Anda di halaman 1dari 37

Fanfiction

About Enhypen
He is Younger than ME
Main cast:
1. Kim Jinwoo
2. Nishimura Riki
3. Nakamoto Yuta
4. Choi Yeonjun
5. Kim Suno

Dia tumbuh tidak wajar


Bagaimana bisa dia jauh lebih tinggi dari pada aku?
***

Pagi hari itu, aku dibangun kan dengan tidak etis oleh ibuku. Bagaimana tidak umumnya
seoran ibu akan menepuk-nepuk bagian tubuh putrinya dengan lembut atau membuka tirai
sehingga mentari bisa masuk ke dalam dan membangunkan si putri tidur dengan sendirinya.
Namun kali ini, ibu malah memasukkan kunyit kedalam mulutku, sehingga ketika tidak sengaja
aku gigit rasanya benar-benar membuatku muntah.
Untungnya aku masih sangat sadar ketika ingin memuntahkan benda itu di kamarku,
makanya aku langsung keluar kamar dan berlari ke toilet. Benar-benar kunyit membuat lidahku
kelu, dengan buru-buru aku keluar dari kamar mandi dan menemukan ibu yang menghela napas
berat, dan anak laki-laki sahabat adikku. Nishimura Riki atau yang biasa disapa Niki. Setauku
dia berasal dari Jepang, dia di Korea tinggal seorang diri. Rumahnya tidak jauh dari sini. Jujur
saja aku pernah beberapakali ke rumahnya seperti saat menjemput Suno. Niki adalah teman
Suno saat duduk di sekolah menengah pertama, tepatnya saat kami pindah ke Seoul dan Suno
menjadi siswa baru, awalnya baik aku dan ibu tampak sangat khawatir, apalagi Suno tipe anak
yang lemah dan mudah ditindas apalagi dia pernah hampir 2 tahun berada di Rumah Sakit.
Namun setelah beberapa minggu bersekolah dan dia membawa anak lelaki ini ke rumah. Ibu
memberikan seluruh perhatiannya pada Niki agar supaya Niki bisa menjaga putra
kesayangannya. Jika diingat lagi ke hari itu- Niki memiliki wajah seperti brandalan dengan
rambut pirang agak panjang disatu sisi dan wajah menyebalkan. Namun ketika berhadapan
dengan ibu dia seperti anak laki-laki yang sangat bisa di andalkan.
Namun sekarang melihatnya berdiri disisi meja makan dan menatapku membuatku
menghela napas berat. Sejak kapan dia mengubah penampilannya? Apa karena dia sudah anak
SMA sekarang sehingga penampilan adalah nomor satu?
“Nuna kau merusak mata sahabatku” decak Suno begitu melewatiku dan duduk di sisi
Niki. Keduanya tampak mengobrol sebentar lalu menikmati sarapannya.
“Merusak apa? Kenapa aku merusak mata sahabatmu? Tanyaku nyolot lalu duduk di
depan mereka. Karena lidah ku pahit aku menghabiskan segelas susu dalam sekali minum.
“Pakaian nuna sudah robek tau ini” katanya menunjuk bahunya sendiri membuat ku
refleks melirik bahu ku sendiri. Memang robek, tapi kenapa? Itu tidak akan jadi masalah kecuali
aku memakainya ke kampus baru. “Seksi kan? Bahkan nuna berencana membuat bahu satunya
seperti ini.”
“Nuna sudah gila”
“Ihh apa sih, lagian ya Nuna pake ini di rumah bukan di kampus. Memang aku harus
malu sama siapa?”
Plak!
Aku menatap ibu yang datang datang lalu menabok kepalaku. Memang tidak sakit namun
aku merasa ini tidak adil. Apa aku melakukan kesalahan.
“Kamu pernah melayani tamu arisan mama dengan baju itu, kesannya mama ga punya
duit buat belikan kamu baju baru”
“Memang kita ga punya duit kan?” tanyaku yang membuatku dapat pelototan tajam dari
ibu. “Setidaknya kamu malu sama nak Riki”
Dan entah kenapa aku tidak bisa menahan tawaku, maksudku kenapa aku harus malu?
Maksudku dimana korelasinya antara bajuku yang seperti ini dengan bocah 16 tahun itu? “Nik
kamu merasa tidak suka gak kalau aku pakai baju seperti ini?”
Dan laki-laki itu hanya tersenyum canggung.
“Mending nuna buang baju itu.. itu baju nuna sejak smp kan. Sadar nuna itu sudah
mahasiswa. Jangan sampai nuna ga dapat jodoh karena ga modis”
“Itu mah tipe kamu, aku hidup bukan untuk harus sesuai dengan tipe kamu. Lagipula
ngaca dong. Modis itu kayak Niki, kaos hitam dan seragam yang ga dikancing. Lah kamu apaan
dasar culun, ga musim panas ga musim dingin pake sweater terus.”
“Ini trend ya”
Aku mencibir, “Intinya meskipun nuna ga modis ada loh di dunia ini yang menerima
nuna apa adanya.”
“Ngayal aja terus”
Dan ingin rasanya aku menendang seseorang.
“aku selesai” kata Suno.
“Terima kasih makanannya bibi” ujar Niki yang membuat ibu tersenyum bak malaikat
lalu berlalu menuju putra kesayangannya. “Dasar anak dan ibu” decakku.
“Nuna” panggilan Niki membuatku atensi ku sepenuhnya padanya.
“Mwo?”
Niki tertawa lalu menunjuk giginya sendiri. “Kiiro” Ya jujur saja, dia sedang
menertawakan gigiku yang kuning gara gara kunyit itu. Saat pertama kali bertemu, dia tak terlalu
menguasai bahasa korea- sehingga dia seringkali bercoloteh menggunakan bahasanya. Ketika dia
mengjekku menggunakan bahasa jepang- aku perlahan- lahan belaar bahasa jepang. Meskipun
masih pada tahap basic setidaknya aku tidak akan tersesat jika berada di jepang. Ahhh jujur saja
anak itu bahkan masih tampan saat bertingkah menyebalkan. Aku tak percaya Niki semakin hari
semakin keren. Suno bahkan tidak berubah sedikit pun.
Aku berdecak lalu mendapati ibu yang sedang menatapku tajam, “Anak perempuan
bangungnya kok kesiangan terus”
“Dearr Eomma, Jinwoo kan ga ada kelas pagi makanya ga ada niat mau bangun pagi.”
“Tertutup rezeki dan jodohmu kalau begitu”
“Eomma itu hoax, lagipula jinwo kan tadi malam begadang buat thesis. Jadi maklum
kalau jam 8 Jinwo belum bangung.”
“Aduh pusing mama, kenapa sih putri mama satu satunya ini berbeda dengan anak
tetangga? Yang kalau pagi- sudah di lihat joging depan rumah.”
“Formalitas doang itu mah padahal kan cuman pengen upload di instagram”
“Kamu mau eomma daftarkan di Gym anaknya sahabat eomma”
“Maless”
“Ah untung kamu masih 21, eomma masih bisa menunggu 3 atau 5 tahun lagi”
Aku tersenyum lebar, “ya untung saja masih 21 tahun ya ma”
Ibu hanya bisa menggeleng-geleng dan berjalan menuju dapur.

