Anda di halaman 1dari 9

Maret 2016

Di hari minggu, di sebuah gubuk tepi sawah. Seperti biasa dan sudah menjadi
kebiasaan duduk menikmati sejuknya udara pagi dengan ditemani secangkir teh hangat.
Kicauan riang burung-burung dan angin sepoi-sepoi tiba-tiba mengingantkanku akan sebuah
cerita yang membawaku kesini.
Namaku Ardiaman Byantara biasa dipanggil Adi, sebuah nama berbahasa jawa yang
menurut kamus artinya (Ardiaman = Kelak menjadi orang besar yang dapat dipercaya) dan
(Byantara = Anak sulung). Lahir dan besar di Ibukota Provinsi Jawa Timur. Anak sulung dari
3 bersaudara dari seorang DokterAhli Gizi PNS dan ibu rumah tangga. Di keluarga kecil ini
aku dan adik-adikku dididik menjadi anak mandiri yang manfaatnya baru kurasakan
sekarang.

2 tahun yang lalu


Semua kisah berawal dari keprihatinan bapakku terhadap gizi buruk yang melanda
desa-desa terpencil di pegunungan beberapa tahun belakangan, beliau bilang
Mas lihat itu, kasihan yo, itu andaikan bapak bisa bantu orang-orang disana
Sembari menunjuk berita di televisi.
Inggih pak, mas juga kasihan liatnya. Apa ndak ada tenaga ahli disana ya pak?
Yo ada mas, tapi jumlahnya aja yang ndak seberapa
Beliau memang begitu orangnya, jiwa sosialnya sangat tinggi. Beliau juga yang gencar
mengusulkan program pemerataan petugas kesehatan di berbagai daerah walau hasilnya
masih nihil. Dulu, ia juga pernah ingin mengajak kami untuk pindah kesana demi membantu
orang-orang disana tapi niat itu di urungkan karena kondisi kami yang tidak memungkinkan,
mengingat aku masih kecil dan ibuku sedang mengandung, Dharma, adik ketigaku.
Ketika kami beranjak dewasa beliau jugalah yang menyarankanaku untuk menjadi
dokter sepertia dia, agar bisa membantu orang-orang terpencil disana.
Kamu pingin jadi apa toh, le? sembari mengelus-gelus kepalaku
Aku masih ndak tahu, pak
Lho? udah SMA harus sudah bisa menentukan tujuannya kemana, mau jadi apa
Inggih pak, tapi mas masih bingung
Atau kamu mau jadi seperti bapak, heheheh
Hehehe, tapi mas gak ada passion di bidang itu pak, lintas minat biologinya mas aja
dapet jelek hehe
Hahaha, yawis trus yang bagus apa lho?

