Di hari minggu, di sebuah gubuk tepi sawah. Seperti biasa dan sudah menjadi
kebiasaan duduk menikmati sejuknya udara pagi dengan ditemani secangkir teh hangat.
Kicauan riang burung-burung dan angin sepoi-sepoi tiba-tiba mengingantkanku akan sebuah
cerita yang membawaku kesini.
Namaku Ardiaman Byantara biasa dipanggil Adi, sebuah nama berbahasa jawa yang
menurut kamus artinya (Ardiaman = Kelak menjadi orang besar yang dapat dipercaya) dan
(Byantara = Anak sulung). Lahir dan besar di Ibukota Provinsi Jawa Timur. Anak sulung dari
3 bersaudara dari seorang DokterAhli Gizi PNS dan ibu rumah tangga. Di keluarga kecil ini
aku dan adik-adikku dididik menjadi anak mandiri yang manfaatnya baru kurasakan
sekarang.
cukup lama dan situasi kondisi mulai lengah barulah aku melihat daftar nilai. Aku mulai lihat
dari bawah, nggak ada. Agak kebawah. Tengah, juga gak ada. Dan keatas, terus keatas...
Ardiaman Byantara.. 9,50. Alhamdulillah ya Allah. Gumamku
Aku sangat bersyukur, aku mendapat nilai yang bisa dibilang lumayan karena bisa dihitung
dengan jari siswa yang mendapat nilai kepala 9. Aku tak sabar untuk segera pulang dan
memberi tahu kedua orang tuaku. Dan tak berselang lama bel sekolah berbunyi, yes.
Assalamualaikum..
Waalaikumsalamsalam, le. lho kok sudah pulang? Tanya ibu
Inggih, bu. Di sekolah kan nggak ada kegiatan jadi pulangnya lebih cepet
Seperti biasa, setelah pulang sekolah aku segera mandi, sholat, dan makan siang dan segera
menuju ke alam mimpi. Hehehe.
Ditengah-tengah mimpi, aku dikejutkan dengan suara bapak..
Aku bangun dengan mata masih berat, mengambil wudhu dan sholat. Setelah itu, aku segera
keluar kamar dan menuju meja makan, dan disitu ternyata sudah ada orangtuaku dan kedua
adikku.
lah ada apa ya ini? Tumben ngumpul-ngumpul? Gumamku
Nggak seperti biasanya ngumpul seperti ini, mungkin ada hal yang harus dibahas.
Ayo, nak tambah lagi lauknya.. kata ibuku
Wah, kayaknya ada makan besar, nih. Hahaha Kataku
Iyo le, jarang-jarang ibumu masak gini kan? Baru dapet resep baru dari temannya
itu.. Bapakku menjawab
Ibu senyum-senyum malu.
Sama ada yang bapak mau sampaikan Lanjutnya
Apa, pak?
Sudah nanti saja, sekarang kamu makan dulu saja, le
Aku jadi penasaran, tapi sudahlah sekarang fokusku hanya pada sayur asem dan ikan pindang
didepan hehe. Aku makan dengan lahap malah habis 3 piring saking enaknya. Makan malam
itu diisi dengan cerita adik keduaku, Dewi, tentang pacar barunya dan adik ketigaku, Dharma,
tentang tim futsal classmeet kelasnya yang menang. Dan tidak lupa kuberi tahu mereka
tentang nilai geografiku, hehe.
Pak, tadi bapak mau ngomong apa? tanyaku
Oh iya bapak lupa hehe.. Jadi gini ya nak, kemaren bapak dipanggil sama kepala
dinas kesehatan dan disitu beliau membeberkan rencana beliau untuk membuka puskesmas di
suatu desa terpencil di Kabupaten Malang, namanya Desa Pandasari yang kemaren baru kena
erupsi gunung kelud. Dan mereka membutuhkan tenaga bapak. Tapi beliau belum bisa
memutuskan berapa lama bapak akan bertugas dan sekeluarga menetap disana. Tapi bapak
ndak mau langsung memutuskan, bapak bilang Saya harus berdiskusi dengan keluarga saya
dulu, pak. Beliau mengiyakan dan jawaban bapak ditunggu besok. Gimana menurut kalian?
