Anda di halaman 1dari 5

Petuah Ibu

Oleh Ghoutsi Islahiyah Nurrohmah


“Ibuuuuuuuuuu!”
Teriakku sambil berlari menaruh tasku di meja. Dari jauh sudah ku rasakan aroma masakan
Ibu yang selalu menjadi makanan kesukaanku. Mencium aroma yang sangat sedap itu
membuatku ingin langsung memakannya. Ketika aku akan mengambil tempe goreng, kakak
langsung menyahut sambil sedikit teriak
“Ina ganti baju dulu.”
dengan langkah sedikit kecewa aku berjalan mengganti baju seragamku dengan baju biasa.
Selesai dengan makan siangku, aku langsung keluar bermain bersama teman-teman. Namun
baru selangkah berjalan Ibu memanggilku.
“Ada apa Bu?” tanyaku kepada Ibu.
“Tolong antar sup ini ke rumah Bu Nur ya!” pinta ibu.
“Huft kenapa harus aku sih Bu?” ucapku dengan nada marah sebab berkali-kali Ibu selalu
menyuruhku mengantarkan makanan kepada tetanggaku setiap kali ada masakan catering
yang lebih.
“Ibu menyuruh Ina yang mengantar agar Ina tahu kalau kita itu harus saling memberi dengan
sesama.”
“Tapi kenapa harus Bu Nur sih Bu yang diberi sup? kan Bu Nur sudah jahat sama Ibu.”
“Ina memberi sesuatu itu tidak boleh melihat siapa yang diberi. Bu Nur memang pernah jahat
sama Ibu tetapi kalau kita ada apa-apa kan yang menolong pertama pasti tetangga kita
termasuk Bu Nur.”
“Ohhh… gitu ya Bu?”
“Iya Ina. Sudah sekarang antarkan sup ini ke rumah Bu Nur.”
“Siap boskuuu.”
Aku langsung berangkat mengantarkan sup ke rumah Bu Nur. Setelah mengantar sup aku
langsung pergi bermain bersama teman-teman.

####
Setelah sholat maghrib Ibu mengajak aku dan Kakak mengaji. Sebenarnya aku malas mengaji
karena sekarang waktunya acara TV kesukaanku tayang. Tapi Ibu sudah memberiku hari libur
seminggu dua kali. Jadinya aku harus tetap mengaji malam ini. Selesai mengaji, Ibu bilang
kepadaku
“Ina dan Sultan tidak boleh malas, bosan, dan capek untuk mengaji ya, supaya nanti kalau
sudah besar bisa mendoakan Ibu dan Bapak.”
“Memangnya mengaji itu hanya buat berdoa saja Bu?”
“Tentu tidak dong…kalau kamu pintar mengaji nanti bisa jadi guru ngaji. Apalagi kalau kamu
bisa hafal Al-Qur’an nanti di surga Bapak dan Ibu bisa dapat mahkota karena punya anak
yang hafal Al-Qur’an.”
“Ya sudah kalau begitu Ina mau menghafal Al-Qur’an aja deh Bu. Memangnya bagaimana
caranya menghafal Al-Qur’an Bu?”
“Yang pasti dengan Ina sering dan giat mengaji insyaallah bisa hafal kok.”
Percakapan itu selesai ketika sudah terdengar suara azan isya’. Sepanjang malam itu Ibu terus
tersenyum bahagia karena memiliki anak-anak yang pintar. Sepanjang malam itu pula Ibu
berdoa agar kelak impian-impian anaknya dapat tercapai. Setelah sholat isya’ berjamaah kita
semua berangkat tidur karena besok pagi aku dan kakak harus pergi sekolah dan Ibu juga
mendapat pesanan catering banyak.