Palingan yang bagus cuma Geografi tok hehe


Yawislah, terserah kamu mas mau jadi apa yang penting bermanfaat bagi masyarakat
jangan ngincer duitnya aja dan yang terpenting barokah, le, ngerti?
Inggih pak, ngerti
Dan bapak bukanlah tipe orang pemaksa.
Tak terasa musim ujian kenaikan kelas sudah tiba, seperti halnya pelajar lain harihariku disibukan dengan belajar dan ditemani oleh tumpukan buku bank soal. Hari pertama,
Bahasa Indonesia dan Geografi, tapi kufokuskan lebih pada pelajaran geografi, pelajaran
kesukaanku. Sedikit tentang geografi, pelajaran yang (dulunya) waktu kelas 1 sangat-sangat
membosankan, pelajarannya hanya kalau tidak dengan ruang pasti dengan bumi, dengan itu
itu saja. Ditambah lagi guruku yang killer namanya Pak Joko, kalau Pak Joko sudah mengajar
suasana yang mulanya kacau menjadi tertib terkendali, malahan terkesan awkward dan
angker.
Tetapi semenjak di kelas 2 kini aku mulai bersahabat dengan geografi yang
materinya, menurutku lebih ke sosial nya, seperti materi tentang kependudukan, dan ke
pemanfaatannya, seperti materi tentang pemanfaatan sumber daya alam. Disitulah titik
balikku menjadi pelajar yang tidak suka mata pelajaran geografi menjadi suka dan tidak
jarang juga aku mendapatkan dilai tertinggi di kelas bahkan aku terpilih menjadi anggota
olimpiade mewakili sekolahku.
Kring...kring..kring
Bel terakhir menunjukan waktu ujian telah selesai dan berakhir pula musim ujian
disekolahku. Tak terasa selama 7 hari ujian berlangsung cukup lancar. Alhamdulillah. Setelah
beres-beres kelas dan apel siang karena sudah tidak ada kegiatan lagi aku langsung bergegas
pulang.
Keesokan harinya aku masuk seperti biasa. Setelah selesai sarapan dan pamit. aku
segera menuju sekolah yang jaraknya yang lumayan jauh. Hari ini tidak ada yang spesial,
tidak ada kegiatan. Gabut lah bahasa kerennya. Hanya diisi dengan nongkrong dan ngobrol di
kantin, atau tidur dikelas. Tapi aku lebih milih untuk tidur dikelas.
Eh, Bi... Seseorang mengagetkanku
opo sih? Jawabku kesal setengah sadar
Selamat yo, nilaimu tertinggi lho..
Ternyata suara si Bagus, teman sebangku ku
Aku masih nggak percaya apa yang dikatan Bagus tadi, maklum lah dia kalau dikenal
sebangai tukang ngibul tapi kalupun benar mungkin hanya kebetulan karena mengingat soal
ujiannya sangat sulit. Di jalan aku deg-degan. Sesampainya di mading dekat ruang guru
banyak sekali siswa berdesak-desakan ingin melihat nilainya, ada yang ekspresinya gembira,
bersedih dan ekspresinya flat juga ada. Wah, aku semakin deg-degan. Setelah menunggu

cukup lama dan situasi kondisi mulai lengah barulah aku melihat daftar nilai. Aku mulai lihat
dari bawah, nggak ada. Agak kebawah. Tengah, juga gak ada. Dan keatas, terus keatas...
Ardiaman Byantara.. 9,50. Alhamdulillah ya Allah. Gumamku
Aku sangat bersyukur, aku mendapat nilai yang bisa dibilang lumayan karena bisa dihitung
dengan jari siswa yang mendapat nilai kepala 9. Aku tak sabar untuk segera pulang dan
memberi tahu kedua orang tuaku. Dan tak berselang lama bel sekolah berbunyi, yes.
Assalamualaikum..
Waalaikumsalamsalam, le. lho kok sudah pulang? Tanya ibu
Inggih, bu. Di sekolah kan nggak ada kegiatan jadi pulangnya lebih cepet
Seperti biasa, setelah pulang sekolah aku segera mandi, sholat, dan makan siang dan segera
menuju ke alam mimpi. Hehehe.
Ditengah-tengah mimpi, aku dikejutkan dengan suara bapak..
Aku bangun dengan mata masih berat, mengambil wudhu dan sholat. Setelah itu, aku segera
keluar kamar dan menuju meja makan, dan disitu ternyata sudah ada orangtuaku dan kedua
adikku.
lah ada apa ya ini? Tumben ngumpul-ngumpul? Gumamku
Nggak seperti biasanya ngumpul seperti ini, mungkin ada hal yang harus dibahas.
Ayo, nak tambah lagi lauknya.. kata ibuku
Wah, kayaknya ada makan besar, nih. Hahaha Kataku
Iyo le, jarang-jarang ibumu masak gini kan? Baru dapet resep baru dari temannya
itu.. Bapakku menjawab
Ibu senyum-senyum malu.
Sama ada yang bapak mau sampaikan Lanjutnya
Apa, pak?
Sudah nanti saja, sekarang kamu makan dulu saja, le
Aku jadi penasaran, tapi sudahlah sekarang fokusku hanya pada sayur asem dan ikan pindang
didepan hehe. Aku makan dengan lahap malah habis 3 piring saking enaknya. Makan malam
itu diisi dengan cerita adik keduaku, Dewi, tentang pacar barunya dan adik ketigaku, Dharma,
tentang tim futsal classmeet kelasnya yang menang. Dan tidak lupa kuberi tahu mereka
tentang nilai geografiku, hehe.
Pak, tadi bapak mau ngomong apa? tanyaku
Oh iya bapak lupa hehe.. Jadi gini ya nak, kemaren bapak dipanggil sama kepala
dinas kesehatan dan disitu beliau membeberkan rencana beliau untuk membuka puskesmas di
suatu desa terpencil di Kabupaten Malang, namanya Desa Pandasari yang kemaren baru kena

