana anaknya ini masuk
pondok, setelah dinyatakan lulus menjadi santri dengan perolehan nilai yang cukup
tinggi dengan nama “Muhammad Fazriel” diurutan 10 teratas
“Pokoknya nanti ngak usah sering-sering nelpon ke rumah yaa, harus focus
belajarnya di pondok,” tegas ayah.
“siap yahh! Insyaallah anak ayah pasti membanggakan keluarga.” Kujawab dengan
semangat
“oh harus itu.” Lanjut mama
Saat itu, aku diantar ayah yang nyetir mobil, satu mobil itu ada aku dikursi
penumpang, ayah yang menyetir, mama yang duduk disebelah nya.
“kamu ingat ya jangan sampai berulah, jangan nakal, jadi anak baik dan murid
yang pintar.” Pesan ayah lagi
Sepanjang jalan isinya semua ceramah ayah semua yang ingin anaknya menjadi
yang terbaik di pondok, lalu diselinggi dengan mama yang menyuruhku untuk rajin
makan tepat waktu dan jangan lupa rutin shalat dhuha setiap hari jangan sampai
putus.
Perjalanan dari rumah ke pondok kurang lebih 3 jam, lumayan jauh dan akses jalan
menuju pondok penuh dengan kemacetan. Padahal kami sudah mencegah dengan
berangkat lebih cepat. Setibanya di lokasi sore hari dan entah kenapa udara seakan
menjadi dingin. Padahal terik sinar matahari masih menyinari pada saat itu, namun
sore itu udara terasa sangat dingin beriringan menyambut kedatangan para santri-
santri baru.
Setibanya dilokasi, semua barang perlengkapan ku diturunkan dari mobil, lalu
diangkut masuk ke dalam asrama. Perasaan aku ingin ditinggal saat itu biasa-biasa
saja, seperti santai saja. Lalu ayah membantu mengangkut barang bawaanku
sedangkan mama menemui ustadz yang akan menjadi pembimbingku selama
dipondok.
Sore itu ramainya bukan main, dan teman sekolah dasar ku dulu yang awalnya
sepakat ingin menlajutkan Pendidikan ke pondok yang aku lulusi, entah taka da
yang daftar atau memang hanya aku dari sekolahku yang daftar di pesantren ini.
Aku dan ayah berjalan disalah satu koridor pondok, terlihat jelas berjejeran
penghargaan-penghargaan yang telah didapatkan ponpes itu atas kemenangan dari
para santri dan alumni yang pernah mengikuti kompetisi kejuaraan.
Mata ayah pada saat itu langsung tetrtuju melihat ku, seperti harapannya padauk
sangat besar. “selanjutnya piala kamu yaa zriel yang dipajang disini.” Ucap ayah
sambil menyamangati aku sembari berkata “piala yang besar”.
Aku tersenyum mengangguk sembari berkata “insyaallah”.
Harapan ayah begitu besar kepadaku, hingga begitu takut aku membuat nya
kecewa. Ayah sudah begitu banyak memberi padaku sudah seharusnya kubalas
dengan mewujudkan harapannya itu.
“ya udah, mama sama ayah balik dlu yaa zriel.” Mama langsung memeluk aku saat
berpamitan, “jaga diri baik-baik. Nurut apa kata ustadz.”
“iyaa maa, doain aku yaa.” Pelukan yang hangat berhasil membuat aku tersentuh,
bola mata sudah mau berkaca-kaca tapi aku berusaha menahannya.
Lalu dilanjut pelukan ayah yang begitu erat seperti berat melepas anak kesayangan
nya waktu itu.
Perpisahan pertama di waktu SMP adalah awal aku merasakan LDR dn merasakan
kesendirian. Aku berada jauh dari keluarga, hanya bertemu saat di hari
penjengukan orang tua dan itupun masih mending kalau mereka menjenguk aku
tiap minggu.
Di halaman pondok ramai dengan orang tua yang berpamitan dengan orang tua nya
dan lambaian tangan mama tak henti-hentinya ditujukan padaku saat itu sembari
mata nya berkaca-kaca, memang mama hebat sekali dalam menyembunyikan
tangis dan kesedihan nya. Disana aku terlihat biasa saja dan aku pun tidak
menunjukan rasa kesedihan ku saat itu.
Mobil ayah sudah melaju kembali ke arah pulang dan pada saat itu aku masih
melambaikan tangan sampai dengan mobil tidak terlihat lagi dari pandangan aku.
Saat itu terasa taka da lagi suara ayah dan mama yang memanggil, menasihati dan
menjadi teman ngobrolku sewaktu dirumah.
Sore itu pelan-pelan perasaan mulai hampa dan diriku mulai bertanya-tanya
sembari ada keraguan “apakah seperti ini rasanya menjadi santri, apakah aku bisa
menjalinya”. Bertemu dengan teman sekamar pun tidak langsung saling mengenal
dan bertegur sapa, yaa Namanya orang asing jadi butuh waktu untuk saling
terbuka.
Saat malam tiba kesendirian itu semakin terasa. Aku yang biasanya bersama orang
tua, menjalani LDR untuk pertama kalinya dan hati ini pada saat itu hati ini terasa
tersayat dan itu baru ku rasakan di malam hari, saat semua santri sudah tertidur
pulas.
Aku pun duduk di tempat tidurku, mataku sudah berkaca-kaca dan aku pun
langsung menutupnya dengan selimut rapat-rapat dan air mata pun langsung
mengalir dengan deras, yang dimana aku sudah menahan nya sudah dari sore
barulah malam itu tumpah.
Masuk pondok pesantren memang pilihan ku, namun tidak ada yang bisa menahan
sesak kalau sudah perkara berpisah dengan orang tua untuk pertama kalinya dalam
sejarah, terlebih kasih saying mereka tak pernah putus setiap hari. Walaupun
dituntut mandiri dirumah tapi aku tak pernah sejauh ini dari rumah.

Anda mungkin juga menyukai