####
Pagi-pagi sekali Ibu membangunkanku untuk sholat subuh berjamaah. Setelah itu Ibu
memasak sarapan pagi kita. Sambil menunggu matahari muncul aku hanya melihat Ibu
memasak. Sesekali juga membantu mengambilkan sesuatu. Kakak menyapu dan
membereskan rumah. Namun Ibu melarang agar Kakak bisa langsung siap-siap buat
berangkat sekolah. Tapi kakak tetap kekeh membantu Ibu menyapu dan membereskan
rumah.
“Biar Sultan saja yang menyapu dan membereskan rumah, Bu. Ibu teruskan memasak saja.
Kan kata Ibu, sebagai anak harus berbakti pada orang tua.” Kata kakak.
Ibu tersenyum bangga mendengar itu. Ibu merasa didikannya selama ini tidak sia-sia. Aku
yang mendengar ucapan Kakak lantas ikut membantu menyapu dan membereskan rumah.
Setelah selesai beberes dan bersiap-siap, Ibu berangkat mengantar kita ke sekolah dan belanja
kebutuhan catering di pasar.
“Belajar yang rajin dan jangan nakal ya!” Ucap Ibu sesampainya di sekolah.
“okki doki Bu” balasku sambil mengacungkan jempol.
Sebelum Ibu pergi, tidak lupa aku salim dan mencium tangannya dan Ibu membalas dengan
mencium keningku. Ibu pasti akan pergi setelah aku sudah masuk ke kelas.
Dari pagi aku masuk kelas, semuanya berjalan dengan lancar. Namun saat istirahat tiba, aku
bermain dengan temanku. Ketika tengah bermain, aku bertengkar dengan temanku karena
berebut mainan. Tak lama setelah itu, guru datang untuk melerai. Sepulang sekolah, saat Ibu
menjemputku Ibu mendapat laporan kalau aku habis bertengkar. Selama perjalanan pulang
kita tidak ada yang berbicara. Sampai di rumah, Ibu langsung bertanya padaku.
“Ina tadi di sekolah kenapa bertengkar, nak?”
“Sebenarnya bukan Ina yang mulai duluan Bu.” Ucapku sambil bersungut-sungut.
“Memangnya bagaimana ceritanya?”
“Jadi tadi kan Ina ambil mainan. Terus Fina datang ambil mainan yang Ina pegang. Terus Ina
balas dorong Fina” jelasku.
“Ina kita itu tidak boleh menjadi orang pendendam. Kalau kita diperlakukan jahat, ya kita
tidak boleh membalas dengan kejahatan juga. Kalau diperlakukan jahat ya harus kita balas
dengan kebaikan.”
“Tapi kan dia sudah jahat sama kita Bu” ucapku dengan kesal.
“Kita itu harus sabar Ina. Kalau kita diperlakukan jahat ya kita harus balas dengan kebaikan
supaya orang itu malu. Jadi nanti dia tidak akan jahat lagi.”
“Oh gitu ya Bu.”
“Iyaa, janji ya besok tidak diulang lagi?”
“iya janji” jawabku semangat sambil mengaitkan jari kelingkingku dengan jari kelingking
Ibu.

####
Hari Kamis setelah adzan ashar, Ibu memanggilku pulang dan menyuruhku langsung mandi
dan sholat berjamaah bersama.
“Ina dan Sultan habis ini siap-siap yaa, kita ke ziarah ke makam Bapak.” Ucap Ibu setelah
sholat, mengingatkan kita kalau hari ini adalah jadwal ke makam Bapak
Aku, Ibu, dan Kakak berangkat ke makam menggunakan motor butut kita. Sampai di makam,
kita berdoa dan membersihkan makam Bapak yang kotor karena daun-daun yang berguguran.
Saat sebelum pulang kita pasti akan mencium nisan Bapak bergantian. Selama perjalanan aku
bertanya pada Ibu
“Kenapa sih Bu, kita haru ziarah ke makam Bapak?”
“Ya karena kita anaknya.” Jawab Kakakku
Ibu hanya tersenyum mendengar jawaban Kakakku. setelah itu menjawab
“Karena sebagai anak, kita harus berbakti kepada orang tua.”
“Tapi kan Bapak sudah meninggal Bu. Terus bagaimana cara Ina berbakti pada Bapak?”
Sahutku pada Ibu.
“Nah kalau orang tuanya sudah meninggal berarti berbaktinya dengan cara mendoakannya.
Seperti kita ziarah ke kuburan ini.”
“Ohh gitu…Ya sudah kalau begitu aku akan sering berdoa buat Bapak agar aku menjadi anak
yang berbakti.”
Sepanjang perjalanan pulang, Ibu selalu tersenyum mendengar ucapanku. Sepanjang jalan itu
juga aku merasa bahagia memiliki Ibu dan Kakak yang sangat sayang padaku. Kita menikmati
sore itu dengan bercanda dan tertawa bersama sampai terdengar adzan magrib.

####
Waktu sudah menunjukkan jam 8 malam. Waktunya kita bertiga tidur. Kita selalu tidur
bersama. Sebelum tidur Ibu pasti akan membacakan dongeng untuk kita. Setelah dongeng
selesai, tetapi kita belum terlelap, Ibu akan mengajak kita bicara. Membahas hari ini, besok,
bahkan masa depan kita. Malam ini dongeng sudah selesai tapi aku belum terlelap juga.
Lantas Ibu bertanya
“Ina cita-citanya apa?”
“Memang kita harus punya cita-cita ya Bu?” tanyaku balik.
“Iya dong biar nanti kita punya tujuan hidup.”
“Ibu dulu juga punya cita-cita atau tidak?”
“Punya.”
“Apa cita-cita Ibu?”
“Dulu Ibu ingin jadi dokter.”
“Terus kenapa Ibu sekarang tidak jadi dokter?”
“Karena dulu kakek tidak punya uang buat biaya Ibu sekolah. Makanya sekarang Ibu tidak
bisa jadi dokter. Sekarang Ina cita-citanya apa?”
“Ina ingin jadi dokter seperti Ibu.”
“Kalau Ina ingin jadi dokter ya harus belajar yang giat supaya nanti bisa jadi dokter.”
“Iya Ina akan belajar lebih giat mulai sekarang agar nanti bisa jadi dokter. Terus kalau Ibu
sakit Ina bisa merawat Ibu sendiri.” ucapku sambil tersenyum memandang Ibu.
Ibu juga tersenyum mendengar ucapanku. Ibu merasa bangga pada anak-anaknya.

Anda mungkin juga menyukai