erupsi gunung kelud. Dan mereka membutuhkan tenaga bapak. Tapi beliau belum bisa
memutuskan berapa lama bapak akan bertugas dan sekeluarga menetap disana. Tapi bapak
ndak mau langsung memutuskan, bapak bilang Saya harus berdiskusi dengan keluarga saya
dulu, pak. Beliau mengiyakan dan jawaban bapak ditunggu besok. Gimana menurut kalian?
Kalo ibu ndukung saja pak, tapi yang ibu masalahkan pendidikan anak-anak kita
disana gimana? Apalagi mas Abi sudah mau naik kelas tiga lho Ibu menyanggah
Kalo untuk pendidikan ndak usah khawatir bu, katanya disana sudah ada sekolah
SD-SMP-SMA. Inshaallah terjamin.
Kalo dari bapak sendiri gimana? tanyaku
Kalo bapak sangat setuju , karena ini sesuai dengan tujuan awal bapak yaitu
membantu orang susah, mas. Kalo mas ada diposisi mereka gimana? Toh, kita hanya
sementara kok disana Jawabnya
Setelah perdebatan yang cukup alot, kami putusakan untuk mengikuti keputusan bapak. Jujur
saja, sebenernya kami sangat menentang keputusan itu, bukan tanpa alasan. Karena kami
takut belum bisa menyesuaikan dengan keadaan di desa yang bisa dibilang tertinggal dan
sangat berbeda dengan keadaan di kota.
Hari-hari gabut kulewati seperti biasa, tetapi bedanya aku lebih menikmati hari hari
terakhir di kota sebelum pindah. Dan hari ini adalah hari pembagian rapor sekaligus
mengurus izin pindah sekolah. Deg-degan rasanya, sedih juga.
Alhamdulillah raporku bisa dibilang lumayan, aku juga masuk rangking lima besar
kelas, hehe. Mengurus perizinan pindah sekolah juga lancar, tapi wali kelasku sangat
menyangankan kepindahanku yang (katanya) siswa cukup berprestasi dan hanya tinggal satu
tahun lagi. Tapi keputusan sudah bulat, bapakku juga menjelaskan alasanku untuk pindah dan
wali kelasku mengerti.
Tak terasa sudah besok saja aku pindah.
Le, pakaianmu sudah dipacking belum Suara bapak dari kejauhan
Sampun pak, tinggal buku-buku saja timpaliku
Kalo sudah segera dimasukin ke mobille, biar besok pagi tinggal berangkat
Ya, malam ini aku dan keluargaku akan segera pindah ke sebuah desa kecil yang jauh dari
perkotaan, Desa Pandanwangi namanya, sebuah desa di Pinggiran Kabupaten Malang, desa
yang beberapa tahun terakhir selalu menjadi daerah terparah di malang yang terkena erupsi
Gunung Kelud. Nama yang asing di telingaku. Dengar Namanya saja tak pernah. Kadang aku
membayangkan bagaimana sulit cari air disana Bagaimana lingkungannya? Bagaimana
mencari sinyal ponsel? Bagaiamana mencari hiburan disana? Bagaimana orang-orangnya
disana? Ah, banyak sekali uneg-unegku, lebih tepatnya kekhawatiran ku tentang kehidupan
disana.
Ah, nggak selamanya juga kan..Hiburku dalam hati

Kubuka jendela kamar, kubiarkan angin yang dingin masuk, kubaringkan badanku yang
lelah setelah seharian packing. Kunikmati benar waktu-waktu terakhir ini.

