Anda di halaman 1dari 12

Cita Citaku dan Masa Depanku Riski adalah sahabatku SMP yang saat ini satu SMA/atap sama

aku.
Karya : Nabila Zharfa
Setibanya di rumah, Bi Inah telah menyiapkan makanan
Hai namaku Bila Ratna Ayu panggilanku Bila. Aku duduk di kesukaanku tanpa ragu-ragu lagi aku langsung menyatap
bangku Kuliah. Aku anak kedua dari empat bersaudara. Dulu makanan tersebut, dan tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara
ketika aku bertentangan dengan orangtuaku karena Masa Bi Inah yang sangat keras “Loh non ganti baju, cuci kaki dulu
Depanku, aku hampir putus asa. Akibatnya cita-citaku sana kalau Ayah sama Mama tau pasti Bi Inah dimarahi” “Ah
terhambat oleh keinginan orangtuaku yang berkata lain. Bibi ini nganggetin aja, iya-iya aku ganti baju ini. Mama
Orangtuaku menuntutku menjadi Manager di sebuah kemana Bi? Kok dari tadi gak kelihatan?” tanya aku “Kan
perusahaan terkenal di Surabaya. Sedangkan aku ingin seperti biasanya Mama menjeput adik-adikmu” jawab Bi Inah.
menjadi Psikolog. Tidak hanya itu saja konflikku, cita-citaku “selesai makan aku mau cerita banyak sama Bibi tapi jangan
juga bertentangan dengan Impianku, ketika Impianku ingin bilang siapa-siapa ya” jawabku dengan membisiki Bi Inah “Iya,
menjadi Fotografer. Tapi semua itu tidak mungkin aku beres bos” jawab Bi Inah yang sedikit heran.
menuruti keinginan emosiku untuk memiliki semua itu. Inilah
Selesai aku makan, aku bercerita ke Bi Inah tentang Ayah dan
cita-citaku seorang Psikolog.
Mama yang minggu-minggu ini sedikit aneh. Lebih sibuk dari
Ketika Bel SMA berbunyi “Teet… teett…” biasanya. “Bi kenapa Ayah sama Mama lebih kelihatan sibuk
ya?” Tanya aku yang membuka topik pembicaraan dahulu “iya
“Bil tunggu…” Aku pun menjawab sosok seseorang yang di mungkin banyak kerjaan Bil” jawab Bi Inah yang kurang
belakang dan aku pun menoleh “Oh kamu toh ris, ada apa?” meyakinkan “Gak Bi bukan gitu mama kan gak kerja? Kok
“besok ikut aku yuk, kita kan uda kelas 3” ajakan riski “hmm.. minggu-minggu ini kelihatan sibuk sekali, dan aku tidak
okelah, tapi apa hubunganya sama kelas3? Maaf lagi gak sengaja mendengarkan pembicaraan mereka tentang masa
nyambung banyak pikiran” jawab aku dengan sedikit bingung depanku?” Tanyaku yang ingin kepastian “sudahlah mungkin
“ada deh liat aja besok, kamu kenapa sharing dong” jawab hanya perasaanmu, lagi pula gak baik dengerin mereka bicara
Riski yang cemas “ada deh, besok aja aku ceritain sekalian” itu sama saja lancang!” jawab Bi Ina yang meyakinkanku “iya-
jawab aku yang usil “haha iya deh iya, ya udah tuh udah ada iya lagi pula aku kan gak sengaja, ya udahlah aku ke kamar aja
bemo yuk pulang” jawab riski dengan menunjuk arah bemo.
masih banyak tugas” jawabanku yang mengalihkan Sesampainya di rumah seperti biasanya selalu disambut
pembicaraan. dengan Bibi Inah. “Assalamualaikum” salamku. Tiba-tiba
Mama menghampiriku “Waalaikumsallam, Bil tumben uda
“Kringg… Kringg…” Bel berbunyi untuk Istirahat. Ketika aku
dateng dari biasanya?” Tanya mama “Oh iya ma tadi cepat-
tengah makan di kantin ada sesok Riski yang mengejutkanku
cepat pulang, soalnya nanti malem aku sama Riski mau belajar
“Hei, Bil” “Duh apaan seh Ris bikin kaget aja” jawabanku yang
bareng di tempat biasanya” jawabku “Oalah pantes pulangnya
sedikit kesal “Haha maaf-maaf deh Non Bila, oh iya jangan lupa
cepet, ya sudah cepat bersihkan diri kamu” jawab mama “Oke
nanti pulang sekolah ya” jawaban Riski yang sedikit manja
deh beres ma” ucapku.
“Iya-iya aku gak lupa kok, oh iya sini temani aku makan lagi
sendirian nih” “Loh teman-temanmu kemana?” jawab Riski Menjelang pukul 7.00 Riski tak kunjung menjemputku, aku
“Oh teman-temanku mengerjakan tugas dari Bu Aini, tapi hubungi dia, dia tidak mengangkat telfonku. Akhirnya pun aku
tenang aja aku sudah selesai kok” jawab aku “Ih pinternya mengerjakan tugas sendiri dan tiba tiba ada telfon berdering
sahabatku” jawab Riski yang menggoda “Ah berlebihan dan itu Riski “Hallo assalamualaikum Bil, maaf ya tadi aku tidak
kamunya” jawabanku yang tertawa kecil. menepati janjiku” pinta Riski “Iya Ris lain kali bilang, biar aku
tidak lama menunggu” ucapku “Iya begini aku cerita di telfon
“Tettt… Tettt…” Bel pulang pun berbunyi aku langsung menuju
saja ya” ucap Riski “Iya ris katakan” jawabku “Bil sebelumnya
kelas Riski. Tiba-tiba dia lagi yang mengejutkanku “Ciluk..
aku minta maaf kapan hari mamamu mengunjungi rumahku,
Baaa… haha udah nungguin lama ya? Tumben banget kamu ke
dia berkata padaku bahwa kita terdapat hubungan yang
kelasku kan biasanya aku yang ke kelasmu” ucap Riski “Ah
melebihi persahabatan, lalu..” ucap Riski yang disela olehku
kamu dari dulu gak pernah berubah ya selalu ngagetin!. Kan
“Ha? Mamaku kesana? Ya Allah maaf ya Ris atas sikap mama
gak papa sekali-kali aku yang mengunjungimu. Oh iya ayo aku
ku” ucapku permintaan mohon maaf “Eh tunggu dulu keburu
tidak punya banyak waktu lagi banyak tugas ini” ucap aku yang
minta maaf, padahal ceritanya belum selesai” ucap Riski yang
sedikit kesal. “Bagaimana kalau gini, sekarang kita pulang dulu,
sedikit kesal “Iya-iya maaf lanjutkan” ucapku “lalu mamaku
nanti pukul 7.00 aku jemput kamu sekalian mengerjakan
memintaku untuk tidak berhubungan lebih denganmu selain
tugasmu” ucap Riski. “Okelah tumben pinter haha, oke ayo
persahabatan” ucap Riski “Kenapa ya mamaku bisa berfikir
pulang supir bemo kita telah menunggu” jawab aku “ayo, let’s
sejauh ini, gak nyangka aku” ucapku yang penuh bertanya-
go Bil”
tanya “iya wajarlah namanya orangtua kan takut anaknya
kenapa-kenapa apa lagi anaknya cantik baik pula haha” jawab
Riski yang membuat suasana tegang menjadi tenang “haha mencoba membaca buku panduan Management? Mungkin
bisa aja kamu, mungkin begitu ya orangtua. Tapi ya aku gak kamu bisa berfikir dua kali tentang kemauan yang Ayah mau.
habis fikir aja” jawabku “Mungkin, oh iya Bil aku bantu Soal Fotografer? Itu impian kamu, mungkin bisa kamu jadikan
mamaku dulu ya. Soal tadi aku minta maaf gak bisa datang kan hobi yang baik” jawab mama “Iya si bener kata mama, okelah
kamu tau aku hanya tinggal berdua bersama mamaku” jawab aku coba” jawabku “Iya nak semua yang dilakuin mama sama
Riski “Iya gak papa lagi pula jangan buat janji-janji lagi kalau ayah demi kebaikanmu demi masa depanmu juga, kita enggak
gak bisa menuhi kepastian!” jawabku “iya deh bil, udah dulu ya kepingin lihat anaknya memasuki lubang yang salah” jawab
Assalamualaikum” ucap Riski “Waalaikumsallam Ris”. mama yang menasihatiku “Iya ma Bila ngerti kok” jawabku.

Keesokan harinya setelah aku pulang sekolah mama dan ayah Setelah beberapa minggu kemudian aku melaksanakan Unas
ingin berbicara padaku seusai makan malam. “Bil mama dan yang menentukan masa depanku. “Semoga apa yang aku
ayah ingin bericara padamu selesai makan malam nanti” ucap inginkan tercapai ya Ris” ucapku “Iya bil, aku juga” jawab Riski.
mama “oke ma beres” jawabku. Saat selesai makan malam
Setelah melaksanakan Unas, aku berlibur bersama keluargaku
tiba Ayah dan mama berbicara tentang masa depanku, Ayah
dan keluarga Riski. Dan saatnya tiba pengumuman kelulusan,
dan Mama ingin melihatku tumbuh besar yang cerdas dapat
kami pun bergegas pulang.
memimpin negara yang baik. “Bil nanti selesai sekolah mau
ngelanjutin kuliah di jurusan apa?” tanya ayah “Aku mau ke Hari ini adalah pengumuman kelulusanku. Hasil dari
Psikolog yah, tapi ya apa ya di sisi lain aku dari dulu bermimpi pengumuman kelulusanku adalah aku lulus dan Riski pun lulus
jadi Fotografer terkenal, jadi pendapat ayah bagaimana?” “Hore aku lulus” semua siswa berteriak. Nilaiku beda tipis
tanyaku “Kalau Ayah sih pingin kamu sukses, Ayah pengen dengan Riski. Aku yang berjumlah 38.85 dan Riski 38.65.
kamu masuk Management bisa memimpin sebuah perusahaan
terkenal di Surabaya, Bagaimana?” tanya balik Ayah “Kalau aku Keesokan harinya Ayah dan Mama berbicara padaku lagi
susah yah, pada dasarnya aku sudah menata hidupku menjadi tentang masa depanku. “Bil kamu jadi ngambil jurusan apa
seorang Psikolog. Oh iya kalau menurut Ayah, di sisi lain cita- nak? Ayah dan Mama tidak memaksa kamu lagi untuk
citaku ingin menjadi Psikolog dan Impianku ingin menjadi mengambil jurusan Management” tanya Ayah. “Hmm ma.. aku
Fotografer. Apakah bisa aku menuruti kemauanku semua?” rasa aku menuruti perkataan mama dan ayah. Management
tanya aku “Gini ya nak, semua itu tidak ada yang tidak ternyata menyenangkan. Masalah Psikolog dan Fotografer,
mungkin asalkan kamu ada usaha, bagaimana kalau kamu tenang saja aku sudah memikirnya dua kali. Untuk psikolog
aku hanya menambah ilmuku tentang Psikolog, mungkin aku Cerpen Karangan: Lifian Rahmah Andriani
hanya ingin sekedar ingin tahu saja. Dan Fotografer aku jadikan
sebuah hobi” jawabku “kamu serius nak? Kita sebagai Rumah sederhana dengan dinding bambu yang dianyam itu
orangtua tidak mau memaksa, sebab semua tergantung kamu terlihat sepi… seperti tidak ada suatu tanda-tanda kehidupan
nak. Itu masa depanmu. Jika kita memaksamu masa depanmu manusia di dalamnya. Hanya ada suara yang menggema dari
akan terhambat, kita hanya memberikan masukan saja” jawab mulut beberapa ekor jangkrik yang menembus gendang
Ayah “tapi satu syarat jika itu keinginanmu tolong ya nak telinga. Entah berapa lama lagi malam ini akan menjadi sunyi
laksanakan dengan baik, karena itu kehendakmu bukan bagi seorang nenek renta yang kini tengah berbaring
paksaan dari kita” mama menanggapi. “Iya ma, makasi ya Ayah menikmati desiran angin yang membelai kulitnya dengan
mama udah ngasih pendapat buat aku” jawabku “itu udah jadi lembut. Menurut nenek Minah, malam saat itu enggan untuk
tanggung jawab mama sama ayah nak” jawab ayah. menjadi pagi… Menjadi hari dimana ia berjalan mengitari
perkampungan untuk mendapatkan sejumput uang dengan
Setelah beberapa Tahun aku menjalani kuliah aku sering menjadi pedagang kue yang ia buat sendiri dengan tangannya
mendapat beasiswa. Ini semua berkat kedua orangtua. Dan yang sudah mulai berkeriput.
hasilnya aku sukses, dapat membangun perusahaan sendiri
dengan dibantu dorongan dari orangtua. Riski pun sukses dia Nenek Minah tidak pernah menunjukan bahwa dia lelah
mendapat apa yang diinginkan, yaitu dia saat ini menjadi menjadi seorang pedagang kue kepada Mira, cucu semata
Kepala Sekolah di sekolah muslim yang dia bangun sendiri. wayangnya yang kini tengah duduk di bangku SD kelas empat.
Kami semua sukses dan mendapatkan apa yang kita inginkan. Pahlawan yang berperang melawan penjajah selama ratusan
Pesan dari aku, ada baiknya kita menuruti perkataan dari tahun aja tidak mengeluh, kenapa nenek harus mengeluh. Toh
orangtua. Karena kita dapat menyaring/mengambil yang kita tinggal nikmatin aja kan?, begitulah jawaban nenek Minah
penting yang berguna bagi masa depan kita. ketika ia ditanya tetangganya,

Setiap matahari kembali muncul dengan senyum ramahnya,


nenek Minah berjualan kue mengelilingi kampung
perumahannya. Ia melakukan semua itu supaya bisa
membiayai sekolah Mira, cucu semata wayangnya. Hampir
Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil setiap pagi nenek Minah selalu bangun pagi mendahului ayam
jantan yang biasanya berkokok. Ia bangun dan langsung Mira hari ini mendapatkan mata pelajaran Bahasa Indonesia
menuju tempat dimana dia bisa menyalakan api dengan korek tentang pekerjaan orangtua. Mira sedih, raut wajah polosnya
dan sepotong bambu utuh sepanjang dua puluh sentimeter seketika berubah menjadi muram ketika ditanya gurunya
untuk menghidupkan api di tungkunya yang masih dalam mengenai pekerjaan orangtua, Mira hanya bisa menangis lalu
keadaan dingin. Sebenarnya dulu ia mempunyai kompor gas pergi ke luar kelas masa bodo.
yang pernah diberi oleh pemerintah, tapi belum satu tahun
Begitu ia sampai di rumah dan melihat neneknya sedang
berjalan kompor itu sudah tidak bisa dipakai. Ada beberapa
duduk sambil menyesap kopi yang masih dipenuhi kepul asap
masalah yang sering terjadi dengan kompornya. Membuat
di atasnya, ia langsung mengutarakan pertanyaanya.
nenek Minah enggan untuk memakainya.
“Nek, pekerjaan ayah Mira apa sih? Kok nggak pulang-pulang?
Angin sepoi-sepoi menampar pipi keriput nenek Minah saat ia
Ayah nggak sayang Mira ya? Sampe ayah nggak mau ketemu?”
berjalan melalui jalan berbatu kerikil tanpa alas kaki di tengah
Mira meletakkan bokong mungilnya di kursi panjang yang
sawah. Fisiknya memang terlihat tua, tapi tidak dengan jiwa
terbuat dari kayu sederhana karya Pak Bowo, tetangga
pekerja kerasnya. Saat ada seseorang yang ingin membeli
sebelah.
dagangannya, nenek Minah berhenti lalu meletakkan tampah
yang biasa ia bawa sebagai tempat kue-kuenya itu. Ia meminta Nenek Minah mengelus-elus rambut Mira yang panjangnya
pelanggan untuk memilih sendiri kue yang seperti apa yang sebahu.
ingin mereka beli.
“Kenapa Mira bertanya seperti itu sama nenek? Siapa bilang
“Nek, kok kemarin saya tidak melihat nenek dagang?” tanya ayah nggak sayang Mira? Ayah pasti sayaaaaang sekali sama
salah seorang pembeli. Nenek Minah hanya tersenyum lalu Mira. Di dunia ini, nggak ada orangtua yang nggak sayang
mengelap kasar air asin yang sudah menganak sungai di sama anaknya. Mira liat itu?” Nenek Minah menunjuk ayam
bagian pelipisnya. betinanya yang sedang mencakar cakar tanah berdebu di
depan rumahnya, berharap ada secuil makanan untuk
“Kemarin saya sedang tidak enak badan bu, maaf,” jawab
dimakan bersama dengan anak anaknya. Mira mengangguk.
nenek Minah ramah.
“Mira sama seperti anak ayam itu, ibu ayam aja sayang sama
anaknya. Masa ayah nggak sayang sama Mira. Ayah itu sedang
bekerja buat sekolah Mira. Kayak ibu anak ayam itu. Mira
ngerti kan maksud nenek?” tanya nenek Minah, memastikan hanya dengan karung lebar dan beberapa potong bambu laris
bahwa ucapanya tadi dapat dicerna oleh cucu semata terjual. Nenek Minah senang mendengar kabar itu.
wayangnya.
Syukurlah, kalau ada orang mengatakan hidup itu bagai roda
Tahun ketiga setelah Darmin, ayah Mira pulang dari tempat yang berputar, sekarang saya percaya. Karena saya sudah
mengadu nasibnya, nenek Minah menjadi berhenti untuk membuktikannya…
berjualan kue. Tubuhnya yang semakin dimakan usia kini
Pada bulan ketiga setelah warung Darmin laris diserbu
hanya berbaring lemah di atas tempat tidur yang terbuat dari
pembeli, Darmin memutuskan untuk merenovasi rumah
kayu sederhana. Hanya saja di atas lapisan kayu itu terdapat
tuanya yang pasti sudah bocor saat hujan menabraknya dari
sebuah kasur yang tebalnya tak seberapa. Yang hanya bisa
atas langit. Atapnya yang terbuat dari beberapa lembaran
untuk mengusir rasa pegal di bokongnya yang semakin renta.
seng, kini ia ganti dengan genteng sederhana yang cukup
Darmin memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, untuk menahan literan air yang turun dari balik awan. Dinding
setelah dulu ia diberi kabar oleh tetangganya bahwa nenek yang semula terbuat dari beberapa lembar anyaman bambu,
Minah sedang sakit. Akhirnya setelah kepulangannya dari kota kini sudah ia ganti dengan tumpukan batu bata yang
metropolitan itu, Darmin berusaha untuk membuka kedai Mie memperkokoh rumah baru dan tetap sederhana itu.
ayam sayur yang ia dapat dari hasil perasan keringatnya saat di
Perlahan, usaha yang setiap hari ia tekuni itu melesat seperti
Jakarta.
roket. Sekarang Darmin sudah bisa membuka cabang
Ketika senja di barat bermetamorfosa menjadi malam yang dagangannya sampai ke luar perkampunganya. Selain itu ia
gelap, Darmin mulai menanak nasi dengan tungku yang ia buat juga sudah bisa memperkerjakan beberapa karyawan untuk
sendiri dengan semen untuk makan Mira dan juga nenek membantunya bekerja.
Minah. Mira yang tadinya sedang asik bercanda ria dengan
Nenek Minah selalu mengatakan pada anak menantunya itu,
sang nenek kemudian ikut turun ke dapur dan membantu
“Kalau kamu nanti sudah sukses, kamu jangan lupa sama Gusti
ayahnya menunggui api di tungku yang menyala merah.
Allah ya? Nanti kalau kamu sudah tua kayak Ibu, kamu juga
Tuhan memang adil, disaat nenek Minah sudah berbaring akan ngomong hal yang sama ke anakmu.” Ia mengatakan itu
lemah di atas kasur rentah, bisnis yang dilakoni Darmin sambil menyesap seduhan kopinya yang terlihat masih
berjalan dengan lancar. Semakin hari warung yang ia bangun mengepul.
“Insya Allah bu. Ibu makan dulu ya? Saya sudah buat mi ayam dengannya. Dan saking percayanya, ia sampai tidak
special khusus buat Mira sama Ibu.” Darmin menunjukan memperhatikan apa isi surat yang diberikan kepadanya.
hidangan mie ayam yang sudah tertata di meja kayu itu. Ahhh… Nasib memang selalu begitu. Sepertinya baru saja
Tepatnya di ruang tengah biasa keluarga nenek Minah menikmati hasil peraan keringatnya, tapi nasi memang sudah
menerima tamu. menjadi bubur.

“Pak kalau nanti Mira ditanya bu guru lagi apa pekerjaan ayah Pohon nyiur yang berdiri kokoh di depan rumahnya melambai
Mira, Mira udah bisa jawab. Iya kan nek?” kata Mira gembira lambai ketika ada angin lembut yang sengaja menggodanya.
sambil sesekali memasukan sesendok kuah mie ayam rcikan Dari jendela rumahnya, Mira menatap lurus Darmin yang
tangan ayahnya sendiri. Nenek Minah dan Darmin tertawa, sedang sibuk dengan pikirannya. Nenek Minah juga turut
lalu mengelus puncak kepala Mira. gubdah melihat menantunya terpukul, terbantai, bahkan
mungkin hancur. Tapi dia tau butuh waktu untuk bisa
Seperti kebanyakan. Semakin tinggi pohon, semakin tinggi pula
mengubah semua itu menjadi seperti sedia kala.
angina yang menerpa. Begitu juga usaha yang Darmin alami.
Setelah beberapa tahun usahanya berjalan dengan mulus Dengan langkah lemahnya, nenek Minah berjalan mendekati
tanpa rintangan, kini usahanya telah gagal dalam sekejap. Ia Darmin yang sedang duduk di depan rumahnya. Darmin yang
menandatangani sebuah surat pernyataan yang diberikan oleh menyadari keberadaan ibu mertuanya itu langsung tersadar
pegawainya yang bilang bahwa pernyaataan itu adalah kontrak dari lamunannya.
antara dirinya dengan karyawanya. Ia tidak sadar bahwa
“Ibu,” kata Darmin mengubah posisi duduknya. Nenek Minah
dirinya telah tertipu oleh karyawan sekaligus tetangganya
tersenyum melihat menantu yang selalu ia banggakan itu
sendiri. Dengan perasaan geram Darmin mendatangi rumah
akhirnya bisa kembali menciptakan rona senyum di wajahnya.
tetangga yang beberapa hari lalu memberikaan suratnya itu
Tapi walaupun begitu, nenek Minah tau, Darmin melakukan itu
kepadanya. Namun… nihil tetangganya sudaah pergi entah
hanya agar ia tidak merasa cemas dan khawatir. Ia tau, bahwa
kemana seperti angin.
di dalam lubuk hati Darmin yang paling dalam, ia menjerit. Oh
Akibat kejadian itu Darmin terserang stress hebat. Setiap hari tidak… Mungkin saja menangis tersedu sedu, kehilangan
ia hanya bisa menyesali kejadian waktu itu. Dimana ia semuanya yang sudah ia rintis dari nol itu tidak mudah, sangat
memberi secoret tanda tangannya kepada orang yang tidak mudah. Jangankan itu, terkadang kehilangan uang lima
sebenarnya sudah ia kenal baik sejak lama. Ia terlalu percaya ribu saja kita sudah menggerutu tak menentu.
“Semua pekerjaan pasti ada resikonya Nak,” kata nenek Minah “Saya nggak mau melawan nasib bu. Kan itu sudah menjadi
mengelus punggung Darmin. Darmin mengangguk paham. kehendak Tuhan.” Darmin mengelus hidung mancungnya.

“Saya hanya butuh waktu bu.” Darmin menatap wanita tua “Melawan nasib, bukan berarti kita tidak menerima nasib kita.
yang kini duduk bersamanya itu. Disaat kelopak matanya Kita memang disuruh untuk menerima nasib. Tapi nggak ada
sudah mulai mengeriput, dan giginya yang tadinya utuh kini salahnya kan kalau di coba lagi?” jelas nenek Minah. Darmin
perlahan mulai runtuh, ia masih bisa menyemangatinya mengangguk.
dengan kalimat- kalimat bijak yang menenangkan.
setelah satu tahun Darmin menekuni usahanya lagi,
“Ibu dulu punya sahabat pena. Dia pernah seperti kamu. Dia manatanya lagi, Darmin akhirnya bisa menjadi seorang
sudah menjadi pengusaha martabak manis sukses, tapi tidak pengusahaa mie ayam yang sukses. Kini ia sudah mempunyai
lama setelah itu usahanya bangkrut dalam sekejapan mata lima belas cabang warung mie ayam dan dua puluh orang
gara-gara tertipu.” Darmin terdiam tetapi masih menyimak pekerja. Kehidupanya kini pun berubah. Tetapi tetap saja ia
perkataan nenek Minah. masih menerapkan kesederhanaan dan bersedekah dengan
orang orang di sekitarnya. Ia sekarang tau, kalau usaha
“Awalnya ia memang tak menyangka akan ada orang yang tega
memang tidak akan menghianati hasil.
melakukan itu kepadanya. Tapi akhirnya, ia sadar sedekat
dekatnya kita dengan seseorang, kita harus tetap berhati-hati.
Karena bisa saja orang yang paling dekat dengan kita ternyata
malah musuh terbesar kita.” Darmin mengangguk.

“Terus, apa dia jatuh miskin?” tanya Darmin. Nenek Munah


menggeleng.

“Dia bangkrut. Tapi karena dia bangkit dan bangun dari


Bintangku Hilang Satu
keterpurukannya, akhirnya ia kembali menjadi pengusaha
martabak manis yang sukses.” Karya : Rahmah Juwita Edy
“Kamu mau terus begini? Mau mengalah sama nasib?” tanya
nenek Minah.
Dulu aku mempunyai dua bintang di hidupku. Tapi, kini satu Lagi.. lagi dan lagi.. hati ini tak tega melihat papa merintih
bintangku telah pergi membawa separuh nafasku. Sekarang kesakitan seperti itu. Bintangku tak seindah hari yang lalu,
aku hanya mempunyai satu bintang dalam hidupku. Ia selalu senyumnya kian memudar ditutupi dengan rintihan itu.
bersinar terang dalam hidupku dan membawa sejuta
“Ya.. Allah apa yang harus aku lakukan biar aku bisa melihat
kebahagiaan untukku.
bintangku bersinar terang kembali.” Bisikku dalam hati.
Namaku Raina, aku anak bungsu dari lima bersaudara.
Hidupku sangat sederhana semua yang aku punyai serba pas-
pasan. Tapi, dibalik semua itu aku sangat bersyukur kepada Mama pun datang menghampiriku. Ia menyadarkanku dari
Allah SWT yang telah mengirimkan dua bintang dalam hidupku lamunanku. Ia selalu bersikap tenang di depanku meskipun
yaitu Mama dan Papaku. Beliau adalah orangtua yang sangat raut wajahnya tampak panik sekali saat itu. Bahkan ia
luar biasa untukku. menyembunyikan kekhwatirannya seakan-akan ia yakin tak
akan terjadi apa-apa terhadap papa.
Kedua bintangku selalu tampak bersinar terang dalam
hidupku. Bahkan terangnya sinar bintangku mampu Tapi, hati ini masih tak bisa tenang melihat kondisi papa yang
mengalahkan sejuta bintang di langit yang selalu tampak indah semakin hari semakin melemah. Tubuh gempal yang selalu
berkilau di malam hari. menjadi tempat ternyaman untukku bersandar kini menjadi
lunglai seakan-akan sudah tak kuat lagi untuk menompang
di bulan Ramadhan, tepatnya 8 tahun yang lalu. Aku melihat
raganya. Senyum manis yang selalu aku lihat disetiap hariku
salah satu bintangku merintih kesakitan. Ia tak henti-hentinya
kini tak tampak lagi dari wajah gantengnya. Bahkan bintang-
merintih kesakitan sambil menahan tangisnya dan memegang
bintangku yang dulunya selalu ceria dan bersinar terang kini ia
bagian tubuhnya yang tak henti-hentinya menusuk disekujur
mulai perlahan-lahan meredupkan kilau cahayanya.
tubuhnya. Bintangku tak bersinar terang kala itu, kilaunya
meredup bahkan senyum indahnya tak tampak lagi di hari itu. Berjuta tanya yang timbul dari pemikiranku yang saat itu masih
berusia belasan tahun. Hal buruk yang tak seharusnya aku
“Pa, apa yang harus aku lakukan biar rasa sakit itu tak terasa
pikirkan bahkan sempat terlintas berkeliaran di pemikiranku
lagi ditubuh papa?” tanyaku.
yang masih dangkal ini.
Papa hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum palsu
untuk menyembunyikan rasa sakitnya itu.
“Aku tak ingin salah satu bingtangku pergi? Aku yakin bahwa tangisan pun mulai membasahi seluruh bagian pipiku. Aku
bintangku akan bersinar terang kembali? Aku tak ingin hal itu masih tak percayai bahwa bintangku telah pergi secepat ini.
terjadi secepat ini dalam hidupku ya allah sembuhkanlah
“Sabar ya Raina, kamu harus kuat menghadapi semua cobaan
bintangku kembali…” ujarku dalam doa.
ini.” Ujar temanku
Aku pun tak ingin berputus asa secepat itu, seiring berjalannya
Aku hanya menganggukan kepalaku sambil sesekali melihat
waktu papa dirawat di rumah sakit. Aku terus berusaha
wajah bintangku yang kini telah terbujur kaku. Sungguh
mendoakannya agar papa lekas sembuh dari sakitnya, karena
cobaan ini sangat berat untuk aku lalui. Aku hanya anak
apa yang tejadi dalam hidup ini aku serahkan semuanya
belasan tahun yang masih haus akan kasih sayang dari
kepada Allah SWT. Hanya keajaiban dari diri-Nya lah yang
orangtua. Aku pun tak tahu apa yang harus aku lakukan
mampu membuat bintangku berkilau kembali.
selepas kejadian ini menerpaku. Berjuta keraguan selalu
Hari pun telah berlalu. Hampir satu minggu papa dirawat di muncul di benakku.
rumah sakit kondisi papa pun semakin hari semakin melemah.
Kini, bintangku mulai redup kilaunya. Bahkan sudah lama
sekali aku tak melihat lagi sinarnya kembali ada seperti hari- Namun seiring berjalannya waktu keraguan itu pun kini kian
hari yang lalu. Ia mulai perlahan-lahan ingin pergi jauh dariku memudar. Aku tak boleh larut dalam kesedihanku yang tak
dan meninggalkan aku di sini. kunjung usai ini. Aku masih mempunyai satu bintang yang
selalu tampak bersinar terang mengisi hari-hariku, yaitu
Menjelang pagi hari, tepatnya dihari senin. Bintangku semakin
Mamaku. Mama adalah satu-satunya bintang yang aku punyai
tak tampak lagi kilaunya. Ia mulai perlahan-lahan menghilang
saat ini. Kilau cahayanya sungguh terang sekali. Bahkan kilau
seolah-olah ia sudah tak mampu lagi menyinari setiap
cahaya bintangku ini mampu menerangi hatiku yang gelap
malamku. Hatiku pun sedih. Bintangku telah merobek semua
dimasa lalu.
perasaanku pagi itu. Ia meninggalkanku tanpa bertanya
terlebih dahulu apakah aku sudah siap atau belum. “Ma, terimakasih untuk semua pengorbanan mama
terhadapku. Aku sungguh beruntung mempunyai orangtua
Kini, hatiku mulai porak poranda, awan pun tak secerah hari
seperti papa dan mama. Kalian bagaikan bintang yang nyata
kemarin. Ia tampak gelap seolah-olah ia tahu isi hatiku saat itu.
sehingga aku merasakan ada surga yang indah di dalam rumah
Awan ikut menangis mengiringi kepergian bintangku. Dan
ini.” Ujarku sambil tersenyum.
“Mama justru bangga sama kamu dan keempat kakakmu. Aku ingin sekali melihat cahaya bintang dan bulanku tetap
Kalian sungguh luar biasa bagi mama dan papa. Kalian mau bersinar terang meski tanpa satu bintangku lagi yang telah
saling menolong dikala salah satu dari kalian berlima sedang hilang.
membutuhkan bantuan. Tetaplah jadi seperti ini untuk
“Ma, andai ya diacara wisuda ini papa masih ada pasti
selamanya ya, Nak.” Jawab mamaku.
suasananya akan semakin ramai ya.” Ujarku yang menyesalkan
Suasana haru pun terjadi di sore itu. Tak terasa enam tahun ketiadaan papa disini.
telah berlalu, akhirnya aku mampu melewati masa sedihku
“Ini semua kan sudah takdir dari Allah. Meskipun papa tidak
bersama satu bintangku dan keempat bulanku yang tetap setia
ada di sini tapi mama yakin pasti papa melihat dari sana, Dek.”
menerangi hidupku. Bintangku ini sungguh luar biasa, meski ia
Jawab mama
tak berdampingan lagi dengan bintangnya tapi bintangku ini
tetap kuat melewati hari-harinya dengan cahaya kilaunya yang “Iya ma, aku yakin kok pasti papa bahagia lihat aku sekarang
terang sekali. sudah wisuda ya. Dan aku juga senang banget karena salah
satu keinginan papa untuk melihat foto kelima anaknya wisuda
Mama adalah bintang yang nyata dalam hidupku dan keempat
sebentar lagi aku terwujud.” Aku pun memeluk mama
saudaraku adalah bulan yang nyata yang selalu setia
mengiringin langkahku. Bukan hanya sekedar bintang dan “Yaudah, sekarang kamu jangan sedih lagi ya. Hari ini adalah
bulan saja mereka bagi hidupku bahkan mama serta keempat hari yang membahagiakan untukmu dan keluarga kita jadi
saudaraku bagaikan malaikat tak bersayap yang selalu ada kamu harus tersenyum bahagia ketika sebentar lagi kamu akan
setiap aku membutuhkannya. dinyatakan lulus menjadi seorang sarjana.” Ujar mama sambil
tersenyum.
Surga indah ini sungguh terlihat nyata di dalam rumahku.
Bahkan aku merasakan kebahagiaan yang tak ternilai harganya Kakiku pun begitu semangat untuk memasuki ruangan acara
dibandingkan apapun. Mama, Papa dan keempat saudaraku wisudaku. Senyum semeringa terpancar dari pipiku yang
adalah keindahan yang paling indah yang Allah berikan merona ini. Hatiku pun mulai bergetar cepat. Rasanya aku
untukku. Berkat mereka akhirnya aku pun mampu masih tak mempercayai hal ini.
menyelesaikan kuliahku. Perjuangan yang sungguh luar biasa
ini membuat aku akan terus semangat memberikan hal yang Dulu, ketika aku tahu bahwa papa telah meninggalkanku untuk
terbaik untuk mereka. Aku tak ingin mereka menjadi sedih. selamanya. Aku masih tak yakin untuk meneruskan kuliahku.
Tapi, berkat mama dan keempat saudaraku akhirnya apa yang Terimakasihku tak akan cukup untuk membalas semua
aku ragukan dulu kini akan segera terwujudkan. Sungguh ketulusan hatimu.
keajaiban yang luar biasa bisa sampai ketitik seperti ini.
Hanya doa dariku yang sanggup tuk jadi penyanding jasamu
Aku tak akan pernah mengkhianati bintang dan bulanku. untukku.
Bintang ini akan selalu ada di hatiku. Bahkan bulan ini juga
I Love you…
akan selalu setia menjadi teman hidupku. Meskipun kini
cahayanya telah hilang satu tapi rasa sayang dari mereka akan
selalu menyatukan kilaunya dalam hidupku.

Mama, Papa dan keempat saudaraku. Kalian harus percaya


bahwa tak ada hal yang lebih indah lagi selain keberadaan
kalian dalam hidupku. Kalianlah surga yang nyata yang aku
punyai. Andaikan hidupku tanpa adanya kalian mungkin aku
tak akan bisa setegar ini untuk menghadapi setiap cobaan
yang datang padaku. Mama dengarkanlah puisi sederhana ini
untukmu. Aku akan selalu menjadi orang yang paling setia
untuk selalu mendoakanmu bahkan mendoakan seluruh
keluargaku. Tetaplah jadi bintang dalam hidupku yang mampu
menghadirkan surga terindah di dalam rumah kita yang
sederhana ini.

Mama..

Dimanapun… kapanpun… sedari dulu dan sampai nantipun.

Kaulah tempatku mengadu, mencari restu, dan menemani


masa-masa sulitku.

Mama..

Anda mungkin juga menyukai