Anda di halaman 1dari 4

KAU WANITA HEBAT

Tidak nampak tapi kau lebih berbahaya bahkan kau bisa membunuh, semua orang
merintih karenamu, banyak orang yang menderita, dan sengsara dibuatmu kau adalah
marabahaya. Membunuh secara perlahan namun pasti. Kau adalah takdir tuhan yang
didatangkan oleh Sang Penguasa. Jika semua tak mampu untuk dipikirkan. Masalah pun tak
kunjung selesai, hanya karena dia yang tak berbunyi tapi membunuh! kau itulah wabah
covid-19! Terputusnya mata rantai karena pandemi covid-19 tidak sedikit orang yang
menderita mungkin seluruh dunia terdampak ekonomi karena pandemi ini, banyak yang
menjerit, banyak yang merana, banyak yang depresi bahkan banyak yang mengeluh.
Berawal dari kisah perjuangan dari seorang ibu yang dipenuhi hutang keliling pinggang,
bingung tak tau harus kemana mencari rezeki lagi. Demi ke-empat orang anaknya. Sejak
pandemi berlangsung ibuku kehilangan pekerjaan. Dulunya sebelum pandemi ibuku selalu
berjualan ke negeri jiran yaitu Malaysia. Sejak diberlakukannya LockDown ibuku tidak bisa
lagi berjualan ke Malaysia dan sungguh terpaksa harus mencari usaha lain untuk
menyambung hidup. Sungguh, masih ada orang baik di dunia ini yang mau menyewakan
tempatnya untuk ibuku dengan harga yang dibilang murah. Dan akhirnya ibuku mendapat
tempat untuk jualan di pasar Semparuk dengan sewa yang ia bayar Rp.3.000.000,00 per
Tahun. Disaat pandemi, dimana sekolah dan kampus juga diliburkan dan diganti
pembelajaran dengan metode daring (dalam jaringan). Sejak saat itu aku dan adikku harus
bangun pagi dan bersiap-siap lebih awal untuk membantu ibu berjualan sayur. Dimana
kondisi yang membuat kami harus pandai-pandai membagi waktu untuk sekolah dan kuliah
online.
Aku adalah seorang gadis yang berusia 21 tahun dan statusku sekarang adalah seorang
mahasiswa yang sedang kuliah disalah satu Institut Agama Islam Negeri Pontianak
mengambil jurusan Perbankan Syariah dan sekarang sudah memasuki semester 7. Aku
adalah anak kedua dari 4 bersaudara. Mempunyai seorang kakak dan dua adik. Kakakku
sudah bekerja di salah satu kantor munzalan Pontianak. Dan kedua adikku masih bersekolah.
Adik ketigaku yang selalu menemaniku diwarung bernama Syarifah Nurasikin yang masih
duduk di kelas 1 SMA dan adik laki-lakiku yang bernama Said Muhammad Adam yang
masih duduk di kelas 2 SMP. Aku dan saudaraku tidak lagi mempunyai ayah, sepeninggal
ayahku banyak sekali perubahan yang kami alami, cobaan, derita hidup yang harus aku dan
keluargaku jalani. Tetapi aku sangat beruntung mempunyai seorang ibu yang sangat
menyayangi kami. Ibuku terkenal dengan sosok pekerja keras, tegas dan sangat melindungi
anak-anaknya. Sungguh kaulah Wanita Hebat yang pernah kukenal. Kau bekerja keras tanpa
pamrih. Semoga setiap keringat yang kau keluarkan menjadi saksi di akhirat nanti.
Selama ayahku tiada, ibuku harus bekerja keras banting tulang siang dan malam. Ibuku
selalu semangat tak pernah menyerah walau badai sekalipun mengguncang. Dia tetap
semangat untuk mencari sesuap nasi demi ke empat anaknya dan nenekku. Dia tetap senyum
walau hatinya sedih. Setiap sore sesudah adzan ashar berkumandang, aku selalu pergi
menemani ibu untuk belanja sayur di Kota Singkawang. Tak jarang semasa di tengah
perjalanan ibuku selalu berkata “Semoga kamu cepat selesai kuliahnya nak, semoga kamu
cepat dapat kerja, setelah kerja nanti ibu mau kamu lanjutkan perjuangan ibu untuk
menyambung pendidikan adik-adikmu ke jenjang yang lebih tinggi” Ujar ibuku, disaat itu
hatiku tertegun mendengar apa yang ibuku katakan. Aku selalu meng-Aamiini setiap kali
ibuku selesai berbicara. Doakan yang terbaik untuk anakmu bu” ujar aku. Aku percaya doa
ibu terus mengalir untuk kebaikan anak-anaknya, untuk kesuksesan anak-anaknya. Setelah
kami membeli sayur kami segera pulang ke rumah ada adik-adik dan nenekku yang sudah
menanti dirumah.
