Anda di halaman 1dari 8

KADO TERAKHIR UNTUK SAHABAT

Karya Nurul Alma Febriyanti


Lima hari sebelum kawanku pindah jauh disana. Selepas makan siang, aku langsung kembali beranjak
ketempat aku bermain dengan sahabatku.
hei, kemana saja kamu? Daritadi aku nungguin Tanya sahabatku yang bernama Alvi. tadi aku makan
siang dulu jawabku sambil menahan perut yang penuh dengan makan siang ah ya sudah, ayo kita
lanjutkan saja mainnya sahut Alvi. Tidak lama saat aku & Alvi sedang asyik bermain congklak, Rafid
adiknya Alvi datang menghampiri kami berdua.
kak, aku pengen bilang kata Rafid bilang apa? sahut Alvi penasaran kata bapak, sebentar lagi kita
pindahan jawab Rafid hah? Pindah kemana? tanyaku memotong pembicaraan mereka ke Bengkulu
jawab Rafid dengan singkatnya ya udah kak, ayo disuruh pulang sama ibu buat makan siang dulu ajak
Rafid ke Alvi iya deh.. ehm.. Alma, aku pulang dulu ya aku mau makan siang ujar Alvi eh, iya deh aku
juga mau pulang kalau gitu sahutku tak mau kalah.
Sesampainya dirumah aku langsung masuk kedalam kamar & entah kenapa perkataan Rafid yang belum
pasti tersebut, terlintas kembali ke pikiranku. Andai perkataan tersebut benar, tak terbayang bagaimana
perasaanku nanti ujarku pada cermin yang menatapku datar sudahlah daripada aku memikirkan yang
belum pasti lebih baik aku mendengarkan musik saja ujarku kembali sambil beranjak mengambil mp3.
Tak lama kemudian aku mendengar sebuah pembicaraan, yang aku tau suaranya sudah tak asing lagi
bagiku yaitu orang tuaku & orang tua Alvi sahabatku. Aku mencoba mendekati pintu kamar untuk
mendengarkan pembicaraan itu. Tak lama tanganku keringat dingin, aku sudah mendapatkan inti
pembicaraan ternyata benar apa yang dikatakan Rafid pada Alvi tadi siang bahwa mereka akan pindah
kurang lebih sebulan lagi.
Lemas sudah tubuhku setelah mendengar kabar itu, tiba-tiba ibu mengetuk kamarku & mengagetkanku
yang sedang bingung itu. *Tok3X Alma, kamu mengunci pintu kamarmu ya Tanya ibu sambil mencoba
membuka pintu enggak kok jawabku dengan lemasnya kamu kenapa.. ayoo buka kamarmu!! teriak ibu
iya.. sebentar sahutku sambil membuka pintu.
ngapain kamu mengunci kamar? Tanya ibu.
gak knapa2 tadi aku memang lg duduk didepan pintu jawabku sambil menoleh keruang tamu yang
berhadapan dengan kamar tidurku.
ya sudah, tadi orang tuanya Alvi bilang kalau mereka ingin pindah bulan depan
iya, aku sudah tau sahutku kembali ke kamar tidur.
oh kamu tidak sedih kan? Tanya ibu yang menghampiriku.
tak kujawab pertanyaan ibu.
hm.. sudahlah tak usah dibahas dulu.. sana tidur siang dulu biar nanti malam bisa mengerjakan PR ujar
ibu sembari mengelus elus rambutku.
iya jawabku singkat.
Esoknya tepat dihari Minggu, matahari pagi menyambutku. Suara ayam berkokok dan jam beker menjadi
satu. Tetapi, aku tetap saja masih ingin ditempat tidur. Sampai sampai ibuku memaksaku untyk tidak
bermalas malasan.
Alma, ayoo bangun.. perempuan gak baik bangun kesiangan ujar ibu sambil melipat selimutku.
sebentar dulu lah.. aku masih ngantuk sahutku sambil menarik selimut ditangan ibu. itu Alvi ngajak
kamu main.. ayoo bangun!! ujar ibu kembali sambil mengeleng gelengkan kepala. oh oke oke sahutku
semangat karena ingat bahwa Alvi akan pindah sebulan lagi. Lalu, aku langsung beranjak dan segera lari
keluar kamar tidur untuk mandi & sarapan. Setelah itu Alvi tiba-tiba menghampiri rumahku
Assalamualaikum, Alma!! panggil Alvi dari depan rumah.
walaikumsallam, iya!! sahut ibuku yang beranjak keluar rumah.
oh ibunya Alma, ada Alma nya gak? Tanya Alvi.
Alma nya lagi sarapan, sebentar ya tunggu dulu aja. Sini masuk jawab ibuku.
iya, terimakasih sahut Alvi.
Ketika aku sedang asyik asyiknya sarapan, Alvi mengagetkanku.
Alma, makan terus kau ini ujar Alvi sambil tertawa. yee, ngagetin saja kamu ini. Aku laper tau sahutku
sambil melanjutkan sarapan. kok gak bagi-bagi aku sih Tanya Alvi sambil menyengir kuda. kamu mau,
nih aku ambilin ya jawabku sambil mengambil piring. hahaha.. tidak, aku sudah makan, kau saja sana
gendut sahut Alvi sambil tertawa terbahak bahak. ya sudah jawabku kembali sambil membuang muka.
Tak berapa lama kemudian, sarapanku habis lalu Alvi mengajakku bermain games.
sudah kan, ayoo main sekarang ajak Alvi semangat.
aduh, sebentar dong. Perutku penuh sekali ini sahutku lemas karena kebanyakan makan.
ah ayolah, makanya jangan makan banyak-banyak. Kalau gitu kapan mau dietnya ujar Alvi menyindirku.
ya sudah ya sudah.. ayoo mau main apa? ajakku masih malas.