Le, ayo bangun Suara ibu membangunkanku


Setelah sholat, aku segera bergabung dengan keluargaku makan pagi dan segera membantu
bapakku mengangkat barang-barang, sedih rasanya, tapi yasudahlah mungkin ini sudah
jalannya. Semua barang-barangku terangkut, sekarang saatnya berpamitan dengan tetanggatetangga, tak lupa juga mengurus surat kepindahan. Jam 8 tepat kami berangkat.
Tidak ada yang special dalam perjalanan ini. Perjalanan yang menempuhwaktu 3 jam
ini hanya untuk menginformasikan ke teman-temanku tentang kepindahakanku dan
berpamitan dan sisanya kuhabiskan untuk tidur. Bangun-bangun, aku melihat hamparan
sawah dan hutan pinus rimbun. Indah sekali, pemandangan yang jarang didapat ketika di
kota. Kata ibuku, kita sekarang sudah berada di kecamatan ngantang, sudah dekatkatanya.
Benar saja tak lama kemudian kulihat patok yang bertuliskan Ds Pandansari
Oh ini toh desa Pandanwangi Gumamku
Di Desa Pandasari ini kami disewakan rumah oleh pihak Pemerintah Kota Surabaya, dan
katanya semua akomodasi sudah disiapkan jadi kita sudak tidak repot-repot mencari rumah
dan keperluan lagi.
Tetapi diperjalanan menuju rumah kami disuguhkan pemandangan yang cukup
memprihatinkankan seperti sawah yang luas tetapi kering dan kurang terurus, hutan-hutan
yang gundul. Mungkin karena dampak erupsi gunung kelud kemarin, pikirku. Dan juga
jalanan yang ada disini relative sempit dan tidak ada palang petunjuk. Cukup sulit untuk
orang-orang pendatang untuk menemukan, ditambah lagi belum bisa mengakses internet
apalagi google ma ps, sering juga bapakku nyasar dan terpaksa harus memutar balik.
Tak terasa perjalanan yang cukup melelahkan, kami akhirnya tiba di rumahsewa.
Rumah asri berbangunan khas rumah jaman dulu yang dibangun berdekatan dengan sawah ini
memiliki 4 kamar dan 1 kamar mandi diluar, memiliki pekarangan yang lumayan luas khas
rumah desa, sejuk udaranya, dan yang terpenting adalah dekat dengan klinik tempat bapakku
bekerja. Kami segera beres-beres dan berbenah. Dan setelah makan siang kami pun istirahat
dan tidur karena sudah lelah. Aku memilih tidur di kamar paling belakang dan dekat dengan
sawah karena sejuk dan yang nantinya menjadikamarku. Tetapi entah mengapa aku tidak bisa
tidur sore itu, mungkin karena sudah tidur di mobil sebelumnya dan aku masih penasaran
dengan desa ini. Maka kuputuskan untuk berjalan-jalan saja.
Tujuan awalku adalah melihat sekolah baruku. Cukup penasaran sih, karena disekolah
inilah aku menghabiskan tahun terakhirku. SMAN 1 Pandanwangi namanya. Berbekal
informasi warga yang melintas, katanya lokasinya lumayan jauh, berada disekitar perbatasan
desa, akhirnya sampai juga. Sangat sederhana, kesan pertamaku tentang sekolah ini. Tidak
ada gerbang yang megah seperti sekolahku dulu, hanya ada pagar bamboo dan plang besi
berkarat sebagai penunjuk. Karena tidak dikunci, kusempatkan untuk masuk ke dalam. Tidak

ada yang special, seperti sekolah pada umumnya hanya saja ada beberapa bagian gedung
yang bekas tambal renovasi. Setelah puas dan juga karena waktu yang sudah semnakin sore,
kuputuskan untuk pulang. Lagi-lagi aku tersesat. Sial. Memang untuk orang-orang baru jalan
disini sangat membingungkan. Selain tidak adanya petunjuk jalan dan banyak sekali
persimpangan. Dan lagi-lagi aku bertanya kepada orang sekitar. Di tengah perjalanan aku
mikir, bagaimana jika ini terjadi setiap hari? Maka bisa jadi aku selalu telat. Harus cari solusi
nih, pikirku. Saat waktu maghrib tiba, barulah aku sampai dirumah. Karena aku pergi yang
tidak pamit, saat sampai aku langsung dicerca oleh orangtuaku.