Keesokan harinya aku dan adikku bersiap lebih awal, setelah selesai sarapan aku
langsung berangkat dengan adikku. Motorku terhenti didepan gubuk tua ditepi jalan.
Disitulah tempat kami mencari rezeki berdagang sayur, menjual minuman dan makanan
ringan. Turun awal pun masih ada pedagang sayur keliling yang ibu-ibu sudah membeli
sayurnya. Melihat hal itu, yang awalnya aku semangat jadi hilang, raut wajahku yang
awalnya terlihat senyum seketika senyum itu hilang dari wajahku. Disitu aku menguatkan
diriku dan berkata dalam hatiku. “Walaupun mau turun jam berapa yang namanya rezeki
mah gak kemana-mana” ucapku dalam hati. Aku selalu bilang dengan adikku “Dek, yang
namanya rezeki itu tidak kemana-mana. Rezeki sudah tertakar, tidak mungkin tertukar.”
"Betul ngah” ucap adekku.
Ditengah bisingnya suara kenalpot motor dan mobil, truck yang melintas dihadapanku.
Aku duduk terdiam sambil menunggu pembeli datang membeli dagangan sayurku sembari
memikirkan masa depanku. Ingin rasanya diri ini pulang ke tanah rantau, bertarung melawan
raga dan jiwa. Namun apa daya selagi raga masih kuat, untuk memberi tanpa pamrih, jiwa
dan ragaku selalu hadir untuk membantu ibuku. Walaupun waktu mudaku ku korbankan.
Walaupun lelah aku harus bangkit. Lelah, bangkit lagi! aku tau lelahku tak akan mampu
membayar semua pengorbanan yang telah ibuku lakukan untuk anak-anaknya. Terlihat
didepanku ada sayur mayur nan segar dan aku melihat ibu-ibu baru pulang dari sawah
sembari mengayuh sepedanya. Kesempatan yang kutunggu adalah ketika ibu-ibu pulang dari
sawah itu membeli dagangan sayurku. Aku sangat menanti kepulangan mereka karena kalau
tidak ada mereka yang membeli, bagaimana caranya aku membayar koperasi nanti disiang
hari. Dan aku tidak berharap hanya pada ibu-ibu yang pulang dari sawah. Yang namanya kita
jualan ya pasti ada persaingan, belum lagi penjajak sayur motor keliling membuat
pelangganku lari ke mereka dan aku sangat yakin rezeki sudah ada yang atur.
Dengan kondisi ibuku yang sekarang, yang tidak bisa berjualan lagi ke Malaysia dan
dengan hutang yang keliling pinggang. Lain biaya untuk makan sehari-hari, lain lagi biaya
aku dan adek-adekku sekolah. Selama pandemi, dengan belajar online juga sangat
meringankan beban orangtua. Yang tadinya mikir gimana mau beli sepatu, tas, dan seragam
baru juga tidak perlu. Bisa dikatakan dengan adanya pandemi ini sangat membantu ada sisi
baiknya dan ada sisi buruknya juga. Ibuku harus mencari uang untuk membeli kouta internet
untuk belajar. Selama 3 bulan berjalan belajar daring (dalam jaringan) dari situlah adik-
adikku mendapat kouta gratis untuk belajar. Semua itu harus ibuku tanggung dan ibuku
hadapi karena tidak ada tempat lagi untuk mengadu, tiada siapa yang ingin memberi, tiada
tempat untuk meminta sebagai seorang ibu sekaligus kepala keluarga. Aku tidak pernah
melihat ibuku menangis sampai detik ini tak pernah setetes pun air mata ibuku keluar
didepan anak-anaknya. Ibuku selalu terlihat kuat, walau beribu-ribu dugaan yang
menghampiri. Ibuku selalu kuat, ibuku selalu tabah.