“Ma Jinwo berangkat, Yeonjun udah ada di bawah katanya” teriakku-


Namun aku melihat ibu berjalan buru-buru dari kamar Suno, “adapa sih ma?”
“Obat adikmu, dia lupa. Mama minta tolong”
Aku berdecak, “Obat sepenting ini dia lupa bawa? Kenapa sih ceroboh sekali anak itu
benar-benar. Mau sakit lagi ya dia- atau mau pingsang”
Plakk!
Aku menatap ibu terluka, yang dibalas dengan tajam. “jangan mendoakan adikmu
macam-macam”
“yang mendoakan siapa sih mah”
“Intinya cepat sana bawa, sebentar lagi jam istirahat”
“Ckk”
“apA Kim Jinwoo kamu ga ikhlas?”
Aku menatap mama ingin menangis, “siapaa yang ga ikhlass. Mahh Jinwo berangkat.
Chalga” kataku lalu berlalu keluar dari rumah, aku menuruni tangga dan ketika membuka pagar
aku sudah menemukan laki laki itu dengan jaket hitamnya dan duduk diatas motor besarnya.
“sok keren deh” decakku.
“bukan sok lagi, tapi memang keren” katanya memuji dirinya sendiri. Dia sahabatku-
Choi Yeonjun, dia temanku dari kecil- satu daerah dengan ku sebelum aku pindah ke Seoul.
Kami di jurusan yang sama dan angkatan yang sama, and fyi aku hampir lupa padanya jika dia
tidak bilang Mi instant di perpustakaan. Kami memang suka ke perpustakaan dan makan mie
instan disana dan nantinya kami akan ditegur oleh pengawass perpus dan kami akan
bersembunyi di bawa meja atau di belakang lemari.
Itu kami lakukan karena di daerah tempat kami tinggal anak-anak seumuran kami tidak
terlalu banyak. Mungkin hanya aku- Yeonjun dan satu anak perempuan yang katanya sekarang
berkuliah di luar negeri. Makanya kami selalu membuat onar di dalam perpustakaan- karena
pengawasnya akan mencari kami. Dan kami akan bersembunyi. Itu seperti permainan petak
umpet yang paling menegangkan. Meskipun pada akhinya kami akan dimarahi. Tapi ingatan itu
sudah lama berakhir,
“Kita ke SMA adik gue ya dulu?” kataku dan naik duduk di jok motornya.
“Buat apa?”
“Vitamin untuk Suno”
“Oh okey meluncur” katanya sebelum dia menjalankan motornya dengan kecepatan yang
luar biasa di jalanan yang untungnya tidak macet.
“Lo nelpon siapa sih?” Tanya Yeonjun. Mereka berhenti didepan pagar. Karena satpan
tidak membukakan kami pintu- yaa salah mereka yang tidak mau memanggil si satpan yang
seolah tak mau melihat kami.
“Niki”
“Oh teman adik kamu?”
“Iya”
“kenapa bukan Suno?”
“Tadi dijalan kutlpn tapi ga diangkat”
“Lagi kelas mung-“ Yeonjun tak melanjutkan ucapannya ketika Niki menerima
panggilanku, suaranya berat dan lembut.
“Nik kamu lagi dimana?”
“Kelas”
“Oh Suno dimana?”
“di depan kelas mengerjakan soal”
“Tunggu apa disitu masih ada guru?”
“Ya, kenapa nuna bertanya?”
“Astaga matikan telponnya dan izin ke toilet. Nuna ada di depan gerbang. Suno lupa
bawa obatnya”
Dan Niki mematikan panggilannya.
Aku menghela napas berat, “Anak itu bawa hp ke dalam kelas, bahaya jika gurunya tau..
apalagi itu kelas Bang Si Hyuk ssemm bisa di hukum dia.”
“Gurunya pasti tidak memperhatikannya-“
“Iya kan dari nada suaranya dia terdengar biasa saja”
Dan lelaki itu mengangguk.
Tak beberapa menit kemudian, Niki muncul berjalan kearah kami dengan seragam yang
sudah dikacingnya menyisahkan empat teratas memperlihatkan kaos hitamnya. Rambut hitamnya
tampak cocok dengan wajahnya. Dan tunggu bagaimana bisa dia bercahaya maksudku dibawah
sinar matahari. Dia sangat tampan.
Anak ini benar-benar di manjakan oleh takdir.
Ketika aku duduk di bangku sma hampir wajahku penuh dengan jerawat dan berminyak.
Katanya itu karena aku masuk masa-masa pubertas, nanti akan hilang sendirinya jaga pola hidup
sehat saja. Namun dia ini tidak mengalami hal demikian.
“Ini obatnya.” Kataku memberikan paperbag kecil itu pada Niki. “Kukira kalian sudah
istirahat”
“Yah Bang Sseaem mengambil 5 menit istirahat kami”
“Ohh. Okedeh, pastikan Suno meminum obatnya”
Niki mengangguk, “Nuna tidak mau masuk?” tanya Niki aku tertawa
“buat apa?”
“Lunch”
“Kalian saja, aku buru-buru ke kampus.” Kataku tersenyum manis.
Tapi entah siapa yang Niki panggil. “Hey’ membuatku ikut menengok
Yeonjun menatap Niki lalu menunjuk dirinya sendiri. “memanggil saya?”
Niki tak mengangguk dia hanya mengucapkan, “Jangan balap, saya akan memukulmu
jika dia tidak terluka”
HAHAHAHA
Aku terkekeh, dan menyuruh Yeonjun untuk naik di motornya. Laalu menatap Niki.
“Masuklah, ajak adikku makan bersama”
Lalu berjalan kearah Yeonjun, “Dia bisa dibilang adik keduaku hahaha, entah kenapa hari
ini suka sekali melakukan dialog dialog drama. Aku yakin dia sedang menjalani masa traine di
perusahaan artis hahaha” tuturku dan naik di motornya. Untuk meminimalkan resiko kecelakaan
aku berpegangan di pinggangnya.
“Dia mengintimidasi” komentarnya sebelum menjalankan motornya meninggalkan area
sekolah.