Darimana le?
Pergi kok gak pamit?
Kan kamu orang baru, tidak tau jalan
Itu hanya beberapa, dan masih banyak sebagainya. Mereka hanya khawatir. Tapi setelah
kujelaskan akhirnya mereka mengerti. Karena sangat capek, setelah makan, sholat dan
mempersiapkan peralatan sekolah besok, aku langsung terlelap.

Pagi aku dibangunkan dengan kicauan burung. Kubuka jendela sejuk sekali. Ini lah
yang kusuka dari desa. Sangat beda dengan kota yang panas dan penuh dengan hiruk pikuk.
Setelah sholat subuh, aku segera ganti baju seragam yang masih memakai identitas sekolah
lama, mengingat hari ini adalah hari pertama di sekolah baru dan hari pertama tahun ajaran
baru. Tidak sabar sekali. Segera aku menuju ke ruang tengah untuk sarapan, kebetulan disitu
sudah ada ibu. Sembari ngobrol singkat
Mas, kemaren pas keluar liat ada pasar gak? Tanya ibuku
Mboten bu, emang kenapa bu? Sambil menggelengkan kepala
Ibu mau belanja sayur, le
Tanya aja bu sama orang sekitar supaya nggak nyasar kayak mas kemaren hehe
Setelah pamit, aku berangkat ke sekolah. Di jalan aku hanya mengandalkan ingatanku dan
feeling untuk menentukan jalan. Tetapi, di jalan aku bertemu dengan yang kebetulan sekolah
di sekolah yang sama denganku. Pas Sekali.
Mas, mau ke SMAN 1 juga? Tanyaku
Inggih mas, mau bareng?
Ayo, mas
Disitu kami berkenalan. Bagus namanya.
Gus, lumayan jauh yo aku membuka topik
Iya mas, kalo sampeyan memakai jalur normal hehe

Memang ada jalan tembusannya?


Ada mas, motong jalan gitu. Cuma jalannya agak jelek, tapi jadi lebih cepet
Kalo aku kemaren lewat jalur normal kayake mas, jauh sekali dan sampe nyasarnyasar haha
Iya itu jalannya emang jauh, dan apalagi orang baru yang gak tau jalan. Bisa nyasar
gak karuan haha apalagi disini jarang ada orang lalu lalang
Iyo, bisa ngilang aku haha
Ntar jalannya dibikin peta ae mas, biar gak nyasar terus hehehe
Jaman saiki sudah gak jaman peta, gus Aku tertawa
Tak terasa kami sudah sampai sekolah. Rada terlambat sih, tapi tak apa. Setelah apel pagi dan
pembagian kelas, aku mendapat kelas XII IPS 1. Dan ternyata si Agus sekelas denganku.
Sedikit tentang Agus, Agus adalah pemuda asli desa ini. Dan dia adalah ketua Karang
Taruna Desa ini. Dan aku dengar-dengar ia adalah pemuda yang disegani di desa ini. Dan
sekarang dia menjadi teman bangkuku. Beruntung sekali aku mengenalnya.
Hari pertama ini, agendanya adalah halal bi halal dan perkenalan sistem
pembelajaran baru yang akan diterapkan dan sosialisasi Bimbel, mengingat sekarang kami
sudah kelas 3. Saat di kelas, tiba-tiba aku terpikir dengan usul Agus yang tadi tentang peta
yang awalnya aku kira sebagai candaan.
Sebagai orang baru yang tidak tahu apa-apa, aku seharusnya butuh. Kalo berangkat
sekolah sendiri tidak perlu khawatir, kalo ibu ke pasar tidak perlu nanya orang, kalo mau
jalan-jalan tidak bingung dan yang terpenting tidak kesasar terus. Hmm Pikirku saat itu
Tapi disitu aku bingung bagaimana membuatnya, dan kebetulaan di desa ini google maps
belum ada. Setelah bingung bagaimana caranya, hanya ada satu yaitu buat sendiri.
Setelah pulang sekolahm yang kebetulan pulang pagi, dengan berbekal kertas A4 dan
pensil aku mengampiri si Agus dan meminta tolong padanya
Gus, aku boleh tolong gak?
Boleh, apa bi?
Tolong antarkan aku keliling desa ini aku yakin ia kaget dengan jawabanku ini.
Lho ada apa kok tiba-tiba minta tolong kayak gitu?
Jadi gini gus, apa yang kamu katakan tadi bener juga gus, bikin peta, makanya
sekarang aku mau proses bikin
Oh aku tadi kira kamu nganggep cuma becanda lho hehe yasudahlah aku mau
pinjem motor teman dulu buat muterin desa, kalo jalan kaki bakalan capek Lanjutnya.
Aku mengiyakan

