Anda di halaman 1dari 14

Dreams Come

true

Nurfadillah
Aku terduduk lesu di meja belajar yang berada dalam
kamarku, mataku memandang nanar kertas ulangan
matematikaku yang bertuliskan angka 45. Rasanya, aku
sudah berusaha semaksimal mungkin, aku sudah
berusaha belajar keras demi ulangan itu. Mataku beralih
menatap buku buku yang berserakan di hadapanku, aku
menghela nafas kasar, jemariku meremas hasil ulangan
matematikaku lalu ku lempar ke sudut kamar.

Aku kembali memusatkan perhatianku pada buku-buku


yang berada di hadapanku, meskipun rasanya kepalaku
ingin pecah, namun aku berusaha menyemangati diriku
sendiri.

“C’mon Vara, you can do it” Gumamku pelan, mataku


beralih, menatap sebuah tulisan besar di dinding
kamarku

AYO SEMANGAT! KATANYA MAU MASUK UI,


KATANYA MAU JADI PSIKOLOG TERKENAL
Dan ajaib!! Aku yang tadinya lesu kini semangat
kembali, kata-kata itu yang selalu berhasil menjadi
penyemangat untukku.

Oh ya, namaku Vara. Isvara Lavanya, gadis biasa namun


memiliki mimpi yang luar biasa, disaat teman-temanku
bahkan tidak berani bermimpi untuk berkuliah di
UNHAS, aku malah dengan percaya dirinya bermimpi
untuk berkuliah di universitas terbaik di Indonesia.
Kadang kala, beberapa orang menganggap remeh karena
mimpiku itu, namun itulah yang menjadi motivasiku,
aku harus membuktikan pada mereka kalau aku bisa.

Saat sedang fokus belajar, suara gaduh dari luar menarik


perhatianku, aku mengenyitkan dahi saat mendengar
suara pecahan diiringi suara bentakan. Jantungku
berdetak cepat, dengan segera aku berdiri dari kursiku
lalu mengambil langkah cepat menuju ruang tamu,
tempat suara-suara itu berasal

“KAMU PIKIR CUMA KAMU YANG BERTAHAN


KARENA ANAK-ANAK, AKU JUGA, AKU CAPEK
LIHAT KAMU YANG LEBIH MENTINGIN
SAUDARA PEREMPUAN KAMU DI BANDING
ANAK-ANAK KAMU SENDIRI!!”

Suara itu menyambutku, kulihat Ayah dan Ibuku sedang


bertengkar, disaksikan ketiga adikku yang hanya bisa
melihat dan menangis. Dengan segera, kuhampiri
mereka lalu membawa mereka masuk ke kamar.

Suara-suara itu terus bersahut-sahutan, ku peluk tubuh


adik-adikku dengan air mata mengalir, kami menangis
sambil berpelukan. Tak lama, ku dengar suara hentakan
pintu yang kuat, lalu dilanjutkan dengan suara motor
Ayah yang menjauh.

Pintu kamar tiba-tiba terbuka menampilkan Ibuku


dengan raut wajah berantakan

“Kalian ikut Ibu” Katanya lalu menarik Adikku Salsa


dan Haura, tanpa menghiraukan aku dan Nurul, dengan
segera aku berdiri mengikuti langkah Ibuku

“Ibu mau kemana?” Tanyaku dengan nada bergetar,


melihat satu buah koper dan tas yang berada di ruang
tamu
“BU?!!” Panggilku saat dia mulai melangkah pergi tanpa
menghiraukan pertanyaanku, aku memegang tangannya
mencoba menahan

“LEPAS!” Sentaknya “IBU MAU PERGI, KAMU


TINGGAL AJA DISINI SAMA AYAH KAMU!”
Teriaknya lalu kembali menyeret kopernya dan kedua
adikku pergi

“IBUUUUU” Teriak Nurul, Adikku histeris sambil


berusaha mengejar Ibuku. Namun Ibuku malah
mendorongnya hingga jatuh terjerembab ke aspal “Gak
usah halangin Ibu, Ibu gak bakalan balik bahkan kalau
Ibu sekarat sekalipun” Katanya sebelum menahan angkot
dan membawa kedua adikku pergi

“IBUUUU!!” Teriak Nurul meraung raung, dia hanya


bisa menatap angkot yang di tumpangi Ibuku yang
perlahan mulai hilang dari pandangan kami. Aku segera
menghampirinya, membawanya masuk ke rumah dengan
air mata yang masih mengalir

