Anda di halaman 1dari 8

NAMA : HERMAN SARIPUDIN

NIM : 4202334107
PRODI : D4 Pengolahan Hasil Perkebunan Terpadu

AKU

Tak ada yang berhak disalahkan atas kejadian ini. Semua terjadi karena suratan takdir. Kita tidak
bisa menyalahkan takdir Allah. Lain dulu lain sekarang, semua memang tidak sesuai harapan.
Dulu dia baik-baik saja, sekarang pun juga masih sama. Hanya saja ….
“Bagaimana saya bisa kuat menerima semua ini. Sudah bosan dan hampir tuli telinga saya
mendengar omongan tetangga.”
“Emak tak perlu mendengarkan omongan orang yang menyudutkankan keluarga kita. Anggap
saja mereka burung yang sedang berkicau.”
Sudah-sudah! ... ambil hikmah dari semua ini. Perdebatan itupun terhenti.
Masalah di dunia ini memang beragam. Tergantung pembawaan dan cara penyelesaian seperti
apa yang harus kita lakukan. Sebelumnya tidak ada perdebatan seperti ini di keluarga kami,
sampai suatu hari hal ini terjadi dan tak terkendali. Aku pun bingung bagaimana cara serta solusi
yang sesuai dalam menangani masalah keluarga kami ini.
Sebulan sebelum kepergian kakak sulungku, terjadi pertengkaran yang begitu hebat antara bapak
dan Along dikeluarga kami. Singkat cerita, inilah kisah sebuah keluarga yang Perbaikan menjadi
contoh dan teladan, tetapi banyak hal yang menjadikannya pelajaran.
“biarpun emak sama bapak tak setuju. Aku akan tetap menikahi wanita itu.” Along mengatakan
itu dengan nada keras.

“Tapi dia beda agama dengan kita.”

“itu tidak akan menjadi masalah pak, saat aku sudah mendapatkan restu dari orangtuanya.”

“Bapak tidak ingin kau menyesal nak.”

“itu tidak akan terjadi pak.”

“Jangan sampai kau menjilat air ludah mu sendiri.”


Beberapa hari kemudian, aku melihat kondisi Along yang murung dan menghabiskan hari-
harinya di kamar. Apa yang dikatakan bapak memang benar, dasar dari pernikahan adalah
agama.
Along murung karena tidak mendapatkan restu dari ayah pacarnya karena alasan perbedaan
agama. Aku sedih melihat kondisi Along seperti ini dan berniat menghiburnya dengan lelucon ku
dikamarnya. Saat ku buka pintu kamarnya terlihat sebuah kursi tergeletak di lantai.
Seketika penglihatan dan sekujur tubuhku terasa kaku dan lidahku terasa keluh. Ingin berteriak,
menangis, marah, kesal dan sedih bercampur aduk saat melihat tubuh Along yang terkujur kaku,
muka yang pucat, dengan kondisi kepala yang tergantung ditali dengan posisi orang gantung diri.
Dalam sekejab rumahku penuh dengan kerumunan para tetangga yang penasaran ada kejadian
apa. Polisi pun berdatangan untuk mengidentifikasi tubuh Along. Bapak dan Emak sangat
terpukul dan menyalahkan diri sendiri atas peristiwa yang terjadi.
Karena stres dan rasa kecewa terhadap hubungan yang tidak direstui orangtua, inilah yang
menyebabkan Along putus asa dan mengakhiri masalahnya dengan gantung diri.
Orang yang gantung diri memang sulit untuk selamat, apalagi sudah delapan jam tubuh kekar
Along tergantung ditali tambang pembawa maut itu. Oksigen menuju ke otak berkurang, arteri
karotis, serta pembuluh kapiler diwajah dan mata yang pecah inilah yang menyebabkan detak
jantung dan tekanan darah menurun sehingga membuat orang mati dengan cepat saat gantung
diri.
Jenazah Along dikuburkan di pemakaman umum Desa Suka Maju.

***
Hari-hari pun berganti. Kami lewati dengan hati yang ikhlas. Tapi muncul masalah baru, orang
kampung tak henti-hentinya membicarakan perihal keluarga kami. Mereka mengatakan ini
semua akibat dari perbuatan Emakku sebagai Lintah darat (rentenir).
“ini memang salahku. Along mu bunuh diri karena ulah emak. Emak yang ingin kaya dengan
cara cepat dan haram.” Dengan air mata yang mengalir dan suara tersendat-sendat.
“Sudah bu, semua sudah terjadi. Itukan dulu, sekarang ibu sudah bertaubat. Sudah lupakan saja.”
Bapak selalu bisa menenangkan suasana yang keruh menjadi tenang dan terkendali.
Hari- hari berlalu terasa begitu cepat, semenjak meninggalnya Along. Orang kampung pun sudah
tidak menghiraukan lagi masalah yang menimpa keluarga kami. Orang-orang dikampungku
memang seperti itu, mereka terlalu sibuk membicarakan masalah orang lain dan selalu mau
ambil pusing. Supaya ada bahan gosipan untuk mereka bicarakan.
Sebagai anak satu-satunya yang masih hidup di keluarga ini, selain aku harus patuh dengan
orangtuaku aku juga ingin membahagiakan Emak dan Bapak.
Aku habiskan hari-hariku dengan merawat sapi-sapi bapak yang sudah tidak terurus lagi. Bapak
terlalu sibuk di masjid sehingga ia tidak menghiraukan lagi ternak-ternaknya. Sebagai imam
masjid sudah sepatutnya menjadi contoh yang baik di mata keluarga dan masyarakat. Tapi semua
itu sudah sirnah, semenjak kematian Along ku, masyarakat melihat sebelah mata kepada
keluarga kami.
Matahari bersinar dengan teriknya. Diikuti kicauan kawanan burung yang sedang terbang
menyambut hari yang penuh berkah ini. Entah apa yang membuat hatiku senang sekali ketika
menuju masjid ini. Sholawat serta kutbah jum’at pun sudah dikumandangkan. Dengan khusyuk
sholat jum’at hari ini aku lakukan.
Sepulang dari masjid dengan jalan beriringan dengan jamaah lain. Tepat depan rumah pak
Jamali, langkah kakiku terhenti. Gadis berambut panjang hitam tergerai sepinggang itu, dengan
menggunakan baju kemeja berwarna kream dipadu dengan rok panjang plisket berwarna cokelat
muda, terlihat sangat cocok.
Yaa, dia adalah indah anak pak Jamali yang baru pulang. Indah selalu pulang saat libur semester.
Indah teman seangkatan dengan ku saat masih duduk di bangku Madrasah Sanawiyah. Dari dulu
sampai sekarang aku selalu mengaguminya. Sampai suatu saat aku berniat untuk meminangnya.
Aku memang bukan orang yang memiliki pendidikan yang tinggi. Tapi setidaknya aku bisa
memberi makan Indah pagi dan sore terpenuhi dengan uang ternak sapi-sapi ku.
Ku sampaikan niatku untuk meminang Indah kepada bapak dan bapak pun menyanggupi hal
tersebut. Bapak mengatakan bahwa minggu depan akan meminang indah.
Aku mengambil keputusan untuk menjual ternakku beberapa ekor, dan uangnya dapat aku
gunakan untuk membeli rumah. Saat aku dan indah sudah benar-benar menikah nanti, aku sudah
tidak repot-repot lagi mencari tempat tinggal untuk kami.
Harapanku pun pupus. Ternyata indah sudah menjadi tunangan orang, indah bertunangan sebulan
lalu di Kota tempat bibinya dengan seorang Sarjana Pertanian.
Aku tidak seperti Along yang putus asa lalu gantung diri karena cinta. Aku merasa aku harus
menciptakan dan mencari zona nyamanku.
Sehari sebelum Indah pulang ke Kota, aku mampir kerumahnya untuk menyampaikan sesuatu.
Tapi indah saat itu ia sedang menjemur pakaian, aku tidak jadi naik kerumahnya dan hanya
berbincang ringan dengannya di dekat jemuran itu. Pakaian itu harum khas molto menyengat dan
menggugah imanku.
Hari-hari aku lewati dengan bahagia. Walaupun sedikit perubahan yang terjadi dalam diri ini.
Aku menyadari hal itu. Waktuku lebih banyak aku habiskan di rumah. Ternak-ternak sudah habis
laku terjual. Bapak sibuk dengan urusannya di masjid, sedangkan emak pergi berladang dan
seminggu sekali baru pulang karena ladang kami cukup jauh.
Aku tidak pernah menyesal atas apa yang terjadi. Karena sekarang aku sudah menemukan
tambatan hati yang lain.
Aku habiskan setiap waktuku bercumbu mesra dengan kekasih hatiku di kamar yang sunyi
senyap dengan lampu kamar remang-remang menjadi tempat terindah bagiku dan pasanganku.
Kamarku serasa surgaku, zona nyamanku adalah kamarku sendiri. Aku tidak pernah merasa
bosan dengan kekasih hatiku karena layaknya pasangan harus saling mengerti keadaan
pasangannya masing-masing.
Dan kekasih hatiku selalu memberikan semangat dan gairah dalam hidupku. Memang benar
pepatah mengatakan patah tumbuh hilang berganti. Sama halnya dengan hidupku tidak
mendapatkan indah tapi tergantikan dengan yang lain, justru yang lebih baik.
Waktuku aku habiskan hanya sebatas makan, minum, mandi dan bercinta dengan tambatan
hatiku. Kekasihku itu sangat cantik, lembut, serta tubuhnya yang harum.
Selama seminggu bapak dan emak tak pulang kerumah. Selama itu pula pintu rumah tak pernah
terbuka. Tiba-tiba…

Tok…tok…seperti ada orang yang sedang mengetuk pintu. Ternyata bapak.

“Apa yang sedang kau lakukan?...”

“Aku sedang istirahat di kamar. Bapak mau kemana lagi? ”


“Bapak hanya pulang ambil pakaian dan akan pergi ke masjid. Karena disana akan ada kajian.
Minggu depan bapak baru pulang.”
Dengan tas yang berisi pakaian ditangan bapak berlalu begitu cepat. Baru aku sadar aku telah
membohongi bapak.
Aku bergegas menutup pintu. Langsung menuju zona nyamanku. Langkah kaki ku terhenti pada
saat bersamaan perutku terasa lapar. Ku urungkan niatku untuk masuk kamar.
Aku bergegas menuju warung yang menjual nasi lemak kesukaanku. Menunggu pemilik warung
menyiapkan pesananku, penglihatanku teralihkan dengan rumah Indah dan jemurannya. Secepat
mungkin aku bergegas mendekati jemuran itu dan kembali lagi kewarung untuk membayar nasi
lemak pesananku.
Nasi lemak sudah berada tepat ditanganku. Aku bergegas meninggal warung ini dan pulang
kerumah. Sesampai dirumah langsung kulahap nasi lemak yang masih terbungkus plastik hitam
itu.
Dalam sekejab aku sudah berada di kamar zona nyamanku. Kekasih hati ku sudah menunggu di
ranjang kesayanganku. Dalam beberapa menit aku tertidur pulas baru aku sadar bahwa sudah
larut malam.
Memang benar bahwa dua orang yang bukan mahram jika berada dalam suatu tempat akan ada
orang ketiga. Tak dapat aku pungkiri memang benar adanya, Karena pada saat gelaplah aku
melakukan hal itu dengan kekasihku. Melihat bentuk kekasihku, hasrat dan imanku tak mampu
membendungnya. Sudah hampir setengah tahun ku habiskan waktuku dengan kekasih hatiku.
Tidak ada yang mengetahui siapa kekasih tambatan hatiku. Termasuk orangtuaku sendiri.
Mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka, sampai-sampai mereka lupa kalau anak bungsunya
masih hidup hanya anak sulungnya yang mati bunuh diri. Bahkan sekarang sudah memiliki
kekasih. Pada saat kami telah hanyut dalam dunia imajinasi bercinta tiba-tiba pintu di dokbrak…
“apa yang sedang kau lakukan, kau memang sudah gila. Bagaimana mungkin kau melakukan hal
seperti ini.”
Bapak tidak perlu tau apa yang sedang aku lakukan. Ini adalah kamarku dan zona nyaman.
Sedangkan ini adalah kekasih hatiku.

“bagaimana mungkin itu kekasihmu.”

“Bapak tidak berhak menghakimi ku.”

“kau memang sudah gila, melakukan hubungan seks dengan celana dalam wanita.”

“ini hak ku, bapak tak perlu ikut campur.”

“aku ini bapakmu. Kolor siapa yang kau curi.”

“Bapak tak perlu tau.”

“Aku berhak untuk tau, kau benar-benar membuat malu.”

“jika aku tidak bisa memiliki Indah, setidaknya aku bisa memiliki celana dalamnya.”

“Kau memang sudah gila.”

“yaa, Aku memang gila.”

Baru kali ini aku melihat kemarahan yang begitu besar di mata bapak. Kamar ku seketika terang
dengan cahaya lampu. Disitulah terlihat rahasia besar mengenai hubunganku dengan tambatan
hatiku terbongkar. Kolor yang berserakan di ranjang tidurku itu adalah milik Indah.
Karena aku tidak bisa memiliki Indah, aku melampiaskan hasratku selama setengah tahun dengan
kolor Indah. Yang aku curi di jemurannya.
Aku sadar dengan apa yang aku lakukan. Aku adalah orang yang mengidap penyakit fetitisme.
Penyakit kelainan seksual yang menggunakan objek celana dalam sebagai fantasi untuk
meningkatkan gairah seksual.
Dalam sekejab aku sudah berada di rumah pak RT untuk di adili. Aku tidak merasa keberatan
karena aku sangat senang dengan dunia nyamanku.
Setelah di introgasi begitu panjang oleh pak RT dan bapak. Akhirnya hasil akhir dari keputusan
mereka pun telah disepakati. Aku dibawa ke kantor polisi atas tuduhan pencurian celana dalam.
Dan harus menjalani hukumanku sebagai tahanan.
Hari-hari aku lalui di dalam rutan dengan tidak melupakan kekasih hatiku. Selama kurang lebih
satu tahun mendekam di rutan akhirnya aku keluar.
Aku putuskan untuk kembali kerumah menjenguk emak dan bapak, yang sudah setahun tidak
pernah bertemu dengannya.

“Assalamua’laikum…”

“wa’alaikumsalam, tunggu sebentar…”


Aku berdiri tepat di muka pintu. Menunggu kedatangan tuan rumah ini untuk menyambut
kedatanganku.

“kenapa kau kembali lagi. Pergi…pergi. kau tak pantas berada di sini.”

“aa …ak…aku (dengan suara bergetar).”


“kau bukan lagi anak ku. Anakku bukanlah orang yang melakukan hubungan seks yang
menyimpang seperti kau.”

“maaf kan aku pak.”

“kau tak perlu minta maaf, aku bukan bapakmu.”


Dengan wajah tertunduk malu. Aku langkahkan kakiku dari rumah dimana aku pertama kali
melihat dunia. Dan dilahirkan di dunia ini. Rumahku, itu dulu sekarang aku sudah tidak lagi di
anggap dengan orangtuaku sendiri.
Aku bingung. Apa yang harus aku lakukan, aku tidak pernah menyalahkan keadaan. Ini semua
takdirku yang memang sudah tertulis.
Ku putuskan untuk memulai hidupku yang baru, dengan mencari perkerjaan dan mendekatkan
diri kepada sang Maha Pencipta. Mungkin itulh jalan yang terbaik memperbaiki keadaan ini.
ANALISIS KESALAHAN
I. Analisis kesalahan tanda baca
− “biarpun emak sama bapak tak setuju. Aku akan tetap menikahi wanita itu.” Along
mengatakan itu dengan nada keras.
Perbaikan : “Biarpun emak sama bapak tak setuju, aku akan tetap menikahi wanita itu.”
Along mengatakan itu dengan nada keras.

− Oksigen menuju ke otak berkurang, arteri karotis, serta pembuluh kapiler diwajah dan
mata yang pecah inilah yang menyebabkan detak jantung dan tekanan darah menurun
sehingga membuat orang mati dengan cepat saat gantung diri.
Perbaikan : Oksigen menuju ke otak berkurang, arteri karotis serta pembuluh kapiler
diwajah dan mata yang pecah. Inilah yang menyebabkan detak jantung dan tekanan darah
menurun, sehingga membuat orang mati dengan cepat saat gantung diri.

− Orang-orang dikampungku memang seperti itu, mereka terlalu sibuk membicarakan


masalah orang lain dan selalu mau ambil pusing. Supaya bahan gosipan untuk mereka
bicarakan.
Perbaikan : Orang-orang dikampungku memang seperti itu, mereka terlalu sibuk
membicarakan masalah orang lain dan selalu mau ambil pusing supaya ada bahan gosipan
untuk mereka bicarakan.

− Yaa, dia adalah indah anak pak Jamali yang baru pulang.
Perbaikan : Yaa, dia adalah Indah anak pak Jamali yang baru pulang.

− “bagaimana mungkin itu kekasihmu.”


Perbaikan: “Bagaimana mungkin itu kekasihmu?”

− “aku ini bapakmu. Kolor siapa yang kau curi.”


Perbaikan : “Aku ini bapakmu. Kolor siapa yang kau curi?”

II. Analisis kesalahan penggunaan kalimat kelimat efektif


− “biarpun emak sama bapak tak setuju. Aku akan tetap menikahi wanita itu.”
Perbaikan : “Biarpun emak sama bapak tak setuju. Aku tetap menikahi
wanita itu.”

− Perdebatan itupun terhenti.


Perbaikan : Perdebatan pun terhenti.
− Aku pun bingung bagaimana cara serta solusi yang sesuai dalam menangani masalah
keluarga kami ini.
Kalimat efektif : Aku pun bingung solusi yang sesuai dalam menangani
masalah keluarga kami ini.

− Ingin berteriak, menangis, marah, kesal dan sedih bercampur aduk saat melihat
tubuh Along yang terkujur kaku,
Kalimat efektif : Ingin berteriak,menangis, marah, kesal dan sedih saat melihat tubuh
Along terbujur kaku

III. Analisis kesalahan penggunaan ejaan


− Dalam sekejab rumahku penuh dengan kerumunan para tetangga yang penasaran
ada kejadian apa
Kata baku sekejab menurut KBBI adalah sekejap.

− Sepulang dari masjid dengan jalan beriringan dengan jamaah lain. Kata
baku jamaah menurut KBBI adalah jemaah.

− Tapi semua itu sudah sirnah, semenjak kematian Along ku, masyarakat melihat sebelah
mata kepada keluarga kami.
Kata baku sirnah menurut KBBI adalah sirna.
.

Anda mungkin juga menyukai