Disaat hutang keliling pinggang dan tak sedikit orang yang ingin mengambil hak-hak
nya dari ibuku disaat itulah ibuku bingung dimana kami harus mencari pinjaman. Selama aku
dan ibuku berjualan disitulah ibuku meminjam uang dengan koperasi untuk membayar
angsuran BPKB motor yang tergadaikan. Selama ibuku berjualan di Malaysia walaupun
tidak mendapat gaji, ibuku sudah lepas dari membayar angsuran. Sungguh tak tau lagi
kemana kami harus meminjam uang sementara rentenir terus-terusan menagih hutang kepada
ibuku. Sedang koperasi tak henti-hentinya datang kewarungku dan menawarkan pinjaman.
Disaat kepepet mau tidak mau kami harus meminjam uang kepada koperasi tersebut. Seolah-
olah tak ada keuntungan yang kami dapatkan dari hasil penjualan dan keuntungannya hanya
untuk membayar koperasi. Disitulah berbagai tekanan yang kami dapatkan, berbagai cobaan,
ujian dalam hidup ini yang harus kami rasakan.
Satu-satunya solusi agar kami bisa membayar rentenir itu dengan ibuku meminjam uang
kepada koperasi. Disaat itulah kami tak bisa terlepas dari lilitan riba, tidak bisa terlepas dari
pinjaman yang berbasis riba. Dimana pinjaman berbasis riba pun sudah tak kami hiraukan
lagi, disaat penawaran yang kau berikan sangat manis dan ketika kami tak mampu membayar
disaat itulah ibuku meminjam ke koperasi lain. Semakin bertubi-tubi hutang yang ibuku
tumpuk dan tak kuasa kepada siapa lagi ibuku mengadu untuk menyambung hidup. Bahkan
haram atau halal pun tak kau hiraukan lagi. Yang penting sudah selamat dari satu rentenir,
akhirnya ibuku tak bisa terlepas dari ikatan koperasi semakin terbelit dan semakin terlilit.
Uangnya habis dikuras lintah darat. Sungguh pinjaman cepat yang ibuku dapat tapi tak
memikir kedepannya nanti mau bayar bunga itu dengan apa. Karena mengajukan pinjaman
ke bank tak kunjung keluar hal tersebutlah yang mengharuskan ibuku meminjam ke koperasi
agar rentenir dapat dibayar.
Ketika dikondisi terjepit seperti ini, timbullah rasa sakit kepala yang tiada tara. Yang
membuatku sakit kepala karena tekanan batin yang kurasa. Aku merasakan sakit kepala yang
sangat dahsyattttttttt sampai-sampai aku tak mampu untuk tidak mengeluarkan air mata. Aku
tak mampu menyelesaikan masalahku sendiri. Sampai aku menyalahkan diriku. Kenapa aku
ada di posisi sekarang.? Rasanya sakit. Karena sudah besar begini tak kunjung menghasilkan
uang. Sampai kapan orangtuamu menunggu untuk makan nafkahan rezeki darimu.
Kesedihan dan penderitaan yang ku alami setelah kematian ayahku membuatku sangat
depresi. Kepergiannya membuat hatiku hampa. Sungguh aku tak boleh terlalu larut dalam
kesedihan. Aku harus bangkit, sungguh setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.
Perjuanganku tak boleh berhenti sampai sini.
Aku tidak boleh menyerah aku harus selalu berjuang walau sampai titik darah
pengabisan. Sampai detik ini aku tidak ingin menikah, aku harus yakin dan yakinkan pada
hatiku dan pikiranku bahwa aku bisa sukses. Sukses dulu sebelum menikah. Aku harus selalu
ingat, bahwa ada orang yang harus aku bahagiakan. Ada orang yang harus aku banggakan.
Aku harus selesai kuliah sebelum waktunya. Banyak rencana yang sudah kususun dari
selesai kuliah nanti aku harus kerja. Setelah aku menunaikan semua kewajibanku sebagai
anak. Setelah itu baru aku menikah. Hanya tinggal berapa langkah kedepan agar bisa sukses.
Berkorban untuk wanita hebatku.
Begitulah kehidupan...
Kadang pasang terkadang surut....
Jalani saja seperti air yang mengalir....

Identitas Penulis :
Nama : Syarifah Baidah
ID Instagram : Syarifah Baidah
Nomor WA : +6282253267233
Email : Baidah2869@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai