Anda di halaman 1dari 4

Ia rela banting tulang siang malam demi mencukupi semua kebutuhan

biaya hidup kami. Bahkan, ia rela meminjam uang di bank dengan


bunga 6% per bulan untuk modal membuka usaha kecil-kecilan. Kami
tinggal bersama nenek di sebuah desa yang letaknya agak jauh dari
kota. Setiap hari pun aku harus menempuh perjalanan menggunakan
bus kota untuk menghemat pengeluaran ongkos. Seringkali
terbesitlah sebuah pemikiran untuk mencari pekerjaan sambilan
sehabis pulang sekolah agar penghasilanku dapat sedikit membantu
ibu. Lagi pula jam sekolahku berakhir hanya sampai jam dua belas
saja. Jadi, aku harus merahasiakan rencana ini dari ibu karena ia akan
marah jika mengetahui ini.
“ Bu, besok aku akan pulang jam 5 sore,karena ada kelas
tambahan di sekolah.” Aku pun berkata bohong untuk hal ini karena
aku sangat ingin membantu ibu.
“Iya ra, besok ibu siapkan bekal nasi untuk makan siangmu. Belajar yang
rajin ya nak.” Jawab ibu.
“ Ya Allah maafkan aku, aku merasa bersalah terhadap ibu.” (dalam
hatiku) Aku pun menatapi ibu yang masih bekerja hingga larut malam
seperti ini. Aku tahu jika batin ibu selalu menangis memikirkan nasib
anak-anaknya. Tapi, percayalah bu anakmu ini kelak akan menjadi
orang sukses di masa depan.
“ Zahra! Masuk dan tidurlah, ibu akan menyusul setelah kue ini
sudah jadi. ”Seru ibu dengan intonasi yang lembut. “Iya bu, selamat
malam.” Jawabku sambil menuju ke kamar.
Keesokan harinya ketika di sekolah kami bertiga membawa bekal
makanan untuk mengganjal perut ketika istirahat dan menikmatinya
di taman. Kemudian kami murojaah hafalan dan bercerita sambil
bermuhasabah diri. Aku bercerita mengenai rencanaku sehabis pulang
sekolah nanti dengan berbisik-bisik kepada mereka berdua.
“ Li, Fa, aku ingin membantu ibu ku dengan bekerja paruh waktu
sehabis pulang sekolah. Tapi, aku bingung ingin bekerja dimana?
Kalian tahu tidak tempat yang menerima pekerja paruh waktu dan
masih sekolah.”
“ Sebenarnya sangat sulit mencari lowongan seperti itu ra, tetapi
kau tenang saja. Kami akan selalu berusaha membantu karena kita
adalah teman.” Kata Syifa menghibur.
Pulang sekolah pun tiba, Ali dan Syifa langsung menghampiriku
dan membawa secarik kertas berwarna biru.
“Apa itu?” tanyaku, “ itu… ini… anu… adalah brosur yang baru aku
temukan di pohon dekat pos satpam tadi.” Sahut Ali dengan terbata-
bata.
“ Ohhhhh, boleh kulihat sebentar?”. Tanpa ragu kutarik brosur itu dari
tangan Ali.
Ternyata ada sebuah toko muslim yang membutuhkan pekerja paruh
waktu yang letaknya kurang lebih 500 m dari sekolah. Tetapi aku
harus pergi sendiri ke sana karena Syifa sudah di jemput oleh
ayahnya, sedangkan Ali harus menemui bu Lena karena ia adalah
ketua kelas di kelasku.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang mendekat dari arah
belakang setelah 10 menit Ali dan Syifa meninggalkan diriku.
Kemudian segera ku percepat langkahku karena tinggal 2
persimpangan jalan lagi yang harus ku tempuh untuk menuju toko
Muslim tadi.
“ Zahra…” seperti suara seseorang yang pernah aku dengar
(dalam hati) dan aku langsung menghentikan langkah kaki sejenak
setelah mendengar suara itu karena seperti tidak asing lagi bagiku.
Sekarang tubuhnya berdiri tepat di sampingku dan ternyata dia adalah
kak Hanafi.
“ Mau kemana kamu? Kenapa buru-buru sekali? Apakah rumahmu di
sekitar sini?“ tanyanya bertubi-tubi.
“ Saya Cuma ingin pergi ke sebuah toko di sana kak, saya hanya ingin
mengejar waktu soalnya nanti keburu sore. Rumahku berada jauh dari
sini kak.” Jawabku gugup.
“ Berarti kita searah nih, btw kamu temannya Ali kan? Kamu mau tahu
tidak rumahnya? Kakak kasih tahu ya, Itu rumahnya cat warna putih
dan hitam ( sambil menunjuk sebuah rumah) dan di sebelah kanannya