Nurul masih menangis ingin ikut dengan Ibuku,


umurnya baru dua belas tahun, namun dia harus
merasakan hal seperti ini, dunia begitu kejam bukan?
Setelah pertengkaran hebat itu, tidak ada satu pun dari
Ibu maupun Ayahku yang pulang ke rumah, hanya
tersisa aku dan Nurul, adik keduaku. Tubuh Nurul
sampai demam karena merindukan Orang tua dan Adik-
adikku, namun aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk
mencari mereka, aku masih seorang remaja berumur
tujuh belas tahun, terlebih kini Nurul tidak punya siapa-
siapa selain aku.

Aku terdiam di depan ranjang, menatap Nurul yang kini


sudah tertidur pulas, mataku bergulir, menatap tulisan
besar itu

AYO SEMANGAT! KATANYA MAU MASUK UI,


KATANYA MAU JADI PSIKOLOG TERKENAL

Air mataku mengalir tanpa kusadari, mimpi itu kini


hancur bersamaan dengan hancurnya keluargaku, tidak
mungkin aku kuliah sedang untuk makan saja kini aku
harus berjuang sendiri karena kedua orang tuaku entah
pergi ke mana
Setiap hari rasanya sangat sakit, melihat teman temanku
yang sudah bisa berkuliah di universitas impian mereka
masing-masing, sedang aku harus banting tulang untuk
membiayai hidupku dan Nurul.

Malam sudah larut, namun aku masih duduk di meja


belajarku dengan buku-buku kumpulan soal SNBT yang
berada di hadapanku. Walaupun sekarang tidak
memungkinkan, tapi aku yakin, Tuhan tidak tidur, aku
yakin suatu hari nanti aku akan berkuliah di Universitas
impianku dan menjadi Psikolog terkenal, meskipun
bukan sekarang, tapi suatu hari nanti... aku yakin!.

Tak terasa matahari kembali menyapa, waktunya bagiku


untuk bekerja. Aku bekerja sebagai waiters di salah satu
restoran yang ada di kotaku, bekerja dari jam tujuh pagi
hingga jam delapan malam, dengan gaji seadanya.

Kadang kala jika restoran sedang sepi, dan tidak ada


pekerjaan, aku sering menggunakan waktu itu untuk
belajar maupun mencari beasiswa di internet. Seperti
halnya sekarang ini, jemariku bergerak lincah mencari
info-info beasiswa kuliah, namun belum satu pun yang
cocok denganku

Aku menghela nafas, kemudian memutuskan beralih


mempelajari buku-buku soal SNBT ku

“Var?” Aku mengalihkan perhatian, melihat siapa yang


bari saja memanggil namaku

“Cari beasiswa lagi?” Tanya sang pemilik suara dengan


nada ramah, ku anggukan kepalaku pelan sebagai
jawaban. Dia adalah Kak Defa, salah satu teman kerjaku

Kak Defa menyodorkan sebuah brosur yang membuatku


menatapnya bingung. “Kakak punya temen, katanya di
tempat kuliahnya ada beasiswa, mungkin kamu tertarik”
Katanya seakan mengerti kebingunganku

“Oh yah? Makasih Kak” Kataku sambil mengambil


brosur itu, Kak Defa mengangguk, kemudian dia
kembali melangkah ke dapur untuk melanjutkan
pekerjaannya.

Aku menatap lamat-lamat brosur itu, seketika mataku


membulat “Universitas Indonesia?” Gumamku tak
percaya, dengan teliti ku baca setiap kata demi kata yang
tertera di sana, dan tak lama sebuah keputusan hinggap
di benakku

Akan ku coba gumamku dalam hati.

Lagi lagi aku terduduk di kamarku, memandangi brosur


yang disediakan Kak Defa beberapa hari lalu. Aku sudah
mendaftar beasiswa itu, semua syaratnya telah ku
laksanakan, begitu juga dengan berkas-berkas yang
dibutuhkan telah ku kumpulkan, aku hanya tinggal
menunggu pengumuman lolos seleksi berkas, dan jika
lolos, aku masih harus mengikuti seleksi lain.

Ya Allah, aku sedang butuh Kun Faya kun mu Lirihku


dalam hati, tak terasa kantuk mulai menyerangku, aku
memutuskan untuk tidur dengan Nurul di sebelahku.

Aku baru saja bangun dari tidurku, dan tebak..