Aku tidak tahu menjelaskan bagaimana bisa di dunia ini ada banyak lelaki tampan dan
sayangnya aku hanya bisa melihat mereka tanpa bisa masuk kedunianya. Maksudku seperti pria
didepanku, dosen muda yang sangat di gilai oleh satu kampus.
Dia dosen dari Jepang yang dan mengajar hubungan Internasional, semua mahasiswa dan
dosen wanita sangat mengaguminya tentunya termasuk aku. Tapi dia seorang yang dingin
sehingga sangat sulit berbicara dengannya di luar topik kuliah. Dan sayangnya dia juga bukan
orang yang ramah jika di tanyai misalnya ingin mengobrol tentang topik yang tidak di pahami.
Dia akan menjawab “Saya kira ini sudah saya jelaskan dengan sangat baik, apa kamu ketiduran
di kelas saya?”
Atau dia akan menjawab, “saya akan memberikan kalian latihan soal tentang ini- jadi
tidak hanya mengingatnya kalian bisa lebih memahami apa maksudnya” Dan kami akan
mengumpat satu orang itu, karena sudah menambah beban pekerjaan kami.
“Ngapain lo senyum senyum begitu, angker Jinwoo”
“Just thinking kalau hari ini warna bajuku sama dengan baju profesor” ucapku yang
dihadiahi decakan.
“Ngayal aja teross”
Aku menghadiai senyuman lalu kepergian profesor membuatku menghela napas lelah,
“hari ini aku udah ga ada kelas lagi, lo gimana?”
“Sama, hanya saja hari ini gue mau ke suatu tempat. Tapi tentunya setelah gue antar lo
balik”
Aku menggeleng, “Gue juga mau ke suatu tempat tau, lo duluan aja”
“Masa? Memangnya lo mau kemana?”
“Lo mau kemana memang?”
Dia terdiam membuatku tertawa. “kita punya tempat yang ingin dituju.. cuman itu sama
sama rahasia ya kan”
Yeonjun berdecak saja. “sejujurnya gue bisa kasih tau, tapi takut reaksi loh aneh”
Aku terkekeh dan menyuruhnya duluan. Kami berpisah di depan jurusan. Dia menuju ke
parkiran sedang aku berjalan ke depan café depan kampus.
Disana ada sandwich yang sangat enak aku membeli dua untuk di bawa pergi, lalu ke
toko bunga. Aku membeli mawar putih- meskipun tidak terlalu tau artinya, tapi ayah sangat-
sangat suka dengan bunga itu. Bunga yang sama yang di berikan ayah kepada ibu. Dan bunga
yang sama yang ayah berikan saat aku lulus di sekolah dasar.
Hari ini adalah hari ayah, dan seperti tahun yang lalu aku juga akan merayakannya
bersama ayah. Ketika hari ayah sedunia tiba- aku akan menjenguknya. Namun ketika hari
kematiannya datang, aku akan mengurung diri. Sejujurnya kami masih berduka, meskipun
berapa tahun telah terlewati namun rasa kehilangan sampai sekarang masih saja sangat terasa.
Tahun 2017 mungkin saja adalah tahun terburuk bagi kami, itu adalah tahun air mata.
Satu tahun setelah kepindahan kami ke Seoul, Suno kembali masuk ke rumah sakit dengan gejala
yang sangat parah hingga perlu di operasi- beberapa bulan kemudian ayah sakit parah hingga aku
ingat hari itu ayah sampai sampai muntah darah lalu bulan berikutnya kami berkabung. Ayah
meninggalkan kami untuk selamanya. Tahun 2018 seseorang datang kerumah, katanya ayah
meninggalkan asuransi untuk kami, karena kami pindah makanya susah menemukan lokasi kami.
Ayah adalah orang sebaik-baiknya manusia di dunia ini, dia sangat mencintai keluarganya.
“appa Jinu kembali lagi, hari ini Jinu sudah semester akhir. Padahal kemarin kalau di
pikir Jinu baru masuk kuliah kan appa?”
“Keadaan Sonu akhir-akhir ini juga baik Appa, dia sudah kelas tiga dan beberapa bulan
lagi akan mengikuti tes masuk kuliah. Sonu juga punya banyak teman dan tentunya Jinu sama
eomma kenal baik sama teman-teman Sonu. Mungkin akan sangat menyenangkan kalau Sonu
sendiri yang menceritakan teman-temannya. Tapi anak itu akan sangat pendiam kalau di bawa
kesini.”
“Eomma juga keadaannya baik-baik saja, eomma juga akhir-akhir ini overproctec pada
Sonu dan suka marah marah sama Jinu. Tapi aku tahu Eomma ga benar-benar marah ko appa.
Eomma masih sering menangis Appa diam-diam saat kami sudah tertidur, Eomma takut kalau
Suno tiba-tiba sakit lagi, Eomma selalu berdoa agar Suno dan Jinu panjang umur tapi eomma
lupa mendoakan dirinya sendiri, eomma selalu mengatakan ke pada Jinu untuk menjaga Sonu,
jika eomma pergi. Bukan kah eomma aneh appa?
Appa, eomma bekerja.. Jinu tau eomma kelelahan, makanya Jinu ingin cepat-cepat
wisuda dan bekerja. Akhir-akhir ini gaji Jinu bekerja di minimarket tidak seperti biasanya karena
pandemi. Jadi ga bisa membantu banyak, Jinu juga ga bisa mengambil pekerjaan banyak-banyak
karena Jinu harus menulis thesis penelitian. Appa enggak khawatir kan, Jinu tidak tahu mau
bercerita dimana jika Jinu cerita kepada eomma- eomma akan tambah khawatir, Jinu enggak
bermasuk membuat Appa khawatir, jadi Jinu harap Appa yang tenang disana.
Oh iya Appa tau tidak bagaimana Jinu di masa depan?
Jinu benar-benar ingin jadi orng sukses supaya ibu tidak capek lagi, Jinu ingin buktikan
bahwa Jinu juga bisa jadi orang yang di butuhkan.
Aku mengangkat wajahku dan menatap nisan appa, “Appa maafkan kesalahan Jinu ya,
jika Jinu buat sesuatu yang appa tidak sukai. Oh iya Appa selamatt harii appa sedunia, kami Jinu
Sonu dan eomma sayang sama Appa” kataku dan mengusap nisannya. Aku menaruh satu
sandwich disana dan bunga.
Rasanya bebanku sedikit berkurang, berada di sini dan menceritakan segala hal
membuatku baik baik saja. Jika Appa masih ada mungkin kami tidak akan sefrustasi ini. Ibu
tidak akan bekerja dan Sonu tidak akan menyalahkan dirinya sendiri. Dan kami tidak akan
sebenci itu dengan keluarga ayah dan ibu. Yang bak orang asing ketika kami berada dalam
keterpurukan.
Aku benci setiap kali bertemu dengan mereka.

