Anda di halaman 1dari 2

WE’RE THE CHAMPION

Oleh : Panca Lukitasari MP.d

Pagi yang cerah, matahari telah meninggi,  waktu bekerja telah tiba, aku masih di atas
tempat tidur, seperti robot beremote  aku menjalankan aktivitas keseharian, persiapan berangkat
kerja. Persiapanku hanya 15 menit, tetap kulalui seperti biasa.  Kini rambutku telah rapi dan
bersih, seragam kerja yang  wangi serta  sepasang sepatu hitam telah bersih dan mengkilap.
Sepeda montor kuhidupkan dan  tancap gas untuk berangkat kerja.

Untungnya perjalanan lancar, hanya 10 menit dari tempat kerja,  laju sepeda montorku
cukup cepat. yang penting selamat dan tepat waktu masuk kerja, Alhamdililah. Kuturun dari
sepeda montor dengan semangat tinggi, dan senyum tersungging menghadapi
pekerjaan  hari  ini.  Kuberjalan dengan tergesa-gesa  tanpa  tengok kanan-kiriku, tak sengaja
menyenggol tas seseorang sampai jatuh, setelah kuamati ternyata tas bu Nancy, big bos
perusahaan tempatku bekerja ,  rasanya bersalah dan malu.

            "Mohon maaf  bu, saya tak sengaja".

            ".Jalan itu pakai mata, dasar tak punya otak !.

            "Maaf bu, saya tadi kan sudah bilang maaf bu, kenapa ibu bilang saya tak punya otak".
"Oh, kamu tidak terima !. Marah ya ayo kamu masuk  ke  ruangan saya, namamu Fatih
kan?.

"Iya bu, siap".

Perasaan jengkel dan marah berkecamuk di kepalaku, tak terima di bilang tak punya otak.
Moodku yang mulanya senang, jadi dongkol tak karuan. Setelah menaruh tas di meja kerja, aku
segera menuju ruangan bu Nancy, siap-siap dapat kultum (kuliah tujuh menit).  Kuketuk pintu
dengan pelan.

            "Ya masuk".

            "Bu, maaf menganggu, ada apa ibu memanggil saya?.

"Fatuh, datangmu tadi terlambat, dan kamu menjatuhkan tas saya seharga 20 juta. Kamu
tahu harga tas saya melebihi harga dirimu".

Aku melotot dan  terperanjat mendengar kata-kata yang diucapkan bu Nancy. Kukira bu Nancy
orangnya  baik, tapi ternyata mampu berkata-kata setega itu.

"Bu Nancy, mengapa hanya persoalan tas jatuh, kalimat ibu sepert menjatuhkan harga
diri saya. Apa yang salah bu?. Saya tidak sengaja menyenggol tas ibu sampai jatuh".

"Memang kamu bawaham tak tahu diri, keluar kamu dari ruangan saya!.

Aku keluar ruangan, rasa ingin membalas perkataan bu Nancy  terus kutahan, meski tak terima
aku harus mengalah, karena mengalah bukanlah kalah. Aku  bukan  bu Nancy,  diriku  lebih
bernilai dari dia. Biarlah orang-orang berkata kasar, semua akan menjadi urasan  Allah SWT, zat
yang maha melihat. Jika  bisa didamaikan dengan nasehat yang bijak, menenangkan dan tak
menyulut amarah, Alhamdulilah. Sebaliknya bu Nancy tak beritikad baik untuk mengakui
kesahannya. Semoga teman sekerjaku tak menerima masalah yang kuhadapi bersama bu Nancy.
Kuingin memjadi  seseorang yang berjiwa besar dan mudah memaafkan orang lain,   we’re the
champion .

Surabaya, 5 Juni 2022

Anda mungkin juga menyukai