Vietcong yuk tempur tempuran jawab Alvi semangat seperti pahlawan jaman dulu.
hah, okedeh sahutku sambil menyalakan laptop milik ayah.
Kemudian, aku dan Alvi bermain games kesukaan kami berdua. Kami bermain bergantian, besar besaran
skor, dll tidak berapa lama ibunya Alvi memanggilnya untuk pulang. Assalamualaikum, ada Alvinya gak?
Tanya ibunya Alvi sambil tersenyum denganku. ada-ada.. Alvi! ibumu mencarimu kataku kepada Alvi
yang sedang asyik bermain. iya.. sebentar lagi, emangnya kenapa? Tanya Alvi. aku tidak tau, sana
kamu pulang dulu. Kasian ibumu ujarku sambil mematikan permainan. huh iya iya sahut Alvi
beranjak pulang kerumahnya.
Tak berapa lama, Alvi mengagetkanku saat aku sedang asyik melanjutkan permainan yang sedang aku
mainkan. Alma!! panggil Alvi sambil menepuk pundakku. Apa?? jawabku kaget. aku pengen bilang
sesuatu nih, hentikan dulu mainannya ujar Alvi. iya!! jawabku agak kesal. jadi gini.. dengarkan ya
ternyata aku akan pindah 3 hari lagi cerita Alvi. hah? Kok dipercepat?? sahutku memotong
pembicaraan Alvi. aku juga tidak tau, kau sudah memotong pembicaraanku saja. Sudah ya aku harus
pulang ini.. bye! ujar Alvi beranjak keluar rumah. tunggu!! Kau serius?? tanyaku dengan penuh ketidak
percayaan. serius.. dua rius malahan jawab Alvi sambil memakai sandal. oh ok.. bye!! sahutku
kembali. Setelah Alvi pulang kerumahnya, aku langsung lari masuk kedalam kamar & mengunci diri. Aku
tidak tau apa yang harus kulakukan sedangkan sahabatku sendiri ingin pindahan. Terlintas dipikiranku
untuk memberikan Alvi sahabatku sebuah kado yang mungkin isinya bisa membuat Alvi mengingat
persahabatan antara kita selamanya walaupun sampai akhir hayat nanti kita tak akan dipertemukan lagi.
Ku ambil buku diary & kutuliskan cerita-cerita persahabatanku dengan Alvi. Tak lama kemudian ,
terpikirkan suatu hadiah yang akan kukasih dihari dia pindahan nanti lalu, aku ambil uang simpanan yang
kusimpan didompetku & ku piker-pikir uangnya cukup untuk membelikan hadiah untuk Alvi.
Besoknya sehabis pulang sekolah, aku langsung berlari ke toko sepatu dekat rumahku. Ku lihat-lihat
sepatu yang cukup menarik perhatianku, tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang menghampiriku.
hai nak, kamu mencari sepatu apa? Tanya seorang bapak yang menurutku adalah pemilik took sepatu
tersebut.
i..iya pak, maaf ada sepatu futsal tidak? tanyaku sambil celingak celinguk kesegala rak sepatu.
oh, ada kok banyak.. untuk apa? Kok perempuan nyari sepatu futsal? Tanya pemilik sepatu itu sambil
tertawa melihatku yang masih polos.
bukan untukku pak, tapi untuk sahabatku jawabku dengan polosnya.
teman yang baik ya, memangnya temanmu mau ulang tahun? Tanya pemilik toko itu. Entah kapan
pemilik toko itu berhenti bertanyaku.
iya jawabku berbohong karena tak mau ditanya-tanya lagi.
ok, sebentar ya. Bapak ambilkan dulu sepatu yang bagus untuk sahabatmu ujar pemilik toko sepatu itu
sambil berjalan ke sebuah rak sepatu.
sip, pak sahutku.
Tak lama, si pemilik toko sepatu itu kembali sambil membawa sepasang sepatu futsal.
ini nak!! kata pemilik toko sepatu itu.
wah bagus sekali, berapa pak harganya? tanyaku sambil melihat lihat sepatu yang dibawa oleh si
pemilik toko itu.
bapak kasih murah nak untukmu.. ini aslinya Rp. 60.000 jadi kamu bayar Rp.20.000 saja nak jawab si
pemilik toko itu sambil tersenyum.
terima kasih banyak pak, ini uangnya sahutku.
iya nak, sama-sama ujar sipemilik toko tersebut.
Setelah itu, aku kembali kerumah & mulai membungkus kado untuk Alvi. Mungkin ini hadiahya tidak
seberapa, kutuliskan juga surat untuk Alvi.
Malamnya aku masih memikirkan betapa sedihnya perasaanku nanti jika sahabatku pindah pasti tidak
bisa bermain bersama lagi seketika air mataku menetes & tiba-tiba ibu mengetuk pintuku. Alma, ayo
kerjakan dulu PRmu nanti kemalaman ujar Ibu dari depan pintu kamar tidurku. i..iya sahutku sambil
mengelap tetesan air mata yang membasahi buku yang sedang aku baca. Saat itu pikiranku masih
campur aduk entah harus senang, sedih atau apa. Aku tidak bias konsen mengerjakan PR malam itu.
Besoknya disekolah, aku sering bengong sendiri sampai-sampai guruku bertanya kenapa aku seperti itu.
Ku jawab saja dengan jawaban yang sangat singkat karena aku sedang memkikirkan bahwa besok lah
dimana aku akan berpisah dengan sahabatku sendiri. Sepulang sekolah, aku langsung berlari memasuki
kamar lagi, mengurung diri hingga malam. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahku & kuintip lewat
jendela kamar. Tak lama kemudian juga Ibu memanggilku untuk keluar kamar sebentar.
Alma, ayoo keluar sebentar. Ada Alvi nih ajak ibu sambil membuka pintu kamarku.
iya jawabku beranjak keluar kamar.