“Kamu sebenarnya menulis apa!” suaranya keras melempar paperku tepat di depanku,
lalu mengurut pangkal hidungnya pusing.
“Tulisanmu keluar dari konteks dan hanya berputar putar, tidak ada yang menarik. Dan
kamu tahu apa yang membuat saya tidak habis pikir. Kamu hanya memasukkan argumenmu
tanpa ada teori yang mendukung. Yang artinya kamu hanya memasukkan omong kosong tak
berdasar. Dengar Kim Jinwoo, saya kira sudah sangat jelas saya sampaikan hari itu, bahwa untuk
menguatkan sebuah argumen, teori pendukung adalah poin utama yang perlu kamu tambahkan
dalam tulisanmu. Dan disini kamu menulis tentang Gender Diskriminasi lantas kenapa kamu
banyak membahas mengenai sex dan gender?”
“Itu bukanka itu juga penting di masukkan kedalam tulisan saya prof?”
“Ya tapi itu bukan pembahasan utama kamu, jadi jelaskan seperlunya. Gender
diskriminasi itu yang perlu kamu jelaskan mendetail sehingga jika ditanya kamu bisa menjawab
dengan benar. Namun sayangnya tulisan kamu tentang poin ini sangat sangat singkat. Perbaiki
ini dan kembali buat janji dengan saya untuk bimbingan selanjutnya, benar-benar kamu perlu
bekrja keras.”
Aku menunduk, ‘baik prof, terima kasih atas waktunya” kataku dan pamit dari
hadapannya”
“benar benar waktu yang sulit” kataku begitu keluar dari ruangannya.
“Bagaimana aman?”
“Jangan tanya, gue dibantai didalam”
Yeonjun terkekeh, lalu berdiri. “Kita mau kemana sekarang? ke perpus untuk merevisi?”
Aku melirik jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul 4. “dia membantaiku hampir
dua jam gila” decakku menatap horor ruangan prof asal Jepang itu.
“Gue mau ke tempat karoke, mau ikut ga?”
Yeonjun terkekeh, “ada ada aja hahaha, tapi ide bagus sih”kata Yeonjun lalu berjalan
lebih dahulu.
Kami beli cemilan sebelum meuju tempat karoke, kami pergi bertiga. Dimana Choi Jiah
juga ikut. Dia kemarin punya hari buruk dimana paper untuk bab 3 nya di robek tepat di depan
matanya karena berani melakukan plagiasi. Dia bahkan berencana menenggelamkan diri dan
keluar dari kampus. Namun niatnya terkubur begitu sadar bahwa ia hanya perlu bersikap rendah
hati dan sabar, supaya cepat cepat keluar dari neraka ini.
“Kenapa memesan soju sebanyak ini?” tanya Yeonjun begitu kembali dari toilet.
Aku dan Jiah hanya terkekeh lalu bersulang, “benar-benar ingin segera bebas dari neraka
ini” kataku dan Jiah tampak sangat menyetujui.
“Aku sangat sangat ingin melemparkan thesisku yang sudah di approve ke muka prof
Jung Jaehyun. Wahh ga sabar”
Yeonjun menggeleng-geleng, “Baru minum satu botol kalian sudah mabuk, benar-benar”
kata Yeonjun lalu duduk, lelaki itu meraih remote di kursi dan mencari lagu yang ingin ia
nyanyikan.
Dan harus kalian tahu dia sangat sangat pandai menyanyi.
Ketika dia menyanyikan lagu ketiganya, ponsel Jiah berdering. Dan gadis itu cukup
mabuk untuk menyadari ponselnya berdering olehnya Yeonjun mengambilnya sebelum
mengangkatnya lelaki 22 tahun itu keluar dari ruangan karoke.
“Yeobseo, yah eommonim ini Choi Yeonjun.”
“Iya Jiah lagi ke toilet”
“astaga, saya akan mengabari Jiah baik saya akan mengantarnya” katanya dan berjalan
masuk kedalam ruangan itu kembali.
Dan lelaki itu menghela napas berat begitu melihat dua anak perempuan yang malah asik
menyanyikan lagu dengan sempoyongan.
Keduanya benar-benar sudah sangat mabuk.
“Mana ponselmu Jinwoo” tanya Yeonjun, namun gadis itu sama sekali tidak
mendengarkannya, ia memeriksa tas Jinwoo, Ketika membuka tas Jinwoo disitu tampak
peringatan.
Jika Jinwoo tidak sadar hubungi panggilan nomor satu.
Yeonjun tampak berdecak begitu melihat nya.
“Yah jangan menghubungi keluarganya, hubungi panggilan nomor satu” decaknya.
Lalu menekan angka nomor satu lama.
“Kenapa Noona?”
“Halo”
“dimana Kim Jinwoo?”Tanya nya dingin, Yeonjun tampak berdecak pada lelaki itu
tadnya bernada lembut sebelum mendengar suaranya
“Di Karoke SS dekat Café Biscoio”
Dan panggilan di putuskan secara sepihak.
Disaster
And then there were none
Disaster Season

Main Cast:
1. Rei
2. Niki
3. Heesung
01. Disaster 1: Negara yang Maju
02. Disaster 2: Teman kecilku
03. Disaster 3: Cinta Pertama
04. Disaster 4: Persaingan
05. Disaster 5: Awal
06. Disaster 6: And Then There WERE None
Cast

 Rei Na (kelas II)


Gadis 16 tahun sahabat kecil Daze, manja dan pengertian. Meskipun penakut dia
bisa melakukan apapun untuk membantu temannya. Reina punya satu kakak
perempuan yang usianya 5 tahun diatasnya. Dia juga memiliki orangtua yang
lengkap dan harmonis. Rei Na termasuk anak yang cengen dan tidak mudah
melupakan seseorang.

 Daze (kelas II)


Daze adalah siswa pindahan, dia anak yang baik dan positive namun disatu
kesempatan dia akan tampak misterius. Dia termasuk siswa yang cerdas dan
kepindahannya ke DHS menggeser peringkat Mahesa. Daze butuh waktu untuk
mengingat siapa Rei Na, Daze adalah orang yang paling sangat dibutuhkan dalam
tim- dan ia bersahabat baik dengan Sean.

 Jade (Anak kelas III)


Jade adalah anak dari seorang jendral polisi, masa kecilnya jauh lebih indah hingga
ketika ayahnya dinyatakan diasingkan karena sebuah kesalahan dan semua asetnya
di sita oleh negara. Semuanya menjadi lebih sulit ketika ibunya meninggalkannya
dengan sebuah surat untuk Jade tetap bertahan hidup meskipun tanpanya. Karena
masalalunya Jade tumbuh menjadi seorang yang kuat secara personalities, tidak
takut apapun, ada amarah yang ditahannya. Namun meskipun begitu- dalam tim dia
seorang yang paling mudah diandalkan. Perkembangan karakternya paling berbeda.
Jade

 Ru Ji (kelas III)
Seorang gadis yang memiliki karakter kuat, hampir seperti Jade Ru Ji di kenal tanpa
takut. Dia seorang yang paling mudah mempelajari sesuatu. Dia tidak suka
berdaptasi, bagi orang asing Ru Ji akan sangat menakutkan dan sangat susah untuk
diajak berteman, namun bagi orang yang sudah bersamanya- Ru Ji adalah seorang
gadis yang hangat dan receh. Dia paling pendiam namun dalam tim wanita dia
pelindung yang sejati. Dia jago menggunakan komputer, dan memiliki masalah pada
ingatan di masalalu.

 Hee Sa (kelas III)


Seseorang yang selalu di tuntut perfeksionis oleh keluarganya, seorang yang cerdas
dan tenang yang sayang nya memiliki masalah pada psikisnya. Dia paling dewasa
dalam tim dan menjadi penyusung strategi yang luarbiasa.
 Ju An (kelas I)
Juan hanyalah orang yang akan melakukan sesuatu dengan sebaik yang ia bisa
lakukan, seseorang yang paling manusiawi dan tak akan mudah terpengaruh dengan
apapun. Ju An seorang pemikir dan benci keributan, tak jarang dia melakukan
sesuatu tiba-tiba tanpa diketahui oleh siapapun. Dia seseorang yang tak akan takut
mati, namun sangat senang jika bisa selamat dari bahaya. Ju An hampir tidak
memiliki musuh.

 Liz (kelas II)


Sahabat Rei, gadis 16 tahun yang mudah sekali overthingking. Liz penyayang dan
bercita-cita menjadi seorang dokter. Liz payah dalam memegang senjata dan tidak
tegaan namun memiliki pengetahuan besar tentang ilmu kedokteran.

 Se an (kelas II)
Se an jago merakit sesuatu, meskipun payah dalam menembak dan memiliki sistem
kekebalan tubuh yang lemah. Sean dapat diandalkan dalam tim. Dia berteman
dengan Daze, dan kenal baik dengan Liz.

 Karin A (kelas III)


Karin A, adalah anak dari sosialita kaya raya. Dalam Tim dia merupakan gadis Bar
bar yang suka mengambil langkah seenaknya, yang sayangnya menjadi penyumbang
ide terbaik. Dia tidak suka di tolak sehingga jarang membicarakan idenya pada
banyak orang, dia tidak suka dengan timnya. Dan berprinsip bahwa ia harus di
priotiskan dari pada siapapun. Karin menyukai Daze dan membenci Rei Na.