2
itu rumah kakak.” Kata kak Hanafi dengan ramah.Aku pun hanya bisa
terdiam karena aku tidak tahu ingin berkata apalagi dan tibalah di
depan rumah kak Hanafi. Kemudian ia mengajakku mampir ke
rumahnya. Sebenarnya aku tidak ingin menolak, tetapi aku ingin
mengejar waktu agar tidak terlambat pulang ke rumah. Sesampainya
di sana aku langsung menemui ibu pemilik toko untuk melamar
pekerjaan. Setelah diwawancarai selama 30 menit, akhirnya aku
diterima oleh ibu Dila (pemilik toko) sebagai pegawai di tokonya. Ia
pun memberikan seragam pegawai untukku bekerja esok hari.
“ Besok kamu sudah boleh bekerja di sini mulai dari jam 1
sampai dengan jam 5 sore. Karena sekolahmu sama dengan anak ibu,
maka kamu bisa ikut ibu agar tidak terlambat datang ke sini jadi ibu
akan menjemputnya besok di sekolah. “ kata bu Dila dengan ramah.
“Baik bu, terima kasih banyak. Assalamualaikum.” Jawabku sambil
meninggalkan toko.
“waalaikumsalam.” Jawabnya pelan sambil melambaikan tangan.
Aku pun langsung menuju rumah dengan membawa sebungkus
kurma dari bu Dila sebagai tanda diterimanya aku sebagai pegawai
baru. Namun di sisi lain, aku bingung apa yang nanti akan ku katakan
pada ibuku. Aku tidak ingin berbohong lagi padanya.Ya tuhan, berilah
aku hidayah-Mu.
Hari ini pun telah dimulai dengan semangat baru yang ku perlihatkan
melalui senyumanku ke semua orang di sekolah. Ali dan Syifa masih
merasa heran tentang apa yang sebenarnya terjadi padaku. Sampai
akhirnya mereka putuskan untuk bertanya,
“Zahra, sebenarnya ada apa denganmu hari ini? Apa ini karena dua
minggu lagi adalah ulang tahunmu?”
“ Tenyata kalian masih tidak tahu kenapa aku sangat bahagia sekarang.
Aku bahagia bukan karena sebentar lagi aku ulang tahun, tapi
Alhamdulillah karena aku diterima bekerja di toko muslim kemarin.”
“Alhamdulillah ya Ra, akhirnya kamu bisa membantu ibumu.” Sahut Syifa.
Kring…kring…! Bel pulang pun berbunyi dan aku langsung berlari
menuju gerbang sekolah untuk menunggu ibu Dila.Tiba-tiba kak

3
Hanafi datang lagi dengan tergesa-gesa juga. “lagi nungguin siapa
kak?” tanyaku yang sudah mulai berani berbicara.
“ lagi nunggu umi, kalo kamu?” tanyanya balik.
Belum sempat kujawab, sebuah mobil berwarna hitam pun berhenti di
depan kami. Ternyata itu adalah mobil dari uminya kak Hanafi dan
sekaligus milik ibu Dila. Aku pun terdiam di tempat dan merasa
enggan tuk naik ke mobil.
“Zahra, ayo naik nanti kita terlambat.”Seru ibu Dila.
“Umi kenal sama zahra? Kenapa dia harus ikut kita?” seru kak Hanafi
dengan berbisik.
Lalu ibu Dila berusaha menjelaskan tentang kejadian kemarin dan kak
Hanafi langsung berkata padaku,” kenapa kamu tidak mengatakan ini
kemarin? Aku pikir kamu mau pergi ke toko hanya ingin membeli
sesuatu. Tapi, ternyata kau ingin bekerja paruh waktu. Maka mulai
hari ini, aku akan membantumu bekerja di toko umi agar kamu tidak
kerepotan dan masih memiliki waktu untuk belajar. “ kata kak Hanafi.
“Tidak usah kak, aku telah memikirkan hal ini sejak dulu. Jadi, aku telah
siap menerima risiko apapun .” jawabku sambil meneteskan beberapa
tetesan air mata.
“ Ini juga merupakan keputusanku, jadi aku siap menerima risiko apapun
juga.” Sambung kak Hanafi.
“Sudah- sudah, cepat turun karena kita sudah sampai dan jangan lupa
ganti baju kalian lalu makan siang.” Sahut bu Dila.

Anda mungkin juga menyukai