Anda di halaman 1dari 6

Kutipan 1:

Hari ini Lisa bekerja seperti biasa dan malam harinya ketika ia sampai ke rumah, suasana nampak
berbeda. Kedua orang tua Lisa tiba-tiba memanggilnya untuk berkumpul di ruang keluarga.
“Lis, tadi anak sahabat ibu datang kesini dan ingin bertemu kamu. Anaknya baik dan tampan lho”
“Ih ibu apa sih, kenal juga belum udah main puji-puji aja.” jawabnya sambil pergi ke dapur untuk
membuat teh hangat.
Kembalinya di ruang tengah, ia langsung disambut dengan ucapan ayahnya yang mengatakan jika ia
ingin cepat memiliki cucu. Kaget bukan main, Lisa pun tersedak dengan tehnya.
“Apa salahnya jika ayah ingin menggendong cucu, sedangkan kamu sudah cukup umur untuk
menikah dan adikmu juga sudah besar. Kalian harus bergantian.”
Ucapan singkat tersebut memang tak disautinya, namun berhasil membuat Lisa tak bisa tidur
semalaman.

Kutipan 2:
Aku tahu betul mengapa ibuku menangis, namun ayah tetap bersikeras untuk menyuruhku mengikuti
kegiatan sekolah tersebut. Dialah sosok pria yang tak pernah membiarkan buah hatinya sedih bahkan malu
karena ketidak mampuannya. Kala itu malam belum terlalu larut, hingga masuk pukul 8.00 malam suara
pintu terketuk memecahkan hening di rumahku. Seorang tetangga datang dengan membawa sebuah amplop
coklat.
“Malam pak, maaf datang malam-malam”
“Tidak papa pak, silahkan masuk” sambut ayahku.
Setelah keduanya berbincang santai, tetanggaku menyerahkan amplop tersebut pada ayahku. “Ini
adalah uang pembayaran tanah yang beberapa bulan lalu digunakan untuk jalan desa.”
Seketika ayahku terkejut. Bagaimana tidak, uang tak tak pernah ia bayangkan sebelumnya tiba-tiba
diantarkan ke rumah. Ya, awalnya tanah yang seberapa itu direlakan ayah untuk menjadi jalan umum.
Namun karena kebijakan desa, tanah tersebut diputuskan untuk dibeli.

Kutipan 3:
Pagi itu Dina berangkat sekolah bersama Nina sahabatnya. Sembari menyusuri lorong kelas yang
cukup panjang, Dina bertanya pada Nina.
“Nin, menurutmu tipe cewek idaman Andi itu kaya apa sih?”
Sambil tersenyum lebar Nina lantas menjawab. “Em gimana ya? Setahuku tipenya Andi sih gak
muluk-muluk. Justru dia lebih suka sama cewek yang natural gitu lah.”
“Oh, gitu ya, gak suka sama cewek yang hobi dandan gitu” Sambut Dina dengan muka semakin
berbinar kegirangan.
“Ya kira-kira gitu lah.”
“Lalu gimana dong biar wajah tampak tetap cantik meski gak pake make up tebal?” Tanya Dina lagi.
“Coba aja pakai masker bengkoang dan scrub gula pasir biar bibir merah merona”
“Wah ide bagus tuh, nanti malam ku coba deh”
Selama beberapa hari Dina mencoba tips yang diberikan oleh Nina. Dina pun sangat senang karena
wajahnya mulai tampak lebih cerah dan berseri. Bekas jerawat yang awalnya tampak jelas pun mulai
tersamarkan.
Kutipan 1:
Selangkah lagi tubuhku akan jatuh ke dalam jurang, semua kekacauan di hatiku seakan
menghilangkan rasa takutku terhadap ketinggian. Namun tiba-tiba seseorang menarik bajuku. Ternyata pria
pemabuk tadilah yang menarikku menjauh dari pinggir jembatan.
“Kenapa kamu lakukan ini, kenapa kamu menolongku?!”
“Aku sangat membenci orang-orang lemah sepertimu. Maaf jika aku menarikmu” ucapnya sembari
menatapku tajam dan menjulurkan tangannya. Kaget bukan main ku lihat tangannya yang ternyata sisa 2 jari
saja.
“Kaget ya, ini adalah bukti kerasnya kehidupan di jalan. Jariku yang lain hilang dipotong preman
karena persaingan.” Karena tak ku sabut jabatan tangannya, ia pun meletakkan kembali tangannya dan
melanjutkan ceritanya.
“Maaf ku ambil tasmu, sudah 3 hari aku tak makan. Biasanya aku makan dari sisa makanan di tong
sampah. Namun karena hujan deras kemarin, semua makanan yang ku anggap masih layak sudah berubah
membusuk.”
Memang jika dilihat dari tubuhnya, ia sangat kurus. Sembari menahan aroma alkohol yang begitu
menyengat dari mulutnya, ku berikan kembali tasku padanya. “Ambilah ini, mungkin kamu lebih
membutuhkannya.”
Dari percakapan singkat dengannya, hatiku mulai kembali kuat. Tak bisa kubayangkan jika aku yang
berada di posisinya.

Kutipan 2:
Meski hanya memiliki uang pas-pasan, ia memberikannya untuk ongkos kakek pulang ke
kampungnya. Pak Yanto pun mengantarkannya ke terminal untuk mencari bis yang sesuai tujuan kakek.
“Terima kasih banyak nak, semoga rejekimu selalu lancar, kakek tak bisa membalas apa-apa selain
doa” ucapnya dengan sedikit memeluk Pak Yanto.
“Amin makasih kek, semoga selamat sampai tujuan.”
Seperginya kakek tersebut Pak Yanto kembali ke pasar, ternyata sudah ada seorang membeli yang
menunggu untuk memborong habis dagangannya dengan harga tinggi. Sungguh kemurahan hati Pak Yanto
telah membawa keuntungan untuk dirinya sendiri.

Kutipan 3:
Kring... kringgg… Suara alarm terdengar nyaring dari meja belajar di kamar Danu.
Ia pun segera bangkit mematikan alarm tersebut, namun bukannya pergi ke kamar mandi Danu justru
melanjutkan tidurnya.
“Danu, sudah siang begini kenapa belum bangun. Nanti kamu telat sekolah lho” panggil ibunya.
“Danu masih lelah bu, bolos sehari boleh ya. Lagian hari ini gak ada tes ataupun PR kok jadi aman”
sahutnya.
“Kamu itu sekolah untuk masa depanmu, tak bisa sembarangan begitu. Lagi pula sekolahmu itu
mahal.”
“Iya bu, tapi sekali saja bolos boleh yaa” lanjut Danu merayu
Geram dengan jawaban anak sematang wayangnya, ibu Danu kemudian membangunkan paksa
anaknya dan membawanya ke sebuah tempat. Tanpa turun dari mobil, ibu Danu menunjuk anak-anak yang
sedang bermain dengan baju ala kadarnya. Ternyata Danu diajak ke sebuah panti asuhan.
Kutipan 1:
Segera ia bergegas ke kamar mandi dan bersiap ke kantor. Dengan kecepatan maksimal ia
mengendarai mobilnya di tengah jalanan ibu kota. Sayang seberapa ngebut Luki, tetap saja ia sudah telat
meeting yang telah diajukan jamnya karena bos Luk yang akan pergi ke luar kota.
“Pagi pak, bolehkah saya ikut bergabung?” Tanya Luki pada bosnya yang tengah memimpin
meeting.
“Silahkan masuk. Oh, iya tapi maaf project kamu ini harus saya gantikan dengan Haris.”
“Tapi pak, Saya hanya telat sebentar.”
“Tidak masalah sebentar atau lama, namun bagaimana profesionalisme kamu. Kami semua tenaga
professional dan konsisten. Jika kamu tak bisa menangani projek ini secara professional mengapa harus saya
pertahankan, sedangkan ada temanmu yang memberi ide menarik untuk projek ini.”
“Terlebih ini projek besar yang tak boleh disepelekan begitu. Masih untung kamu tetap bisa
bergabung dengan anggota lainnya.” sambung bosnya.
Mendengar ucapan itu Luki terdiam dengan penuh penyesalan.

Kutipan 2:
Suasana hutan yang tadinya damai tenteram, seketika menjadi neraka bagi semua hewan. Asap hitam
pekat yang mulai menyelimuti seluruh hutan ini. Suhu udara mulai panas, membuat para hewan makin
berteriak nyaring.
Bora panik bukan main. Sambil mengikuti langkah Pipin, matanya bergerak ke sana-ke mari, mencari
sosok ibunya.
“Pipin! Di mana ibuku?” tanya Bora.
“I-ibu … ibumu ….” Pipin tidak bisa menjawab karena sama-sama tidak tahu di mana ibu Bora berada.
“Aku harus kembali ke sarang!” Bora melepaskan belalainya dari belalai Pipin, lalu berbalik untuk
kembali ke sarangnya.
Namun, sebelum Bora melancarkan niatnya itu, Pipin sudah menarik kembali belalainya. “Ibumu pasti
sudah berada di depan. Bersama gajah dewasa lainnya.”
Bora menghiraukan ucapan Pipin, lalu kembali meloloskan belalainya dan berlari sekuat mungkin
menuju sarangnya.

Kutipan 3:
Mataku memicing. Kios ini tidak jauh dari titik keramaian pantai, oleh sebab itu Uwak tidak pernah
sepi pembeli. Keramaian di sana tidak jauh berbeda dari beberapa saat lalu, saat aku duduk di atas bebatuan.
Suara teriakan bahagia terdengar sampai sini. Namun beberapa detik kemudian, teriakan bahagia itu menjadi
pekikkan ketakutan.
“Allahu Akbar! Ombak! Ombak!”
Teriakan itu bersahut-sahutan. Gemuruh yang—mungkin—hanya didengar Uwak Imas, kini aku bisa
mendengarnya juga. Orang-orang berlari ke arah kami. Tidak, lebih tepatnya menjauh dari bibir pantai ke
tempat sejauh mungkin. Tapi aku tidak bisa bergerak meski keadaan sangat kacau di sekitarku. Suaraku
hanya tertahan sampai tenggorokan, dan mataku hanya bergerak ke atas, mengikuti gerakkan ombak di atas
kepalaku. Telingaku teredam. Seluruh tubuhku bergerak mengikuti alur, terhempas. Nafasku terasa begitu
perih, dan itu menjulur ke semua bagian tubuhku.
“Bapak…”
Dengan sisa kekuatanku, aku berucap pada diri sendiri. Di dalam kegelapan pandanganku.
Kutipan 1:
Di suatu hari yang cerah, terdapat dua orang gadis bernama Dian dan Lisa yang tengah mengerjakan
tugas sekolah di rumahnya Dian. Mereka berdua mengerjakan tugas sekolah dengan serius dan suasananya
pun nampak hening.
Kemudian datanglah teman Dian yang bernama Tyas di depan rumahnya. Namu Dian sendiri seolah
tidak memperhatikan kehadiran Tyas tersebut.
“Dian, itu di depan rumah ada Tyas sedang nungguin kamu, buruan temui dia, kasian sudah sejak
tadi dia nungguin kita.” Ujar Lisa yang tengah mengerjakan tugas di rumah Dian.
“Bi, bilangin ke Tyas yang ada di depan rumah kalau aku sedang pergi atau bilang gak ada gitu ya.”
Pinta Dian kepada Bibi yang bekerja sebagai pembantu di rumahnya.
“Baik non, Bibi sampaikan.” Jawab si Bibi.
“Eh Dian, kenapa kamu seperti itu sama Tyas? Padahal kan dia pastinya sudah datang jauh-jauh,
kenapa kamu usir, gak enak kan. Kasian dia, dia juga anak yang baik Yan.” Ujar Lisa yang coba menasehati
Dian.
“Kamu itu gak tau Tyas apa Lis? Dari luarnya memang dia orang yang baik, ramah dan juga manis.
Tetapi masa kamu hanya mengukur sifat dan sikap seseorang hanya dengan begitu saja, dia itu hanya manis
di luar tapi dalamnya pahit tahu.” Jawab Dian dengan sinis.

Kutipan 2:
Kabarnya Andi sedang sakit dan dirawat. Indra yang merupakan tetangga sebelah rumah Andi pun
sering ditanyakan bagaimana kabar Andi. Ali pun ikut menanyakan pada Indra,
“Ndra, keadaan Andi bagaimana? Sudah kembali dari rumah sakit belum?” Indra yang sudah sering
mendapatkan pertanyaan ini pun menjawab dengan nada lemas dan malas.
“Indra sudah meninggal, Li” kira-kira seperti itulah bunyi jawaban yang didengar oleh Ali.
Karena suara di pinggir lapangan terlalu kencang ternyata Ali salah mendengar.
“Apa Andi sudah meninggal Ndra?”
Lalu Indra menjawab dengan suara yang lebih kencang, “Sembarang kamu Ali. Maksud aku Andi
sudah mendingan bukan meninggal.”
“Oh.” Jawab Ali sambil tertawa karena terkejut setelah salah mendengar kabar kondisi Andi.

Kutipan 3:
Surat ini kutuliskan untuk sahabatku yang Bernama Jasmine yang sudah berpindah ke luar kota.
Dengan ditulisnya surat ini, aku berharap agar persahabatan kita terus terjaga walaupun dipisah jarak yang
cukup jauh.
Kisah persabahatanku dengan Jasmine dimlai sejak kami masuk SMP. Pada saat itu, aku dan dia baru
berkenalan ketika aku ingin pingsan di jam olaharaga.
Sebelum pingsan, Jasmine bertanya padaku, “Kamu terlihat lemas, apakah kamu perlu kupanggil
guru agar segera dibawa ke UKS?”
Aku yang berusaha untuk tetap kuat kemudian menjawab, “Tidak perlu, aku masih kuat untuk
mengikuti jam olahraga.”
Jasmine yang merasa kalau diriku benar-benar sedang tidak sehat, kemudian memanggil guru untuk
memberitahukan bahwa Putri sepertinya akan pingsan. Tanpa berlama-lama, guru olahraga segera membawa
Putri ke ruangan UKS agar bisa beristirahat. Setelah masuk ke ruang UKS, aku merasa sudah lebih baik dan
tahu kalau penyebab ingin pingsan adalah karena belum sarapan di pagi hari.

Kutipan 1:
Pada sebuah taman kecil yang rindang, tumbuh sebatang pohon tua nan kokoh. Pohon itu selalu
menyaksikan berbagai momen kehidupan di sekitarnya. Dari taman itu, ia menyaksikan anak-anak bermain
riang, pasangan tua berjalan beriringan, hingga tangisan bayi yang baru lahir.
Namun, suatu hari, datanglah seorang pemuda yang tampak sedih dan murung. Ia duduk di bawah
pohon tersebut, menangis tersedu-sedu. Pohon tua itu pun memutuskan untuk berbicara dengannya.
“Kenapa engkau begitu sedih, pemuda?” tanya pohon itu lembut.
Pemuda itu bercerita tentang kegagalan dan kesedihan yang telah menimpanya. Pohon itu
mendengarkan dengan sabar dan memberikan wejangan bijak.
“Setiap cabang pohon ini telah mengalami badai dan cobaan. Namun, kami terus bertahan dan
tumbuh lebih kuat setiap harinya. Begitu juga denganmu, pemuda. Kegagalan adalah bagian dari hidup,
tetapi jangan biarkan ia merenggut semangatmu untuk bangkit,” ujar pohon tua.
Kata-kata bijak pohon itu memberikan kekuatan bagi pemuda itu. Ia bangkit dengan semangat baru,
berterima kasih kepada pohon tua, dan berjanji untuk tetap bertahan.

Kutipan 2:
“Bu, nenek sakit,” ucapku. “Ibu kapan pulang?”
Ya, aku dan nenek tidak tinggal di kota yang sama dengan orang tuaku sejak aku berusia 10 tahun.
Pertanyaan yang aku ucapkan itu mendapat respon yang tidak disangka-sangka.
“Ibu dan Ayah masih sibuk, nenek sakit apa?” Ibu balik bertanya.
“Nenek sudah tidak bisa makan, ada kemungkinan sakitnya parah.” Aku mengatakannya dengan
penuh kekhawatiran.
“Minggu depan ibu dan ayah ke sana, kami tidak bisa meninggalkan pekerjaan hanya karena
nenekmu sakit.”
Jawaban ibu langsung membuat perasaanku mencelos dan termenung. Bagaimana bisa seorang anak
lebih mementingkan pekerjaannya dibanding kesehatan ibunya? Begitu batinku.
“Ibu tidak takut jika ibu sakit nanti aku juga tidak akan menjenguk? Apa ibu tidak ingat siapa yang
membesarkan ibu selama ini hingga bisa menjadi orang sukses? Jika nenek tidak merawatku sampai besar,
aku yakin ibu tidak bisa merintis karir hingga sesukses ini,” Setelah mengucapkan kalimat itu, aku langsung
mematikan telepon dan menangis sendiri di balik tembok rumah sakit yang dingin.

Kutipan 3:
Di taman kota, mereka menemukan sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik semak-semak.
Mereka penasaran dan memutuskan untuk masuk ke dalam gua itu. Tanpa ragu, mereka melangkah masuk
dan menyalakan senter.
Ternyata, di dalam gua itu ada jalur bawah tanah yang membawa mereka ke tempat yang belum
pernah terjamah oleh manusia sebelumnya. Mereka menemukan berbagai harta karun kecil seperti batu
permata dan cangkang laut langka.
Dengan semangat petualang, mereka terus menjelajah hingga matahari terbenam. Saat mereka keluar
dari gua, mereka kaget melihat keindahan langit senja di atas kepala mereka.
“Kita menemukan dunia baru di taman kota ini,” kata Aria sambil tertawa.
“Ya, betul sekali! Petualangan ini sangat menyenangkan,” ujar Rama.
Dengan riang, mereka pulang ke rumah masing-masing dengan hati penuh kegembiraan dan berjanji
untuk menjalani petualangan seru lainnya suatu hari nanti.

Anda mungkin juga menyukai