nah kamu sudah disini, jadi begini besok kan Alvi mau pindah ayoo berpamitan dulu ujar ibuku.
Alma!! peluk ibunya Alvi kepadaku. maafin tante sama Alvi beserta keluarga ya jika punya salah sama
kamu, ini tante ada sesuatu buat kamu kata ibunya Alvi sambil memberiku sekotak coklat.
i..i..iya sahutku tak bisa menahan perasaan & sejenak kuingat bahwa aku juga punya hadiah untuk Alvi.
Alvi, ini ada hadiah buat kamu. Terima ya ujarku mulai menangis.
iya. Alma jangan nangis dong jawab Alvi.
aku.. sahutku semakin sedih.
sudah kamu tidak usah sedih nanti suatu saat kalian bisa ketemu kembali kok, ibu yakin kata ibu sambil
menghapus air mataku.
ya udah, Alma jangan nangis ya oh iya ini tante kasih no telp. Tante biar nanti kalau Alma kangen
sama Alvi bisa sms atau telepon ya ujar ibunya Alvi sambil menghapus air matanya pula yang hendak
menetes.
iya.. jawabku sambil masih menangis.
Malam pun tiba, Alvi dan keluarganya pun berpamit & harus segera pulang. Aku pun kembali ke tempat
tidur & mulai menangis. Ku gigit bantal yang ada didekatku tak tahan aku melihat hal tadi.
Esoknya, tepat dipagi hari. Suara mobil kijang mengagetkanku & bergegas aku keluar. Ku lihat Alvi &
keluarganya sudah bersiap-siap untuk berangkat, tubuhku mulai lemas ibu pun mengagetkanku untuk
segera bersiap siap sekolah. Sebenarnya aku ingin tidak sekolah dulu hari itu tapi bagaimana juga
pendidikan yang utama. Aku bergegas kesekolah tapi sebelum itu, aku berpamitan dengan Alvi lagi.
Alvi!! panggilku dari jauh.
Alma!! jawabnya sambil mendekatiku.
jaga dirimu baik baik disana ya kawan, semoga banyak teman-teman barumu disana & jangan lupakan
aku ujarku mulai meneteskan air mata.
iya, kamu tenang. Kalau kamu sedih kepergianku ini tidak akan nyaman sahutnya sambil memberiku
tissue.
iya terima kasih jawabku kembali sambil menghapus airmata dengan tissue yang diberikan oleh Alvi.
oh iya Alma, thanks ya buat kadonya itu bagus banget aku juga udah baca suratnya terima kasih
banyak ya akan kujaga terus kado mu ujar Alvi menatapku.
iya.. sama-sama karena mungkin itu kado terakhirku untukmu kawan sahutku sambil tersenyum tak
menunjukkan kesedihan lagi.
kau memang sahabat terbaikku selamanya kata-kata terakhir Alvi yang ia ucapkan kepadaku. Disitulah
aku berpisah & disitulah aku harus menempuh hidup baru, juga makna dari sebuah persahabatan tanpa
menilai kekurangan seorang sahabat.

