Anda di halaman 1dari 3

Hijrah

Namaku karin, ini adalah kisah perjalanan hidupku yang hingga saat ini masih aku
ingat di dalam diriku.sebuah kisah yang nyaris membuatku menyesal seumur hidup bila aku
sendiri salah untuk mengambil keputusan. Sungguh tak pernah terpikirkan sebelumnya jika
aku melakukan kesalahan yang membuat aku lupa akan kehidupan di akhirat. Berubanya
manusia menjadi lebih baik tak lepas dari pengalaman akas dunia masalalunya,begitu pula
dengan proses ber HIJRAH benyak cerita ari masing – masing. Inilah awal kisahku sebelum
aku hijrah kejalan yang lebih baik.

Hampir lima belas tahun lamanya aku merasakan kepahitan hidup dibawah garis
kemiskinan. Tak mudah untuk menghadapi hidup yang panjang dan penuh masalah ini,
karena di dunia ini tidak ada kehidupan seseorang yang mulus dan lurus pasti ada cobaan
yang datang. Semua kepahitan hidupku berawal ketika Abi meninggalkan kami untuk
selamanya. Disitu aku tinggal bersama Ummi yang dulunya hanya ibu rumah tangga,
sekarang beliau bekerja sebagai tukang pijit. Pasti penghassilan tesebut tidak mencukupi
kebutuhan kami, tetapi kami masih bisa bertahan hidup dengan penghasilan yang kecil
tersebut. Ibu bekerja keras agar dapat mencukupi kebutuhan biaya sekolahku dengan gigih
dan pantang menyerah, karena ibu mau aku jadi orang sukses.

Aku sudah mulai beranjak dewasa, di keadaan yang sekarang sulit bagi ku untuk
menerima semua kenyataan yang pahit dikehidupanku ini. Ingin rasanya aku untuk
mengakhiri kehidupan semua ini. Pada saat hati dan fikiranku susah terkontrol, aku
melampiaskan semua ini dengan mabuk. Hingga larut malam aku sudah mabuk berat, aku
pun pulang dengan langkah kaki ku yang sempoyongan akibat alkohol. Hingga sampai di
rumah

“Brukkk...” aku mendorong pintu rumah drngan kaadaan yang tidak terkontrol.

“astagfirullah..kenapa kamu nak, masuk rumah ucapkanlah salam dulu”. Entah apa
yang terjadi setelah itu aku tidak ingat lagi, karena aku tidak sadarkan diri.

Pagi pun datang, ku buka mataku, ku liht ummi sudah di situ membawakan sarapan yang
sederhana untukku.

“Nak, apa yang kamu lakukan kamaren? Kenapa kamu mabuk? Ada masalah apa
kamu?” tanya Ummi lembut.aku hanya bisa diam dan tidak sadar aku mengeluarkan
air mata dan berkata “Mi...kenapa kita harus hidup seperti ini?miskin,kumuh tidak
punya apa – apa. Aku malu Mi dengan teman – temanku, aku malu dengan keadaan
kita sekarang. Aku juga ingin bahagia seperti teman – temanku”. Ummi hanya bisa
diam dan menahan air mata agar tidak jatuh.

“Nak... sudahlah” ibu memegang pundakku.

“Ayo nak kita sholat dulu, tenangkan pikiranmu nak”.


“apa?sholat?untuk apa?, apa selama ini doa dan sholat ku tidak cukup? Apa pernah
Allah mendengarkan doa – doa ku?”.mendengarkan perkataan itu ummi hanya hisa
diam dan segera meninggalkan ku.

Aku berfikir bahwa Allah tak adil padaku. Allah mengambil Abi dari kami saat usiaku
masih balita. Kemudin aku ditakdirkan hidup dan besar di keluarga miskin ini. Hampir setiap
hari aku tak pernah lagi menjalankan kewajiban di dunia ini. Aku tak pernah lagi sholat tak
pernah lagi mendengarkan nasehat ummi, bahkan aku sering keluyuran. Meskipun
demikian, aku tetap lulus berkat doa dan jerih payah Ummi mengumpulkan uang. Suatu
ketika aku pernah mengambil tabungan Ummi dari kotak dikamar ummi.

“Nak...kamu lihat perhiasan Ummi yang ada dikotak tidak?tadi malam ada mengapa
sekarang tidak ada? Itu perhiasan peninggalan Abi nak”ujar ibu

“Apa maksud Ummi? Ummi menuduh aku yang mengambilnya?” jawabku


membentak.

Ummi sebenarnya tahu kalau aku yang mengambilnya karena beliau tidak pernah berkata
kasar dan membentak. Lagi lagi Ummi mengalihkan pembicaraan agar emosiku tidak
semakin tinggi. Dan berkata “anak Ummi sekarang sudah besarya” ucapnya dengan air mata
yang mentes. Tetapi aku tidak menghiraukannya, dan aku memalingkan wajahku dari Ummi.
Air mata Ummi semakin banyak, tetapi ia berusaha menahan dan mengusapnya.

“nak... ummi udah tua dan mulai sakit –sakitan, ummi tak sangguo untuk bekerja
lagi. Ummi tak punya apa – apa lagi selain kamu nak, kamu harta ibu yang paling
berharga” ucapnya dengan lirih.

“maksud Ummi? Ummi menyuruh aku bekerja?aku harus apa?”

“hijrah lah nak... hijrah” ujarnya

Disitu aku masih berfikir dan meresapi kata – kata tadi. Pada saat itu aku sudah ada
niat untuk hijrah entah kenapa berubah lagi, entah apa mungkin karena pergaulan ku.
Memang benar kalau niat baik tidak selalu diterima dengan baik. Tetapi akan selalu
menemui akhir yang baik juga.

Awalnya tak pernah terbayangkan, awalnya tak pernah terfikirkan aku akan
mempunyai keinginan untuk menjadi seperti mereka yang mengumbar auratnya, meminum
– minuman. entah kenapa, mungkin karena sudah terbiasa atau mungki dulu hatiku keras
untuk merubah diri.

Hingga suatu ketika, keinginanku untuk mrubah kehidupanku menjadi lebih baik. Aku
memutuskkan untuk merantau, aku bekerja banting tulang. Semua pekerjaan ku lakukan
dari tukang parkir, pedagang kaki lima, semua ku lakukan untuk mendapatkan secuil nasi.
Dulu aku bermalas – malas an dan mabuk tidak jelas, kini harus banting tulang. Aku
menabung untuk modal usaha. Lima tahun lamanya usaha ku semakin maju dan
berkembang. Aku sudah memiliki semua yang aku cita – citakan dulu. Aku sudah mampu
membeli rumah, dan benda lainnya.

Disitu aku mulai ada niat untuk merubah diri menjadi lebih baik. Aku mulai ikut
pengajian – pengajian dan memilih untuk belajar di pesantren. disuatu ketika aku
mendengar ceramah ustadzah tersebut menjelaskan hadist yang mewajibkan wanita untuk
menutup auratnya. Dari sanalah aku berfikir dan merenung.. dalam hati bicara ‘ selama ini
aku telah melakukan kesalahan, banyak dosa yang telah aku perbuat. Kemana saja aku ini,
mengapa baru sekarang aku tahu Setelah ku pikir ada perubahan pada diriku, aku
memutuskan untuk pulang dan betemu ummi. Aku melihat rumah yang reot dan semkin tua
itu , ku buka pintu

Anda mungkin juga menyukai