 Nishimura (kelas I)
Siswa Jepang, di DHS dia bergabung dengan klub yang paling bergensi di DHS.
Meskipun Klub yang dianggap paling semena-mena kepada siswa DHS dan paling
ingin di bubarkan, namun Nishi tetap menjadi seorang yang paling rendah hati.
Dalam tim Nishi suka menggunakan senjata, dia mungkin paling peka dan paling
berhati-hati pada lingkungan baru dan tak jarang langsung menunjukkan sikap
tidak sukanya. Sikap Nishi yang seperti ini kadang di benci oleh grup. Karin adalah
seseorang yang paling Nishi tidak sukai meskipun keduanya hampir memiliki
karakter yang sama.

 Satya (kelas III)


Satya memiliki kaki yang panjang dan wajah rupawan dia menjadi orang yang paling
di butuhkan oleh Hee ketika mewujudkan rencana-rencananya. Nishi adalah
sahabat baik Satya. Dan Tirsty adalah pacarnya.

 Tirsty (kelas II)


Tirsty mungkin adalah gadis yang sempurna, siapapun ingin menjadi sosoknya. Dia
gadis yang cantik dan dari keluarga kaya raya yang jujur. Tirsty bahkan menjadi
pasangan Satya yang merupakan siswa terpopuler di DHS. Namun meskipun begitu
Tirsty diam-diam mengagumi Ju An.
Prolog

Kami hidup di tahun 2054


Negara yang Maju

Tahun 2054, dunia jauh lebih berbeda dari sebelumnya. Teknologi berkembang dengan
sangat pesat namun perekonomian di beberapa negara merosot tajam. Bahkan ada beberapa
negara yang tidak mampu membayar hutang dan pada akhirnya bangkrut.
Televisi pagi itu menyiarkan beberapa kerusuhan yang terjadi di beberapa tempat,
kemiskinan dan banyak kota mati yang tak berpenghuni. Dan tentunya itu terjadi di negara lain-
sebuah bayangan jika masyarakat tak patuh dan pemerintah yang asal-asalan.
Indonesia negara yang tidak dapat di prediksi, masuk ke dalam list negara yang mampu
bertahan ketika negara tetangganya mengangkat bendera putih. Indonesia bahkan hampir tak
memiliki hutang dan menjadi negara yang maju dan makmur.
Namun apakah semenakjubkan itu?
Sejak 2039 saat dimana presiden muda menjabat, rumornya dia anak muda yang sangat
cerdas dengan banyak pemikiran yang luar biasa. Cara memerintahnya mungkin saja otoriter,
namun dia disegani. Pemerintahan yang adil- yang tak segan-segan membabat habis seluruh
kecurangan dan ketidak adilan, ia mengeksekusi semua orang yang brsalah-siapapun itu.
Dia berani- muncul rumor bahwa dia seorng gengster yang memiliki jutaan anak buah.
Sehingga meskipun apa yang di lakukannya. Ia tidak akan pernah takut dengan apapun.
Ketika hari pertama- dia mengganti banyak sekali Peraturan bahkan susunan kursi yang
ada. Kolusi- Korupsi- Nepotisme di berikan sanksi tegas pengasingan, sehingga tidak ada yang
berani melakukannya atau berurusan dengan hal itu.
Tidak hanya itu, beasiswa tidak di berikan kepada sembarangan orang. Sehingga di masa
ini- orang-orang tampak sangat serius. Karena jika mereka tak memiliki apa-apa, anak yang
cerdas akan benar-benar membantu perekonomian mereka. Namun meskipun begitu setiap
orangtua hanya bisa membesarkan dua anak, karena pajak per anak yang sangat tinggi.
Chapter I- Daze and Rei Na

“Aku suka membaca buku..” Sahut Reina


“Oh buku apa? Spill dong seorang Rei membaca buku, pasti buku yang menarik nih”
“ Bahasa indonesia kan? Atau itu buku Sastraa apa ya judulnya lupa-“
Rei terkekeh, “Ini buku milik nenek aku, dulu dia seorang penulis novel genre romsad.”
“Ha? Novel? Bukankah buku semacam itu sudah di larang ya sekarang?”
Rei tersenyum, “Tau ga mengapa di larang?”
Gadis berambut kuning terang itu menghela napas berat, “kata bunda ku, buku semacam
itu tidak mendidik, dan buang buang waktu doang”
“Bunda Liz benar, bayangin aja kita baca buku se tebal 300 an. Itu buang buang waktu tau
ga. Lagipula engga ada gunanya.”
“Ada gunanya Pelangi, kamu ga tau aja. Pantesan kamu masih jombol sampai sekarang”
Pelangi tersenyum miring, “memang Rein udah ada pacar kah?”
“Pacar memang belum ada tapi kalau Rein ketemu sama orang yang Rein suka pasti akan
Rein terapkan bacaan Rein sama dia. Sayangnya Rein belum ada tertarik sama cowok”
“Sayangnya belum ya?” goda Pelangi membuat Rein dan Liz terkekeh.
“Memang apa yang kamu pelajari dari buku nenekmu?”
“Gini aku bisikin”
“Cinta itu ketika jantung berdebar keras ketika bersama dengan lawan jenis, terus ketika
tak sengaja bersentuhan tiba-tiba panas dingin, terus kita selalu mikirin dia terus. Lalu dari
bacaan yang Rein baca kan pemeran utamanya mati sebelum mengungkapkan perasaannya,
makanya kalau kita suka sama seseorang ungkapin aja.”
‘Ihhh malu tau apaan kita kan cewe”
“Ihh daripada kita kehilangan moment, cowo ga akan peka atau ngelirik kita kalau kita ga
memperkenalkan diri sama dia dengan cara membuatnya tertarik.”
Liz menyela, “Kalau dia tiba-tiba menghindar kan malu”
“Ya artinya lupain, cari orang lain”
“Ah rumit”
Rein menghela napas panjang, “makanya pahami perasaannya baru tembak. Laki laki itu
juga gensian orangnya, makanya tembak aja”
“Terus kalau di terima bagaimana?” tanya Pelangi menyela.
“Kalian resmi pacaran”
“Iya dalam buku kalau pacaran itu kek gimana?”
“Ya romantis romantis an lah, kek belajar sama-sama, terus ngobrol bareng, pokoknya kek
Daniel dan Gea.”
“aihh ga seruu ah, mereka kan sering berantem ga suka”
Rein lagi lagi berbicaraa, “Tapi ada novel yang aku baca dan ini rahasiaa” kata Rein
membuat kedua temannya itu sama-sama penasaran.
“Ini dia” kata Rein mengeluarkan kertas fotokopian.
“Apa ini, Cara belajar fokus berjam-jam?” bacanya membaca cover.
Rein terkekeh “Pokoknya jangan sampai di baca guru okey”
“Anastasia Steele ini cerita negara lain ya?” tanya Liz.
Rein terkekeh, “pokoknya baca aja”
Rei Na, mungkin saja bukan seseorang yang cerdas yang mendapatkan beasiswa. Dia dua
bersaudara dan kakaknya sudah jauh lebih cerdas untuk membiayai keluarganya. Makanya Rei
menjadi anak yang paling bebas seperti anak orang kaya lainnya. Dia suka membaca, novel. Dia
paling menghargai hubungan. Misalnya ketika siswa- siswi populer nomor satu pacaran, dia
tidak semenyedihkan anak-anak yang menjudge bahwa di masa ini lelaki yang tampan hanya
memilih gadis yang cantik, dan begitupun sebaliknya. Rein tidak begitu, selama ini dia sudah
belajar banyak dari buku yang dibacanya dan film-film luar negeri yang sangat-sangat berbeda
dengan tontonan dalam negeri yang membosankan.
Rei Na memiliki lingkaran hitam di bawah matanya banyak yang menduganya adalah
siswa yang suka belajar, namun kedua temannya paham bahwa itu hasil yang didapatkannya dari
begadang karena maraton film dan membaca buku. Terkadang Rei Na akan datang ke sekolah
dengan wajah yang sembab karena menangis semalaman karena menonton atau membaca.
“Sudah tau cengen masih aja bantah, mending belajar.” Nasihat teman-temannya.
Rei Na memang ingin pacaran namun sampai hari ini dia juga belum menemukan pasangan
yang tepat. Hingga tatapannya bertemu dengan laki laki itu, duduk bersama Sean di sudut kantin.
“Heyy kok diam?” tanya Pelangi membuat Rei Na menatap sahabatnya itu.
“Dia Daze, sahabat kecil aku.. tapi masa sia dia ga kenal aku?”
Pelangi mengernyit, ‘Daze?”
“Daze di samping Se an’
Pelangi memang tidak sekelas dengan dua sahabatnya itu, itu mengapa dia tidak kenal
dengan Daze apalagi Daze adalah siswa pindahan yang baru saja pindah dua minggu yang lalu.
“Oh orang itu, mungkin wajah mu berubah kali. Oplass ya?”
“Enak aja.. dari dulu muka ku kayak gini kecuali poni ini.”
“Oh kemarin kamu ga ada poni?”
“Bukan.. poni Rein dulu sebatas ini” kata Rei Na menunjuk dua senti diatas alisnya.
“Jiakk pantesan dia ga kenal”
‘sembarangan”