Pengorbanan seorang sahabat


Pernahkah kamu bermimpi tentang hidup bahagia bersama orang yang kamu cintai? Aku
pernah, dan sampai sekarang mimpi itu masih tetap menjadi mimpi yang ingin kuwujudkan di
dalam hidupku. Sebuah mimpi yang tak-kan pernah mati selama nafas ini masih berhembus.
Mimpi yang memang harus diraih dan diperjuangkan sampai titik darah penghabisan. Dan aku
menyesal karena tak pernah mencoba untuk meraihnya.
Begitulah kalimat terakhir yang kudengar dari seorang yang sangat berharga, seorang sahabat
yang selalu menemani dan membantu di saat aku membutuhkan. Seorang sahabat yang tak-kan
pernah terganti entah itu di kehidupan sekarang atau nanti. Sahabat yang berjuang demi cinta dan
mati juga demi cinta.
Aku masih ingat ketika pertama bertemu dengannya, sekitar 15 tahun yang lalu ketika mereka
baru saja pindah ke kota ini. Mereka menempati rumah yang berada di samping rumah kami.
Rumah itu memang sudah beberapa tahun kosong, tidak ada yang menempati setelah penghuni
terakhirnya pindah dari sana.
Ketika itu aku sedang bermain bola bersama teman lainnya di pekarangan sekitar komplek
tempat kami tinggal. Kulihat dia sedang termenung sendiri sambil sesekali memperhatikan kami
yang sedang bermain. Terlihat jelas dari raut wajahnya, kesepian tak punya teman. Sebenarnya
itu hal yang wajar dialami setiap anak ketika keluarga mereka baru pindah rumah, aku juga
pernah merasakan hal yang sama 5 tahun yang lalu ketika kami pertama pindah ke komplek ini.
Setelah beberapa kali melirik dia, aku pun menghampirinya dan memberi salam perkenalan
padanya.
Gin! Ucapku sambil memberi salam padanya
Dia membalas salamku dan memberitahukan namanya. Hendra! Sahutnya
Kemudian aku mengajaknya ikut bergabung bersama teman lainnya untuk bermain bersama dan
memperkenalkannya kepada teman lainnya.
Semenjak itu kami sering melakukan rutinitas kami bersama seperti belajar bersama, tidur
bersama, dan hal-hal menyenangkan lainnya. Semua itu membuat kami menjadi seperti saudara,
untuk hal ini aku memang telah menganggapnya sebagai saudara.
Hendra pernah menyukai seorang gadis manis semasa kami SMA dulu. Ketika itu dia sama
sekali tak berani mengungkapkan perasannya pada gadis tersebut. Naomi, nama gadis itu adalah
Naomi. Dimataku dia adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia ini, karena sekarang ini
dia telah menjadi pasangan hidupku.
Sebenarnya dulu aku sama sekali tak menyukai Naomi, tetapi karena Hendra tak punya nyali
untuk mendekatinya, dia memaksaku untuk berpura-pura mencintai Naomi dan berusaha
mendekatinya. Yah... karena Hendra yang meminta aku terpaksa menyanggupinya. Keesokan
harimya aku memulai pergerakan, mlakukan pendekatan dengan Naomi. Selama sebulan, setiap
harinya aku menghampirinya untuk sekedar berbasa-basi tak penting. Tapi ternyata dia merasa
nyaman bersamaku dan mulai menunjukkan gerak-gerik mencurigakan. Aku tahu kalau dia
mulai menyukaiku dan menyimpan rasa terhadapku tapi tidak denganku, aku sama sekali tak
memiliki rasa padanya.

