2
itu rumah kakak.” Kata kak Hanafi dengan ramah.Aku pun hanya bisa
terdiam karena aku tidak tahu ingin berkata apalagi dan tibalah di
depan rumah kak Hanafi. Kemudian ia mengajakku mampir ke
rumahnya. Sebenarnya aku tidak ingin menolak, tetapi aku ingin
mengejar waktu agar tidak terlambat pulang ke rumah. Sesampainya
di sana aku langsung menemui ibu pemilik toko untuk melamar
pekerjaan. Setelah diwawancarai selama 30 menit, akhirnya aku
diterima oleh ibu Dila (pemilik toko) sebagai pegawai di tokonya. Ia
pun memberikan seragam pegawai untukku bekerja esok hari.
“ Besok kamu sudah boleh bekerja di sini mulai dari jam 1
sampai dengan jam 5 sore. Karena sekolahmu sama dengan anak ibu,
maka kamu bisa ikut ibu agar tidak terlambat datang ke sini jadi ibu
akan menjemputnya besok di sekolah. “ kata bu Dila dengan ramah.
“Baik bu, terima kasih banyak. Assalamualaikum.” Jawabku sambil
meninggalkan toko.
“waalaikumsalam.” Jawabnya pelan sambil melambaikan tangan.
Aku pun langsung menuju rumah dengan membawa sebungkus
kurma dari bu Dila sebagai tanda diterimanya aku sebagai pegawai
baru. Namun di sisi lain, aku bingung apa yang nanti akan ku katakan
pada ibuku. Aku tidak ingin berbohong lagi padanya.Ya tuhan, berilah
aku hidayah-Mu.
Hari ini pun telah dimulai dengan semangat baru yang ku perlihatkan
melalui senyumanku ke semua orang di sekolah. Ali dan Syifa masih
merasa heran tentang apa yang sebenarnya terjadi padaku. Sampai
akhirnya mereka putuskan untuk bertanya,
“Zahra, sebenarnya ada apa denganmu hari ini? Apa ini karena dua
minggu lagi adalah ulang tahunmu?”
“ Tenyata kalian masih tidak tahu kenapa aku sangat bahagia sekarang.
Aku bahagia bukan karena sebentar lagi aku ulang tahun, tapi
Alhamdulillah karena aku diterima bekerja di toko muslim kemarin.”
“Alhamdulillah ya Ra, akhirnya kamu bisa membantu ibumu.” Sahut Syifa.
Kring…kring…! Bel pulang pun berbunyi dan aku langsung berlari
menuju gerbang sekolah untuk menunggu ibu Dila.Tiba-tiba kak
3
Hanafi datang lagi dengan tergesa-gesa juga. “lagi nungguin siapa
kak?” tanyaku yang sudah mulai berani berbicara.
“ lagi nunggu umi, kalo kamu?” tanyanya balik.
Belum sempat kujawab, sebuah mobil berwarna hitam pun berhenti di
depan kami. Ternyata itu adalah mobil dari uminya kak Hanafi dan
sekaligus milik ibu Dila. Aku pun terdiam di tempat dan merasa
enggan tuk naik ke mobil.
“Zahra, ayo naik nanti kita terlambat.”Seru ibu Dila.
“Umi kenal sama zahra? Kenapa dia harus ikut kita?” seru kak Hanafi
dengan berbisik.
Lalu ibu Dila berusaha menjelaskan tentang kejadian kemarin dan kak
Hanafi langsung berkata padaku,” kenapa kamu tidak mengatakan ini
kemarin? Aku pikir kamu mau pergi ke toko hanya ingin membeli
sesuatu. Tapi, ternyata kau ingin bekerja paruh waktu. Maka mulai
hari ini, aku akan membantumu bekerja di toko umi agar kamu tidak
kerepotan dan masih memiliki waktu untuk belajar. “ kata kak Hanafi.
“Tidak usah kak, aku telah memikirkan hal ini sejak dulu. Jadi, aku telah
siap menerima risiko apapun .” jawabku sambil meneteskan beberapa
tetesan air mata.
“ Ini juga merupakan keputusanku, jadi aku siap menerima risiko apapun
juga.” Sambung kak Hanafi.
“Sudah- sudah, cepat turun karena kita sudah sampai dan jangan lupa
ganti baju kalian lalu makan siang.” Sahut bu Dila.