Anda di halaman 1dari 3

Aku Bodoh (Episode 1)

Cerpen Karangan: Firdaus Deni Febriansyah


Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Cinta Pertama
Lolos moderasi pada: 20 November 2019

Udara pagi terasa begitu menyegarkan, dinginnya udara pagi begitu menusuk tubuhku. Hari itu
hari pertama aku memulai pelajaran setelah seminggu menjalani masa orientasi yang begitu
melelahkan. Seketika ibu membangunkanku dari tidur yang nyenyak ini. “Andi, bangun nak
kamu harus mandi dan berangkat ke sekolah,” ujar Ibu. Aku tak bergerak sedikit pun untuk
bangun dari tidurku. Kutengok jam dinding di kamarku. “Ah, masih jam 5 pagi juga,” ujarku
kesal. Ibuku memang sangat disiplin masalah waktu, tak heran jika ibuku suka membangunkan
anak-anaknya begitu pagi, bahkan ketika fajar belum menampakkan sinar merahnya. Aku pun
tertidur lagi dengan selimut tebal yang menyelimuti tubuhku. Namun sekitar 10 menit kemudian,
tiba-tiba aku terbangun dari tidurku. Aku kaget dan langsung buru-buru mandi untuk bersiap-siap
berangkat sekolah. “Alhamdulillah, Ibu tidak marah padaku,” ucapku dalam hati.

Seusai mandi, aku langsung memakai seragam sekolahku yang kemarin baru kuambil di penjahit
seberang komplek itu. Sambil berkaca, dalam diri aku berkata “Keren juga seragam ini, pas
dipakai di tubuhku.” Setelah sekian lama merapikan seragam yang kupakai di tubuhku ini, tiba-
tiba dari luar kamar ibu memanggilku lagi. “Andi, apa sudah ganti bajunya? Ibu sudah siapin
sarapan buatmu,” panggil Ibu. “Iya Ibu, Andi segera keluar,” jawabku.

Tanpa menunggu lama, aku bergegas keluar menuju ruang makan. Aku menyantap makanan
dengan begitu lahap, apalagi saat itu ibu memasak makanan favoritku, nasi goreng. Kini, perutku
terasa sudah kenyang, lantas aku langsung berpamitan kepada ibu untuk berangkat sekolah.
Tidak lupa kupasang sepasang sepatu hitam kesayanganku. Aku berangkat dengan menaiki
angkot, maklumlah waktu itu aku tidak memiliki SIM sehingga aku tak berani membawa sepeda
motor sendiri. Tepat pukul 06.00 ku melangkahkan kakiku keluar menuju jalan raya tempat
menunggu angkot itu.

Setelah tiba di sekolahku yang terletak di sebelah selatan hotel berbintang itu, ternyata jam masih
menunjukkan pukul 06.10 WIB. Cepat sekali abang supir angkot mengantarku sampai ke
sekolah. Aku tak langsung memasuki kelas, karena memang saat itu aku belum tau aku masuk
kelas mana. Kududuk di bawah rindangnya pohon beringin di halaman sekolahku. Kupandangi
setiap siswa dan siswi yang melintas di halaman sekolahku. “Cantik-cantik jiga siswi-siswi
disini,” gumamku dalam hati.

Seketika aku melihat sesosok wanita, kutaksir tingginya sekitar 150 cm, lebih rendah dari aku
sedikit. Wajahnya memang tidak begitu cantik, namun parasnya begitu menarik. Dia begitu
manis, ingin rasanya aku berkenalan saat itu, namun rasa maluku untuk berkenalan mengalahkan
hasrat dan keinginanku untuk berkenalan dengannya. Hingga dia benar-benar hilang dari
pandangan mataku sebelum aku benar-benar tau siapa nama dia sesungguhnya. “Ah, bodohnya
diriku ini, menyiakan-nyiakan kesempatan untuk berkenalan dengan wanita semanis dia,” ujarku
penuh penyesalan.
Tiba saatnya pengumuman pembagian kelas yang ditempel di mading sekolahku. Tak perlu
menunggu lama, aku sudah menemukan namaku dalam daftar siswa di kelas tersebut dan aku
langsung bergegas menuju kelas tersebut. Ketika aku sampai di pintu kelas, seketika diriku
kaget. Aku berpapasan dengan wanita manis yang tadi kuingin ajak berkenalan. “Aku tidak boleh
menyia-nyiakan kesempatan baik ini lagi,” pikirku dalam hati.

Dalam kecamukan dan keraguan di dalam diriku akhirnya aku berani berkenalan dengannya,
meskipun dengan suara terbata-bata aku berkata padanya, “Ehmmm… Hai” ujarku. “Hai juga,”
jawabnya penuh keceriaan. “Kalau boleh tau siapa namamu dan dari kelas mana kamu berasal?”,
tanyaku penasaran. “Namaku Putri,” ucapnya sembari memberikan senyum manisnya padaku.
“Oh ya, aku dari kelas ini,” tambahnya. Beruntungnya dan betapa senangnya diriku bisa sekelas
sama dia. Entah mengapa Putri begitu berbeda di mataku. Dia memang terlihat sederhana, tetapi
dia sungguh berbeda. Tidak ada wanita semanis dia, tidak ada wanita selucu dia. Dia benar-benar
berbeda. Aku sangat kagum padanya.

Dalam lamunanku tiba-tiba bel masuk sekolah yang begitu nyaring membuyarkan lamunanku
seketika, aku pun langsung bergegas memcari kursi kosong di kelasku. Beruntung, masih tersisa
satu kursi kosong tepat di bangku pojok kanan depan meja guru itu. Lantas aku langsung duduk
di sebelah seorang laki-laki, lebih tinggi dariku dan juga lebih gemuk dariku. Sebelum guru
benar-benar datang ke kelas kita sempat untuk saling berkenalan. Walaupun sama-sama malu
untuk berbicara.

Guru pun datang dan memperkenalkan dirinya ke hadapan murid-muridnya. Pak Bagus, seorang
guru matematika di kelasku. Meski baru pertama mengajar, beliau telah membuatku mati gaya.
Bagaimana tidak, aku dibuat malu di hadapan teman-teman sekelas. Memang salahku, aku
terlalu memperhatikan senyum manis si Putri hingga tidak sadar Pak Bagus memanggilku
berkali-kali. Aku disuruhnya mengerjakan soal matematika di papan tulis. “Sulit sekali ini soal,
profesor saja tidak mungkin bisa ngerjakan,” pikirku dalam hati. Memang dasarnya sih aku ini
tidak bisa dan malas berurusan dengan pelajaran, tidur di rumah sambil menikmati santapan kue
kering buatan ibu itu lebih menyenangkan

Aku tak terlalu memikirkan kejadian itu, ketika bel pulang aku langsung pulang menaiki angkot
ke rumahku tanpa singgah kemana-mana. Saat pulang masakan ibu yang selalu aku rindukan.
“Pasti Ibu sudah menyiapkan nasi goreng nih buat aku. Yummyyy…,” ujarku sambil
membayangkan nasi goreng itu. Dan benar saja, ibuku menyambutku dan mengatakan telah
menyiapkan nasi goreng favoritku. “Andi, ganti baju dulu terus cuci tangan dan kakimu, Ibu
sudsh siapin masakan favoritmu,” ujar Ibu. “Siap Ibu,” kataku membalas ucapan ibu.

Kita pun menikmati nasi goreng bersama. Namun tak seperti biasanya, kini tiba-tiba aku
kepikiran si Putri lagi, “Apa dia sudah pulang ya? Dia pulang sama siapa? Bagaimana kalau dia
kenaoa-napa di jalan?,” tanyaku dalam hati sembari melamun. Tak sesendokpun nasi goreng
yang aku makan. Hingga ibu memanggilku dan mengagetkanku. “Andi! Kenapa kamu bengong?
Kamu sakit? Apa nasi gorengnya tidak enak?”, tanya Ibu. “Tititidak kok bu, Andi tidak apa-apa,”
jawabku dengan terbata-bata. Memang saat itu entah mengapa aku jadi tidak enak makan,
pikiranku dipenuhi putri, putri dan putri.
Cerpen Karangan: Firdaus Deni Febriansyah
Blog: cerpenfirdaus.blogspot.co.id

Cerpen Aku Bodoh (Episode 1) merupakan cerita pendek karangan Firdaus Deni Febriansyah,
kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Anda mungkin juga menyukai