Agus bertugas menyetir motor dan aku bertugas menggambar. Walau sederhana dan
terlihat mudah, membuat peta ini cukup rumit. Tetapi kami berharap ini ada manfaatnya,
khususnya untuk orang-orang baru.
Pertama kami menentukan skalanya dan mulai menyusuri jalan protokol dan mengun
jungi tempat-tempat yang kami rasa penting. Seperti sekolah, klinik, pasar, warung makan,
balai warga, lapangan bola, gedung serbaguna, rumah kepala desa, pos kamling. Kami catat
semua. Selain itu aku juga menggunakan ilmu favoritku yakni Geografi untuk membuat peta,
contohnya dalam menentukan skala.
Wah kalo peta gini bermanfaatnya bukan untuk kamu aja, bi. Bisa untuk semua
warga. Coba nanti aku sosialisasikan ke temen Karang Taruna, siapa tau mereka setuju dan
dapat disebarluaskan Kata agus
Iyo gus, kalo bisa bermanfaat buat yang lain yo Alhamdulillah wes Kataku
Hari itu kami habiskan untuk membuat peta yang sederhana itu yang kami harapkan dapat
bermanfaat.
Dan setelah proses yang memakan hampir seminggu membuat peta. Hasilnya pun
cukup baik dan mulai aku terapkan ke keluargaku.

Di suatu hari, pernah ibuku mau menghadiri pengajian dibalai warga


Mas, kamu mau nganterin ibu pengajian di balai warga? Ibu gak tau tempatnya
Ayo bu dengan senang hati, Sekalian Mas mau nge tes ini bu hehe Sambil kutun
jukan kertas yang berisikan peta buatanku
Apa itu mas? Ibuku keheranan
Ini peta bu, buatan mas sendiri lhoo
Untuk tugas.?
Bukan bu, untuk orang yang membutuhkanm seperti ibu Aku tersenyum
Mas mas, idemu emang ono ono ae Ibuku juga tersenyum.

Dan benar kata Agus, proyek peta ini sudah disampaikan Agus di depan anggotanya
dan kebanyakan dari mereka setuju untuk mulai dipublikasikan dan mereka juga menganggap
bahwa proyek ini sebagai batu loncatan untuk menjadi desa yang lebih maju. Sebelum kami
mulai memproduksi dalam jumlah banyak dan disebar, kami mendatangi Kepala Desa dan
perangkatnya dan mempresentasikan hasil peta kami, dan tanpa kami duga ternyata sangat
setuju, karena selain bermanfaat untuk masyarakat juga bermanfaat bagi pengembang desa
setempat.

Seiiring waktu peta sudah disebar banyak orang yang sudah tau dan katanya sih
merasakan manfaat dari peta tersebut, disitulah puncak kebahagiaan kami. Dan tidak jarang
kami iseng bertanya kepada salah satu warga.
Bu, ibu sudah mendengar tentang atau mengikuti sosialisasi program peta desa
Pandanwangi belum? Tanyaku
Oh yang ini dek?(Sembari menunjukan peta) Ibu sudah make dari dulu dek
bermanfaat banget. Kebetulan ibu pindahan dari desa sebelah dek, ikut suami hehe
Sama bu, saya juga pindahan dari desa sebelah Kataku
Oh adek pake juga kan? Katanya polos
Aku dan Agus menahan tawa.

Mas Mas! Suara ibu membuyarkan lamunanku


Ternyata kamu di gubuk sini toh mas, ayo ke rumah dulu, sarapan
Inggih, bu Jawabku singkat.
Ternyata cukup lama aku melamun dan mengenang saat awal awal aku pindah kesini, tak
terasa sekarang saatnya untuk sarapan.
Kuhabiskan teh yang telah dingin dan aku bergegas pulang.

Anda mungkin juga menyukai