Kalo ibu ndukung saja pak, tapi yang ibu masalahkan pendidikan anak-anak kita
disana gimana? Apalagi mas Abi sudah mau naik kelas tiga lho Ibu menyanggah
Kalo untuk pendidikan ndak usah khawatir bu, katanya disana sudah ada sekolah
SD-SMP-SMA. Inshaallah terjamin.
Kalo dari bapak sendiri gimana? tanyaku
Kalo bapak sangat setuju , karena ini sesuai dengan tujuan awal bapak yaitu
membantu orang susah, mas. Kalo mas ada diposisi mereka gimana? Toh, kita hanya
sementara kok disana Jawabnya
Setelah perdebatan yang cukup alot, kami putusakan untuk mengikuti keputusan bapak. Jujur
saja, sebenernya kami sangat menentang keputusan itu, bukan tanpa alasan. Karena kami
takut belum bisa menyesuaikan dengan keadaan di desa yang bisa dibilang tertinggal dan
sangat berbeda dengan keadaan di kota.
Hari-hari gabut kulewati seperti biasa, tetapi bedanya aku lebih menikmati hari hari
terakhir di kota sebelum pindah. Dan hari ini adalah hari pembagian rapor sekaligus
mengurus izin pindah sekolah. Deg-degan rasanya, sedih juga.
Alhamdulillah raporku bisa dibilang lumayan, aku juga masuk rangking lima besar
kelas, hehe. Mengurus perizinan pindah sekolah juga lancar, tapi wali kelasku sangat
menyangankan kepindahanku yang (katanya) siswa cukup berprestasi dan hanya tinggal satu
tahun lagi. Tapi keputusan sudah bulat, bapakku juga menjelaskan alasanku untuk pindah dan
wali kelasku mengerti.
Tak terasa sudah besok saja aku pindah.
Le, pakaianmu sudah dipacking belum Suara bapak dari kejauhan
Sampun pak, tinggal buku-buku saja timpaliku
Kalo sudah segera dimasukin ke mobille, biar besok pagi tinggal berangkat
Ya, malam ini aku dan keluargaku akan segera pindah ke sebuah desa kecil yang jauh dari
perkotaan, Desa Pandanwangi namanya, sebuah desa di Pinggiran Kabupaten Malang, desa
yang beberapa tahun terakhir selalu menjadi daerah terparah di malang yang terkena erupsi
Gunung Kelud. Nama yang asing di telingaku. Dengar Namanya saja tak pernah. Kadang aku
membayangkan bagaimana sulit cari air disana Bagaimana lingkungannya? Bagaimana
mencari sinyal ponsel? Bagaiamana mencari hiburan disana? Bagaimana orang-orangnya
disana? Ah, banyak sekali uneg-unegku, lebih tepatnya kekhawatiran ku tentang kehidupan
disana.
Ah, nggak selamanya juga kan..Hiburku dalam hati
Kubuka jendela kamar, kubiarkan angin yang dingin masuk, kubaringkan badanku yang
lelah setelah seharian packing. Kunikmati benar waktu-waktu terakhir ini.
ada yang special, seperti sekolah pada umumnya hanya saja ada beberapa bagian gedung
yang bekas tambal renovasi. Setelah puas dan juga karena waktu yang sudah semnakin sore,
kuputuskan untuk pulang. Lagi-lagi aku tersesat. Sial. Memang untuk orang-orang baru jalan
disini sangat membingungkan. Selain tidak adanya petunjuk jalan dan banyak sekali
persimpangan. Dan lagi-lagi aku bertanya kepada orang sekitar. Di tengah perjalanan aku
mikir, bagaimana jika ini terjadi setiap hari? Maka bisa jadi aku selalu telat. Harus cari solusi
nih, pikirku. Saat waktu maghrib tiba, barulah aku sampai dirumah. Karena aku pergi yang
tidak pamit, saat sampai aku langsung dicerca oleh orangtuaku.
Darimana le?
Pergi kok gak pamit?
Kan kamu orang baru, tidak tau jalan
Itu hanya beberapa, dan masih banyak sebagainya. Mereka hanya khawatir. Tapi setelah
kujelaskan akhirnya mereka mengerti. Karena sangat capek, setelah makan, sholat dan
mempersiapkan peralatan sekolah besok, aku langsung terlelap.