“Seriuss, kalau mau dia ingat kamu, ya perlu begitu. Benar kan Liz” tanya Pelangi.
Namun tamak Liz tak mendengarkan, gadis itu serius membaca kertas itu.
“Liz lagi apa sih?” tanya Pelangi.
“Oh baca.. astagaa ini bahaya banget. Buku orang dewasa. Merinding aku tuh” seru Liz
lalu menutup bacaannya. Rei Na terkekeh.
“Jadi Rein mau terapin bacaan ini ke siswa pindahan itu?”
“Ihh jangan sembarangan kamu”
‘Siapa tau”
“Dia sahabat aku, aku ga mungkin kayak gitu sama dia.”
“Halah bullshit, ayo kita kesana” kata Pelangi membawa kertas itu berjalan kemeja Sean
dan Daze.
“Hi.. aku Pelangi teman dua orang disan- ah” Pelangi tersenyum miring begitu tidak
menemukan Rein dan Liz lagi di sana. “teman Rei Na dan Liz”
“Oh kenapa?” tanya Sean..
“Ga ada sih cuman menyapa, lagi makan apa?” tanya Pelangi basa basi.
“Roti?” ujar Sean.
“Wah itu juga kesukaanku, have fun ya aku pergi dulu” katanya lalu berjalan pergi.
“Hey buku” kata Sean membuat Pelangi menggeleng.
“Bukunya Rein, kalian sekelas jadi tolong berikan padanya.” Katanya membuat Sean
mengangguk. Ia sempat membaca halaman depannya.
“Cara belajar fokus berjam-jam” bacanya.. ‘halah paling omong kosong” katanya lalu
menaruh kertas itu di meja.
Daze tertarik dengan judulnya dan membuka halaman perhalamannya sembari meminum
jusnya.
Hingga ketika ia membuka buku itu asal dan membacanya ia tersedak minumannya sendiri.
Se an kaget disampingnya, “kenapa bang?”
“tersedak”
“eh kertasnya basah” panik Sean, “kita bisa di bantai habis sama Rei” Sean akan meraih
kertas itu namun Daze menahannya.
“Aku… yang bertanggung jawab” katanya membuat Se an mengangguk.
“Kalau Rei marah diam saja, tapi dia jarang marah sih. Intinya kalau dia nangis belikan
saja apa yang dia mau. Dia gampang nangis tapi mudah di suap” katanya. Sean memang tidak
terlalu dekat dengan Rei Na namun ia tahu mengenai gadis itu dari Liz yang selalu bercerita.
Anggaplah dia dan Liz adalah teman dekat dan rumah mereka berseblahan.
Daze menatap kertas fotokopian itu sekali lagi dengan tatapan horor. “Dia cari mati”
gumannya
“Kenapa bang?”
“Apa?”
Sean mnggeleng, “kukira apa”
Daze menggeleng, lalu membalik kertas itu.
“Ngomong ngomong ya bang, Rei pernah bilang kalau dia kenal sama kamu. Berarti
sebelum kamu di Aussy, pernah tinggal di sini dong?”
“Tidak tau..”
“Lah?”
“Aku tidak punya ingatan spesifik tentang masa kecil ku. Dia mungkin pernah bertemu
dengan ku saat aku telah melakukan terapi”
“Terapi?”
“Aku malas menjelaskan Se An”
“Yayaya, sebentar lagi bel. Sebaiknya kita habisi makanan kita” kata Se an lalu benar-
benar tidak berbicara setelah itu. Ini berita yang mengejutkan, tentang Daze yang pergi ke
psikiater dan menghilangkan ingatan masa kecilnya. Itu pasti ingatannya yang sangat kelam
sehingga dokter sampai harus menyarankan metode itu.
Dan ia tidak tidak bocor pada Liz jika gadis itu kembali menyinggung tentang Rei dan
Daze di depannya.
Rei Na hampir menjatuhkan rahangnya begitu Se an dan Daze masuk ke dalam kelas,
paling tepatnya Daze yang memegang kertas fotokopiannya. “Bisa bahaya Liz kalau dia baca
ituu” bisik Rei pada Liz, Liz yang melihatnya hanya bisa ketar ketir.
“Lizz suruh Sean ambilkan itu” kata Rei membuat Liz tampak ciut.
“Aku tidak mau Reinn, jika Se An tau aku baca buku seperti itu. Aku bisa mati di omelin
sama dia” ujar Liz menggeleng keras. “Kamu saja, lagipula tinggal ambil kan. Meskipun begitu
dia juga ga tau kamu temannya kan?”
Rei Na merengek, “semoga aja dia ga tau buku apa yang dia pegang itu. Aku harus
mengamankan buku itu” kata Rei Na yang di semangati oleh Liz.
Ketika Rei Na akan mendekat tiba-tiba Daze berjalan menjauh membawa kertas itu,
“Apaan”
“Se An! Daze kemana?”
Se an yang terkejut dengan kedatangan Rei Na yang tiba-tiba, lelaki itu berdecak. “Mana
kutahu, ke ruang guru kali”
“Kenapa keruang guru?”
“Mana kutahu Rei Na”
“Maksud ku kenapa harus membawa buku itu?”
“Buku? Oh kertas fotokopian yang dibawah teman kamu itu. Pelang-“
“tamat riwayatku’ kata Rei Na lalu berlari mengejar Daze, lelaki itu tidak mungkin tahu
kertas apa itu. Jika dia mengadukan itu kepada guru maka ia sudah pasti di skorsing dan poinnya
yang tidak seberapa akan di kurangi. Sial.. dia ingin menangis, hingga ditikungan itu ia tampa
sengaja hampir bertabrakan dengan Juan anak kelas dua yang ia kenal karena menjadi wakil
ketua osis.
“Juan kamu ga papa?” tanya Rei panik, gadis itu membantu lelaki itu berdiri namun di
tolak olehnya.
“Lain kali jangan berlari di koridor, jika saya guru poin mu bisa saja di kurangi karena
tidak hati hati” katanya menasihati, Rei tersenyum tipis mendengarnya. “Baik” Rei berpikir
kenapa lelaki ini tidak memanggilnya kakak padanya padahal dia senior meskipun lelaki ini
adalah perwakilan kelas satu terbaik dia juga harus dia sopan padanya.
Kedua nya masih saling menatap satu sama lain, memmbuat Ju an menghela napas keras.
“Saya duluan, jangan berlarian atau saya adukan ke guru bk” katanya lalu berlalu.
Rei Na mencibir setelah kepergian Juan, “untung saja yang menemukan kertas itu bukan
dia. Jika itu dia sudah pasti aku akan berakhir di ruang bk.” Decaknya. Lalu menatap ke
sekeliling.
“Daze kuharap kamu tahu namanya setia kawan, meskipun ga tau siapa aku- tapi kita
teman sekelass tau” decaknya. Lalu ia menemukan Daze yang berjalan padanya dengan banyakk
buku di tangannya.
“Dazeee!” panggil Rei membuat lelaki itu menghela napas keras.
“Daze dari mana?”
“Ruang guru”
“Buat apa?”
“..”
“Ini kertas Pelangi” kata Rei merebut kertas itu dari tangan Daze.
“Aku pikir itu punya mu” kata Daze membuat Rei kelabakan.
“Bukaann!”
“Suka berbohong ya Rei, apa jangan-jangan kamu kenal saya juga bohong”
Kali ini Rei menggeleng keras, “Iya ini memang punyaku kenapa, kamu sudah baca kan
pasti. Tapi itu tidak ada kaitannya dengan aku kenal kamu atau enggak. Dan aku tidak masalah
jika Daze tidak ingat sama aku, seriuss. Tapi aku ga bohong kalau Daze adalah teman Rei dari
kecil” kata Rei ngos-ngosan, mengatakan apa yang ingin ia katakan lalu menyesalinya.
Wajah Rei Na merona, “intinya jangan bilang-bilang tentang ini pada siapapun. Lagipula
ini berguna” kata Rei lalu berlalu pergi.
“lagi pula ini berguna” kata kata Rei itu terngiang ngiang di kepala Daze dan entah
kenapa membuatnya panik sendiri. Ia tahu itu bukan buku untuk anak-anak dan gadis itu
meyakini bahwa itu buku yang sangat berguna baginya. Sedangkan ia tahu gadis itu sama sekali
belum dewasa masih dibawa umur. Jadi dari segi mana buku itu bermanfaat?
Dan dari mana asal protektif ini? Daze tidak tau harus melakukan apa.
Chapter II- Strogest

“Kamu suka laki-laki kayak gimana?” tanya Rei Na, kali ini gadis remaja itu sedang
berkumpul di dalam kelasnya bersama dengan anak –anak perempuan lainnya.
“Laki-laki tampan” kata gadis yang berambut panjang itu, dia Windy gadis kurang kerjaan
yang menjadi admin web sekolah mereka. Yang akan dengan senang hati me –list siswa paling
populer setiap tahunnya.
“Sikapnya” kata Liz. “Intinya cowok yang suka sama aku dan bagus sikapnya aku sukai
balik” tambah Liz. “mudah aku jatuh cinta sama orang kayak gitu”
“Guys punya lakban tidak? Liz ga akan berenti bicara nihh” seru Tirsty membuat Liz
tertawa.
“Kalau aku sih mau jawab kayak kak Satya, cuman kan disini sudah ada pawangnya” seru
Kian membuat Tirsty tersenyum lebar. “kalau gitu jangan mention dia”
“Hahaha takut deh” jawab yang lainnya.
“Padahal banyak kok cowok ganteng disini.” Kata Windy, membuat yang lainnya
mengangguk.
“Ada kak Hee sa”
“Iya kak Mahesa tapi sih dia aga cuek sama aga kolot wkwkwk” seru yang lain.
“Kolot? Polos tau”
“Heleh”
“Di kelas kita juga banyak tau, tuh ada Se An sama Daze”
“Kalau prinsip aku, dilarang beromatis-romantis dengan teman sekelas”
“Kalau gitu ada junior Nishi-san ASTAGA sumpah ya anak ini demi apa gantengnya itu
luarbiasa. Intinya gue bucin banget sama ini anak, jadi jangan gangguin dia” seru Windy, lalu
kembali mengingat lagi. “Ya ada Finn sama Ju An mereka paling populer di kalangan anak kelas
satu.”
“Ju An itu kan yang suka banget bicara kasar” kata Lea membuat Rei mengangguk.
Windy terkekeh, “Bukan kasar seperti yang shi* fu*k atau as*hole. Bukan yaa. Dia kalau
ngomong memang kasar cuman ga kotor.”
“Kemarin masa gue di bilangin ga ada mata hanya karena nabrak dia padahal aku sudah
minta maaf loh”
“kata nya mulutku sama kek sepeda yang ga punya rem.”
“Aku juga pernah di tegur katanya aku punya kesamaan dengan burung bellbird. Saat dia
pergi aku search di intrnet, dan dapat kenyataan bahwa dia baru aja sindir aku kek burung
bellbird burung paling berisik di dunia”
“Aku juga pernah, dia bilang kalau sekali lagi aku larian di koridor dia adukan aku di ibu
BK”
“Hahaha langsung ngadu, tapi dia ga sama-samain kamu kan?”
“Untung engga”
“Okedeh jadi tipe cowok kalian kayak siapa?”
Tiba-tiba seseorang dari kelas lain datang, dia Jade senior yang jago olahraga. Lelaki itu
tampak melihat kesekitar membuat anak-anak tampak ketakutan entah kenapa.
Sayangnya tidak ada laki-laki di kelas ini, karena mereka sedang menonton pertandingan
basket. Sehingga apa yang di lakukan oleh Jade di sana, siapa yang di carinya. Ketika Jade
bertemu pandang dengan Rei sontak saja lelaki itu menghampiri gadis itu.
“Bisa bicara sebentar” tanya nya membuat Rei kebingungan namun tetap mengikuti
langkah lelaki..
“Cie ciee Reinn ci eh uhuk uhuk” Rei terkekeh mendapati Wendy yang mendapat tatapan
mematikan dari Jade. Sudah tau Jade tidak suka di goda malah di goda.
Ketika mereka di luar, Jade mulai berbicara. Katanya ia akan bertanding badminton tim
campuran, namun temannya mengalami cedera di kakinya. Pelatih menyarankan Rei untuk
menggantikan Mia, itu sebabnya ia bertemu Rei. Ia meminta Rei untuk menjadi mate nya di
pertandingan dua hari nanti.
“Aku perlu memikirkannya kak ga bisa buru-buru lagipula aku main cuman untuk senang-
senang belum perna bertanding sama sekali. Takutnya nanti cuman menyusakan kak Jade saja,
apalagi aku punya sindrom demam panggung,”
Jade menghela napas berat, sebenarnya ia tidak percaya bahwa siswi yang di
rekomendasikan oleh pelatihnya adalah seorang secerewet ini.
“Pelatih kayaknya salah menyebut nama kak, soalnya betul-betul aku tidak memiliki hal
yang istimewa sampai beliau menyarankan saya. Jujur saja ada Dea atau Fiola. Mereka lebih
baik daripada aku sumpah, tunggu dea sama Fio kelas berapa ya?”
Jade tersenyum tipis lalu menenangkan gadis itu, namun Rei Na malah tambah tertekan.
“Pertama pelatih tidak mungkin memilihmu jika kau saja tidak tau apa apa tentang
badminton. Jadi kau hanya perlu pilih mau atau tidak menamani saya di pertandingan nanti”
“Tidak”
“Poinmu katanya akan di kurangi sama pak Vian.”
“Kok gitu?”
“Ikut aja, kalau menang kau akan dapat benefit”
“Tapi kalau gagal”
“Makanya ikut berlatih dengan saya,”
Rei hampir berteriak menolak, jika saja poinnya banyak. Ia tidak akan sedramatis ini. Tapi
ia akan terancam tinggal kelas jika poinnya kurang kurang terus. Astaga.