Selamat!!

Anda dinyatakan lulus seleksi pemberkasan Beasiswa


Maghagmahora Universitas Indonesia, Dan bisa
melanjutkan ke seleksi selanjutnya
Aku memeluk tubuh adikku dengan girang, seleksi
selanjutnya yaitu adalah seleksi wawancara dan akan
diadakan besok lusa

“Doain yah” Kataku pada Nurul, dia mengangguk sambil


tersenyum kearahku.

“Selamat yah Var, semangat buat wawancaranya” Kata


Kak Defa

“Makasih banyak Kak, doain aku yah!” Balasku, aku


sekarang berada di tempat kerja dan memberi tahu Kak
Defa perihal beasiswa itu, dan dia turut senang. Tahap
wawancara akan dilaksanakan besok, dan aku harap
semuanya lancar.

Dan harapanku terkabul, wawancaraku berjalan lancar


karena aku memang sudah mempersiapkan diri untuk hal
ini, namun itu tak membuatku lega, aku memperhatikan
mereka yang diwawancarai kemarin, banyak yang lebih
bagus dariku. Jadi, aku tak berharap lebih.
Dan disinilah aku sekarang, di atas ranjang dengan posisi
telengkup di temani Nurul “Kalau gak lolos gimana?”
Gumamku pelan

“Gak apa-apa, kan udah coba” Kata Nurul menenangkan

Aku menghembus nafas berat, jantungku berlalu tahu


menunggu hasil pengumumannya. Hingga tak lama,
sebuah pesan masuk ke dalam emailku, tubuhku
menegang, sementara Nurul sudah lebih dulu
mengeceknya

1 detik

2 detik

3 detik

“KAKAK LOLOS” Teriaknya dengan nada membahana,


aku membulatkan mata tak percaya, dengan segera ku
rebut ponselku untuk memastikan

Selamat kepada Isvara Lavanya sebagai penerima


beasiswa Mahagmahora Universitas Indonesia,
Fakultas Psikologi
Tubuhku mematung, masih tak percaya, ku baca
berulang ulang Kata demi kata yang tertera di sana, dan
benar saja, AKU LOLOS!!.

Aku pernah mendengar sebuah kutipan bahwa “Akan


ada pelangi setelah hujan” dan benar saja, setelah drama
rumah tangga yang membuatku terpuruk, kini Ibu dan
Ayahku kembali bersama, dan aku bisa berkumpul lagi
dengan adik-adikku. Dan jangan lupakan bahwa aku kini
telah berhasil menjadi mahasiswa psikologi di
universitas impianku, ralat, sebentar lagi aku akan
menjadi Sarjana Psikologi.

Sekarang aku sedang duduk di aula universitas dengan


baju dan topi toga yang melekat di tubuhku, empat tahun
telah kulalui dengan penuh lika-liku, dan sekarang hari
ini aku telah resmi bergelar S.Psi, gelar impianku.
Senyummu tak luntur sedari tadi, menyaksikan
rangkaian acara di hadapanku, hingga tiba pengumuman
mahasiswa terbaik
“MAHASISWA TERBAIK FAKULTAS PSIKOLOGI,
DENGAN IPK 3.99 DIBERIKAN KEPADA...ISVARA
LAVANYA”

Senyumku kian mengembang, aku mengambil langkah


ke atas podium diiringi suara gemuruh tepuk tangan,
pikiranku mulai melalang buana, memikirkan segala
perjuangan hingga aku bisa menginjakan kaki di
universitas ini

Terima kasih Ya Allah, terima kasih karena telah


menyatukan kembali orang tuaku, terima kasih telah
memberikan kesempatan bagiku untuk meraih mimpiku,
tidak ada lagi yang lebih kuharapkan dari pada ini

The end~
Bionarasi penulis
Namanya Nurfadillah, Putri sulung dari pasangan
Saipuddin dan Ratna Wati, memiliki tiga orang adik
berjenis kelamin perempuan. Saat ini Nurfadillah
berumur tujuh belas tahun dan menempuh pendidikan di
bangku Sekolah Menengah Atas kelas 12 jurusan MIPA.

Sama seperti Isvara, Dilla juga memiliki mimpi yang


sama. Ingin berkuliah di universitas terbaik di Indonesia,
dan menjadi psikolog yang terkenal. Dan semoga saja,
Dilla juga akan seperti Isvara yang berhasil meraih
mimpinya

Anda mungkin juga menyukai