Beberapa bulan telah berlalu semenjak kejadian itu, aku mulai bingung dan tak tahu apa yang
harus kulakukan sementara Hendra memintaku untuk meneruskan sandiwara ini. Aku merasa
bersalah dan berdosa karena mempermainkan perasaan Naomi, tetapi di satu sisi aku juga tak
bisa menolak permintaan Hendra. Jadi aku memilih untuk meneruskan sandiwara cinta tersebut.
Hendra sama sekali tak memiliki rasa cemburu melihat kami sering bersama, bahkan dia terlihat
bahagia melihat hal tersebut.
Setahun telah berlalu, aku mulai merasa ada yang lain dengan diriku, aku mulai merasakan
benih-benih cinta yang yang tumbuh di dalam hati, pada siapa lagi kalau bukan Naomi. Mungkin
kebersamaan selama setahun terakhir yang membuatku memiliki rasa padanya.
Akupun mendiskusikan hal tersebut pada Hendra. Ketika itu aku kaget mendengar
tanggapannya, aku tak percaya dia merestui hubungan kami, padahal dia juga mencintai Naomi
dan aku mengetahui hal tersebut.
Kenapa Ndra? Kenapa kau merestui hubungan kami, padahal kan kau yang lebih dulu
menyimpan rasa pada Naomi? tanyaku
Tak ada alasan buatku untuk tidak merestui hubungan kalian, aku memang menyimpan rasa
pada Naomi. Tapi Gin, Naomi sama sekali tak memiliki rasa padaku. Naomi itu mencintai kamu
Gin, bukan aku. Dan aku melihat bahwa Naomi akan bahagia bersamamu karena sekarang kamu
juga memiliki rasa padanya. Aku juga akan bahagia melihat kalian bahagia. Jawab Hendra
sambil menitikkan air mata
Ketika itu aku tahu Hendra hancur, aku tahu hatinya remuk, tapi dia merelakan Naomi jatuh ke
pelukanku dan tabah menghadapi hal tersebut.
Setelah lulus SMA Hendra memutuskan untuk menjadi fotografer lepas, berbekal kamera yang
dibeli dari hasil tabungannya dia berangkat meninggalkanku yang memilih melanjutkan kuliah
ke perguruan tinggi. Tapi setiap enam bulan sekali dia pasti pulang mengunjungi keluarganya
dan aku dan menceritakan pengalamannya selama jauh dari rumah.
Dari cerita-ceritanya, akhirnya aku mengetahui pekerjaan yang ditekuninya dan dia berkata
bahwa dia mencintai pekerjaannya. Dia bekerja sebagai penulis artikel travel di sebuah media
online, sebagai penulis artikel travel tentu dia tak pernah menetap lama di suatu lokasi. Tetapi
satu yang menjadi mimpinya dan sangat ingin diraihnya adalah hidup bahagia bersama orang
yang dicintainya.
Hendra tak pernah bercerita tentang gadis yang mengisi hatinya saat ini. Ketika aku bertanya
padanya mengenai hal tersebut dia selalu menjawab bahwa belum saatnya bagiku untuk
mengetahui hal tersebut. Mendengar jawabannya, aku tak pernah menuntutnya untuk segera
mengatakan siapa gadis tersebut. Aku hanya berpikir bahawa belum saatnya bagiku untuk
mengetahuinya.
*