“Saya tunggu di gedung dua olahraga” katanya dan berlalu. Rein berjalan masuk kedalam
kelasnya lemas.
“Kenapa bestie? Kok lemes”
“Dia mau aku jadi mate nya di pertandingan badminton lusa.”
“Seriusan? HaHAHA”
“Manhat bestis”
Rei meraih botol minumannya dan celana olahraganya di bawah meja.
“Bajunya mana atuh neng”
“No need it”
“HAHAHA anehh aneh aja lu” ketawa Wendy lalu gadis itu menghilang dari pandangan
teman-temanya menuju gedung dua olahraga. Gedung satu adalah gedung utama, dan tempat
diadakannya pertandingan itu.
“Tapi guys dilihat lihat kak Jade juga ganteng banget kan?”
“Hoo dia ganteng cumann ya you know lah siapa dia” kata Sisca
“Ya iya sih, tapi bagaimana pun dia itu anak beasiswa non akademik.”
“Tapi dia ga punya keluarganya sekarang- taukan rumornya bagaimana?”
“Ya udah sih kalau ga mau.. Kak Jade juga mana suka sama kita-kita ini”seru Liz membuat
teman-temannya diam. Liz berdiri dan meraih tas bekalnya. “Aku mau ke Rein ah” katanya
membuat Tirsty juga ikut berdiri.
“Mau ikut?”
Tirsty menggeleng, “Aku mau ketemuan” jawabnya dan merapikan seragam dan
rambutnya.
“Aku mau ke gedung olahraga satu deh, mo nonton”
“Iya ikut!! Lagian ngapain kita di sini. Orang banyak cogan dari sekolah lain kok bawah”
“Ahh konten nihh” seru Windy
Dan mereka meninggalkan kelas mereka.”
1.0
“Sabtu membosankann, untung besok udah libur” seru Rein berjalan masuk ke gerbang
dengan setengah hati, “Tadi bunda bangunin aku parah banget,”
“dengar” ujar Jake yang tampak segar hari ini.
“Iyakan sampai suaranya masih terngiang-ngiang disini” kata Rein menyentuh telinganya
yang kemerahan.
“Tadi malam memang ngapain aja Ran?” tanya Seno yang kini tba-tiba berjalan di
sampingnya bersama Niki. Niki tampak asik dengan headsetnya, dia sedang mendengarkan lagu
terlihat dari tubuhnya yang bergoyang goyang.
“Pulang dari rumahnya Ken sudah setengah sembilan, terus nonton film”
“Hidup yang nyaman ya bu, sebelum di kirim ke pengasingan”
Rein malah terkekeh, “selama ini hidupku di kelilingi aura baik, keberuntungan. Gue yakin ga
akan sampai ditempat itu. Dan jika kesana tentunya tak butuh waktu lama untuk keluar” kata
Rein percaya diri.
Seno berdecih, “yayaya nikmati harimu, belajar tidak penting”
“Memang” kata Niki.
“Ya sejak kapan kamu mendengarkan pembicaraan kami?”
“Ah kaset gue rusak” seru Niki tampa menjawab pertanyaan Rein.
Rein mendekat kearah Jake, “ini alasan kenapa Niki termasuk kelist orang paling
menyebalkan di kelas.” Bisiknya.
Langkah mereka terhnti saat seseorang anak perempuan berseragam smp menghentikan
langkah Niki. “Kak”
“Nahh apa dia penggemar Niki?” tanya Seno yang dibalas dengusan oleh lelaki itu. Sejak
kemunculan Niki di akun Utabe nya membuat popularitas Niki nyaris mengalahkan Alistair.
Meskipun bukan peringkat pertama namun gayanya yang cool sangat di gemari, ketika Seno di
sebut good boy maka Niki bad boy.
Rein pernah menjatuhkan rahangnya begitu membaca komenan video Seno. “Jika Niki Bad
boy mereka harus melihat genknya kak Naratama dan kak Sho. Itu definisi badboy sebenarnya.
Kalau Niki dia hanya sedikit menyebalkan dan penakut”
“Kakak kenal Kiki Ranendra?” tanya anak perempuan itu.
“Kiki, anak kelas berapa dek?” tanya Rein membuat anak perempuan itu menatap Rein.
“Kelas tiga kak”
“Kami kelas dua, dan-“
“Tahu, dia teman sekelas kak Argan”
Gadis itu mengangguk, “saya mau menitip ini kak untuk bang Kiki, saya sudah hubungi hape
nya cuman tidak mau diangkat.”
Jake menerima paperbag itu, “akan saya sampaikan”
“Dan kak tolong beritahu untuk dia mengangkat ponselnya, mama khawatir” kata Jiya
membuat Jake mengangguk.
Seperginya gadis itu Sena meledek Jake yang baik hati. “Dia cantikkan, makanya kamu bantu
eyy”
“Omong kosong apa itu,”
“Halah”
“Bang Kiki temannya bang Argan”
“Gatau mereka siapa, kami duluan” kata Sena menyusul Niki.
Rein menatap Jake, “jadi mau bawa itu dulu”
“Iya baru kekelas” katanya lalu berlalu.
Namun hari itu, baik bang Kiki dan bang Argan tak kelihatan sama sekali. Bahkan ketika
mereka menunggu hingga jam kelas berakhir. Kedua orang itu tak datang kesekolah.
“Dia tidak masuk sekolah?”
“Mungkin adeknya tidak tahu kalau abangnya sudah di rumah” ujar Rein, “jadi bagaimana
paperbag nya?”
“Kita kembalikan ke rumahnya”
Rein mengeluh, lalu menatap Jake cemberut. “Memang kamu tahu rumahnya dimana?”
Jake menggeleng, “kita bisa bertanya di ruang guru, atau kau bisa pulang duluan.”
“maksudmu?”
“Kukira

Anda mungkin juga menyukai