Pagi aku dibangunkan dengan kicauan burung. Kubuka jendela sejuk sekali. Ini lah
yang kusuka dari desa. Sangat beda dengan kota yang panas dan penuh dengan hiruk pikuk.
Setelah sholat subuh, aku segera ganti baju seragam yang masih memakai identitas sekolah
lama, mengingat hari ini adalah hari pertama di sekolah baru dan hari pertama tahun ajaran
baru. Tidak sabar sekali. Segera aku menuju ke ruang tengah untuk sarapan, kebetulan disitu
sudah ada ibu. Sembari ngobrol singkat
Mas, kemaren pas keluar liat ada pasar gak? Tanya ibuku
Mboten bu, emang kenapa bu? Sambil menggelengkan kepala
Ibu mau belanja sayur, le
Tanya aja bu sama orang sekitar supaya nggak nyasar kayak mas kemaren hehe
Setelah pamit, aku berangkat ke sekolah. Di jalan aku hanya mengandalkan ingatanku dan
feeling untuk menentukan jalan. Tetapi, di jalan aku bertemu dengan yang kebetulan sekolah
di sekolah yang sama denganku. Pas Sekali.
Mas, mau ke SMAN 1 juga? Tanyaku
Inggih mas, mau bareng?
Ayo, mas
Disitu kami berkenalan. Bagus namanya.
Gus, lumayan jauh yo aku membuka topik
Iya mas, kalo sampeyan memakai jalur normal hehe
Agus bertugas menyetir motor dan aku bertugas menggambar. Walau sederhana dan
terlihat mudah, membuat peta ini cukup rumit. Tetapi kami berharap ini ada manfaatnya,
khususnya untuk orang-orang baru.
Pertama kami menentukan skalanya dan mulai menyusuri jalan protokol dan mengun
jungi tempat-tempat yang kami rasa penting. Seperti sekolah, klinik, pasar, warung makan,
balai warga, lapangan bola, gedung serbaguna, rumah kepala desa, pos kamling. Kami catat
semua. Selain itu aku juga menggunakan ilmu favoritku yakni Geografi untuk membuat peta,
contohnya dalam menentukan skala.
Wah kalo peta gini bermanfaatnya bukan untuk kamu aja, bi. Bisa untuk semua
warga. Coba nanti aku sosialisasikan ke temen Karang Taruna, siapa tau mereka setuju dan
dapat disebarluaskan Kata agus
Iyo gus, kalo bisa bermanfaat buat yang lain yo Alhamdulillah wes Kataku
Hari itu kami habiskan untuk membuat peta yang sederhana itu yang kami harapkan dapat
bermanfaat.
Dan setelah proses yang memakan hampir seminggu membuat peta. Hasilnya pun
cukup baik dan mulai aku terapkan ke keluargaku.
Dan benar kata Agus, proyek peta ini sudah disampaikan Agus di depan anggotanya
dan kebanyakan dari mereka setuju untuk mulai dipublikasikan dan mereka juga menganggap
bahwa proyek ini sebagai batu loncatan untuk menjadi desa yang lebih maju. Sebelum kami
mulai memproduksi dalam jumlah banyak dan disebar, kami mendatangi Kepala Desa dan
perangkatnya dan mempresentasikan hasil peta kami, dan tanpa kami duga ternyata sangat
setuju, karena selain bermanfaat untuk masyarakat juga bermanfaat bagi pengembang desa
setempat.
Seiiring waktu peta sudah disebar banyak orang yang sudah tau dan katanya sih
merasakan manfaat dari peta tersebut, disitulah puncak kebahagiaan kami. Dan tidak jarang
kami iseng bertanya kepada salah satu warga.
Bu, ibu sudah mendengar tentang atau mengikuti sosialisasi program peta desa
Pandanwangi belum? Tanyaku
Oh yang ini dek?(Sembari menunjukan peta) Ibu sudah make dari dulu dek
bermanfaat banget. Kebetulan ibu pindahan dari desa sebelah dek, ikut suami hehe
Sama bu, saya juga pindahan dari desa sebelah Kataku
Oh adek pake juga kan? Katanya polos
Aku dan Agus menahan tawa.