Maaf Gin aku tak pernah memberitahumu mengenai penyakitku ini. Aku sama sekali tak ingin
membuatmu khawatir mengenai keadaanku. Dan menurut dokter, hari ini adalah hari terakhirku
di dunia ini. Kata Hendra yang sedang berbaring di tempat tidur rumah sakit

Itu tak mungkin Ndra, menusia tak-kan mungkin tahu hidup dan mati seseorang. Kau akan tetap
hidup, bersamaku, di sini. Bukankah kita saudara? Pungkasku sambil menitikkan air mata
Gin...
Ya, ada apa Ndra?
Dulu aku pernah bilang padamu kalau aku mencintai seorang wanita kan, tapi aku tak pernah
mengatakan siapa wanita tersebut.
Ya kau memang tak pernah mengatakannya, kau hanya mengatakan bahwa belum saatnya
bagiku untuk mengetahui sosok wanita tersebut.
Kali ini aku akan mengatakannya Gin, akan kukatakan padamu siapa wanita yang mengisi
hatiku itu. Kemari! Mendekatlah Gin! Aku sudah tak memiliki tenaga untuk berbicara lagi.
Aku mendekat menghampirinya, untuk mengetahui siapa wanita tersebut.
Pertama, kamu harus janji Gin, ini merupakan rahasia di antara kita berdua, aku tak ingin ada
orang lain yang mengetahuinya, apalagi wanita tersebut.
Ya, aku janji akan merahasiakannya Ndra. Janji sebagai sahabat dan saudara. Balasku
Wanita itu... wanita itu... wanita itu adalah Naomi, aku minta maaf Gin karena masih mencintai
Naomi. Bahkan setelah kalian menikah aku masih memendam rasa padanya. Kata Hendra
sambil meneteskan air mata
Mendengar hal tersebut, aku merasa seperti disambar petir dan dan diterpa ombak secara
bersamaan.
Jadi selama ini...
Iya Gin, aku masih mencintai Naomi, dari dulu sampai sekarang, aku tak pernah bisa berpaling
darinya. Dan karena aku tahu kalau Naomi sangat mencintai kamu dan bahagia bersamamu, aku
memutuskan untuk pergi meninggalkan kalian. Sebenarnya aku pergi bukan karenga ingin, tapi
karena aku memang harus pergi dari kehidupan kalian. Aku tak mau menjadi duri bagi
kebahagiaan kalian.
Aku menitikkan air mata mendengar perkataan Hendra, selama ini aku tak pernah tahu kalau
ternyata dia masih memendam rasa pada Naomi. Aku tak pernah tahu, dan aku merasa sangat
bersalah padanya.
Kamu harus janji Gin, ini rahasia di antara kita berdua, bahkan Tuhan pun tak boleh tahu
mengenai hal ini.
Iya... aku janji tak-kan ada orang lain yang mengetahui hal ini. Sahutku
Pernahkah kamu bermimpi tentang hidup bahagia bersama orang yang kamu cintai? Aku
pernah, dan sampai sekarang mimpi itu masih tetap menjadi mimpi yang ingin kuwujudkan di
dalam hidupku. Sebuah mimpi yang tak-kan pernah mati selama nafas ini masih berhembus.
Mimpi yang memang harus diraih dan diperjuangkan sampai titik darah penghabisan. Dan aku
menyesal karena tak pernah mencoba untuk meraihnya.

Ndra... Ndra... Hendra!!! Teriakku tak percaya melihat seorang sahabat yang telah kuanggap
sebagai saudara telah meninggalkan dunia ini
Dia pergi begitu cepat setelah berjuang melawan penyakit yang mengerogoti tubunya, kata
dokter dia menderita kanker hati dan tak pernah mencoba untuk mengobati penyakitnya tersebut.
Aku merasa sangat kehilangan setelah kepergiannya. Seperti ada yang kurang dalam hidupku.
Sahabat, saudara yang sangat berharga bagiku telah meninggalkanku selamanya.
Ndra... apa kamu tahu? Kamu tak-kan pernah mati. Kamu akan terus hidup, di sini. Di dalam hati
ini. Aku telah berjanji padamu mengenai rahasia kita, tapi kamu juga harus berjanji padaku kalau
kita pasti akan bertemu lagi. Tapi bukan sekarang.
Selamat jalan sobat.
Amanat : seorang sahabat sejati adalah mereka yang rela meninggalkan kebahagiannya demi
melihat sahabatnya bahagia walaupun ia harus membohongi perasaanya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai