aku.
Karya : Nabila Zharfa
Setibanya di rumah, Bi Inah telah menyiapkan makanan
Hai namaku Bila Ratna Ayu panggilanku Bila. Aku duduk di kesukaanku tanpa ragu-ragu lagi aku langsung menyatap
bangku Kuliah. Aku anak kedua dari empat bersaudara. Dulu makanan tersebut, dan tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara
ketika aku bertentangan dengan orangtuaku karena Masa Bi Inah yang sangat keras “Loh non ganti baju, cuci kaki dulu
Depanku, aku hampir putus asa. Akibatnya cita-citaku sana kalau Ayah sama Mama tau pasti Bi Inah dimarahi” “Ah
terhambat oleh keinginan orangtuaku yang berkata lain. Bibi ini nganggetin aja, iya-iya aku ganti baju ini. Mama
Orangtuaku menuntutku menjadi Manager di sebuah kemana Bi? Kok dari tadi gak kelihatan?” tanya aku “Kan
perusahaan terkenal di Surabaya. Sedangkan aku ingin seperti biasanya Mama menjeput adik-adikmu” jawab Bi Inah.
menjadi Psikolog. Tidak hanya itu saja konflikku, cita-citaku “selesai makan aku mau cerita banyak sama Bibi tapi jangan
juga bertentangan dengan Impianku, ketika Impianku ingin bilang siapa-siapa ya” jawabku dengan membisiki Bi Inah “Iya,
menjadi Fotografer. Tapi semua itu tidak mungkin aku beres bos” jawab Bi Inah yang sedikit heran.
menuruti keinginan emosiku untuk memiliki semua itu. Inilah
Selesai aku makan, aku bercerita ke Bi Inah tentang Ayah dan
cita-citaku seorang Psikolog.
Mama yang minggu-minggu ini sedikit aneh. Lebih sibuk dari
Ketika Bel SMA berbunyi “Teet… teett…” biasanya. “Bi kenapa Ayah sama Mama lebih kelihatan sibuk
ya?” Tanya aku yang membuka topik pembicaraan dahulu “iya
“Bil tunggu…” Aku pun menjawab sosok seseorang yang di mungkin banyak kerjaan Bil” jawab Bi Inah yang kurang
belakang dan aku pun menoleh “Oh kamu toh ris, ada apa?” meyakinkan “Gak Bi bukan gitu mama kan gak kerja? Kok
“besok ikut aku yuk, kita kan uda kelas 3” ajakan riski “hmm.. minggu-minggu ini kelihatan sibuk sekali, dan aku tidak
okelah, tapi apa hubunganya sama kelas3? Maaf lagi gak sengaja mendengarkan pembicaraan mereka tentang masa
nyambung banyak pikiran” jawab aku dengan sedikit bingung depanku?” Tanyaku yang ingin kepastian “sudahlah mungkin
“ada deh liat aja besok, kamu kenapa sharing dong” jawab hanya perasaanmu, lagi pula gak baik dengerin mereka bicara
Riski yang cemas “ada deh, besok aja aku ceritain sekalian” itu sama saja lancang!” jawab Bi Ina yang meyakinkanku “iya-
jawab aku yang usil “haha iya deh iya, ya udah tuh udah ada iya lagi pula aku kan gak sengaja, ya udahlah aku ke kamar aja
bemo yuk pulang” jawab riski dengan menunjuk arah bemo.
masih banyak tugas” jawabanku yang mengalihkan Sesampainya di rumah seperti biasanya selalu disambut
pembicaraan. dengan Bibi Inah. “Assalamualaikum” salamku. Tiba-tiba
Mama menghampiriku “Waalaikumsallam, Bil tumben uda
“Kringg… Kringg…” Bel berbunyi untuk Istirahat. Ketika aku
dateng dari biasanya?” Tanya mama “Oh iya ma tadi cepat-
tengah makan di kantin ada sesok Riski yang mengejutkanku
cepat pulang, soalnya nanti malem aku sama Riski mau belajar
“Hei, Bil” “Duh apaan seh Ris bikin kaget aja” jawabanku yang
bareng di tempat biasanya” jawabku “Oalah pantes pulangnya
sedikit kesal “Haha maaf-maaf deh Non Bila, oh iya jangan lupa
cepet, ya sudah cepat bersihkan diri kamu” jawab mama “Oke
nanti pulang sekolah ya” jawaban Riski yang sedikit manja
deh beres ma” ucapku.
“Iya-iya aku gak lupa kok, oh iya sini temani aku makan lagi
sendirian nih” “Loh teman-temanmu kemana?” jawab Riski Menjelang pukul 7.00 Riski tak kunjung menjemputku, aku
“Oh teman-temanku mengerjakan tugas dari Bu Aini, tapi hubungi dia, dia tidak mengangkat telfonku. Akhirnya pun aku
tenang aja aku sudah selesai kok” jawab aku “Ih pinternya mengerjakan tugas sendiri dan tiba tiba ada telfon berdering
sahabatku” jawab Riski yang menggoda “Ah berlebihan dan itu Riski “Hallo assalamualaikum Bil, maaf ya tadi aku tidak
kamunya” jawabanku yang tertawa kecil. menepati janjiku” pinta Riski “Iya Ris lain kali bilang, biar aku
tidak lama menunggu” ucapku “Iya begini aku cerita di telfon
“Tettt… Tettt…” Bel pulang pun berbunyi aku langsung menuju
saja ya” ucap Riski “Iya ris katakan” jawabku “Bil sebelumnya
kelas Riski. Tiba-tiba dia lagi yang mengejutkanku “Ciluk..
aku minta maaf kapan hari mamamu mengunjungi rumahku,
Baaa… haha udah nungguin lama ya? Tumben banget kamu ke
dia berkata padaku bahwa kita terdapat hubungan yang
kelasku kan biasanya aku yang ke kelasmu” ucap Riski “Ah
melebihi persahabatan, lalu..” ucap Riski yang disela olehku
kamu dari dulu gak pernah berubah ya selalu ngagetin!. Kan
“Ha? Mamaku kesana? Ya Allah maaf ya Ris atas sikap mama
gak papa sekali-kali aku yang mengunjungimu. Oh iya ayo aku
ku” ucapku permintaan mohon maaf “Eh tunggu dulu keburu
tidak punya banyak waktu lagi banyak tugas ini” ucap aku yang
minta maaf, padahal ceritanya belum selesai” ucap Riski yang
sedikit kesal. “Bagaimana kalau gini, sekarang kita pulang dulu,
sedikit kesal “Iya-iya maaf lanjutkan” ucapku “lalu mamaku
nanti pukul 7.00 aku jemput kamu sekalian mengerjakan
memintaku untuk tidak berhubungan lebih denganmu selain
tugasmu” ucap Riski. “Okelah tumben pinter haha, oke ayo
persahabatan” ucap Riski “Kenapa ya mamaku bisa berfikir
pulang supir bemo kita telah menunggu” jawab aku “ayo, let’s
sejauh ini, gak nyangka aku” ucapku yang penuh bertanya-
go Bil”
tanya “iya wajarlah namanya orangtua kan takut anaknya
kenapa-kenapa apa lagi anaknya cantik baik pula haha” jawab
Riski yang membuat suasana tegang menjadi tenang “haha mencoba membaca buku panduan Management? Mungkin
bisa aja kamu, mungkin begitu ya orangtua. Tapi ya aku gak kamu bisa berfikir dua kali tentang kemauan yang Ayah mau.
habis fikir aja” jawabku “Mungkin, oh iya Bil aku bantu Soal Fotografer? Itu impian kamu, mungkin bisa kamu jadikan
mamaku dulu ya. Soal tadi aku minta maaf gak bisa datang kan hobi yang baik” jawab mama “Iya si bener kata mama, okelah
kamu tau aku hanya tinggal berdua bersama mamaku” jawab aku coba” jawabku “Iya nak semua yang dilakuin mama sama
Riski “Iya gak papa lagi pula jangan buat janji-janji lagi kalau ayah demi kebaikanmu demi masa depanmu juga, kita enggak
gak bisa menuhi kepastian!” jawabku “iya deh bil, udah dulu ya kepingin lihat anaknya memasuki lubang yang salah” jawab
Assalamualaikum” ucap Riski “Waalaikumsallam Ris”. mama yang menasihatiku “Iya ma Bila ngerti kok” jawabku.
Keesokan harinya setelah aku pulang sekolah mama dan ayah Setelah beberapa minggu kemudian aku melaksanakan Unas
ingin berbicara padaku seusai makan malam. “Bil mama dan yang menentukan masa depanku. “Semoga apa yang aku
ayah ingin bericara padamu selesai makan malam nanti” ucap inginkan tercapai ya Ris” ucapku “Iya bil, aku juga” jawab Riski.
mama “oke ma beres” jawabku. Saat selesai makan malam
Setelah melaksanakan Unas, aku berlibur bersama keluargaku
tiba Ayah dan mama berbicara tentang masa depanku, Ayah
dan keluarga Riski. Dan saatnya tiba pengumuman kelulusan,
dan Mama ingin melihatku tumbuh besar yang cerdas dapat
kami pun bergegas pulang.
memimpin negara yang baik. “Bil nanti selesai sekolah mau
ngelanjutin kuliah di jurusan apa?” tanya ayah “Aku mau ke Hari ini adalah pengumuman kelulusanku. Hasil dari
Psikolog yah, tapi ya apa ya di sisi lain aku dari dulu bermimpi pengumuman kelulusanku adalah aku lulus dan Riski pun lulus
jadi Fotografer terkenal, jadi pendapat ayah bagaimana?” “Hore aku lulus” semua siswa berteriak. Nilaiku beda tipis
tanyaku “Kalau Ayah sih pingin kamu sukses, Ayah pengen dengan Riski. Aku yang berjumlah 38.85 dan Riski 38.65.
kamu masuk Management bisa memimpin sebuah perusahaan
terkenal di Surabaya, Bagaimana?” tanya balik Ayah “Kalau aku Keesokan harinya Ayah dan Mama berbicara padaku lagi
susah yah, pada dasarnya aku sudah menata hidupku menjadi tentang masa depanku. “Bil kamu jadi ngambil jurusan apa
seorang Psikolog. Oh iya kalau menurut Ayah, di sisi lain cita- nak? Ayah dan Mama tidak memaksa kamu lagi untuk
citaku ingin menjadi Psikolog dan Impianku ingin menjadi mengambil jurusan Management” tanya Ayah. “Hmm ma.. aku
Fotografer. Apakah bisa aku menuruti kemauanku semua?” rasa aku menuruti perkataan mama dan ayah. Management
tanya aku “Gini ya nak, semua itu tidak ada yang tidak ternyata menyenangkan. Masalah Psikolog dan Fotografer,
mungkin asalkan kamu ada usaha, bagaimana kalau kamu tenang saja aku sudah memikirnya dua kali. Untuk psikolog
aku hanya menambah ilmuku tentang Psikolog, mungkin aku Cerpen Karangan: Lifian Rahmah Andriani
hanya ingin sekedar ingin tahu saja. Dan Fotografer aku jadikan
sebuah hobi” jawabku “kamu serius nak? Kita sebagai Rumah sederhana dengan dinding bambu yang dianyam itu
orangtua tidak mau memaksa, sebab semua tergantung kamu terlihat sepi… seperti tidak ada suatu tanda-tanda kehidupan
nak. Itu masa depanmu. Jika kita memaksamu masa depanmu manusia di dalamnya. Hanya ada suara yang menggema dari
akan terhambat, kita hanya memberikan masukan saja” jawab mulut beberapa ekor jangkrik yang menembus gendang
Ayah “tapi satu syarat jika itu keinginanmu tolong ya nak telinga. Entah berapa lama lagi malam ini akan menjadi sunyi
laksanakan dengan baik, karena itu kehendakmu bukan bagi seorang nenek renta yang kini tengah berbaring
paksaan dari kita” mama menanggapi. “Iya ma, makasi ya Ayah menikmati desiran angin yang membelai kulitnya dengan
mama udah ngasih pendapat buat aku” jawabku “itu udah jadi lembut. Menurut nenek Minah, malam saat itu enggan untuk
tanggung jawab mama sama ayah nak” jawab ayah. menjadi pagi… Menjadi hari dimana ia berjalan mengitari
perkampungan untuk mendapatkan sejumput uang dengan
Setelah beberapa Tahun aku menjalani kuliah aku sering menjadi pedagang kue yang ia buat sendiri dengan tangannya
mendapat beasiswa. Ini semua berkat kedua orangtua. Dan yang sudah mulai berkeriput.
hasilnya aku sukses, dapat membangun perusahaan sendiri
dengan dibantu dorongan dari orangtua. Riski pun sukses dia Nenek Minah tidak pernah menunjukan bahwa dia lelah
mendapat apa yang diinginkan, yaitu dia saat ini menjadi menjadi seorang pedagang kue kepada Mira, cucu semata
Kepala Sekolah di sekolah muslim yang dia bangun sendiri. wayangnya yang kini tengah duduk di bangku SD kelas empat.
Kami semua sukses dan mendapatkan apa yang kita inginkan. Pahlawan yang berperang melawan penjajah selama ratusan
Pesan dari aku, ada baiknya kita menuruti perkataan dari tahun aja tidak mengeluh, kenapa nenek harus mengeluh. Toh
orangtua. Karena kita dapat menyaring/mengambil yang kita tinggal nikmatin aja kan?, begitulah jawaban nenek Minah
penting yang berguna bagi masa depan kita. ketika ia ditanya tetangganya,
“Pak kalau nanti Mira ditanya bu guru lagi apa pekerjaan ayah Pohon nyiur yang berdiri kokoh di depan rumahnya melambai
Mira, Mira udah bisa jawab. Iya kan nek?” kata Mira gembira lambai ketika ada angin lembut yang sengaja menggodanya.
