Tujuh hari sebelum aku mendengar sahabatku akan pindah jauh disana.
Selepas makan siang, aku langsung kembali beranjak ketempat aku
bermain dengan sahabatku.
“Tadi aku makan siang dulu.” jawabku sambil menahan perut yang
penuh dengan makan siang.
“Ah ya sudah, ayo kita lanjutkan saja mainnya.” sahut Mei. Tidak lama
saat aku & Mei sedang asyik bermain congklak, Izam adiknya Mei
datang menghampiri kami berdua.
“Ya udah kak, ayo disuruh pulang sama ibu buat makan siang dulu.”
Ajak Izam ke Mei
“Iya deh.. ehm.. Nis, aku pulang dulu ya aku mau makan siang.” Ujar
Mei
“Eh, iya deh aku juga mau pulang kalau gitu,” sahutku tak mau kalah.
“Sudahlah daripada aku memikirkan yang belum pasti lebih baik aku
mendengarkan musik saja” Ujarku kembali sambil beranjak mengambil
handphone dan membuka youtube musik
Tak lama kemudian aku mendengar sebuah pembicaraan, yang aku tau
suaranya sudah tak asing lagi bagiku yaitu orang tuaku & orang tua Mei
sahabatku.
“Ya sudah, tadi orang tuanya Mei bilang kalau mereka ingin pindah
dalam waktu dekat ini hanya tinggal menunggu surat perintah tugas
ayahnya Mei keluar dari kantornya ”
“Hm.. Sudahlah tak usah dibahas dulu.. Sana tidur siang dulu biar nanti
malam bisa mengerjakan PR.” ujar ibu sembari mengelus elus pundakku
“iya…” jawabku singkat.
Esoknya tepat dihari Minggu, matahari pagi menyambutku. Suara ayam
berkokok dan jam beker menjadi satu.
Tetapi, aku tetap saja masih ingin ditempat tidur. Sampai sampai ibuku
memaksaku untuk tidak bermalas malasan.
“Nisa, ayoo bangun.. perempuan gak baik bangun kesiangan” ujar ibu
sambil melipat selimutku.
“Itu Mei ngajak kamu main.. ayoo bangun!!” Ujar ibu kembali sambil
mengeleng gelengkan kepala.
“Oh oke oke…” Sahutku semangat karena ingat bahwa Mei akan pindah
sebentar lagi.
Lalu, aku langsung beranjak dan segera lari keluar kamar tidur untuk
mandi & sarapan. Setelah itu Mei tiba-tiba menghampiri rumahku
“Nisa nya lagi sarapan, sebentar ya tunggu dulu aja. Sini masuk.” jawab
ibuku.
“Yee, ngagetin saja kamu ini. Aku laper tau.” Sahutku sambil
melanjutkan sarapan.
“Kok gak bagi-bagi aku sih” Tanya Mei sambil tersenyum tipis
melihatkan lesung pipi nya.
“Kamu mau, nih aku ambilin ya” Jawabku sambil mengambil piring.
“Hahaha.. tidak, aku sudah makan, kau saja sana gendut” sahut Mei
sambil tertawa terbahak-bahak.
“Aduh, sebentar dong. Perutku penuh sekali ini” sahutku lemas karena
kebanyakan makan.
“Ya sudah ya sudah.. ayoo mau main apa?” Ajakku masih malas.
Waktu seakan cepat berlalu, langkah kaki kini tak lagi sama. Aku selalu
bingung dan selalu ingin bertanya pada tuhan. Apa arti dari sebuah
persahabatan yang indah dan abadi? Adakah sahabat sejati itu? “hai
nis?” sebuah suara memecahkan lamunanku. Pemilik suara itu adalah,
milik sahabatku Mei.
Ya, aku tau sebab mengapa dia bertanya seperti itu. Dia datang karena
dia sedang melihatku bingung dan dia ingin menghiburku.
Tuhan adakah sahabat sejati itu? “aku berharap hari ini aku dapat
menemukan dia.. Dia sahabat sejatiku. Bukan dia yang sudah lama di
sampingku namun pergi meninggalkanku seorang diri
Walau singkat pertemuan, tapi aku ingin selamanya dia ada dalam
setiap tangisan, tawa, duka, suka yang akan menghiasi hari hariku.
Tuhan aku mohon..” gumamku dalam langkah yang tak lagi sama
“aku berangkatnya cuma segini, kok.. Nisa gak usah takut, kita kan
punya janji sahabat hari ini esok dan selamanya” jawab Mei sambil
menunjukan 7 jarinya, entah itu tujuh hari, tujuh bulan atau bahkan tujuh
tahun. Karena saat itu wajah wajah polos masih terpasang dalam
wajahku dan Mei sahabat kecilku. Diam, hening, haru kini terpadu dalam
sanubariku ketika aku berhadapan kembali dengan sahabat kecilku Mei.
Ya, sekarang aku tau jawabannya, tujuh tahun dia pergi
meninggalkanku.