sambil sesekali memasukan sesendok kuah mie ayam rcikan Dari jendela rumahnya, Mira menatap lurus Darmin yang
tangan ayahnya sendiri. Nenek Minah dan Darmin tertawa, sedang sibuk dengan pikirannya. Nenek Minah juga turut
lalu mengelus puncak kepala Mira. gubdah melihat menantunya terpukul, terbantai, bahkan
mungkin hancur. Tapi dia tau butuh waktu untuk bisa
Seperti kebanyakan. Semakin tinggi pohon, semakin tinggi pula
mengubah semua itu menjadi seperti sedia kala.
angina yang menerpa. Begitu juga usaha yang Darmin alami.
Setelah beberapa tahun usahanya berjalan dengan mulus Dengan langkah lemahnya, nenek Minah berjalan mendekati
tanpa rintangan, kini usahanya telah gagal dalam sekejap. Ia Darmin yang sedang duduk di depan rumahnya. Darmin yang
menandatangani sebuah surat pernyataan yang diberikan oleh menyadari keberadaan ibu mertuanya itu langsung tersadar
pegawainya yang bilang bahwa pernyaataan itu adalah kontrak dari lamunannya.
antara dirinya dengan karyawanya. Ia tidak sadar bahwa
“Ibu,” kata Darmin mengubah posisi duduknya. Nenek Minah
dirinya telah tertipu oleh karyawan sekaligus tetangganya
tersenyum melihat menantu yang selalu ia banggakan itu
sendiri. Dengan perasaan geram Darmin mendatangi rumah
akhirnya bisa kembali menciptakan rona senyum di wajahnya.
tetangga yang beberapa hari lalu memberikaan suratnya itu
Tapi walaupun begitu, nenek Minah tau, Darmin melakukan itu
kepadanya. Namun… nihil tetangganya sudaah pergi entah
hanya agar ia tidak merasa cemas dan khawatir. Ia tau, bahwa
kemana seperti angin.
di dalam lubuk hati Darmin yang paling dalam, ia menjerit. Oh
Akibat kejadian itu Darmin terserang stress hebat. Setiap hari tidak… Mungkin saja menangis tersedu sedu, kehilangan
ia hanya bisa menyesali kejadian waktu itu. Dimana ia semuanya yang sudah ia rintis dari nol itu tidak mudah, sangat
memberi secoret tanda tangannya kepada orang yang tidak mudah. Jangankan itu, terkadang kehilangan uang lima
sebenarnya sudah ia kenal baik sejak lama. Ia terlalu percaya ribu saja kita sudah menggerutu tak menentu.
“Semua pekerjaan pasti ada resikonya Nak,” kata nenek Minah “Saya nggak mau melawan nasib bu. Kan itu sudah menjadi
mengelus punggung Darmin. Darmin mengangguk paham. kehendak Tuhan.” Darmin mengelus hidung mancungnya.
“Saya hanya butuh waktu bu.” Darmin menatap wanita tua “Melawan nasib, bukan berarti kita tidak menerima nasib kita.
yang kini duduk bersamanya itu. Disaat kelopak matanya Kita memang disuruh untuk menerima nasib. Tapi nggak ada
sudah mulai mengeriput, dan giginya yang tadinya utuh kini salahnya kan kalau di coba lagi?” jelas nenek Minah. Darmin
perlahan mulai runtuh, ia masih bisa menyemangatinya mengangguk.
dengan kalimat- kalimat bijak yang menenangkan.
setelah satu tahun Darmin menekuni usahanya lagi,
“Ibu dulu punya sahabat pena. Dia pernah seperti kamu. Dia manatanya lagi, Darmin akhirnya bisa menjadi seorang
sudah menjadi pengusaha martabak manis sukses, tapi tidak pengusahaa mie ayam yang sukses. Kini ia sudah mempunyai
lama setelah itu usahanya bangkrut dalam sekejapan mata lima belas cabang warung mie ayam dan dua puluh orang
gara-gara tertipu.” Darmin terdiam tetapi masih menyimak pekerja. Kehidupanya kini pun berubah. Tetapi tetap saja ia
perkataan nenek Minah. masih menerapkan kesederhanaan dan bersedekah dengan
orang orang di sekitarnya. Ia sekarang tau, kalau usaha
“Awalnya ia memang tak menyangka akan ada orang yang tega
memang tidak akan menghianati hasil.
melakukan itu kepadanya. Tapi akhirnya, ia sadar sedekat
dekatnya kita dengan seseorang, kita harus tetap berhati-hati.
Karena bisa saja orang yang paling dekat dengan kita ternyata
malah musuh terbesar kita.” Darmin mengangguk.
Mama..
Mama..